• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Lansia (Lanjut Usia) 1. Definisi Lansia - Febi Nur Ekasari BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Lansia (Lanjut Usia) 1. Definisi Lansia - Febi Nur Ekasari BAB II"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Lansia (Lanjut Usia)

1. Definisi Lansia

Usia lanjut sebagai tahap akhir siklus kehidupan merupakan tahap perkembangan normal yang akan dialami oleh setiap individu yang mencapai usia lanjut dan merupakan kenyataan yang tidak dapat dihindari. Usia lanjut adalah kelompok orang yang sedang mengalami suatu proses perubahan yang bertahap dalam jangka waktu beberapa dekade. Menurut WHO (1989), dikatakan usia lanjut tergantung dari konteks kebutuhan yang tidak dipisah-pisahkan.

Usia lanjut atau lanjut usia adalah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih, yang secara fisik terlihat berbeda dengan kelompok umur lainnya (Depkes RI, 2003 : 100).

(2)

2. Aspek-aspek penduduk lansia

Menurut Notoatmdjo (2007) batasan penduduk lansia dapat dilihat dari aspek-aspek biologi, ekonomi, soaial, dan usia atau batasan usia yaitu :

1) Aspek Biologi

Penduduk lansia ditinjau dari aspek biologi adalah penduduk yang telah menjalani proses penuaan, dalam arti menurunnya daya tahan fisik yang ditandai dengan semakin rentannya tubuh terhadap serangan berbagai penyakit yang dapat menyebabkan kematian. Hal ini disebabkan seiring meningkatnya usia, sehingga terjadi perunahan struktur dan fungsi sel, jaringan, serta system organ. Proses penuaan berbeda dengan “pikun” (demensia) yaitu perilaku aneh atau sifat

pelupa dari seseorang di usia tua. Pikun merupakan akibat dari tidak berfungsinya beberapa organ otak yang dikenal dengan penyakit Alzheimer.

2) Aspek Ekonomi

(3)

produktivitasnya sudah menurun dan pendapatannya lebih rendah dibandingkan pekerja usia produktif. Akan tetapi, tidak semua penduduk yang termasuk dalam kelompok umur lansia ini tidak memiliki kualitas dan produktivitas rendah.

3) Aspek Sosial

Dari sudut pandang social, penduduk lansia merupakan kelompok sosial tersendiri. Di Negara Barat, penduduk lansia menduduki strata social di bawah kaum muda. Di masyarakat tradisional di Asia seperti Indonesia, penduduk lansia menduduki kelas social yang tinggi harus dihormati oleh masyarakat yang usianya lebih muda.

4) Aspek Umur

Dari ketiga aspek di atas, pendekatan umur atau usia adalah yang paling memungkinkan untuk mendefinisikan penduduk usia lanjut.

3. Batasan Usia Lanjut

1. Menurut Undang-Undang

(4)

a. Kelompok Pertengahan Umur :

Kelompok usia dalam masa virilitas, yaitu masa persiapan usia lanjut yang menampakkan keperkasaan fisik dan kematangan jiwa (45-54 tahun).

b. Kelompok Usia Lanjut Dini :

Kelompok dalam masa prasenium. Yaitu kelompok yang mulai memasuki usia lanjut (55-64 tahun).

c. Kelompok Usia Lnjut

Kelompok dalam masa senium (65 ke atas). d. Kelompok Usia Lanjut dengan Risiko Tinggi :

Kelompok yang berusia lebih dari 70 tahun atau kelompok usia lanjut yang hidup sendiri, terpencil, menderita penyakit berat atau cacat. (Notoatmodjo dalam bukunya Kesehatan masyarakat Ilmu dan Seni, 2007)

2. Batasan usia lanjut menurut WHO

Menurut WHO dalam Nugroho (2000) dalam bukunya mengatakan organisasi kesehatan dunia batasan-batasan lanjut usia meliputi : a. Usia pertengahan yaitu kelompok umur 45 sanpai dengan umur 59 b. Lanjut usia (elderly) yaitu umur antara 60 sampai dengan umur 74

tahun.

(5)

d. Usia sangat tua (very old) yaitu umur 90 tahun keatas.

