• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN KONSELING KELOMPOK DENGAN STRATEGI SELF MODELLING UNTUK MENINGKATKAN DISIPLIN BELAJAR SISWA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENERAPAN KONSELING KELOMPOK DENGAN STRATEGI SELF MODELLING UNTUK MENINGKATKAN DISIPLIN BELAJAR SISWA"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN KONSELING KELOMPOK DENGAN STRATEGI SELF MODELLING UNTUK MENINGKATKAN DISIPLIN BELAJAR SISWA

Fitriana Dyah Wulandari1 dan Muhari2

Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah menguji penerapan konseling kelompok dengan strategi self modelling untuk meningkatkan disiplin belajar siswa kelas X SMK Negeri 1 Kota Mojokerto. Penelitian ini menggunakan rancangan pre-exsperiment design berupa Pre-Test dan Post-Test One Group Design. Subyek penelitian adalah siswa kelas X-TGB SMK Negeri 1 Kota Mojokerto yang memiliki disiplin belajar rendah. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan angket. Dari angket pre-test ditemukan 6 siswa dari 45 siswa yang memiliki disiplin belajar rendah. Metode analisis data yang digunakan adalah ujitanda(Sign-Test). Dengan demikian pernyataan hipotesis “Ada peningkatan disiplin belajar siswa antara sebelum dan sesudah penerapan konseling kelompok dengan strategi self- modelling”. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penerapan konseling kelompok dengan strategi self modelling dapat meningkatkan disiplin belajar kelas X SMK Negeri 1 Kota Mojokerto.

Kata Kunci: Konseling Kelompok, Self Modelling, Disiplin belajar Pendahuluan

Dalam kegiatan belajar banyak guru berpendapat bahwa siswa yang terbiasa dengan sikap disiplin mundah untuk mendapatkan suatu kemajuan dibandingkan dengan siswa yang kurang memiliki sikap disiplin. Pendapat tersebut sesuai Burghard (dalam Syah, 2003) yang menyatakan bahwa kebiasaan itu timbul karena proses penyusutan respon dengan menggunakan stimulasi yang berulang-ulang.

Seorang dalam proses mengikuti kegiatan belajar di sekolah tidak lepas dari berbagai peraturan dan tata tertib yang berlaku di sekolahnya, dan setiap siswa dituntut untuk dapat berprilaku sesuai dengan peraturan yang sudah dibuat dan sudah berlaku di sekolah. Siswa perlu memiliki sikap disiplin dengan melakukan latihan yang memperkuat dirinya sendiri untuk selalu terbiasa patuh dan mempertinggi daya kendali diri. Sikap disiplin yang timbul dari kesadarannya sendiri akan dapat lebih memacu dan tahan lama, dibandingkan dengan sikap disiplin yang timbul karena adanya pengawasan dari orang lain. Seorang siswa yang bertindak disiplin karena ada pengawasan ia akan bertindak semaunya dalam proses belajarnya apabila tidak ada pengawas. Karena itu perlu ditegakkan di sekolah berupa koreksi dan sanksi. Apabila melanggar dapat dilakukan dua macam tindakan yaitu koreksi untuk memperbaiki kesalahan dan berupa sanksi. Keduanya harus dilaksanakan secara konsisten untuk mencegah terjadinya penyimpangan dan pelanggaran terhadap norma dan kaidah yang telah disepakati bersama. Hal ini dilakukan mengingat orang cenderung berperilaku sesuka hati.

