• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Setelah kerangka berpikir berhasil dibangun menggunakan teori yang ada dan sampel serta teknik sampel yang ditentukan, maka penelitian akan dilanjutkan dengan pengambilan data dan mengolahnya dengan bantuan SPSS. Bab ini akan menjelaskan secara terperinci proses tersebut.

4.1 DESKRIPSI TEMPAT PENELITIAN

Penelitian ini dilaksakan di SMP Negeri 13 Ambon yang beralamat di jalan Laksdya Leo Wattimena, Negeri Lama, Kecamatan Baguala Kota Ambon. Sekolah ini beroperasi sejak tahun 1984 dengan luas lahan seluruhnya 11,592 meter2. Jumlah tenaga pendidik sebanyak 32 orang dan tenaga kependidikan sebanyak 11 orang. Visi, misi dan tujuan dari SMP Negeri 13 sebagai berikut:

Visi Sekolah: memiliki daya saing yang tinggi dalam kegiatan pembelajaran dan mampu berkompetensi dalam bidang akademik dan non akademik dengan indikator:

1. Terwujudnya prestasi di bidang akademik meliputi pencapaian nilai UN di atas rata-rata standar Nasional, menjuarai lomba olimpiade MIPA, olimpiade Bahasa Inggris, Bahasa Indonesia, juga olimpiade IPS.

2. Terwujudnya prestasi di bidang non akademik meliputi menjuarai lomba olahraga dan menjuarai lomba kesenian.

3. Terwujudnya prestasi di bidang iman dan taqwa, meliputi aktif dalam kegiatan keagamaan dan penegakkan disiplin.

(2)

4. Terwujudnya prestasi di bidang ekstrakulikuler meliputi pramuka, Lomba Penelitian Ilmiah Remaja (LPIR) dan Lomba Karya Ilmiah Remaja (LKIR).

Misi sekolah: meningkatkan kualitas pembelajaran dengan indikator sebagai berikut:

1. Meningkatkan penguasaan ilmu pengetahuan dan keterampilan. 2. Meningkatkan iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. 3. Meningkatkan profesionalisme guru.

Tujuan sekolah

1. Mampu menghasilkan lulusan yang memiliki rata-rata nilai Ujian Nasional dan Ujian Akhir Sekolah di atas rata-rata standar nasional.

2. Mampu memiliki keunggulan kompetitif dalam bidang akademik dan non akademik dan memiliki iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

3. Mampu menyusun Buku Dokumen I, Dokumen II dan Dokumen III Kurikulum SMP Negeri 13 Ambon.

4.2 DESKRIPSI RESPONDEN PENELITIAN

Responden dalam penelitian ini adalah siswa-siswi kelas VIII SMP Negeri 13 sebanyak 150 orang.

(3)

4.2.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Tabel 4.1

Karakteristik responden menurut jenis kelamin

Jenis Kelamin Jumlah responden Presentase

Laki –laki 74 49 %

Perempuan 76 51 %

Total 150 100%

Berdasar Tabel 4.1 menunjukkan jumlah subjek penelitian sebanyak 150 orang yang terdiri dari 74 laki-laki (49%) dan 76 perempuan (51%).

4.3 DESKRIPSI HASIL PENGUKURAN PEUBAH

4.3.1 Peubah Kecenderungan Kenakalan Remaja

Dengan menentukan tinggi rendahnya peubah kecenderungan kenakalan remaja, digunakan 5 kategori, yakni sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah. Jumlah aitem yang digunakan untuk mengukur kecenderungan kenakalan remaja adalah 28 aitem. Dengan demikian skor tertinggi adalah 28 x 5 = 140 dan skor terendah 1 x 28 = 28. Untuk mengetahui tinggi rendahnya kecenderungan kenakalan remaja digunakan interval ukuran:

i = skor tertinggi - skor terendah jumlah ketegori

i = 142,5 – 27,5 = 115 = 23 5 5

(4)

Gambaran tinggi rendah hasil dari Kecenderungan Kenakalan Remaja dapat dilihat sebagai berikut:

Tabel 4.2

Deskripsi pengukuran peubah Kecenderungan Kenakalan Remaja

Kategori Interval N Presentase

Sangat tinggi 120≤ x ≤ 142 - - Tinggi 97≤ x ≤ 119 2 1,3% Sedang 74≤ x ≤ 96 33 22% Rendah 51≤ x ≤ 73 69 46% Sangat rendah 28≤ x ≤ 50 46 30,7% Jumlah 150 100% SD= 17,52 Rata-rata= 109,38

Tabel 4.2 memberi informasi bahwa 1,3% responden memiliki kecenderungan kenakalan tinggi; 22% memiliki kecenderungan kenakalan sedang; 46% responden memiliki kecenderungan kenakalan rendah dan 30,7% responden memiliki kecenderungan kenakalan sangat rendah.

