• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2008

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2008"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2008 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus merupakan mandat bagi Pemerintah Provinsi Papua Barat untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat Papua Barat dalam segala aspek. Upaya nyata peningkatan taraf hidup masyarakat tercermin melalui pemberian dana Otonomi Khusus (Otsus) dan dana tambahan pembiayaan pembangunan infrastruktur. Penerimaan dana Otsus dan dana infrastruktur yang meningkat setiap tahun mendorong Pemerintah Provinsi Papua Barat untuk mempercepat pembangunan infrastruktur dan sarana prasarana di setiap Kabupaten/Kota, namun disisi lain, kejadian-kejadian gempabumi di Pulau Papua merupakan ancaman bagi proses pembangunan yang tengah berjalan (Gambar 1.1).

Gambar 1.1 Pembiayaan Pembangunan Provinsi Papua Barat Sumber: BPK RI, 2011 dan Kementerian Keuangan RI, 2014

0 500 1.000 1.500 2.000 2.500 3.000 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Rp Tr ill io n Tahun Total Pembiayaan Otsus dan Infrastruktur

(2)

Pulau Papua sering dipertimbangkan sebagai salah satu wilayah dengan kondisi tektonik kompleks di dunia (Gambar 1.2). Hal ini dikarenakan adanya benturan lempeng Samudera Pasifik–Lempeng Caroline terhadap tepian lempeng Benua Australia. Benturan miring lempeng-lempeng tersebut menghasilkan gerak patahan-patahan kombinasi thrusting dan geser di seluruh Pulau Papua meliputi jalur sesar naik Mamberamo di utara Papua, jalur anjak perdataran tinggi (the

highland thrust belt) Papua Tengah, Sesar Sorong, Sesar Ransiki, Sesar Yapen

dan Zone Sesar Tarera–Aiduna yang terkonsentrasi di sekitar Papua Barat, kepala dan leher burung Papua (Irsyam et al., 2010).

Gambar 1.2 Tektonik dan Sesar Aktif di Papua Sumber: Sapiie et al., 1999

Dampak nyata tumbukan lempeng Pasifik dan lempeng Indo Australia serta aktivasi beberapa sesar di Pulau Papua adalah peristiwa gempabumi. Kota di Provinsi Papua Barat yang sering mengalami gempabumi ialah Sorong. Sorong dilalui oleh sesar aktif Sorong, yang merupakan sesar dengan pergerakan tercepat di dunia, yaitu 10 cm/tahun (Satriyo, 2010).

(3)

BNPB (2010) mencatat Kota Sorong sebagai wilayah dengan ancaman gempabumi tinggi (Lampiran 1). Data BMKG juga menunjukkan bahwa sejak tahun 2009 hingga Mei 2014, Kota Sorong telah mengalami 33 kali gempabumi dengan kekuatan 3-7,9 SR. Gempabumi hebat terjadi pada 4 Januari 2009, berpusat di 138 km barat Manokwari dan berkekuatan 7,9 SR. Gempabumi tersebut mengakibatkan 715 rumah rusak berat, 566 rumah rusak ringan, 25 unit fasilitas umum rusak berat, 17 unit fasilitas umum rusak ringan, 15 orang luka berat, 22 orang luka ringan dan 900 pengungsi (Pemerintah Kota Sorong, 2009 dan BNPB, 2009).

Meskipun berada dalam kawasan ancaman gempabumi, Sorong merupakan kota di Provinsi Papua Barat yang memiliki aktivitas pembangunan tinggi. Peraturan Presiden RI No. 65 Tahun 2001 tentang Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat dan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) menetapkan Kota Sorong sebagai salah satu pusat ekonomi dari koridor ekonomi Papua-Maluku, sebagai kawasan perkotaan dan sebagai kawasan strategis. Hal ini dikarenakan Sorong merupakan jalur masuk utama ke berbagai wilayah di Provinsi Papua Barat dan Provinsi Papua. BPS Papua Barat (2010) juga mencatat Sorong sebagai kota dengan status kepemilikan rumah (5.978 rumah tangga), jumlah penduduk (190.625 jiwa) dan kepadatan penduduk (290,30 jiwa/km2) tertinggi di Provinsi Papua Barat.

Aktivitas pembangunan yang terus berjalan disertai ancaman gempabumi menyebabkan perlu adanya usaha untuk mereduksi risiko gempabumi. Salah

(4)

satunya ialah dengan melakukan pemetaan kerawanan seismik. BNPB (2010) telah memetakan kerawanan bencana untuk wilayah Provinsi Papua Barat, namun dalam pemetaan tersebut, kerawanan bencana untuk Kota Sorong tidak diketahui karena tidak adanya data (Lampiran 2).

Ketidakadaan data kerawanan bencana mengakibatkan belum terintegrasinya informasi kebencanaan secara baik kedalam perencanaan tata ruang wilayah Kota Sorong. Pemetaan kerawanan bencana yang belum sepenuhnya dilakukan mengakibatkan pemetaan kerawanan seismik dengan memanfaatkan faktor tanah menjadi pilihan tepat untuk dilakukan. Respon tanah terhadap getaran merupakan indikator pengukur tingkat kerawanan seismik yang digunakan pada penelitian ini. Respon tanah terhadap getaran didapatkan melalui pengukuran mikrotremor. Kerawanan seismik berdasarkan mikrotremor akan menjadi informasi penting yang mampu mendeskripsikan kondisi seismik suatu wilayah tanpa perlu menunggu terjadinya peristiwa gempabumi terlebih dahulu.