Jika setiap siswa kurang memiliki kesadaran tentang disiplin belajar di sekolah maka sangat mempengaruhi perilaku sehari-hari di sekolah dan prestasi belajar di sekolah. Pada kenyataannya di usia remaja ini banyak siswa yang menyalah gunakan aturan sekolah seperti datang ke sekolah terlambat, membolos, tidak bisa membagi waktu antara waktu

1 Alumni Prodi BK FIP Unesa 2

(2)

belajar dan kegiatan ekstrakulikuler, tidak senang pada mata pelajaran yang diberikan, keterlambatan siswa dalam masuk sekolah.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan guru Bimbingan Konseling di SMK Negeri 1 Kota Mojokerto pada tahun ajaran 2009-2010, bahwasanya sebanyak 15% dari jumlah seluruh siswa kelas X Teknik Gambar Bangunan melanggar tata tertib sekolah. Untuk lebih konkrit pelanggaran yang masih sering terjadi terutama masalah membolos, keterlambatan siswa dalam masuk kelas, terlambat dalam masuk sekolah dan seringnya siswa yang keluar pada jam pelajaran. Ada berbagai alasan yang dikemukakan oleh siswa yang tidak disiplin antara lain, diajak teman, tidak suka dengan guru bidang studi, malas, dan lain sebagainya. Perilaku siswa yang demikian disebabkan karena kurangnya kesadaran siswa akan pentingnya belajar, siswa kurang mengarahkan dan mengendalikan perilaku yang menyimpang dari kegiatan belajar.

Dari hasil data menunjukkan bahwa dalam diri siswa tersebut disiplin belajarnya kurang karena siswa yang disiplin belajar akan menunjukkan ketaatan dan keteraturan terhadap kegiatan belajarnya serta taat terhadap peraturan yang ada di sekolah.

Gunarsa (1982:162) menyebutkan: para remaja masih memerlukan bimbingan, untuk membentuk sifat-sifat kepribadian misalnya: kejujuran, ketepatan waktu diperlukan pengamatan yang tepat, untuk membentuk sifat-sifat tersebut dibutuhkan pemupukan disiplin, baik disiplin diri maupun disiplin belajar dan ketegasan para pendidik, disiplin menggunakan sarana dan prasarana di perpustakaan dan laboratorium sekolah.

Beberapa keterangan di atas merupakan suatu permasalahan yang seharusnya tidak terjadi, karena salah satu tugas perkembangan remaja adalah belajar dan mampu mengaktualisasikan diri dengan seoptimal mungkin. Jika dalam melakukan tugas perkembangan tersebut mengalami berbagai hambatan maka akan menghambat tugas perkembangan selanjutnya. Maka dari itu permasalahan tersebut harus dapat kita tangani, kita pecahkan dan selesaikan. Oleh karena itu secara langsung guru bertanggung jawab memberikan bantuan terhadap siswa dalam upaya menemukan pribadi dan merencanakan masa depan termasuk mengubah perilaku yang kurang baik menjadi perilaku terpuji.

Layanan konseling kelompok adalah salah satu layanan dalam bimbingan dan konseling. Shertzer dan Stone (dalam Nursalim & Suradi, 2002: 72) mengatakan bahwa konseling kelompok merupakan suatu proses dimana seorang konselor terlibat didalam suatu hubungan dengan sejumlah konseli pada waktu yang sama yang bertujuan untuk membantu siswa dalam memecahkan suatu masalah. Bagi siswa dan mahasiswa, konseling kelompok dapat bermanfaat sekali karena melalui interaksi dengan semua anggota kelompok mereka memenuhi kebutuhan psikologis, seperti kebutuhan untuk menyesuaikan diri dengan teman-teman sebaya dan diterima oleh mereka, kebutuhan untuk bertukar-pikiran dan berbagai perasaan, kebutuhan menemukan nilai-nilai kehidupan sebagai pegangan dan kebutuhan untuk menjadi lebih independen serta lebih mandiri (Winkel dan Hastuti, 2007:593).