4.3.2 Peubah Kecerdasan Emosional

Dengan menentukan tinggi rendahnya peubah Kecerdasan Emosional, digunakan 5 kategori, yakni sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah. Jumlah aitem yang digunakan untuk mengukur Kecerdasan Emosional adalah 24 aitem. Dengan demikian skor tertinggi adalah 24 x 5=120 dan skor terendah 1 x 24=24. Untuk mengetahui tinggi rendahnya Kecerdasan Emosional remaja digunakan interval ukuran:

(5)

i = skor tertinggi - skor terendah jumlah ketegori i = 123,5 – 23,5 = 100 5 5 i = 20 Tabel 4.3

Deskripsi pengukuran Peubah Kecerdasan Emosional

Kategori Interval N Presentase

Sangat tinggi 104≤ x≤123 35 23,3% Tinggi 84≤ x≤103 74 49,3% Sedang 64≤ x≤83 37 24,7% Rendah 44≤ x≤63 4 2,7% Sangat rendah 24≤ x≤43 - Jumlah 150 100% SD= 15,31 Rata-rata= 54,83

Tabel 4.3 memberi informasi bahwa 23,3% responden memiliki Kecerdasan Emosional sangat tinggi; 49,3% responden memiliki Kecerdasan Emosional tinggi; 24,7% memiliki Kecerdasan Emosional sedang; 2,7% responden memiliki Kecerdasan Emosional yang rendah.

4.3.3 Peubah Keharmonisan Keluarga

Dengan menentukan tinggi rendahnya peubah keharmonisan keluarga, digunakan 5 kategori, yakni sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah. Jumlah aitem yang digunakan untuk mengukur keharmonisan keluarga adalah 33 aitem. Dengan demikian skor tertinggi adalah 33 x 5 = 165 dan skor terendah 1 x 33 = 33. Untuk mengetahui tinggi rendahnya keharmonisan keluarga digunakan interval ukuran sebagai berikut:

(6)

i = skor tertinggi - skor terendah jumlah ketegori i = 167,5-32,5 = 135 = 27 5 5 i = 27

Gambaran tinggi rendah hasil dari keharmonisan keluarga dapat dilihat sebagai berikut:

Tabel 4.4

Deskripsi pengukuran Peubah Keharmonisan Keluarga

Kategori Interval N Presentase

Sangat tinggi 141≤ x≤167 42 28% Tinggi 114≤ x≤140 79 52,7% Sedang 87≤x≤113 26 17,3% Rendah 60≤x≤86 3 2% Sangat rendah 33≤x≤59 - - Jumlah 150 100% SD= 19,33 Rata-rata= 71,2

Tabel 4.4 memberi informasi bahwa 28% responden dengan keharmonisan keluarga sangat tinggi; 52,7% dengan keharmonisan keluarga tinggi; 17,3% responden dengan keharmonisan keluarga sedang dan 2% responden dengan tingkat keharmonisan rendah.

(7)

4.4 UJI ASUMSI KLASIK 4.4.1 Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan dengan melihat grafik histogram, P-P Plot Test, dan hasil uji contoh tunggal Kolmogorov-Smirnov.

Gambar 4.1. Histogram

Gambar 4.1 di atas memperlihatkan bahwa pola berdistribusi normal sebab gambar histogram berbentuk lonceng (bell shaped curve)

(8)

Selain menggunakan histogram, normalitas data dapat dilihat melalui grafik P-P Plot Test pada Gambar 4.2 di bawah ini,

Gambar 4.2 Grafik P-P Plot Test

Berdasar pada Gambar 4.2 P-P Plot Test di atas menunjukan bahwa sebaran data berupa titik menyebar di sekitar garis diagonal dan penyebarannya mengikuti arah garis diagonal, sehingga asumsi normalitas terpenuhi.

