Infinity
Jurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Vol 4, No.2, September 2015253
STRATEGI PQ4R UNTUK MENGEMBANGKAN
KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIK DAN
KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP
Oleh:
1)
Engkos Koswara, 2) Heris Hendriana
1)
Mahasiswa Pascasarjana Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi
2)
STKIP Siliwangi
2
herishen@yahoo.com
ABSTRAK
Penelitian ini ditujukan untuk menelaah peranan strategi PQ4R terhadap kemampuan komunikasi dan kemandirian belajar siswa SMP, serta asosiasi antara keduanya. Penelitian ini adalah bagian dari tesis magister dan bagian dari Penelitian Hibah Pascasarjana DIKTI pada tahun 2015. Studi ini adalah suatu quasi eksperimen dengan disain pretest-postes kelompok kontrol yang melibatkan 66 siswa kelas 8 dari satu SMP di Karawang yang ditetapkan secara acak. Instrumen penelitian ini adalah tes uraian kemampuan komunikasi matematik, dan skala kemandirian belajar, dan skala persepsi siswa terhadap strategi PQ4R. Studi menemukan kemampuan komunikasi matematik siswa yang mendapat strategi PQ4R lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran konvensional, dan kemampuan komunikasi itu tergolong sedang. Siswa mash mengalami kesulitan dalam membuat model matematik dan menyelesaikannya berkenaan sistim persamaan linier dua dan tiga variabel. Namun, tidak terdapat perbedaan kemandirian belajar siswa pada kedua pembelajaran tersebut. Selain itu ditemukan pula tidak terdapat asosiasi antara kemampuan komunikasi matematik dan kemandirian belajar.
Kata Kunci : komunikasi matematik, kemandirian belajar, strategi PQ4R
ABSTRACT
This study was intended to analyze the role of PQ4R strategy toward students’ mathematical communication ability and self regulated learning (SRL). This study was a part of a master thesis and a sub-study of a Postgraduate Research Grant from DGHE in 2015. This study was a pretest-postest quasi-experimental control group design involving 80 tenth-grade students of a yunior high school in Karawang which were chosen randomly.The instruments of this study are an essay test on mathematical communication ability, and a mathematical self regulation learning (SRL) scale. The study revealed that students getting treatment on PQ4R attained better grades on mathematical communication ability than students taught by conventional teaching, though the grades were at medium level. Students realized difficulties in compiling mathematical model and solving it of linier equation system of two and three variables. However, there was no difference in grades of self regulated learning between students in the two groups and the grades were fairly good. Also, there was association between mathematical communication ability and self regulated learning.
Infinity
Jurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Vol 4, No.2, September 2015254
I.
PENDAHULUAN
Dalam pembelajaran matematika, siswa diharapkan mempelajari dan menguasai beberapa kompetensi. De Lange (Yuniati, 2010), mengemukakan 8 kompetensi yang harus dipelajari dan dikuasai siswa selama mempelajari matematika yaitu: a) Berfikir dan bernalar secara matematis; b) Berargumentasi secara matematis; c) Berkomunikasi secara matematis; d) Memodelkan; e) Menyusun dan memecahkan masalah; f) Mempresentasikan ; g) Menyimbolkan; h) Menguasai alat dan teknologi.” Butir c), Butir d), Butir f), dan Butir g) melukiskan kemampuan komunikasi matematik.
Lebih lengkap dari tujuan pembelajaran yang dikemukakan de Lang, Kurikulum Matematika 2013 memuat tujuan dalam aspek kognitif dan afektif (Permendikbud Nomor 64, 2013 : 57) sebagai berikut:
a) Menunjukkan sikap logis , kritis, analitis, kreatif, cermat dan teliti, bertanggung jawab , responsif, dan tidak mudah menyerah dalam memecahkan masalah. b) Memiliki rasa ingin tahu, percaya diri, dan ketertarikan pada matematika. c) Memiliki rasa percaya pada daya dan kegunaan matematika, serta sikap kritis
yang terbentuk melalui pengalaman belajar.
d) Memiliki sikap terbuka, santun, objektif, dan menghargai karya teman dalam interaksi kelompok atau aktivitas sehari-hari
e) Memiliki kemampuan mengkomunikasikan gagasan matematika dengan jelas dan efektif
f) Menjelaskan pola dan menggunakannya untuk melakukan prediksi dan kecenderungan jangka panjang; menggunakannya untuk memprediksi kecenderungan (trend) atau memeriksa kesahihan argumen .