Layanan konseling kelompok dapat digunakan untuk membantu siswa mengatasi masalah yang dihadapi. Konseling kelompok ini dapat dikombinasi dengan menggunakan

strategi konseling yaitu Self-Modelling. Self-Modelling adalah suatu strategi untuk

memodifikasi perilaku dengan pengubahan dan pembentukan perilaku melalui diri sebagai modelnya. Pengaruh dan peniruan menurut Bandura (dalam Gunarsa,2001) salah satunya

(3)

adalah pengambilan respon atau ketrampilan baru dan memperlihatkan dalam perilakunya setelah memadukan apa yang diperoleh dan pengamatannya dengan pola perilaku baru.

Pelatihan ketrampilan yang dilakukan melalui observasi diri sendiri, individu akan memahami dan menyadari bahwa ia juga memiliki potensi/kelebihan yang dapat

dikembangkan. Menurut Bandura (dalam W Santrock,286) berasumsi bahwa self-efficacy

berpengaruh besar terhadap perilaku. Diri sebagai model berasumsi bahwa dengan melihat

diri sendiri menampilkan perilaku baru akan menimbulkan keyakinan pada self-efficacy

(keyakinan bahwa bisa menguasai situasi atas kapasitas yang dimiliki) bahwa ia mampu memperoleh kemampuan itu (Cormier dalam Nursalim 2005:69). Sehingga secara tidak

langsung dapat membantu individu memiliki rasa keberhasilan dan memiliki self-esteem

(perasaan positif terhadap diri, harga diri) dengan melihat dirinya berhasil melakukan

ketrampilan baru sendiri tanpa model dari orang lain. Hal ini individu akan memiliki

self-efficacy dan self-esteem sebagai konsep serta ganbaran diri positif untuk memperkuat diri individu tersebut. Lebih lanjut dikatakan bahwa permasalahan yang dapat diatasi dengan

menggunakan strategi Self- Modelling adalah aturan ketepatan waktu, perilaku sosial dan

etika belajar.

Konseling kelompok dengan strategi Self-Modeling digunakan dalam penanganan

permasalahan disiplin belajar, berpacu pada Wikipedia (http://www.emzhet.

co.cc/2010/01/proposalkoe.html) tentang aturan sekolah, ketepatan waktu, perilaku sosial

dan etika belajar, masalah masalah ini yang bisa ditangani dengan strategi Self-Modelling.

Strategi ini dilakukan dalam suasana konseling kelompok agar siswa yang mengalami permasalahan akan lebih mudah membicarakan permasalahan yang mereka hadapi bersama-sama dengan anggota kelompok yang lain (Winkel dan Hastuti,2007:593-594). Kelompok dalam konseling kelompok ini digunakan kelompok tugas karena membahas permasalahan yang telah ditentukan oleh konselor dan anggota kelompok melaksanakan tugas-tugas yang telah ditentukan oleh konselor.

Melalui tahap dalam konseling kelompok, yaitu (1) tahap Pembentukan (2) Tahap Peralihan (3) Tahap Kegiatan dan (4) Tahap Pengakhiran, siswa yang memiliki permasalahan disiplin belajar pada tingkat yang rendah, akan bersama-sama membahas permasalahan tersebut, saling bertukar pikiran bagaimana cara mengatasi permasalahan tersebut. Pada tahap kegiatan dalam konseling kelompok, konselor akan memberikan

strategi Self-Modelling untuk mengatasi permasalahan yang dialami oleh siswa. Siswa

diharapkan mampu melaksanakan rasional perlakuan, merekam perilaku yang diharapkan, melakukan editing, mendemonstrasikan tape yang diedit dan tugas rumah: observasi diri dan praktek. Hasil dari setiap pertemuan akan dibahas secara bersama sama dengan anggota kelompok lain. Setiap anggota kelompok dapat memberikan ide atau pendapatnnya bagaimana cara melakukan strategi tersebut sehingga permasalahan disiplin belajar dapat ditingkatkan dan diatasi.

Untuk meyakinkan pernyataan tersebut, diperlukan penelitian tentang konseling

kelompok dengan strategi Self-Modelling untuk meningkatkan disiplin belajar siswa di

sekolah. Adapun penelitian ini dilakukan pada siswa kelas X-TGB SMK Negeri 1 Kota Mojokerto.