4. Problema Usia Lanjut Saat Ini

Dengan meningkatnya usia harapan hidup masyarakat Indonesia saat ini membuat jumlah penduduk yang tergolong lanjut usia (lansia) semakin meningkat. Ini menimbulkan permasalahan tersendiri yang menyangkut aspek kesehatan dan kesejahteraan mereka.

Aspek kesehatan pada lansia ditandai dengan adanya perubahan faali akibat proses menua meliputi : (Pedoman Pembinaan Kesehatan Usia, Depkes, 2005).

1. Gangguan penglihatan, yang biasanya disebabkan oleh degenerasi macular senilis, katarak dan glaucoma. Secara rinci dapat diuraikan sebagai berikut :

a. Degenerasi macular senilis

Penyebab penyakit ini belum diketahui namun dapat dicetuskan oleh rangsangan cahaya berlebihan. Kelainan ini mengakibabkan distrosi visual, penglihatan menjadi kabur serta dapat timbul distrosi persepsi visual. (Notoatmodjo dalam bukunya Kesehatan mayarakt Ilmu dan Seni, 2007)

b. Katarak

(6)

mengganggu, hamburan cahaya melalui lensa ke makula, sehingga mengurangi ketajaman visual sentral, biasanya dalam bertahap, tanpa rasa sakit. Di seluruh dunia, katarak adalah penyebab utama kehilangan penglihatan. Di Amerika Serikat, katarak adalah penyebab tunanetra di 50% orang dewasa tunanetra usia> 40 tahun, tetapi usia dominan adalah > 60 tahun. (Eichenbaum, 2012) c. Glaukoma

(7)

2. Gangguan pendengaran, gangguan ini meliputi presbikusis (gangguan pendengaran pada lansia) dann gangguan komunikasi.

a. Presbikusis

Gangguan pendengaran pada lansia disebut presbikusis. Laki-laki umumnya lebih sering menderita presbikusis daripada perempuan. (Notoatmodjo dalam bukunya Kesehatan masyarakat Ilmu dan Seni, 2007)

b. Gangguan komunikasi

Gangguan komunikasi dapat timbul akibat pembicaran terjadi dalam interferensi karena terganggu suara lain, sumber suara mengalami distorsi dan kondisi akustik ruangan yang tidak sempurna seperti ruangan pertama yang berdinding mudah memantulkan suara. (Rosenhall, 2011)

3. Perubahan komposis tubuh

Dengan bertambahnya usia maka massa bebas lemak (terutama terdiri atas otot) berkurang 6,3% berat badan perdekade seiring dengan penambahan massa lemak 2% perdekade. Masa air mengalami penurunan sebesar 2,5% perdekade.

4. Saluran cerna

(8)

Ketidakalengkapan alat cerna mekanik tentu mengurangi kenyamanan makan serta membatasi jenis makanan yang dapat dimakan. Produksi air liur dengan berbagai enzim yang terkandung didalamnya juga mengalamai penurunan. Selain mengurangi kenyamanan makan, kondisi mulut yang kering juga mengurangi kelancaran saat makan. Pencernaan adalah proses dimana molekul makanan besar yang rusak dengan komponen yang lebih kecil yang cukup kecil diserap oleh lapisan saluran pencernaan. Pencernaan ini dilakukan oleh enzim yang disekresikan oleh kedua kelenjar intrinsik dan aksesori ke dalam lumen saluran pencernaan. (Ratnayake, 2009)

5. Hepar

Hati mengalami penurunan aliran darah sampai 35% pada usia 80 tahun ke atas, sehingga obat-obatan yang memerlukan proses metabolism pada organ ini harus ditentukan dosisnya secara seksama agar para lansia terhindar dari efek samping yang tidak diinginkan. Formasi hati merupakan rute utama untuk mendeteksi obat, yang melibatkan reaksi oksidatif. (Mauriz, 2000)

6. Ginjal

(9)

nefron sebesar 5-7% perdekade mulai usia 25 tahun. Hal ini mengakibatkan berkurangnya kemampuan ginjal untuk mengeluarkan sisa metabolisme melalui air seni termasuk sisa obat-obatan. Cedera ginjal akut yang membutuhkan dialisis dikaitkan dengan mortalitas di rumah sakit. (James, 2010)