Uji normalitas juga dapat dilakukan secara statistik dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Data dikatakan terdistribusi normal bila tingkat signifikansi pada Tabel Kolmogorov-Smirnov nilai

(9)

Tabel 4.5

Hasil Uji Kolmogrov-Smirnov contoh tunggal

Tabel 4.5 di atas menunjukan bahwa nilai residual koefisien Kolmogorov-Smirnov 0,953 dengan signifikansi sebesar 0,324 oleh karena nilai signifikansi lebih dari 0,05 (0,324>0,005) maka disimpulkan bahwa data terdistribusi dengan normal.

Secara keseluruhan dengan menggunakan metode grafik histogram dan grafik normal P-P Plot maupun statistik menunjukan bahwa data dalam penelitian ini terdistribusi normal. Dengan demikian data penelitian ini memenuhi asumsi normalitas dan model regresi layak untuk digunakan.

Residual yang tak terbakukan

N 150

Normal Parametersa Rerata .0000000

Std. Deviation 13.12934633 Perbedaan Paling Ekstrim Absolute .078

Positif .078

Negatif -.041

Kolmogorov-Smirnov Z .953

Asymp. Sig. (2-tailed) .324 a. Test distribution is Normal.

(10)

4.4.2 Uji Multikolinieritas

Uji multikolinieritas dilakukan untuk menguji apakah pada model regresi ditemukan adanya korelasi antar peubah tak gayut. Sebab, jika terjadi korelasi, maka terdapat problem multikolinieritas. Pengujian dilakukan dengan melihat nilai tolerance dan Variance Inflation Factor

(VIF). Multikolinieritas terjadi jika nilai tolerance ≤ 0,10 dan VIF ≥ 10 (Ghosali, 2009).

Tabel 4.6

Hasil Uji Multikolinieritas

Dari Tabel 4.6 terlihat kedua peubah tak gayut memiliki nilai

tolerance 0,716>0,10 dan nilai VIF 1,397<10. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi multikilinieritas pada peubah yang digunakan. Koefisiena Model Statistik Koliniearitas Toleransi VIF 1 (Konstanta) Kecerdasan Emosional Keharmonisan Keluarga 0,716 0,716 1,397 1,397 a. Peubah Gayut: Kecenderungan Kenakalan Remaja

(11)

4.4.3 Uji Heterokedastisitas

Uji Heterokedastisitas bertujuan menguji apakah dalam sebuah model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual suatu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varians tetap maka terjadi problem heteroskedastisitas. Model regresi yang baik yaitu tidak terjadi heteroskedastisitas atau homoskedastisitas (Santoso, 2000).

Gambar 4.3.

Diagram Pencar (Scatterplot)

Diagram pencar di atas menunjukkan bahwa titik-titik terpencar dengan tidak membentuk pola-pola tertentu tetapi titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y. Hal ini memberikan informasi bahwa model regresi dalam penelitian ini terjadi homoskedastisitas daripada heteroskedastisitas.

(12)

4.4.4 Uji Linearitas

Uji linearitas dilakukan untuk mengetahui hubungan linear antar peubah. Suatu data dikatakan mempunyai hubungan linear apabila nilai penyimpangan dari linearitas dengan p>0.05. Hasil uji linearitas terhadap peubah Kecenderungan Kenakalan Remaja, Kecerdasan Emosional dan Keharmonisan Keluarga dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 4.7

Hasil Uji Linearitas Kecerdasan Emosional dengan Kecenderungan Kenakalan Remaja

Keterangan: JK= Jumlah Kuadrat (Sum of Squares), db=derajat bebas, KT= Kuadrat Tengah (Mean square). Keterangan ini juga berlaku untuk Tabel 4.9 dan 4.13

KKR = Kecenderungan Kenakalan Remaja KE = Kecerdasan Emosional

KK = Keharmonisan Keluarga

Keterangan ini berlaku untuk Tabel 4.8 sampai dengan Tabel 4.14

Dari Tabel 4.7 di atas diketahui bahwa nilai signifikansi linearitas sebesar 0,000 (p<0,05), dengan dan nilai penyimpangan linearitas sebesar 0,341 (p>0,05) sehingga dapat disimpulkan terdapat hubungan yang linear antar Kecerdasan Emosional dengan Kecenderungan Kenakalan Remaja.