Butir a) sampai dengan Butir d) tergolong tujuan dalam ranah afektif yang tidak tercantum secara eksplisit dalam tujuan pembelajaran matematika dari de Lange. Tujuan dalam ranah afektif di atas melukiskan perilaku yang harus diwujudkan ketika melaksanakan kegiatan matematik atau doing math. Ketika belajar matematika perilaku afektif tersebut seyogyanya dirancang dan dipantau keberhasilannya oleh siswa sendiri. Perilaku afektif tersebut melukiskan soft skill
matematik yang memuat perilaku kemandirian belajar (self regulated learning disingkat SRL). Bandura dan Schunk (Tandililing, 2011) mengemukakan bahwa kemandirian belajar adalah proses aktif dan konstruktif seseorang yang meliputi: inisiatif belajar, mendiagnosis kebutuhan belajar, menetapkan tujuan belajar, mengatur dan mengkontrol kinerja belajar, mengatur dan mengkontrol kognisi, motivasi dan perilaku, memandang kesulitan belajar sebagai tantangan, mencari dan memanfaatkan sumber belajar yang relevan, memilih dan menerapkan strategi belajar, mengevaluasi proses dan hasil belajar, dan kemampuan diri (Self-efficacy). Tujuan dalam Butir e) dan Butir f) memuat komponen kemampuan komunikasi matematik. Kemampuan komunikasi matematik merupakan bagian esensial dalam
Infinity
Jurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Vol 4, No.2, September 2015255
matematika dan pembelajaran matematika (Wahyudin, 2008). Komunikasi merupakan cara menyampaikan gagasan atau ide-ide dan mengklarifikasi pemahaman matematik ketika memecahkan masalah dan menyampaikan proses dan hasil pemecahan masalah. Berdasarkan pendapat beberapa pakar, Sumarmo (2010) merangkumkan indikator kemampuan komunikasi matematik yang meliputi kemampuan, b) menjelaskan ide, situasi dan relasi matematis secara lisan maupun tulisan; c) menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa dan simbol matematika; d) mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang matematika; e) membaca dengan pemahaman suatu repsentasi matematika tertulis; f) membuat konjektur, menyusun argumen, merumuskan definsi dan generalisasi; g) mengungkapkan kembali suatu uraian atau paragrap matematika dalam bahasa sendiri.
Pola pembelajaran biasa atau ekspositori, lebih bersifat berpusat pada guru yang lebih banyak menyampaikan informasi dan kurang menanamkan pemahaman konsep dan kurang mendorong siswa mengajukan pertanyaan. Dalam kondisi tersebut siswa kurang aktif menemukan konsep tetapi menghapal konsep. Model pembelajaran seperti di atas menyebabkan siswa lebih banyak mendengar dan menonton guru melakukan kegiatan matematik. Kegiatan belajar yang terus menerus dilakukan seperti ini dapat membuat siswa cenderung belajar menghafal dan sukar memperoleh pemahaman konsep yang bermakna (meaningfull learning). Dari segi aspek afektif guru kurang membantu siswa agar siswa menjadi pribadi yang mandiri dalam belajar. Guru jarang memberi tugas membaca suatu topik, memahami dengan baik dan kemudian mengkomunikasikannya dalam bahasa sendiri.
Kurikulum Matematika 2013, menganjurkan kemampuan komunikasi matematik sebagai bagian dari hard-skill matematik dan kemandirian belajar sebagai bagian dari soft–skill harus dikembangkan secara bersamaan dan seimbang. Pembelajaran biasa atau ekspositori yang terbatas, belum optimal memfasilitasi pengambangan kemampuan komunikasi matematik dan kemandirian belajar secara bersamaan. Dalam upaya mengatasi kekurangan dalam pembelajaran ekspositori, perlu dicari strategi pembelajaran yang efektif untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematik dan menumbuhkan kemandirian belajar siswa. Satu alternatif strategi yang ditawarkan adalah strategi Preview, Question, Read, Reflect, Recite,dan
Review disingkat PQ4R. Klopper dan Campagne (Tandililing, 2011) menyatakan
bahwa dalam strategi PQ4R siswa membangun pengetahuan secara aktif. Anderson (Authary, 2012 ) mengemukakan bahwa langkah-langkah dalam strategi PQ4R dapat menyadarkan siswa dalam mengorganisasi teks, dan mengatur dirinya sendiri untuk memperoleh informasi lebih mendalam dengan cara elaborasi yang lebih luas. Beberapa studi melaporkan keungullan strategi PQ4R daripada pembelajaran biasa dalam mengembangkan beberapa kemampuan matematik antara lain dalam: kemampuan komunikasi matematik dan SRL (Authary, 2012, Sudrajat, 2002, Tandililing, 2011), kemampuan eksplorasi matematik Siswa SMP (Martiani, 2012), kemampuan koneksi matematika siswa SMA (Supinah, 2012). Selain itu, beberapa
Infinity
Jurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Vol 4, No.2, September 2015256
studi dengan beragam pendekatan inovatif di antaranya adalah: pembelajaran berbantuan autograph (Firmansyah, 2010), pembelajaran inkuiri terbimbing, dan investigasi (Abdurachman, 2014, Syaban, 2008), pembelajaran berbasis masalah (Mulyana, 2015, Rosliawati, 2014, Wahyuni, A 2010), Virtual Manipulative dalam
Contextual Teaching and Learning (Zanthy, 2011) , reciprocal teaching (Qohar,
2010), pembelajaran kontekstual berbantuan Cabri Geometry II (Rusmini, 2012), pendekatan matematika realistik (Saragih, 2007) melaporkan dalam komunikasi matematik siswa pada kelas eksperimen lebih baik daripada siswa pada kelas dengan pembelajaran biasa.
Memperhatikan karakteristik kemampuan komunikasi matematik, kemandirian belajar dan beberapa temuan studi tang relevan, peneliti memprediksi bahwa strategi PQ4R akan berhasil mengembangkan kemampuan komunikasi matematik dan kemandirian belajar siswa SMP
II.