7. Sistem kardiovaskuler

Perubahan pada jantung dapat terlihat dari bertambahnya jaringan kolagen, ukuran miokard berkurang, dan jumlah air jaringan berkurang. Selain itu, akan terjadi pula penurunan jumlah sel-sel pacu jantung serta serabut berkas His dan Purkinye. Keadaan tersebut akan mengakibatkan menurunnya kekuatan dan kecepatan kontraksi miokard disertai memanjangnya waktu pengisian diastolic. Hasil akhirnya adalah berkurangnya fraksi ejeksi sampai 10-20%. (Notoatmdojo. 2007)

8. Sistem pernafasan

(10)

leukosit, dan antibodi serta reflek batuk akan menurun. Hal tersebut menyebabkan warga usia lanjut lebih rentan terhadap infeksi.

9. Sistem hormonal

Produksi testosteron dan sperma menurun mulai usia 45 tahun tetapi tidak mencapai titik nadir. Pada usia 70 tahun, seorang laki-laki masih memiliki libido dan mampu melakukan kopulasi. Pada wanita, karena jumlah ovum dan folikel yang sangat rendah maka kadar estrogen akan sangat menurun setelah menopause (45-50 tahun). Keadaan ini menyebabkan dinding rahim menipis, selaput lender mulut Rahim dan saluran kemih menjadi kering. Pada wanita yang sering melahirkan kedaan diatas akan memperbesar kemungkinan terjadinya inkontinensia. (Notoatmdojo, 2007)

10. Sistem muskuloskeletel

Dengan bertambahnya usia maka jelas berpengaruh terhadap sendi dan sistem muskuloskeletal. Sebagai resporeparatif maka dapat terjadi pembentukan tulang baru, penebalan selaut sendi dan firosin. Ruang lingkup gerak sendi yang berkurang dapat diperkuat pula dengan tendon yang semakin kaku. (Notoatmdojo. 2007)

11. Secara Psikologis

(11)

dihubungkan pula dengan kekakuratan mental dan keadaan fungsional yang efektif. Kepribadian individu yang terdiri atas motivasi dan intelegensi dapat menjadi karakteristik konsep diri dari seorang lansia.

Konsep diri yang positif dapat menjadikan seorang lansia mampu berinteraksi dengan mudah terhadap nilai-nilai yang ada, ditunjang dengan status sosialnya. Adanya penurunan dari intelektualitas yang meliputi persepsi, kemampuan kognitif, memori, dan belajar pada saat usia lanjut menyebabkan mereka sulit untuk dipahami dan berinteraksi. (Maryam, 2008)

B. Pelayanan Kesehatan

1. Definisi Posyandu Lansia

Posyandu lansia adalah suatu bentuk keterpaduan pelayanan kesehatan terhadap lansia ditingkat desa/ kelurahan dalam masing-masing wilayah kerja puskesmas. Keterpaduan dalam posyandu lansia berupa keterpaduan pada pelayanan yang dilatar belakangi oleh kriteria lansia yang memiliki berbagai macam penyakit. Dasar pembentukan posyandu lansia adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, terutama lansia. (Departemen Kesehatan RI, 2006)

(12)

program puskesmas dengan melibatkan peran serta para lansia, keluarga, tokoh masyarakat dan organisasi sosial dalam penyelenggaraannya. (Erfandi, 2008).

2. Tujuan Penyelenggaraan

Menurut Erfandi (2008), tujuan posyandu lansia secara garis besar adalah : a. Meningkatkan jangkauan pelayanan kesehatan lansia dimasyarakat,

sehingga terbentuk pelayanan kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan lansia.

b. Mendekatkan pelayanan dan meningkatkan peran serta masyarakat dan swasta dalam pelayanan kesehatan, disamping meningkatkan komunikasi antara masyarakat usia lanjut.

3. Sasaran Posyandu Lansia

Sasaran posyandu lansia adalah :

1. Sasaran langsung, yaitu kelompok pra usia lanjut (45-59 tahun), kelompok usia lanjut (60 tahun ke atas), dan kelompok usia lanjut dengan resiko tinggi (70 tahun ke atas).