Tabel Sidik Ragam

db JK KT F Sig. KKR * KE Antar Kelomp ok (Gabungan) 49 22821,255 465,740 2,412 .000 Linearitas 1 12633,950 12633,950 65,422 .000 Simpangan dari Linearitas 48 10187,305 212,236 1,099 .341 Dalam Kelompok 100 19311,579 193,116 Total 149 42132,833

(13)

Tabel 4.8

Hasil Uji Linearitas Keharmonisan Keluarga dengan Kecenderungan Kenakalan Remaja

Tabel Sidik Ragam

db JK KT F Sig. KKR KE Antar Kelompok (Gabungan) 56 23583,467 421,133 2,111 .001 Linearitas 1 12580,268 12580,268 63,073 .000 Simpangan dari Linearitas 55 11003,199 200,058 1,003 .487 Dalam Kelompok 93 18549,367 199,456 Total 149 42132,833

Dari Tabel 4.8 di atas diketahui bahwa nilai signifikansi linearitas sebesar 0,000 (p<0,05), dengan dan nilai penyimpangan linearitas sebesar 0,487 (p>0,05) sehingga dapat disimpulkan terdapat hubungan yang linear antar Keharmonisan Keluarga dengan Kecenderungan Kenakalan Remaja.

4.5 UJI HIPOTESIS

Pengujian terhadap hipotesis yang telah dirumuskan dilakukan dengan menggunakan analisis regresi berganda baik secara simultan maupun parsial.

Hipotesis : Ada pengaruh Kecerdasan Emosional dan Keharmonisan Keluarga secara simultan terhadap Kecenderungan Kenakalan Remaja siswa SMP Negeri 13 Ambon.

(14)

Untuk membuktikan hipotesis digunakan uji signifikansi simultan (uji F) dengan tujuan untuk mengetahui keberartian koefisien regresi secara bersama-sama dan uji signifikansi parameter individual (uji t) untuk mengetahui keberartian koefisien secara parsial.

4.5.1 Uji Signifikansi Simultan (Uji F)

Hasil uji statistik secara simultan untuk peubah tak gayut, X1

(Kecerdasan Emosional) dan X2 (Keharmonisan Keluarga) terhadap

peubah gayut Y (Kecenderungan Kenakalan Remaja) diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 4.9

Hasil uji regresi berganda signifikansi nilai F

Berdasarkan Tabel 4.9 di atas, diperoleh nilai Fhitung sebesar 47,069

dengan nilai signifikansi sebesar 0,000 (p<0,05) yang berarti ada pengaruh yang signifikan dari Kecerdasan Emosional, Keharmonisan Keluarga terhadap Kecenderungan Kenakalan Remaja. Dari hasi perhitungan ini maka hipotesis dalam penelitian ini diterima.

Model db JK KT F Sig. 1 Regresi 2 16448,253 8224,126 47,069 .000a Sisa 147 25684,581 174,725 Total 149 42132,833 a. Prediktor: (Konstanta), KK, KE b. Peubah Gayut: KKR

(15)

4.5.2 Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji t)

Hasil uji statistik secara parsial untuk peubah tak gayut X1

(Kecerdasan Emosional) dan X2 (Keharmonisan Keluarga) terhadap

peubah gayut Y (Kecenderungan Kenakalan Remaja) diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 4.10

Hasil uji regresi berganda signifikansi parameter individual (uji t)

Berdasarkan Tabel 4.10 diperoleh persamaan regresi sebagai berikut:

Y= a + b1 X1 + b2 X2 sehingga dapat ditulis

Y= 147,374 + (-0,358)X1 + (-0,356)X2

Persamaan regresi berganda dapat diartikan sebagai berikut:

1. Konstanta (a) sebesar 147,374 memberikan arti bahwa jika Kecerdasan Emosional dan Keharmonisan Keluarga bernilai 0, maka nilai Kecenderungan Kenakalan Remaja sebesar 147,374. 2. Koefisien regresi Kecerdasan Emosional sebesar (-0,358) memberi

arti bahwa setiap penambahan satu satuan atau satu tingkatan Kecerdasan Emosional akan berdampak pada penurunan nilai Kecenderungan Kenakalan Remaja sebesar 0,358. Dengan kata

Koefisien

Koefisien tak terbakukan

Keofisien terbakukan

t Sig. B Kesalahan Baku Beta

1 (Konstanta) 147,374 9,117 16,165 .000

KE -.446 .095 -.358 -4,705 .000

KK -.357 .076 -.356 -4,672 .000

(16)

lain semakin tinggi tingkat Kecerdasan Emosional yang di miliki siswa SMP Negeri 13 Ambon akan berdampak pada penurunan Kecenderungan Kenakalan Remaja.