KAJIAN TEORI
1. Kemampuan Komunikasi Matematik dan Kemandirian Belajar
Dalam NCTM (2000), dikemukakan bahwa komunikasi adalah suatu bagian esensial dari matematika dan pembelajaran matematika. Ketika siswa berpikir, merespon, berdiskusi, mengelaborasi, menulis, membaca, mendengarkan, dan menemukan konsep matematika, mereka berkomunikasi secara matematik menyampaikan ide-ide matematik secara lisan dan tertulis. Baroody (Authary,2012), mengemukakan dua alasan penting bahwa pembelajaran matematik berfokus pada komunikasi, yaitu : a) pada dasarnya matematika adalah bahasa ; matematika sebagai alat bantu berpikir, alat menemukan pola, menyelesaikan masalah, membuat kesimpulan, matematika sebagai alat untuk mengkomunikasikan gagasan dengan jelas, tepat, dan ringkas; b) matematika dan belajar matematika adalah jantungnya kegiatan sosial dalam pembelajaran matematika. Selanjutnya Baroody (Authary,2012), mengemukakaaspek komunikasi matematik yaitu: merepresentasi
(representing), mendengar (listening), membaca (reading), diskusi (discussing) dan
menulis (writing).
Serupa dengan pendapat Baroody, Wahyudin (2008) mengemukakan melalui komunikasi mengubah gagasan menjadi objek-objek refleksi, penghalusan, diskusi. Proses komunikasi juga membantu membangun makna dari gagasan-gagasan dan menjadikan gagasan-gagasan itu diketahui publik. Komunikasi matematik merefleksikan pemahaman matematik dan merupakan bagian dari daya matematik. Ketika siswa mempelajari matematika seakan-akan mereka berbicara dan menulis tentang apa yang mereka sedang pelajari. Mereka dilibatkan secara aktif dalam mengerjakan matematika misalnya ketika mereka memikirkan ide-ide matematika, berbicara dan mendengarkan pendapat siswa lain, mereka berbagi ide, strategi dan solusi. Menulis mengenai matematika mendorong siswa untuk merefleksikan
Infinity
Jurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Vol 4, No.2, September 2015257
pemikiran mereka dan mengklarifikasi ide-ide secara jelas. Pugalee (2001) menyatakan bahwa dalam pembelajaran matematika, siswa perlu dibiasakan untuk memberikan argumen atas setiap jawabannya dan memberikan tanggapan atas jawaban yang diberikan siswa lain, sehingga yang sedang dipelajari menjadi lebih bermakna baginya.
NCTM (2000) menguraikan secara rinci indikator komunikasi matematik sebagai berikut: a) Mengorganisasi dan mengkonsilidasi pemikiran matematik; b) Mengkomunikasikan pemikiran matematik siswa sampai masuk akal dan jelas pada kawannya, guru, dan yang lainnya; c) Menganalisis dan mengevaluasi pemikiran matematik, d) Menggunakan bahasa untuk mengekspresikan ide-ide matematik secara tepat.
Cai, Lane, dan Jacobsin (Tandililing, 2011) mengemukakan beberapa kegiatan komunikasi matematik sebagai berikut: a) Menulis matematik: menguraikan pemikirannya secara matematik, masuk akal, jelas serta tersusun secara logis dan sistematis; b) Menggambar secara matematik: membuat gambar, diagram, dan tabel secara lengkap dan benar; c) Ekspresi matematik: membuat model matematik suatu permasalahan matematik secara benar, kemudian melakukan perhitungan atau mencari solusi secara lengkap dan benar.
Berdasarkan pendapat beberapa pakar, Sumarmo (2010) merangkumkan indikator kemampuan komunikasi matematik yang meliputi kemampuan, b) menjelaskan ide, situasi dan relasi matematis secara lisan maupun tulisan; c) menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa dan simbol matematika; d) mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang matematika; e) membaca dengan pemahaman suatu repsentasi matematika tertulis; f) membuat konjektur, menyusun argumen, merumuskan definsi dan generalisasi; g) mengungkapkan kembali suatu uraian atau paragrap matematika dalam bahasa sendiri.