(4)

Menurut Pridjodarminto (Tu’u, 2004) menyatakan bahwa disiplin adalah kondisi yang menunjukkan ketaatan, kepatuhan, keteraturan, ketertiban yang tercipta melalui binaan keluarga, pendidikan dan pengalaman. Sedangkan menurut Rachman (dalam Tu’u, 2004: 32) disiplin adalah upaya mengendalikan diri dan sikap mental individu atau masyarakat dalam mengembangkan kepatuhan dan ketaatan terhadap peraturan dan tata tertib berdasarkan dorongan dan kesadaran yang muncul dari dalam hatinya.

Menurut Hurlock (2005:82), “Disiplin berasal dari kata yang sama dengan “disciple,”

yakni seorang yang belajar dari atau secara suka rela mengikuti seorang pemimpin. Menurut Mukhtar Main (dalam Mudjijo, 2001;70), yang menyebutkan “Disiplin adalah konsep perilaku yang menuntut adanya kepatuhan dan kontrol diri terhadap aturan-aturan dan norma-norma yang berlaku”.

Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa disiplin adalah sikap siswa yang menunjukkan suka rela, tanggung jawab untuk memenuhi semua ketaatan, peraturan dan tata tertib yang berlaku, dan dapat mengontrol tingkah lakunya berdasarkan kesadaran yang tercipta dalam diri siswa dan melalui binaan, keluarga, pendidikan, pengalaman serta latihan.

Menurut Ahmadi dan Widodo (2003:128) “Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungan”. Sedangkan menurut Slameto (2003:2) “belajar adalah proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”.

Sesuai dengan kedua pendapat tentang pengertian belajar di atas, terkandung pengertian bahwa belajar adalah serangkaian kegiatan yang sengaja dilakukan oleh seseorang dengan tujuan untuk memperoleh perubahan secara menyeluruh dalam tingkah lakunya, sebagai hasil dari pengalamannya dalam berinteraksi dengan lingkungannya.

Dari seluruh pengertian di atas diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud disiplin belajar adalah suatu kondisi yang tercipta dan terbentuk melalui proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya yang menunjukkan nilai-nilai ketaatan, kepatuhan, kesetiaan, keteraturan dan atau ketertiban.

Menurut Hurlock (1993:123), tujuan pemberian disiplin adalah untuk memberitahu atau mengajarkan kepada individu perilaku mana yang baik dan mana yang buruk sehingga individu terdorong untuk berperilaku sesuai dengan peraturan yang ada.

Sedangkan menurut Shafer (1994:01), tujuan disiplin ada dua, yaitu tujuan jangka pendeknya adalah membuat seseorang terlatih dan terkontrol dengan mengajarkan bentuk-bentuk tingkah laku yang pantas dan tidak pantas atau yang masih asing bagi mereka. Tujuan jangka panjang dari disiplin ialah untuk perkembangan pengendalian dan pengarahan diri sendiri tanpa pengaruh dari luar. Selain itu tujuan disiplin belajar juga dikemukakan oleh Kartono (1985:205), yaitu “untuk menolong anak memperoleh keseimbangan antara kebutuhannya untuk berdikari dan penghargaan dari orang lain”.

Dari definisi di atas dapat diambil kesimpulan bahwa tujuan dari disiplin belajar adalah a) Agar individu berperilaku sesuai dengan peraturan yang berlaku, b) Agar individu dapat terkontrol dalam membentuk pola tingkah laku yang baik dan benar, c) Individu mampu

(5)

mengarahkan dirinya sendiri tanpa pengaruh dan pengendalian dari luar, d) Agar seseorang memperoleh keseimbangan antara hukuman dan penghargaan terhadap hak-hak orang lain.