3. Koefisien regresi Keharmonisan Keluarga sebesar (-0,356) memberi arti bahwa setiap penambahan satu satuan atau satu tingkatan Keharmonisan Keluarga akan berdampak pada penurunan nilai Kecenderungan Kenakalan Remaja sebesar 0,356. Dengan kata lain lain semakin tinggi tingkat Keharmonisan Keluarga akan berdampak pada penurunan Kecenderungan Kenakalan Remaja siswa SMP Negeri 13 Ambon.

Jenis kelamin merupakan hal yang menarik untuk diteliti guna mengetahui seberapa besar pengaruhnya terhadap kecenderungan kenakalan. Penulis menggunakan uji beda t-test untuk mengetahui perbedaan Kecenderungan Kenakalan Remaja pada siswa laki-laki dan perempuan. Adapun analisisnya sebagai berikut:

Tabel 4.11

Hasil Uji t untuk Kecenderungan Kenakalan remaja siswa laki-laki dan perempuan

Tabel 4.11 menunjukan bahwa laki-laki dan perempuan terdapat perbedaan dengan nilai rata-rata untuk laki-laki sebesar 63,88 dan perempuan sebesar 56,16.

Jenis Kelamin N Rata-rata Std. Deviasi

Rata-rata Std. Error

KKR Laki-laki 74 63.88 18.542 2.155

(17)

Tabel 4.12

Hasil uji Signifikansi perilaku Kecenderungan Kenakalan Remaja ditinjau dari Jenis Kelamin

Uji Levene untuk Ekualitas

Ragam Uji t untuk Ekualitas rata-rata

F Sig. t db Sig. (2-tailed) Beda Rataan Standar Error 95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper KKR Diasumsik an varian sama 10,571 .001 2,879 148 .005 7,720 2,681 2,422 13,019 Diasumsik an varian berbeda 2.869 136.039 .005 7,720 2,691 2,398 13,042

Dari Tabel 4.12 di atas dapat diketahui bahwa nilai F sebesar 10,571 dengan signifikansi 0,001 (p<0,05) maka terdapat perbedaan varians. Nilai t hitung sebesar 2,869 dengan signifikansi 0,005 (p<0,05) artinya ada perbedaan tingkat Kecenderungan Kenakalan Remaja laki-laki dan perempuan.

4.5.3 Koefisien Determinasi (R2)

Analisis koefisien determinasi (R2) dilakukan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh antara kecerdasan emosional dan keharmonisan keluarga terhadap kecenderungan kenakalan remaja SMP Negeri 13 Ambon. Berdasarkan hasil pengolahan data diperoleh tabel summary

(18)

Tabel 4.13

Hasil Uji Koefisien Determinasi

Dari Tabel 4.13 di atas diketahui nilai R (koefisien korelasi) sebesar 0,625 menunjukkan bahwa terdapat pengaruh secara simultan antara Kecerdasan Emosional dan Keharmonisan Keluarga terhadap Kecenderungan Kenakalan Remaja. Koefisien determinasi (R2) sebesar 0,390 menggambarkan bahwa sumbangan pengaruh Kecerdasan Emosional dan Keharmonisan Keluarga terhadap Kecenderungan Kenakalan Remaja sebesar 39% sedangkan sisanya 61% dipengaruhi oleh peubah lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.

Dari hasil penelitian di atas, diketahui bahwa Kecerdasan Emosional dan Keharmonisan Keluarga berpengaruh terhadap Kecenderungan Kenakalan Remaja.

Ringkasan Model Model R R2 R2 terkoreksi Kesalahan Baku taksiran 1 .625a .390 .382 13,218 a. Prediktor: (Konstanta), KK, KE b. Peubah Gayut: KKR

(19)

4.5.4 Sumbangan Efektif Tiap Peubah

Sumbangan efektif tiap peubah digunakan untuk mengetahui besar sumbangan efektif masing-masing peubah tak gayut (Kecerdasan Emosional dan Keharmonisan Keluarga) terhadap peubah gayut (Kecenderungan Kenakalan Remaja). Sumbangan efektif peubah tak gayut sama dengan koefisen determinasi (Budiono, 2004).