Tujuan pembelajaran matematika, selain memuat kemampuan komunikasi matematik sebagai bagian dari hard-skill matematik juga memuat perilaku afektif sebagai berikut: a) Menunjukkan sikap logis , kritis, analitis, kreatif, cermat dan teliti, bertanggung jawab , responsif, dan tidak mudah menyerah dalam memecahkan masalah; b)Memiliki rasa ingin tahu, percaya diri, dan ketertarikan pada matematika; c) Memiliki rasa percaya pada daya dan kegunaan matematika, serta sikap kritis; serta d) Memiliki sikap terbuka, santun, objektif, dan menghargai karya teman dalam interaksi kelompok atau aktivitas sehari-hari (Permendikbud Nomor 64, 2013). Untuk mencapai tujuan pembelajaran matematika antara lain komunikasi matematik dan dalam ranah afektif tersebut di atas, seyogyanya siswa mempunyai kebiasaan merancang, dan mengevaluasi proses belajarnya sendiri. Kebiasaan belajar sendiri tersebut merupakan bagian dari perilaku belajar yang dinamakan kemandirian belajar. Zimmerman dan Pons (Pintrich,1990:33) menyatakan bahwa kemandirian belajar atau self regulated learning merupakan konsep mengenai
Infinity
Jurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Vol 4, No.2, September 2015258
bagaimana seseorang menjadi pengatur dalam belajar bagi dirinya sendiri. Cobb (2003) mengemukakan beberapa indikator kemandirian belajar yaitu: a) Self
efficacy: penilaian individu terhadap kemampuan dirinya atau kompetensinya untuk
melakukan suatu tugas, mencapai suatu tujuan atau mengatasi hambatan dalam belajar; b) Motivasi: dorongan untuk melakukan proses belajar; c) Tujuan atau target belajar: merupakan kriteria yang akan dicapai dalam belajar untuk memonitor kemajuan belajar ke arah yang lebih spesifik. Dalam kemandirian belajar, inisiatif merupakan komponen yang sangat mendasar. Kemandirian belajar mendeskripsikan sebuah proses di mana individu mengambil inisiatif sendiri, dengan atau tanpa bantuan orang lain, untuk mendiagnosis kebutuhan belajar, memformulasikan tujuan belajar, mengidentifikasi sumber belajar, memilih dan menentukan pendekatan strategi belajar, dan melakukan evaluasi hasil belajar yang dicapai. Berkaitan dengan hal tersebut, Sugilar (2000) merangkum pendapat Guglielmino, West dan Bentley bahwa karakteristik individu yang memiliki kesiapan belajar mandiri dicirikan oleh: a) kecintaan terhadap belajar, b) kepercayaan diri, c) keterbukaan terhadap tantangan belajar, d) sifat ingin tahu, e) pemahaman diri dalam hal belajar, dan f) menerima tanggung jawab untuk kegiatan belajarnya.
Sumarmo (2010) menyatakan bahwa kemandirian belajar merupakan proses perancangan dan pemantauan diri yang seksama terhadap proses kognitif dan afektif dalam menyelesaikan suatu tugas akademik. Dalam hal ini Hargis (Sumarmo,2013) menekankan bahwa yang dimaksud kemandirian belajar bukan merupakan kemampuan mental atau keterampilan akademik tertentu, tetapi merupakan proses pengarahan diri dalam mentransformasi kemampuan mental dalam keterampilan akademik tertentu.
Zimmerman (Pintrich, 1990) merinci perilaku belajar dalam self regulated learning
sebagai berikut: a) mengevaluasi sendiri kemajuan tugas belajarnya; b) mengatur materi pelajaran; c) membuat rencana dan tujuan belajar; d) mencari informasi; e) mencatat hal penting; f) mengatur lingkungan belajar; g) bertanggung jawab setelah mengerjakan tugas; h) mengulang dan mengingat; i) mencari bantuan sosial; j) meninjau kembali catatan, tugas atau tes dan buku teks .
Sumarmo (2006), mengemukakan tiga karakteristik utama kemandirian belajar yaitu: a) Menganalisis kebutuhan belajar matematika, merumuskan tujuan; dan merancang program belajar; b) Memilih dan menerapkan strategi belajar; c) Memantau dan mengevaluasi diri apakah strategi telah dilaksanakan dengan benar, memeriksa hasil (proses dan produk), serta merefleksi untuk memperoleh umpan balik.
2. Strategi PQ4R dalam Matematika
Istilah strategi diartikan sebagai seni, melaksanakan siasat atau rencana (McLeod, dalam Muhibbin.2008). Muhibbin (2008) merangkum pendapat Reber dan Lawson
Infinity
Jurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Vol 4, No.2, September 2015259
yang mengartikan istilah strategi dari perspektif psikologi, yaitu sebagai rencana tindakan terdiri atas seperangkat langkah-langkah untuk memecahkan masalah atau mencapai tujuan tertentu. Dalam pembelajaran matematika keterampilan membaca merupakan satu bentuk kemampuan komunikasi matematik dan mempunyai peran sentral dalam pembelajaran matematika. Melalui membaca siswa mengkontruksi makna matematika (Eliot and Kenney dalam Sumarmo, 2006). Selanjutnya Sumarmo mengemukakan bahwa seorang pembaca dikatakan memahami teks yang dibacanya secara bermakna apabila ia dapat mengemukakan idea dalam teks tersebut secara benar dalam bahasanya sendiri. Kemampuan mengemukakan idea matematik dari suatu teks baik dalam bentuk lisan atau tulisan merupakan bagian penting dari standar komunikasi matematik.
Salah satu strategi membaca yang diperkirakan dapat membangun pemahaman dan mengembangkan keterampilan metakognitif adalah PQ4R (Preview, Question, Read,
Reflect, Recite, Review) yang dikembangkan Arends (Supinah,2012) dan Slavin
(Supinah,2012). Strategi PQ4R merupakan bagian dari strategi elaborasi. Awalnya strategi ini bernama SQ3R (Survei, Question, Read, Recite, dan Review) yang dicetuskan oleh Robinson (Supinah,2012) yang membuat perubahan besar dalam perkembangan psikologi pembelajaran.