Menurut prasasti (2005) menyatakan cirri siswa kurang disiplin belajar sebagai berikut:1) Siswa datang ke sekolah sekedar presensi, b) Setelah jam pelajaran dimulai siswa tidak segera masuk ke kelas, c) Pada saat jam pelajaran kosong siswa sering gaduh dan meninggalkan kelas pergi ke kantin, d) Siswa belajar jika ada ulangan saja, e) Siswa kadang mencontek pada saat ulangan dan siswa mengerjakan pekerjaan rumah(PR) di sekolah saja.

Seorang yang mempunyai disiplin diri memiliki ciri-ciri seperti yang di kemukakan oleh Johari (2006) adalah sebagai berikut. a) Memiliki nilai-nilai ketaatan yang berarti individu memiliki kepatuhan terhadap peraturan yang ada di lingkungannya, b) Memiliki nilai-nilai keteraturan yang berarti individu mempunyai kebiasaan melakukan kegiatan dengan teratur dan tersusun rapi, c) memiliki pemahaman yang baik mengenai sistem aturan perilaku, norma kriteria dan standar yang berlaku di masyarakat.

Menurut Johari (2006) siswa yang disiplin dalam belajar memiliki ciri-ciri sebagai berikut: a) Memiliki waktu belajar yang teratur, b) Belajar dengan menyicil (sedikit demi sedikit), b) Menyelesaikan tugas pada waktunya, c). Belajar dalam suasana yang mendukung. Konseling Kelompok dengan strategi Self-Modelling

Menurut pendapat Shertzer dan Stone (dalam Nursalim & Suradi, 2002:72) bahwa konseling kelompok merupakan suatu proses dimana seorang konselor terlibat didalam suatu hubungan dengan sejumlah konseli pada waktu yang sama yang bertujuan untuk membantu siswa dalam memecahkan suatu masalah.

Konseling kelompok sebagai suatu proses interpersonal yang dinamis dengan memusatkan kepada kesadaran pikiran dan perilaku, serta berdasarkan fungsi-fungsi terapi yang bersifat memberi kebebasan, berorientasi terhadap kenyataan, katarsis, saling mempercayai, memelihara, dan mendukung. Fungsi terapi diwujudkan dalam kelompok kecil melalui pertukaran masalah-masalah pribadi dengan anggota lain dan konselor Gazda (dalam Nursalim & Suradi, 2002:72).

Konseling kelompok merupakan kelompok terapeutik yang dilaksanakan untuk membantu konseli mengatasi masalah yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Konseling kelompok umumnya ditekankan untuk proses remedial dan pencapaian fungsi-fungsi secara optimal. Umumnya konseling diselenggarakan untuk jangka pendek dan jangka menengah.

Menurut Munro dan Dinkmeyer (dalam Nursalim & Suradi, 2002:74) konseling kelompok bertujuan untuk: a) Membantu setiap anggota kelompok untuk mengetahui dan memahami dirinya. Membantu dengan proses pencarian identitas, b) Sebagai suatu hasil pemahaman diri, untuk mengembangkan penerimaan diri dan perasaan pribadi yang berharga, c) Mengembangkan ketrampilan sosial dan ketrampilan interpersonal yang memungkinkan orang untuk menanggulanggi tugas-tugas perkembangan dalam bidang sosial pribadi, d) Mengembangkan kemampuan pengarahan diri, pemecahan masalah, pengambilan keputusan, dan untuk mentransfer kemampuan tersebut ke dalam kontak sosial dan sekolah, e) Untuk mengembangkan sensitifitas terhadap kebutuhan orang lain dan pengakuan tanggungjawab atas perilakunya sendiri. Untuk menjadi lebih mampu dalam megidentifikasi perasaan orang lain di samping mengembangkan kemampuan yang lebih besar untuk menjadi lebih empatik,

(6)

f) Belajar menjadi seorang pendengar yang empatik yang mendengarkan tidak hanya apa yang dikatakan tetapi juga perasaan yang menyertai apa yang dikatakan, g) Untuk menjadi

persis dengan dirinya (menjadi diri sendiri = be your self ), h) Untuk membantu setiap

anggota merumuskan tujuan khusus yang dapat diukur dan diamati bagi dirinya, untuk membuat suatu komitmen ke arah pencapaian tujuan tersebut.