Tabel 4.14 Koefisien Korelasi KKR KE KK Pearson Correlation KKR 1.000 -.548 -.546 KE -.548 1.000 .533 KK -.546 .533 1.000

Sumbangan efektif dapat dihitung dengan rumus:

a. Sumbangan efektif Kecerdasan Emosional SE (X1)% = βx1 x rxy1 x 100%

= 0,358 x 0,548 x 100% = 19,6%

b. Sumbangan efektif Keharmonisan Keluarga SE (X2)% = βx2 x rxy2 x 100%

= 0,356 x 0,546 x 100% = 19,4%

(20)

Sumbangan efektif Kecerdasan Emosional dan Keharmonisan Keluarga dirangkum dalam Tabel 4.15

Tabel 4.15

Rangkuman sumbangan efektif peubah X1, X2 terhadap Y

No. Sumbangan Peubah Sumbangan Efektif

1. Kecerdasan Emosional terhadap Kecenderungan Kenakalan Remaja

19,6 % 2. Keharmonisan Keluarga terhadap

Kecenderungan Kenakalan Remaja

19,4%

Total sumbangan 39%

Tabel 4.15 di atas menunjukkan besarnya sumbangan efektif Kecerdasan Emosional terhadap Kecenderungan Kenakalan Remaja sebesar 19,6%. Sedangkan sumbangan efektif Keharmonisan Keluarga terhadap Kecenderungan Kenakalan Remaja sebesar 19,4%. Jadi, besar sumbangan Kecerdasan Emosional dan Keharmonisan Keluarga terhadap Kecenderungan Kenakalan Remaja sebesar 39%.

(21)

4.6 PEMBAHASAN

Dari hasil pengukuran di atas membuktikan bahwa hipotesis penelitian ada pengaruh Kecerdasan Emosional dan Keharmonisan Keluarga secara simultan terhadap Kecenderungan Kenakalan Remaja siswa SMP Negeri 13 Ambon terbukti. Hal ini dibuktikan dari hasil pengujian statistik (uji statistik nilai F) yang menunjukan nilai F sebesar 47,069 dengan tingkat signifikansi 0,000 dengan sumbangan efektif sebesar 39%. Makin tinggi tingkat Kecerdasan Emosional dan Keharmonisan Keluarga maka tingkat Kecenderungan Kenakalan Remaja makin rendah.

Menurut Bandura (1963, dalam Siegel & Brandon, 2011) kecenderungan kenakalan merupakan hasil interaksi faktor dalam diri dan lingkungan. Sejalan dengan itu Kartono (2012) menjelaskan Kecenderungan Kenakalan Remaja disebabkan oleh faktor internal dan eksternal. Kecerdasan Emosional (faktor internal) dan Keharmonisan Keluarga (faktor eksternal) secara bersama-sama menurunkan Kecenderungan Kenakalan Remaja. Kecerdasan Emosional yang baik memengaruhi remaja dalam berperilaku seperti dapat bersikap toleransi, mampu mengendalikan emosi, dapat mengendalikan perilaku yang dapat merusak diri sendiri dan orang lain, memiliki perasaan positif tentang diri sendiri dan orang lain, juga memiliki kemampuan untuk mengatasi kesulitan (Rachmawati, 2013). Keharmonisan Keluarga sebagai situasi lingkungan yang memengaruhi remaja dalam pembentukan kepribadian, cenderung menjadi pribadi yang baik dan memiliki kemampuan mengembangkan sikap sosial, memiliki perilaku yang terkontrol dan membentuk asas hidup kelompok yang baik sebagai landasan hidup di masyarakat nantinya (Maria, 2007). Sehingga, jika remaja memiliki

(22)

Kecerdasan Emosional dan Keharmonisan Keluarga yang baik maka remaja akan cenderung tidak nakal.