Langkah-langkah membaca dan memahami teks menggunakan strategi PQ4R menurut Slavin (Authary, 2012) sebagai berikut: a) Preview: memeriksa atau meneliti atau mengindentifikasi seluruh teks secara garis besar; b) Question:
menyusun atau membuat pertanyaan yang relevan dengan teks; c) Read: membaca teks secara aktif untuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang telah disusun; d) Reflect: memikirkan contoh-contoh ketika sedang membaca teks. membuat elaborasi dan membuat hubungan; e) Recite: mengulang jawaban yang telah ditemukan; f) Review: meninjau ulang seluruh jawaban atas pertanyaan sudah disusun;
3. Penelitian Yang Relevan
Beberapa studi melaporkan keungullan strategi PQ4R daripada pembelajaran biasa dalam mengembangkan beberapa kemampuan matematik antara lain dalam: komunikasi matematik dan SRL (Authary, 2012, Sudrajat, 2002, Tandililing, 2011), eksplorasi matematik (Martiani, 2012), koneksi matematika siswa SMA (Supinah, 2012).
Selain itu, beberapa studi melaporkan pembelajaran inovatif lain yaitu: pembelajaran berbantuan autograph (Firmansyah, 2010, Koswara, 2010), pembelajaran berbasis masalah (Mulyana, 2015, Rosliawati, 2014, Wahyuni, 2010),
Virtual Manipulative dalam Contextual Teaching and Learning (Zanthy, SL 2011) ,
Reciprocal Teaching (Qohar, 2010), pembelajaran kontekstual berbantuan Cabri
Infinity
Jurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Vol 4, No.2, September 2015260
kelas eksperimen lebih baik daripada siswa pada kelas pembelajaran konvensional. Temuan tersebut mendukung pernyataan bahwa untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematik diperlukan upaya guru melaksanakan pembelajaran inovatif. Demikian pula studi yang menerapkan pembelajaran inovatif berhasil mengembangkan kemandirian belajar yang lebih baik dibandingkan pembelajaran konvensional (Qohar, 2010).
III.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan menelaah peranan strategi PQ4R terhadap kemampuan komunikasi matematik, kemandirian belajar siswa, dan asosiasi antara keduanya. Studi ini adalah bagian dari tesis magister (Hendrayana, 2015) dan bagian dari penelitian Hibah Pascasarjana DIKTI tahun kedua (Hendriana, Rohaeti, Sumarmo, 2015). Studi ini berdisain pretes-postes dengan kelompok kontrol dengan subyek sampel 62 siswa kelas X dari satu SMP di Kabupaten Karawang yang ditetapkan secara purposif. Instrumen penelitian ini adalah tes kemampuan komunikasi matematik dan skala kemandirian belajar. Instrumen dikembangkan dengan mengacu pada Arikunto (2000) dan Hendriana dan Sumarmo (2014). Tes komunikasi matematik terdiri dari 4 butir soal dengan validitas butir berkisar antara 0,47 dan 0,80; daya pembeda berkisar 0,21 dan 0,49; tingkat kesukaran berkisar antara 0,22 dan 0,55 dan koefisien reliabiltas tes sebesar 0,70. Skala disposisi disusun dalam skala model Likert. Analisis data mengacu pada Furqon (2010) dan Riduwan (2000)
Berikut ini diisajikan contoh butir tes komunikasi matematik dan contoh butir skala kemandirian belajar.
Contoh Butir tes komunikasi
1. Grafik di bawah ini memperlihatkan hubungan antara banyaknya bahan bakar (gas)yang dikonsumsi dibandingkan dengan jarak tempuh
Bahan bakar (liter)
a. Apakah arti dari situasi ini jika garis lebih curam dari yang ditampilkan dalam skala grafik yang sama ?
Ja ra k ( k m )
Infinity
Jurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Vol 4, No.2, September 2015261
b. Buatlah skala yang logis dan sesuai untuk setiap sumbu dan tuliskan sebuah pertanyaan yang bisa dijawab dari grafik anda. Perlihatkan jawaban yang anda kemukakan dari grafik anda.
2. Adik mempunyai beberapa kartu berbentuk persegi dan segitiga . Kartu persegi memuat satu gambar ayam dan empat gambar burung, dan kartu segiriga memuat dua gambar ayam dan satu gambar burung. Berapa banyak kartu persegi dan segitiga yang harus disediakan agar termuat 25 gambar ayam dan 51 gambar burung ?
a) Buatlah model matematika untuk menghitung banyaknya kartu persegi dan kartu segitiga yang harus disediakan.
b) Hitung banyaknya kartu persegi dan kartu segitiga yang harus disediakan !
3. Contoh Butir Skala Kemandirian Belajar
Keterangan : SS : Sangat setuju S : Setuju N : Netral TS : tidak setuju STS Tidak sangat setuju
No +/- Pernyataan Pilihan Jawaban
SS S N TS STS
`1. - Membuat rencana belajar adalah hal yang
membuang-buang waktu saja
2. + Saya percaya akan mendapat nilai matematika yang lebih baik dari nilai ulangan sebelumnya
3. - Saya langsung mengganti jawaban tanpa
memeriksa kembali ketika jawaban soal saya berbeda dengan jawaban teman
4. + Saya membuat gambar, diagram, atau tabel agar lebih mudah memahami dan mengingat suatu materi
5. + Saya bertahan dalam menyelesaikan soal/tugas sampai selesai.
6. + Saya membuat jadwal belajar khusus matematika atas keinginan sendiri
7 - Sesudah tes matematika, saya menghindar
mengkoreksi di rumah
8 - Saya malu bertanya meski ada materi matematika yang belum dipahami
IV.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Deskripsi pencapaian dan peningkatan kemampuan komunikasi matematik, dan disposisi matematik siswa tercantum pada Tabel 1.