(13)

4. Kendala Pelaksanaan Posyadu Lansia

Beberapa kendala yang dihadapi lansia dalam mengikuti kegiatan posyandu antara lain:

a. Pengetahuan lansia yang rendah tentang manfaat posyandu. Pengetahuan lansia akan manfaat posyandu ini dapat diperoleh dari pengalaman pribadi dalam kehidupan sehari-harinya. Dengan menghadiri kegiatan posyandu, lansia akan mendapatkan penyuluhan tentang bagaimana cara hidup sehat dengan segala keterbatasan atau masalah kesehatan yang melekat pada mereka. Dengan pengalaman ini, pengetahuan lansia menjadi meningkat, yang menjadi dasar pembentukan sikap dan dapat mendorong minat atau motivasi mereka untuk selalu mengikuti kegiatan posyandu lansia.

(14)

faktor eksternal dari terbentuknya motivasi untuk menghadiri posyandu lansia.

c. Kurangnya dukungan keluarga untuk mengantar maupun mengingatkan lansia untuk datang ke posyandu. Dukungan keluarga sangat berperan dalam mendorong minat atau kesediaan lansia untuk mengikuti kegiatan posyandu lansia. Keluarga bisa menjadi motivator kuat bagi lansia apabila selalu menyediakan diri untuk mendampingi atau mengantar lansia ke posyandu, mengingatkan lansia jika lupa jadwal posyandu, dan berusaha membantu mengatasi segala permasalahan yang terjadi pada lansia.

d. Sikap yang kurang baik terhadap petugas posyandu.

(15)

5. Pemanfaatan Pelayanan Posyandu Lansia

Kebijakan Departemen Kesehatan dalam pembinaan kesehatan lansia merupakan upaya yang ditujukan untuk peningkatan kesehatan, kemampuan untuk mandiri, produktif dan berperan aktif dalam komprehensif, azas kekeluargaan, pelaksanaan sesuai protap, dan kendali mutu (Depkes RI, 2003). Kebijakan tersebut dilakukan dengan pendekatan holistic, pelaksanaan terpadu, pembinaan komprehensif tersebut terdiri dari:

1. Pembinaan kesehatan yang mencakup kegiatan:

a. Promotif, antara lain penyuluhan tentang PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat), penyakit pada lansia, gizi, upaya meningkatkan kebugaran jasmani, kesehatan mental, dan kemandirian produktifitas. b. Preventif, antara lain deteksi dini dan pemantauan kesehatan lansia

yang dapat dilakukan POKSILA/puskesmas dengan menggunakan KMS Lansia, buku pemantauan kesehatan pribadi lansia.

2. Pelayanan kesehatan yang mencakup kegiatan;

a. Kuratif, antara lain pengobatan bagi lansia yang sakit baik di Posyandu, Puskesmas/Rumah Sakit.

(16)

3. Konseling yang mencakup kegiatan: a. Tidak sama dengan penyuluhan. b. Dilaksanakan oleh Konselor.

c. Upaya memecahkan masalah kesehatan dan psikologis lansia. d. Dapat berfungsi preventif, promotif, kuratif, maupun rehabilitatif. 4. Pendekatan individu maupun kelompok.

5. Home Care

6. Bentuk pelayanan kesehatan komprehensif yang dilakukan di rumah

klien/lansia.

7. Melibatkan klien serta keluarga sebagai subjek untuk berpartisipasi dalam kegiatan perawatan dalam bentuk tim (tenaga professional/non professional di bidang kesehatan maupun non kesehatan).

8. Bertujuan memandirikan klien dan keluarganya.

Dalam kegiatan pelayanan kesehatan bagi lansia, maka dilaksanakan kegiatan di posyandu bagi lansia, agar lansia dapat mencapai hidup sehat sesuai dengan tujuan pembangunan nasional Indonesia dan Indonesia Sehat 2010.

Kegiatan yang dilakukan di posyandu bagi lansia antara lain adalah:

(17)

2. Pemeriksaan status mental.

3. Pemeriksaan status gizi melalui penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan dan dicatat pada grafik indeks masa tubuh (IMT).

4. Pengukuran tekanan darah menggunakan tensimeter dan stetoskop serta penghitungan denyut nadi selama satu menit.

5. Pemeriksaan hemoglobin menggunakan talquist, sahli atau cuprisulfat. 6. Penyuluhan Kesehatan.

7. Pemberian makanan tambahan (PMT).

8. Kegiatan olah raga, antara lain senam usia lanjut, gerak jalan santai, dan sebagainya untuk meningkatkan kebugaran (Lasma, 2007).