Ditinjau dari determinasi parsial diketahui bahwa peubah Kecerdasan Emosional memberikan kontribusi terhadap Kecenderungan Kenakalan Remaja. Emosi yang dimiliki individu akan menentukan perilaku. Tingkat Kecerdasan Emosional yang tinggi akan berpengaruh terhdap tingkat Kecenderungan Kenakalan Remaja. Hal ini didukung oleh penelitian Rini et al., (2012) yang menyatakan semakin tinggi tingkat Kecerdasan Emosional individu maka semakin rendah tingkat kenakalan remaja. Searah dengan itu penelitian yang dilakukan oleh Agung dan Matulessy (2012) menunjukkan Kecerdasan Emosional berpengaruh terhadap tingkat Kenakalan Remaja.

Kecenderungan Kenakalan Remaja yang muncul pada dasarnya berkaitan erat dengan perkembangan psikis dalam diri remaja. Kecerdasan Emosional merupakan salah satu faktor psikis yang berpengaruh. Hal ini disebabkan di dalam Kecerdasan Emosional terdapat komponen-komponen perilaku yang mampu menjadi pengendali terhadap potensi munculnya perilaku. Komponen Kecerdasan Emosional yang dimaksud adalah kemampuan mengendalikan emosi, mengelola emosi sendiri sehingga dapat mengendalikan perilaku yang salah. Remaja yang mampu mengontrol emosi memiliki kecerdasan emosi yang baik karena dapat mengenali, mengelola, memotivasi diri sendiri dan memiliki kemampuan empati (Tsaosis, 2008). Jika komponen Kecerdasan Emosional dimiliki oleh remaja maka remaja tidak akan mudah terpancing oleh keadaan atau situasi yang dapat menyebabkan hilangnya kontrol emosi dan pada

(23)

akhirnya mengarah pada perilaku negatif sebagai bentuk luapan emosi yang tidak terkendali.

Salovey dan Mayer (1990, dalam Stein & Book, 2002) menjelaskan Kecerdasan Emosional sebagai kemampuan untuk mengenali perasaan, meraih dan membangkitkan perasaan untuk membantu pikiran memahami perasaan dan maknanya serta mengendalikan perasaan secara mendalam sehingga membantu perkembangan emosional dan intelektual. Remaja dengan Kecerdasan Emosional yang baik memiliki kemampuan untuk mengontrol diri dalam bertindak. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Aprilia dan Indrijati (2014) yang menemukan bahwa remaja yang memiliki Kecerdasan Emosional yang baik dapat mengontrol diri agar tidak melakukan tindakan yang merugikan diri sendiri maupun orang lain. Penelitian lainnya yang mendukung yaitu penelitian dari Moskat dan Sorensen (2012) yang menyebutkan jika individu memiliki Kecerdasan Emosional yang tinggi maka individu akan lebih mampu menyesuaikan diri dengan norma-norma sosial yang terbentuk sebelumnya sehingga menjadi kurang berperilaku nakal. Sejalan dengan penelitian di atas, penelitian yang dilakukan oleh Castillo et al. (2013) pada remaja di Spanyol menemukan sebuah hasil jika remaja memiliki Kecerdasan Emosi yang baik akan membuat tingkat kecenderungan kenakalan seseorang menjadi rendah dan begitu pula sebaliknya.

Dari pembahasan di atas diketahui Kecerdasan Emosional memegang peranan sangat penting, tanpa Kecerdasan Emosional yang baik, remaja tidak dapat memiliki kontrol dalam setiap perilakunya sehari-hari.

(24)

Secara parsial Keharmonisan Keluarga turut memberi pengaruh terhadap Kecenderungan Kenakalan Remaja. Hal ini disebabkan karena keluarga merupakan lingkungan sosial yang paling intim dan tempat memulai proses penting bagi anak-anak. Menurut Mace (1985, dalam Defrain, 2003) kualitas hubungan dalam keluarga berkontribusi terhadap kesehatan emosional dan kesejahteraan keluarga. Keluarga yang sehat, harmonis dapat menjadi sumber daya berharga untuk bertahan dalam kesulitan hidup. Menurut Defrain dan Stinnet (2002, dalam Coombs, 2005) Keharmonisan Keluarga didasari oleh hubungan emosional yang positif antara anggota keluarga, sehingga tercipta rasa nyaman antara satu dengan lainnya dan terjaminnya kesejahteraan tiap anggota keluarga. Di sisi lain, hubungan yang tidak sehat atau disfungsional dapat menciptakan masalah serius yang dapat bertahan dari satu generasi ke generasi berikutnya (DeFrain & Asay, 2007).