Menurut Hosford dan Visser (dalam Nursalim. dkk, 2005:68) yang dimaksud diri sebagai model adalah suatu prosedur dimana klien melihat dirinya sebagai model dengan cara menampilkan perilaku tujuan yang diharapkan. Klien mempraktekkan perilaku kemudian direkam. Peran konselor dalam pemodelan diri sebagai model yaitu memberikan penguatan (reinforcement) terhadap perilaku yang baik dan yang salah diperbaiki. Dalam prosedur ini tidak hanya melibatkan pemodelan tetapi juga praktek (yang dilakukan klien) dan umpan balik (yang dilakukan konselor).

Beberapa tujuan dan strategi diri sebagai model (Self-Modelling) menurut Cormier

(dalam Nursalim, 2005:63) adalah 1) Membentuk perilaku pada klien Siswa yang kurang disiplin tingkah lakunya menjadi lebih disiplin, 2) Menampilkan perilaku yang sudah diperoleh dengan cara yang tepat atau pada saat yang diharapkan, 3) Mengurangi rasa takut dan cemas.Ketika siswa terlambat masuk sekolah dia cenderung memilih untuk membolos. Di berikan suatu perlakuan untuk membentuk tingkah laku baru agar siswa tidak takut. 4) Memperoleh ketrampilan sosial. Siswa dapat mematuhi aturan dalam sekolah sehingga dia dapat menyesuaikan diri dengan peraturan baru dalam sekolah. 5) Mengubah perilaku verbal Membentuk tingkah laku baru pada siswa agar lebih baik.

Metode

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian pre-eksprerimental design dengan

pre-test and post-test one group design, dengan rancangan satu kelompok subyek. Rancangan tersebut digunakan dalam penelitian ini karena penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

efek dan treatment. Pertama-tama dilakukan pengukuran (pre-test) lalu dilaksanakan

perlakuan, kemudian dilakukan pengukuran kembali (post-test) (Moehnilabib dkk, 2003)

Adapun yang menjadi subyek peneltian adalah siswa kelas X SMK Negeri 1 Kota Mojokerto yang mempunyai skor rendah dalam disiplin belajar yang diukur melalui angket disiplin belajar.

Pada penelitian ini diperlukan metode analisis data statistik, karena data yang dikumpulkan merupakan data kuantitatif. Metode analisis yang sesuai dengan rancangan dalam penelitian ini adalah statistik non parametrik, karena data yang dianalisis berasal dari sejumlah subyek penelitian yang relatif kecil. Data yang disajikan berbentuk ordinal dan berdistribusi normal yang artinya subjek dalam penelitian ini kurang dari 25, yaitu terdapat 6 subjek (N=6) yang akan mendapatkan perlakuan. Maka dalam penelitian ini digunakan teknik

analisis data statistik non parametrik. Menurut Siegel (1998:40), “Jika sampelnya kecil,

hanya tes non parametrik yang bisa digunakan”.

Sedangkan tes statistik yang digunakan untuk menganalisis data adalah dengan Uji Tanda (Siegel, 1992:40). Uji Tanda dapat diterapkan kalau pembuat eksperimen ingin menetapkan dua kondisi yang berlainan. Dalam penelitian ini, kondisi yang berlainan adalah disiplin belajar rendah sebelum dan sesudah mendapatkan perlakuan melalui konseling

(7)