(18)

6. Jenjang Posyandu Menurut “KONSEP ARRIF” dikelompokkan menjadi

4, yaitu :

1. Posyandu Pratama (warna merah) : • Belum mantap.

• Kegiatan belum rutin.

• Kader terbatas.

2. Posyandu Madya (warna kuning) : • Kegiatan lebih teratur

• Jumlah kader 5 orang

3. Posyandu Purnama (Warna hijau) : • Kegiatan sudah teratur.

• Cakupan program/kegiatannya baik.

• Jumlah kader 5 orang

• Mempunyai program tambahan

4. Posyandu Mandiri (warna biru) : • Kegiatan secara terarah dan mantap

• Cakupan program/kegiatan baik.

• Memiliki Dana Sehat dan JPKM yang mantap.

(19)

Dikatakan posyandu berhasil itu harus memenuhi target kunjungan posyandu dalam 1 tahun. Sedangkan tahapannya adalah untuk posyandu pratama frekuensi penimbangannya ≤ 8x per tahun, posyandu madya

frekuensinya ≥ 8x per tahun, posyandu purnama frekuensi penimbangannya ≥

8x per tahun dan posyandu mandiri frekuensi penimbangannya ≥ 8x per

tahun. (Runjati, 2010 ; h . 79).

Keaktifan merupakan suatu perilaku yang bisa dilihat dari keteraturan dan keterlibatan seorang untuk aktif dalam kegiatan. (Suryani, 2003)

C. Faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi lansia

a. Dukungan Keluarga

(20)

sehingga dapat meningkatkan kesehatan dan adaptasi anggota keluarga terhadap lingkungan luar. (Handayani, 2012)

House (1985, dalam Smet, 1994) membedakan dukungan sosial dalam empat bentuk, yaitu :

a. Dukungan emosional : mencakup ungkapan empati, kepedulian dan perhatian terhadap orang yang bersangkutan. Agar lansia aktif dalam mengikuti kegiatan posyandu lansia, tentu saja kepedulian dan perhatian dari keluarga sangat penting, dalam dukungan emosional ini contohnya, keluarga bisa mengingatkan pada lansia jika ada jadwal posyandu ataupun keluarga dapat mengantar lansia pergi ke posyandu untuk nmemeriksakan kesehatannya. Hal ini, merupakan bentuk kepedulian dan perhatian pada lansia.

b. Dukungan penghargaan : terjadi melalui ungkapan penghargaan positif untuk orang tersebut, dorongan maju atau persetujuan dengan gagasan atau perasaan individu. Lansia aktif dalam mengikuti posyandu juga tidak lepas dari dukungan penghargaan yang diberikan keluarga, misalnya keluarga sangat mendukung apabila lansia rajin dan aktif untuk mengikuti kegiatan posyandu. Hal ini, dapat membuat semangat pada lansia.

(21)

kurangnya keaktifan lansia mengikuti kegiatan posyandu, bisa karena tempatnya yang terlalu jauh. Hal ini, kepedulian keluarga apabila tidk bisa mengantar lansia ke posyandu, jika lansia tersebut masih bisa untuk bepergian sendiri, keluarga bisa memberikan dana untuk transportasi agar lansia bisa datang ke posyandu, dana tersebut juga dapat dipergunakan untuk keperluan lain yang membutuhkan dana di posyandu lansia.

d. Dukungan informatif : mencakup pemberian, nasehat, petunjuk-petunjuk, saran ataupun umpan balik. Memberikan saran, nasehat yang baik akan pentingnya kesehatan bagi lansia juga sangat penting. Keluarga yang peduli kepada lansia, akan memberikan nasehat ataupun saran-saran yang baik supaya lansia tetap menjaga kesehatannya. Keluarga bisa mengajurkan lansia untuk mengikuti kegiatan posyandu lansia untuk memeriksakan kesehatan rutin di posyandu.

Peran keluarga yang baik terbukti sebagai faktor yang mempengaruhi keaktifan kunjungan lansia ke posyandu. Hasil analisis Hadisaputro (2011) menunjukkan bahwa peran keluarga berpengaruh pada keaktifan lansia di posyandu lansia sebesar 95%.

b. Motivasi diri

(22)

pembangkit tenaga, alasan dan dorongan dari dalam diri manusia yang menyebabkan ia berbuat sesuatu.