1.2Rumusan Masalah

BNPB (2010) mengklasifikasikan Pulau Papua kedalam 3 kelas ancaman gempabumi, yaitu zona ancaman tinggi, sedang dan rendah. Wilayah administratif Provinsi Papua Barat yang masuk kedalam zona ancaman gempabumi tinggi ialah Kabupaten Sorong, Kota Sorong, Kabupaten Manokwari, Kabupaten Sorong Selatan, Kabupaten Raja Ampat, Kabupaten Teluk Wondama dan Kabupaten Manokwari Selatan. Lewerissa dan Manobi (2013) mencatat bahwa sejak tahun 1900 hingga 2011 kota Sorong telah dilanda ribuan kali gempabumi.

(5)

Gempabumi menjadi ancaman bagi kehidupan manusia, karena sifatnya yang merusak. Peristiwa gempabumi cenderung diabaikan dan tidak menjadi input dalam perencanaan suatu wilayah, dikarenakan sifatnya yang tak dapat diprediksi dan memiliki periode ulang yang lama. Berdasarkan identifikasi masalah yang telah dijelaskan sebelumnya, diperoleh rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana kerawanan seismik di Distrik Sorong?

2. Bagaimana strategi penataan ruang Distrik Sorong berdasarkan kerawanan seismik yang dihasilkan?

1.3Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini, yaitu:

1. Menganalisis kerawanan seismik DistrikSorong;

2. Merumuskan strategi penataan ruang Distrik Sorong berdasarkan kerawanan seismik.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Memberikan informasi kebencanaan secara spasial melalui peta kerawanan seismik Distrik Sorong;

2. Sebagai input dalam perumusan penataan ruang Distrik Sorong yang lebih komprehensif;

3. Sebagai input dalam upaya mitigasi bencana gempabumi.

1.5 Batasan Operasional

1. Tingkat kerawanan adalah ukuran yang menyatakan besar-kecilnya/tinggi rendahnya kemungkinan suatu kawasan atau zona dapat mengalami

(6)

bencana, serta besarnya korban dan kerugian bila terjadi bencana yang diukur berdasarkan tingkat kerawanan fisik alamiah dan tingkat kerawanan karena aktifitas manusia (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 21/PRT/M/2007 tentang Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Letusan Gunung Berapi dan Kawasan Rawan Gempabumi);

2. Rawan bencana adalah kondisi atau karakteristik geologis, biologis, hidrologis, klimatologis, geografis, sosial, budaya, politik, ekonomi, dan teknologi pada suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang mengurangi kemampuan mencegah, meredam, mencapai kesiapan dan mengurangi kemampuan untuk menanggapi dampak buruk bahaya tertentu (Undang-Undang RI No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana);

3. Nilai kerawanan seismik diperoleh dari nilai karakteristik dinamik tanah (Kg);

4. Geologi dan geomorfologi merupakan pendekatan yang diintegrasikan dalam analisis kerawanan seismik.

1.6Keaslian Penelitian

Kondisi geologi Pulau Papua yang kompleks menyebabkan kajian kerawanan seismik penting untuk dilakukan. Penelitian yang memanfaatkan tanah sebagai objek kajian pernah dilakukan oleh beberapa peneliti, seperti di Bengkulu, Yogyakarta, Jepang, Filipina dan Taiwan, namun belum pernah dilakukan di Papua. Berbagai penelitian yang ada belum menjadikan informasi kerawanan seismik sebagai input dalam perumusan strategi penataan ruang wilayah.

(7)

Persamaan penelitian ini dengan beberapa penelitian terdahulu terletak pada kesamaan survei sebagai metode penelitian dan Horisontal Vertical Spectral Ratio (HVSR) sebagai metode analisis data mikrotremor. (Tabel 1.1).

(8)

Tabel 1.1 Perbandingan Antar Penelitian

No. Nama Tahun Judul Tujuan Metode

Penelitian Metode Analisis Hasil 1 Nakamura et al.

2000 Local site effect of Kobe based on Microtremor Measurement

Menganalisis hubungan antara tingkat kerusakan gempabumi di 1995 dengan indeks kerentanan seismik berdasarkan data mikrotremor Survei 1.HVSR 2.Analisis hubungan antara indeks kerentanan seismik dengan kerusakan rumah

1. Indeks kerentanan seismik berbanding lurus dengan rasio kerusakan

2. Daerah dengan indeks kerentanan seismik tinggi mengalami kerusakan tinggi 2 Gurler

et al.