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Berdasarkan hasil angket pre-test dapat diketahui bahwa ada 6 subjek yang memiliki

disiplin belajar rendah. Dengan adanya disiplin belajar, diharapakan siswa mampu memberikan dampak positif bagi kegiatan yang lain. Oleh karena itu selanjutnya diberikan

perlakuan Konseling Kelompok dengan Strategi Self-Modelling dengan hasil yaitu

meningkatkan disiplin belajar siswa yang diukur kembali dengan menggunakan angket

pos-test. Berdasarkan data dari hasil post-test skor yang diperoleh oleh masing-masing konseli

lebih tinggi dari skor pre-test seperti yang dijelaskan pada halaman sebelumnya. Hal ini dapat

dilihat dari hasil analisis statistik nonparamentrik dengan uji tanda.

Sesuai hasil analisis data dengan menggunakan Uji Tanda dapat diketahui N=6 dan r=0 ptabel=0,016 berada dalam daerah penolakan atau lebih kecil dari α=0,05 yang artinya Ho

ditolak dan Ha diterima. Dengan demikian Ho ditolak dan Ha diterima. Hal ini membuktikan

bahwa ada perbedaan tingkat disiplin belajar siswa sebelum dan sesudah diberikan perlakuan

konseling kelompok dengan strategi Self Modelling pada siswa kelas X-TGB SMK Negeri 1

Kota Mojokerto. Simpulan

Sesuai dengan hasil analisis dan pembahasan data yang diperoleh untuk mengetahui peningkatan disiplin belajar kelas X-TGB di SMK Negeri Kota Mojokerto maka dapat disimpulkan sebagai berikut 1) Ada peningkatan disiplin belajar antara sebelum dan

sesudah penerapan konseling kelompok dengan strategi self-modelling pada siswa kelas

X-TGB di SMK Negeri Kota Mojokerto. Hal ini berarti ada perbedaan skor pre-test dengan

post-test pada setiap siswa setelah diberikan pada setiap siswa setelah perlakuan konseling

kelompok dengan stategi self-modelling, yaitu adanya peningkatan skor disiplin belajar.

Berdasarkan hasil analisis pembahasan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa

penerapan konseling kelompok dengan strategi self-modelling dapat meningkatkan disiplin

belajar pada siswa kelas X-TGB di SMK Negeri 1 Kota Mojokerto. 2) Selain menjawab rumusan masalah juga, ditemukan dari 6 siswa walaupun penelitian secara umum ada

peningkatan skor rata-rata antara pre-test dan post-test namun ditemukan satu siswa yang

bernama FS selama diberikan perlakuan tidak mau mendengarkan penjelasan konselor, FS memiliki kemauan yang rendah untuk merubah perilakunya, memiliki sifat yang keras sehingga semaunya sendiri. Sebanyak 5 konseli lainnya bersedia terbuka pada saat konseling dan mau mendengarkan penjelasan konselor dengan baik .

Saran

Berdasarkan simpulan hasil penelitian, saran yang dapat diberikan sebagai berikut. 1) Berdasarkan hasil penelitian yang telah di lakukan di SMKNegeri 1 Kota Mojokerto, diharapkan dapat menambah bahan acuan untuk konselor dalam menangani disiplin belajar

dengan memberikan perlakuan konseling kelompok dengan strategi self-modelling, 2)

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan-keterbatasan yaitu penggunaan metode pengumpulan data terbatas pada penggunaan angket dan pemberian perlakuan konseling

(8)

peneliti yang lain untuk menambah perlakuan. Bagi peneliti selanjutnya untuk lebih memotivasi diri tiap-tiap individu dan lebih memperhatikan kesiapan individu dalam mendapatkan perlakuan.

Daftar Rujukan

Alyn, Bacon. 1972. Counseling Theory and Process. Baston: Torontolo USA.

Corey, Gerald. 2007. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Terjemahan oleh E.

Kuswara. Bandung: Refika Aditama.

Cormier, W.H & Cormier L.S. 1985. Interviewing Strategy for Helpers. Monterey.