Infinity
Jurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Vol 4, No.2, September 2015262
Tabel 1
Rekapitulasi Hasil Pretes, Postes dan N-Gain Kemampuan Komunikasi dan Kemandirian Belajar Siswa pada Kedua Pembelajaran
Variabel n Statistik
Strategi PQ4R Konvensional
Pre-test Pos-test N-gain Pre-test Pos-test N-gain
Komunikasi Matematik SMI = 28 40 𝑋 5.40 16,95 0,51 7.18 15,68 0,40 % 19,29 60,54 25,63 55,98 SD 2.69 4,00 0,18 3,10 4,69 0,25 Kemandirian Belajar SMI = 175 40 𝑋 139.80 133.52 % 80,00 76,00 SD 11,86 9,84
Tabel 1 menunjukkan bahwa dalam pre-tes kemampuan komunikasi matematik (KKM) siswa pada kelas PQ4R lebih kecil dari siswa pada kelas konvensional dan keduanya tergolong sangat rendah (19,29% - 25,63% dari skor ideal). Dalam pos-tes siswa yang mendapat strategi PQ4R mencapai KKM yang tergolong sedang dan lebih baik (60,54% dari skor ideal) dari KKM siswa yang mendapat pembelajaran konvensional yang tergolong kurang (55,98% dari skor ideal). Berkenaan dengan N-Gain KKM, siswa yang mendapat pembelajaran PQ4R mencapai N-Gain KKM (0,51) yang lebih besar dari pada N-Gain KPM siswa yang mendapat pembelajaran konvensional (0,40). Temuan KKM dan N-Gainnya siswa pada kelas PQ4R yang lebih baik dari siswa pada kelas konvensional dalam studi ini serupa dengan temuan studi lain yang menerapkan beragam pembelajaran (Abdurachman, 2014, Firmansyah, 2010, Mulyana, 2015, Qohar, 2010, Rosliawati, 2014, Rusmini, 2012, Saragih, 2007, Wahyuni, 2010, Zanthy, 2011) yang melaporkan dalam komunikasi matematik, siswa pada kelas eksperimen lebih baik daripada siswa pada kelas konvensional. Analisis perbedaan rerata KKM dan N-Gain KKM siswa pada kedua kelompok pembelajaran disajikan pada Tabel 2.
Selain itu, Tabel 1 menunjukkan bahwa KB siswa yang mendapat pembelajaran PQ4R (80% dari skor ideal) tidak berbeda dengan KB siswa yang mendapat pembelajaran konvensional (76 % dari skor ideal) dan keduanya tergolong cukup baik. Temuan studi ini serupa dengan temuan studi lain yang menerapkan beragam pembelajaran (Budiyanto, 2014, Jayadipura, 2014, Nugrohorini, 2013, Qohar, 2010, Tandililing, 2010) yang melaporkan bahwa kemandirian belajar siswa tergolong cukup baik. Hasil analisis perbedaan rerata KKM, N-Gain KKM, dan KB siswa menggunakan uji Man Whitney pada kedua kelompok pembelajaran pada studi ini disajikan pada Tabel 2.
Infinity
Jurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Vol 4, No.2, September 2015263
Tabel 2
Uji Hipotesis Perbedaan Mean KKM, N-Gain KKM, dan KB pada Pembelajaran PQ4R dan Pembelajaran Konvensional
Variabel Pendekatan
Pembelajaran 𝒙 SD N Sig. Interpretasi
KKM PQ4R 16,95 4,00 40 0.00 KKM PQ4R > KKMKonv Konv 15,68 4,69 40 N-Gain KKM PQ4R 0,51 0,18 40 0,013 N-Gain KKM PQ4R > N-Gain KKMKonv Konv 0,40 0,25 KB PQ4R 93,42 9,16 40 0.366 KB PQ4R DM Konv Konv 87,58 11,40 40
Catatan: KKM : kemampuan komunikasi matematik Skor ideal KKM: 20 KB : kemandirian belajar Skor ideal KB 175
Kesulitan Siswa dalam Komunikasi Matematik
Skor tiap butir postes komunikasi matematik pada kedua pembelajaran tercantum pada Tabel 3.
Tabel 3
Skor Tiap Butir Tes Komunikasi Matematik Siswa Pada Pembelajaran SQ4R dan Pembelajaran Konvensional Pendekatan
pembelajaran
Des. Stat. No.1 No 2. No.3 No.4
Skor ideal 8 8 8 4
PQ4R X 4,67 5,00 4,33 2,93
% thd SI 58,38% 62,50% 54,13% 73,25%
Konvensional X 5,60 4,62 2,55 2,90
% thd SI 70% 57,75% 31,86% 72,50%
Tabel 3 menunjukkan bahwa siswa dalam kedua kelas pembelajaran dipandang mengalami kesulitan dalam komunikasi matematik (skor tiap butir tes di atas 60% dari skor idealnya) pada butir soal 3 yaitu tentang membuat model matematik dan menyelesaikannya berkenaan sistim persamaan linier dua dan tiga variabel.
V.
KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI
1. Kesimpulan
Pencapaian dan peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa yang mendapat pembelajaran PQ4R lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran konvensional, namun keduanya tergolong sedang. Selain itu diperoleh kesimpulan tidak terdapat perbedaan kemandirian belajar siswa pada kedua kelas pembelajaran dan kemandirian belajar tersebut tergolong cukup baik. Siswa pada kedua pembelajaran (PQ4R dan konvensional) masih mengalami kesulitan dalam membuat model matematik dan menyelesaikannya berkenaan sistim persamaan linier dua dan tiga variabel.
Infinity
Jurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Vol 4, No.2, September 2015264
2. Implikasi dan Rekomendasi
Pembelajaran PQ4R dan pembelajaran konvensional belum sepenuhnya berhasil mengembangkan kemampuan komunikasi matematik. Sehubungan dengan temuan tersebut, siswa perlu diberi latihan soal yang lebih bervariasi dan menantang dan menuntut siswa memberi alasan terhadap proses penyelesaian soal, serta waktu untuk latihan yang lebih lama. Selain tugas latihan yang bervariasi dari guru dengan tingkat kesulitan yang beragam, hendaknya siswa juga dimotivasi untuk memilih sendiri soal latihan dan menyusun soal (mathematical problem posing) berkenaan sistim persamaan dua dan tiga variabel.
Kemandirian belajar siswa pada kedua pembelajaran sudah tergolong cukup baik. Namun demikian, serupa dengan karakteristik nilai dan karakter lainnya, disarankan empat cara mengembangkan disposisi matematik lebih baik lagi yaitu melalui: a) memberi pemahaman tentang pentingnya perilaku yang termuat dalam disposisi matematik; b) memberikan teladan akan perilaku kemandirian belajar yang diharapkan; c) siswa dibiasakan untuk berperilaku disposisi matematik yang diharapkan; dan d) melaksanakan pembelajaran matematika yang terintegrasi dan berkelanjutan.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurachman, D. (2014). Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Komunikasi serta Disposisi Matematik Siswa SMP melalui Pembelajaran Inkuiri
Terbimbing. Tesis pada Pascasarjana UPI: tidak diterbitkan.
Arikunto, S. (2001). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Edisi Revisi. Jakarta: Bumi Aksara.
Aswandi, (2010). ”Membangun Bangsa melalui Pendidikan Berbasis Karakter”. In
Pendidikan Karakter. Jurnal Publikasi Ilmiah Pendidikan Umum dan Nilai.
Vol. 2. No.2. Juli 2010.Aswandi, (2010). ”Membangun Bangsa melalui Pendidikan Berbasis Karakter”. In Pendidikan Karakter. Jurnal Publikasi
Ilmiah Pendidikan Umum dan Nilai. Vol. 2. No.2. Juli 2010.
Asnawati, S. (2013). Penerapan Pembelajaran Tipe Teams-Games-Tournament dengan Claasroom Questioning Strategy untuk Meningkatkan Kemampuan
Pemahaman dan Komunikasi Matematis Siswa SMP.Tesis SPs UPI Bandung.
Tidak dipublikasikan.
Authary,N. (2012). Aplikasi Strategi Preview, Question, Read, Reflect, Recite dan Review dalam Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematika dan
Self-Regulated Learning. Kumpulan Makalah Pasca Sarjana UNESA Surabaya.
[Online] Tersedia : http://www.mtbudiarto.com/2013/01/kumpulan-makalah-mahasiswa-s2-pend_22.html.
Budiyanto, A.M. (2014). Meningkatkan kemampuan berpikir logis dan kreatif matematik serta kemadirian belajar siswa SMA melalui Pembelajaran
Infinity
Jurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Vol 4, No.2, September 2015265
Berbasis Masalah.Tesis magister pada Program Pascasarjana STKIP
Siliwangi Bandung. Sebagian tesis dipublikasikan dalam International
Journal of Education Vol.8, No. 1. Desember 2014. pp 54-63. Graduate
School, Indonesia University of Education.
Cobb, P., Yackel, E.,& Wood,T (2003). A Constructivis Alternative the
Representational view of maind in Mathematics Education. Journal for Reach
in Mathematics Educations, 23(1), 2-33
Firmansyah, A, (2010). Peningkatan Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matemats Siswa kelas XI Program IPS SMA Kartika Siliwangi 2 Melalui
Pendekatan Pembelajaran Berbantuan Autograph. Bandung: Tesis Program
Pascasarjana UPI. Tidak diterbitkan.
Furqon, (2011). Statistika Terapan untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta.
Ghozi, A. (2010). Pendidikan Karakter dan Budaya Bangsa dan Implementasinya
dalam Pembelajaran. Article presented in Pendidikan dan Pelatihan Tingkat
Dasar Guru Bahasa Perancis Tanggal 24 Okober s.d 6 November 2010 Hendriana, H. (2009). Pembelajaran dengan Pendekatan Metaphorical Thingking
untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Matematik, Komunikasi Matematik, dan Kepercayaan Diri Siswa Sekolah Menengah Pertama.
Disertasi UPI. Bandung: Tidak diterbitkan
Hendriana, H, dan Sumarmo, U. (2014) Penilaian Pembelajaran Matematika
Bandung : Refika Aditama
Hendriana, H. Rochaeti, E.E. Sumarmo,U.(2015). Meningkatkan Beragam Hard Skill dan Soft Skill Matematika Siswa Sekolah Menengah melalui Beragam
Pendekatan Pembelajaran. Hibah Pascasarjana DIKTI tahun kedua (2015)
Jayadipura, Y. (2014). Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Matematis serta Kemandirian Belajar Siswa SMA melalui Pembelajaran
Kontekstual. Program Pascasarjana STKIP Siliwangi.