2000 Local Site Effect of Mexico City Based on Microseismik Measurement

Menganalisis hubungan antara kerusakan bangunan akibat gempabumi pada masa lampau dengan indeks kerentanan seismik Survei 1.HVSR 2.Analisis hubungan antara indeks kerentanan seismik dengan kerusakan rumah

Kawasan bekas rawa merupakan zona dengan indeks kerentanan seismik tinggi, yang juga merupakan zona dengan kerusakan terparah akibat peristiwa gempabumi. 3 Huang and Tseng 2002 Characteristics of Soil Liquefaction Using H/V of Microseismic in Yuan-Lin Area, Taiwan

Mengestimasi daerah potensial likuefaksi menggunakan mikroseismik Survei 1.HVSR 2.Analisis hubungan antara indeks kerentanan seismik dengan kerusakan rumah

Dataran alluvial Yuan-Lin yang mengalami kerusakan parah akibat gempabumi dan juga likuefaksi merupakan kawasan dengan indeks kerentanan seismik tinggi.

4 Saita et al. 2004 On Relationship Between the Estimated Strong Motion Characteristics of Surface Layer and The Earthquake

Damage,Case Study at

Intramuros, Metro Manila

Menganalisis hubungan antara kerusakan bangunan akibat gempabumi pada masa lampau dengan indeks kerentanan seismik Survei 1.HVSR 2.Analisis hubungan antara indeks kerentanan seismik dengan kerusakan rumah

Indeks kerentanan seismik mampu mengestimasi kawasan yang mengalami kerusakan akibat gempabumi di masa lalu.

(9)

5 Daryono 2011 Indeks Kerentanan Seismik Berdasarkan Mikrotremor Pada Setiap Satuan

Bentuklahan di Zona Graben Bantul DIY

1.Mengetahui karakteristik indeks kerentanan seismik pada setiap satuan bentuklahan

2.Mengetahui persebaran spasial indeks kerentanan seismik berdasarkan pendekatan satuan bentuklahan di zona Graben Bantul 1.Survei lapangan 2.Pendekatan spasial 3.Pendekatan satuan bentuklahan 1.HVSR 2.Kuantitatif dan kualitatif

1. Karakteristik indeks kerentanan seismik, ground shear-strain dan rasio kerusakan rumah berubah mengikuti satuan bentuklahan 2. Persebaran spasial indeks kerentanan

seismik berdasarkan pendekatan satuan bentuklahan menunjukkan bahwa variasi indeks kerentanan seismik dipengaruhi oleh jenis material penyusun, ketebalan sedimen, dan kedalaman muka airtanah

6 Farid, M. 2014 Indeks Kerentanan Seismik,

Peak Ground Acceleration

dan Ground Shear Strain

Berdasarkan Mikroseismik dan Korelasinya Dengan Laju Perubahan Garis Pantai di Provinsi Bengkulu

1.Mengetahui indeks kerentanan seismik di setiap tipe pantai di sepanjang wilayah pantai Provinsi Bengkulu

2.Mengetahui korelasi antara nilai indeks kerentanan seismik dengan laju perubahan garis pantai

1.Survei 2.Pendekatan perubahan garis pantai 3.Pendekatan tipe pantai 1.HVSR 2.Analisis hubungan Ground Shear Strain dengan laju perubahan garis pantai 3.Analisis kuantitatif dan kualitatif hubungan tipe pantai dengan indeks kerentanan seismik

1. Karakteristik indeks kerentanan seismik, PGA dan Ground Shear Strain berubah mengikuti tipe pantai 2. Pola persebaran spasial indeks kerentanan seismik berdasarkan

mikroseismik mempunyai

kecenderungan mengikuti perbandingan terbalik dengan koefisien atenuasi

3. Nilai indeks kerentanan seismik dan

ground shear strain tinggi untuk tipe pantai yang mengalami erosi,

landslide dan rockfall

4. Ada kecenderungan hubungan antara indeks kerentanan seismik dengan laju perubahan garis pantai dengan pendekatan persamaan V= 0,11 Kg + 4,1

Gambar

Tabel 1.1 Perbandingan Antar Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

1. Penelitian, perekayasaan dan pengembangan teknologi mekanisasi budidaya dan pasca panen pertanian untuk peningkatan produktivitas dan efisiensi dalam budidaya

Alasan dipilihnya guru-guru pada jenjang SMP sebagai objek pelatihan karena di jenjang ini diperlukan metode penyampaian pelajaran yang lebih atraktif dan interaktif,

[r]

11. Asli surat pernyataan/pengakuan tertulis di atas kertas bermeterai cukup bahwa a) perusahaan yang bersangkutan dan manajemennya tidak dalam pengawasan

Penggunaan Metode Group Investigation Pada Siswa Sekolah Sepakbola Gendut Donny Training Camp (GDTC) Salatiga.. Multimedia Learning: Prinsip-prinsip

• Komunikasi yang terjadi diantara 2 orang yang berbeda budaya, setiap kali melakukan komunikasi, kita harus tahu dengan siapa kita berhadapan... Hambatan komunikasi antar

Saing” , maka fokus penelitian ini adalah tentang pelaksanaan pemasaran El-Nifa Boutique dan strategi pemasaran El-Nifa Boutique untuk. meningkatkan

Keefektifan ekstrak daun sirih hutan dalam mengendalikan hama kutu daun persik dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah karena senyawa bahan aktif