Sementara Menurut Sarwono (2000) dalam Sunaryo (2004) menyatakan bahwa motivasi merupakan suatu proses psikologis yang mencerminkan interaksi antara sikap, kebutuhan, persepsi, dan keputusan yang terjadi pada diri seseorang, dan motivasi sebagai proses psikologis timbul diakibatkan oleh faktor di dalam diri (faktor intrinsik) dan faktor di luar dirinya (faktor ekstrinsik). Faktor didalam diri seseorang dapat berupa kepribadian, sikap, pengalaman dan pendidikan atau berbagai harapan, cita-cita yang menjangkau kemasa depan. Faktor luar diri dapat ditimbulkan oleh berbagai sumber dari lingkungan atau faktor lain yang sangat kompleks sifatnya. Gerungan (1960) dalam Sunaryo (2004) motif merupakan suatu proses pengertian yang melengkapi semua penggerak, alasan atau dorongan dalam diri manusia yang menyebabkan ia berbuat sesuatu yang berkaitan dengan perilaku kesehatan individu.

(23)

1. Faktor-faktor Intern

Faktor intern yaitu faktor yang ada didalam individu itu sendiri, misalnya: karakteristik (umur, pendidikan, pekerjaan, pengetahuan, keyakinan) yang dimiliki seseorang. Selain itu juga dapat berupa pengalaman akan keberhasilan dalam mencapai sesuatu, pengakuan yang diperoleh, rasa tanggung jawab, pertumbuhan profesional dan intelektual yang dimiliki seseorang. Sebaliknya, apabila seseorang merasa tidak puas dengan hasil dari pekerjaan yang telah dilakukannya, dapat dikaitkan dengan faktor-faktor yang sifatnya dari luar individu.

a. Umur

Menurut pendapat wijayanti (2008) hal ini mungkin dikarenakan lansia mengalami perubahan dan kemunduran dalam berbagai aspek kehidupannya, baik secara fisik maupun psikis. Hal ini, sependapat dengan penelitian Rahayu (2010) yang mengatakan bahwa lansia yang berusia 70 tahun ke atas tidak aktif mengikuti posyandu dikarenakan adanya penurunan fungsi tubuhnya.

b. Pendidikan

(24)

menerima informasi kesehatan. Sebaliknya jika seseorang yang tingkat pendidikannya rendah, akan menghambat perkembangan seseorang terhadap penerimaan, informasi kesehatan dan nilai-nilai baru yang diperkenalkan.

c. Pekerjaan

Penelitian Rahayu et al (2010) yang mengatakan bahwa ketidakaktifan lansia karena lansia mayoritas masih bekerja dan lansia juga mengatakan tidak ingin tergantung pada orang lain. Jadi sedapat mungkin mereka ingin mempunyai sumber daya sendiri.

d. Pengetahuan

Kurangnya pengetahuan lansia tentang pentingnya memeriksakan kesehatannya berpengaruh terhadap keaktifan lansia di posyandu lansia. Mereka yang tidak tahu akan pentingnya memeriksakan kesehatan secara rutin cenderung tidak memperdulikan adanya posyandu lansia di daerahnya.

e. Keyakinan

(25)

ketidakaktifan lansia dating ke posyandu lansia antara lain yaitu gangguan fungsi organ tubuh, dan arena lansia merasa dirinya sehat. 2. Faktor-faktor Extern

Faktor ekstern yaitu faktor yang ada diluar individu yang bersangkutan. Faktor ini mempengaruhi, sehingga di dalam diri individu timbul unsur-unsur dan dorongan/motif untuk berbuat sesuatu. Misalnya karakteristik lingkungan sosial. Lingkungan sosial termasuk didalamnya lingkungan social terdekat yaitu keluarga, tetangga dan fasilitas pelayanan kesehatan, alat-alat kesehatan yang menunjang kegiatan pelayanan kesehatan di posyandu lanjut usia tersebut.