Johnson E. B. (2007). Contextual Teaching and Learning. Bandung: Mizan
Kloppel and Campagne, Communication in Mathematics,Master Action Research Project, St. Xavier University&iIRI/Skylight.
Koswara, U. (2012). “Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematis Siswa SMA melalui Pendekatan Pembelajaran Kontekstual Berbantuan Program Autograph”. Tesis pada PPS UPI. Bandung: Makalah dimuat dalam: Educationist: Jurnal kajian filosofi, teori, kualitas, dan
manajemen pendidikan Vol VI. No.2, 125-131, July 2012
Martiani, S. (2012). Pengaruh Implementasi Model Pembelajaran Generatif dengan Strategi PQ4R Terhadap Kemampuan Eksplorasi Matematika Siswa SMP.
Skripsi UPI . Tidak Diterbitkan
Mulyana, A. (2015). Meningkatkan Kemampuan Komunikasi dan Penalaran serta Kemandirian Belajar Matematika Siswa Smp Melalui Pembelajaran Berbasis
Masalah. Tesis pada Pascasarjana STKIP Siliwangi, Bandung. Tidak
diterbitkan.
NCTM (2000). Principles and Standards for School Mathematics. Reston, VA: National Council of Teachers of Mathematics
Infinity
Jurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Vol 4, No.2, September 2015266
Permendikbud Nomor 64 Tahun 2013 Tentang Standar Isi Pendidikan Dasar Dan Menengah
Pintrich, P. R & Elisabeth. V. (1989). “Motivational and Self-Regulated Learning Components of Classroomm Academic Performance”. Journal of Educational
Psychology1990, Vol. 82, No. 1,33-40
Pugalee, D.A. (2001). Using Comnication to Develop Student Mathematical
Literacy. Mathematics Teaching in the Middle School, 6(5) , 296-299.
[Online], Tersedia : http://www.nctm.org/ercssources/articles-Summary.asp? URI=MTMS2001-01-296&from=B
Raranatasha. (2013). Komunikasi Matematis. [online]. (http://raranatasha. wordpress.com/page/7/. Diakses : 12 Mei 2014).
Riduwan. (2007). Dasar-Dasar Statistika. Bandung: Alfabeta.
Rosliawati, Iis, S.E. (2014). Mengembangkan Kemampuan Penalaran dan Komunikasi serta Disposisi Matematik Siswa SMP melalui Pembelajaran
Berbasis Masalah. Program Pascasarjana STKIP Siliwangi Bandung
Ruseffendi,E.T (2006). Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan
Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA.:
Tarsito
Rusmini, (2008). Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematik Siswa SMP melalui Pendekatan Pembelajaran Kontekstual Berbantuan Cabri
Geometry II. Thesis at Post Graduate Studies at Indonesia University of
Education, Bandung , Indonesia, not published.
Sauri, S. (2010). “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembinaan Profesionalisme Guru Berbasis Pendidikan Nil”. Dimuat dalam Jurnal Pendidikan Karakter. Vol.2. No.2.
Slavin, R.E.(1994). The PQ4R Method was Development. EducationPsicology:
Theoryand Practice. Boston: Allyn& Bacon
Sudrajat (2002) . Penerapan SQ3R pada Pembelajaran Tindak Lanjut untuk
Peningkatan Kemampuan Komunikasi dalam Matematika Siswa SMU. Tesis
pada SPs UPI. Tidak Dipublikasikan
Sugilar. (2000). Kesiapan belajar mandiri peserta pendidikan jarak jauh. Jurnal
Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh, 1(2), hal. 13.Jakarta: Universitas
Terbuka.
Suherman,E. dkk. (2003). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Supinah, R. (2012). Pengaruh Pembelajaran Strategi PQ4R Terhadap Kemampuan
Koneksi Matematika SMA. Skripsi pada FPMIPA UIN Jakarta .Tidak
Diterbitkan
Tandililing, E. (2011) .Peningkatan Pemahaman dan Komunikasi Matematis Serta Kemadirian Belajar Siswa Sekokah Menengah Atas Melalui Strategi PQ4R
dan Bacaan Reputation Text.Desertasi SPs UPI .Tidak Dipublikasikan.
Trianto, (2006) . Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik,
Infinity
Jurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Vol 4, No.2, September 2015267
Wahyudin (2008). Pembelajaran dan Model-model Pembelajaran (Pelengkap untuk Meningkatkan Kompetensi Pedagogis Para Guru dan Calon Guru
Profesional). Bandung: UPI.
Wahyuni, A (2012). Peningkatan Kemampuan Komunikasi dan Koneksi Matematik
siswa SMP melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. Tesis pada Pascasarjana
UPI , tidak dipublikasikan
Yuniarti, S. (2014). Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi serta Disposisi Matematik melalui Pembelajaran Model Missouri Mthematics
Project dengan Pendekatan Kontektual. Tesis pada Pascasarjana UPI , tidak
dipublikasikan
Zanthy, SL 2011. Peningkatan Komunikasi Matematik siswa MTs dengan menggunakan Virtual Manipulative dalam Contextual Teachingand Learning