California: Books/Cole Publising

Gunarsa, Singgih. 1995. Psikologi Membimbing. Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia.

Gunarsa, Singgih. 2003. Konseling dan Psikoterapi. Jakarta: PT. Gunung Mulia

Hadi, Sutrisno. 2000. Statistik Jilid II. Yogyakarta: ANDI

Hurlock, Elizabeth. 1993. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga.

Hurlock, B. Elizabeth. 2005. Psikologi Perkembangan Anak. Terjemahan Soedjarwo,

Istiwidayanti. Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama.

Kartono, Kartini. 1985. Bimbingan dan Dasar-Dasar Pelaksanaannya. Jakarta: CV.

Rajawali.

Latipun. 2006. Psikologi Konseling. Malang: UMM Press.

Ma’arif, Lutfi Hastarani. 2009. Penggunaan Strategi Pemodelan untuk Membantu

Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Interpersonal Siswa. Skripsi tidak

diterbitkan. Surabaya: FIP UNESA.

Mudjijo. 2001. Kesehatan Mental. Surabaya: UNESA University Press.

Nursalim, Mochamad dan Sastroatmodjo, Suradi. Layanan Bimbingan dan Konseling.

Surabaya: Unesa University Press.

Nursalim, Mochamad dkk. Strategi Konseling. Surabaya: Unesa University Press.

Nursalim, Mochamad dan Tri H, Retno. 2007. Konseling Kelompok. Surabaya: Unesa

University Press.

Prayitno. 1995. Layanan Bimbingan dan Konseling Kelompok. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Prihatiningtyas. 2004. “Pengaruh Strategi Modelling Partisipan Terhadap Kecemasan

Berbicara di Depan Kelas 11-7 SMA Kemala Bhayangkari I Surabaya”. Skripsi tidak

diterbitkan. Surabaya: FTP UNESA

Sa’adah, Siti Azminatus. 2009. Penerapan Strategi Diii Sebagai Model (Self Modeling) untuk

Meningkatkan Percaya Diii pada Siswa Kelas X-8 SMA Negeri 2 Lamongan. Skripsi

tidak diterbitkna Surabaya: FTP UNESA

Sukardi, Ketut, Dewa. 1985. Pengantar Teori Konseling. Jakarta Timur: Ghalia Indonesia.

Tu’u, Tulus. 2004. Peran Disiplin pada Perilaku dan Prestasi Siswa. Jakarta: Grasindo.

Winkel, W.S dan Hastuti. 2007. Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan.

Referensi

Dokumen terkait

University Of Cambridge, National Taiwan University), dalam menentukan warna pada websitenya sangat hati – hati, teliti dan beralasan sanagat kuat, sehingga sesuai motto

 Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 87/2014 tentang Akreditasi Program Studi dan Perguruan Tinggi  Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 95/2014

Potensial lost dalam semua usaha tidak bisa dihindari tetapi mengindentifikasi potensial lost dan ‘me-manage potensial lost’ menjadi sebuah kekuatan besar yang akan dijadikan

Pengujian dilakukan dengan menggunakan turbin aliran silang dengan busur sudu 74 o dan jumlah sudu 20 yang dibuat dari pipa dibelah, roda jalan yang digunakan ini adalah roda

Siswa harus membiasakan diri berlatih mengerjakan soal matematika menggunakan langkah-langkah yang sistematis agar tidak mengalami kesalahan pada proses pemecahan

1, selanjutnya untuk butir soal ynag lain dihitung dengan cara yang sama... Sehingga 30 soal pilihan ganda dapat disimpulkan bahwa soal

Dan perangkat lunak yang digunakan untuk aplikasi dalam menyediakan fasilitas operasi untuk memasukkan, melacak, dan memodifikasi data ke dalam

Dalam tahap ini, Yayasan Setara memiliki pengaruh yang sedang.Kemudian komitmen yang dimiliki Yayasan Setara adalah kurang baik karena Yayasan Setara tidak