Pada tingkat ini benar-benar terjadi tarik-menarik antar pribadi dan tujuan yang akan dicapai. Maka, pada saat pertentangan motif baik ini memaksa orang harus berpikir secara matang, mempertimbangkan baik-baik segala kemungkinan. Dalam pertimbangan ini orrang tidak terlepas dengan norma-norma dan nilai-nilai yang dihayati pada saat tersebut. (Enina, 2009)

(26)

c. Pengetahuan

Lansia umumnya mempunyai kemampuan daya ingat yang menurun, sehingga mudah melupakan apa yang baru disampaikan dan ini berdampak pada tingkat pengetahuan para lansia yang masih kurang terutama mengenai manfaat dan tujuan dari adanya posyandu lansia. Ariati (2005), mengemukakan bahwa lansia memiliki kemunduran kemampuan kognitif, seperti ingatan pada hal-hal dari masa muda lebih baik daripada hal-hal yang baru terjadi.

Pengetahuan lansia yang kurang tentang posyandu lansia mengakibatkan kurangnya pemahaman lansia dalam pemanfaatan posyandu lansia. Keterbatasan pengetahuan ini akan mengakibatkan dampak yang kurang baik dalam pemeliharaan kesehatannya. Menurut Soekanto (2006) ada beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan yaitu tingkat pendidikan, informasi yang diperoleh, pengalaman dan sosial ekonomi.

(27)

sikap dan dapat mendorong minat atau motivasi mereka untuk selalu mengikuti kegiatan posyandu lansia. (Sulistyorini,2010)

1. Pengetahuan atau ranah kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior). Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempuyai enam tingkatan. Menurut Notoatmodjo (2007) ada 6 tingkatan pengetahuan, yaitu :

a. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dan seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain dapat menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya

b. Memahami (comprehension)

(28)

menyebutkan contoh, meyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

c. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau pengguanaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

d. Analisis (analysis)

Analisis adalag suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat mengggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, megelompokkan, dan sebagainya.

e. Sintesis (synthesis)

(29)

f. Evaluasi (evaluation)

Evalusi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

2. Cara Mengukur Tingkat Pengetahuan

Menurut Nursalam (2007) menyatakan bahwa pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan cara wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang akan diukur dari subyek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan diatas:

(30)

D. Kerangka Teori

Gambar 2.1 Kerangka Teori : Modifikasi dari House (1985, dalam Smet, 1994), Tarigan, Enina (2009)

Keaktifan lansia di posyandu lansia

Dukungan

Keluarga : Motivasi Pengetahuan

(31)

E. Kerangka Konsep

Variabel independent Variabel Dependent

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Hubungan Dukungan Keluarga dan Motivasi dengan Keaktifan Lansia di Posyandu Lansia

Dukungan Keluarga : Dukungan sosial,

1. Emosional 2. Penghargaan 3. Instumental 4. Informatif

Keaktifan lansia di posyandu lansia

(32)

F. Hipotesis

1. Ada hubungan antara dukungan keluarga dengan keaktifan lansia di posyandu lansia

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Teori : Modifikasi dari House (1985, dalam Smet, 1994),
Gambar 2.2 Kerangka Konsep Hubungan Dukungan Keluarga dan Motivasi dengan

Referensi

Dokumen terkait

~ Realist writers from Kautilya on have stressed the significance of information (intelligence); if institutions can provide useful information, realists should see them

bagi keluarga.Adanya deteksi dini terhadap faktor resiko maupun komplikasi yang terjadi pada masa kehamilan, persalinan dan masa nifas untuk dilakukan penanganan secara cepat

In this research, the writer has decided to limit the topic only “The Inf luence of Using Scrabble Game for Improving Students’ Vocabulary Mastery at the Fifth Grade

The vast web of electronic networks, referred to as the information superhighway or Internet links the computing resources of businesses, government, and

diberikan guru kepada peserta didik dan daftar penilaian guru. 2) Data sekunder yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung. dari sumbernya 4. Data ini diambil dari orang

Jika uji kadar lemak yang dilakukan pada sampel susu sapi segar kurang dari 3,6% maka dicurigai susu tersebut telah ditambahkan dengan air untuk meningkatkan volume susu

Berdasarkan dari beberapa sumber yang penulis dapatkan, penulis ingin mencoba menganalisa bagaimana upaya Indonesia dalam menjalin kerjasama Trilateral antara NGO

Besarnya reaktansi induktif berbanding langsung dengan perubahan frekuensi dan nilai induktansi induktor, semakin besar frekuensi arus bolak-balik dan semakin