Penelitian yang dilakukan Darokah dan Safaria (2005) menemukan bahwa kondisi keluarga yang tidak harmonis mempunyai resiko lebih tinggi anak-anak mereka terlibat kenakalan remaja. Sebaliknya Douglas (1980) menjelaskan bahwa keluarga yang utuh lebih sedikit menghasilkan kecenderungan perilaku nakal pada remaja. Menurut Hurlock (1980) pada masa remaja terjadi perubahan yang bersifat universal, yaitu meningkatnya emosi, perubahan fisik, perubahan terhadap minat dan peran, perubahan pola perilaku, nilai-nilai dan sikap ambivalen terhadap setiap perubahan. Berbagai perubahan yang dialami oleh remaja juga dipengaruhi oleh lingkungan dan lingkungan keluarga berperan penting untuk hal tersebut.

Berbagai penelitian di Indonesia membuktikan bahwa kenakalan remaja sangat terkait dengan hubungan yang tidak baik antara orang tua

(25)

dan anak atau apa yang dilihatnya di rumah, sekolah dan di kalangan teman (Retnowati, 1983; & Sarifuddin, 1982 dalam Sarwono, 1999). Dalam suatu penelitian (Maria, 2007) ditemukan Keharmonisan Keluarga berpengaruh terhadap Kecenderungan Kenakalan Remaja. Remaja yang terpenuhi kebutuhannya secara psikologis kecil kemungkinan untuk berperilaku nakal. Kebutuhan psikologis ini akan didapatkan remaja dari keluarga yang harmonis dan sehat. Keluarga juga berperan membentuk kepribadian seorang remaja. Dalam keluarga harmonis, anak akan mendapatkan latihan-latihan dasar dalam mengembangkan sikap sosial yang baik dan perilaku yang terkontrol. Selain itu anak juga memperoleh pengertian tentang hak, kewajiban, tanggung jawab serta belajar bekerja sama dan berbagi dengan orang lain. Dengan kata lain seorang anak dalam keluarga yang diwarnai dengan kehangatan dan keakraban (keluarga harmonis) akan terbentuk asas hidup kelompok yang baik sebagai landasan hidupnya di masyarakat nantinya.

Lingkungan keluarga yang kurang harmonis memberikan kontribusi terhadap munculnya kenakalan pada remaja. Remaja yang dibesarkan dalam keluarga yang tidak harmonis cenderung mempersepsi rumahnya sebagai tempat yang tidak menyenangkan dan melakukan hal-hal yang melanggar norma di masyarakat. Hasil penelitian ini memperkuat penelitian yang dilakukan oleh Hawari (1997, dalam Maria, 2007) yang meneliti tiga kondisi keluarga yang berbeda yaitu; keluarga berantakan (tidak harmonis), keluarga yang biasa-biasa saja, dan keluarga yang harmonis. Dalam penelitiannya ditemukan bahwa remaja yang dibesarkan dalam keluarga yang tidak harmonis mempunyai risiko lebih besar untuk terganggu jiwanya, yang selanjutnya mempunyai kecenderungan besar untuk menjadi remaja nakal dengan melakukan tindakan-tindakan anti

(26)

sosial. Hasil temuan ini sejalan dengan temuan Saputri dan Naqiah (2014) keharmonisan keluarga memberi pengaruh terhadap perilaku kenakalan remaja.

Dalam uji tambahan secara demografi, terdapat perbedaan antara Kecenderungan Kenakalan Remaja laki-laki dan perempuan. Dapat dilihat dalam Tabel 4.11 dan 4.12, nilai rata-rata sebesar 63,88 untuk laki-laki dan perempuan sebesar 56,16 selain itu nilai signifikansi sebesar 0,005 (p>0,05), yang berarti Kecenderungan Kenakalan Remaja laki-laki lebih tinggi dari perempuan. Hasil temuan ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Masum dan Khan (2014), yang menemukan tingkat kenakalan remaja laki-laki yang lebih tinggi. Sejalan dengan itu penelitian yang dilakukan Cruyff, Ribeaud dan Tasm (2015) dalam tiga negara ditemukan perempuan memiliki tingkat kenakalan jauh lebih rendah dibandingkan laki-laki, khususnya yang berhubungan dengan tindakan pelanggaran. Mqadi (1994); Weerman dan Hoeve (2012) dalam hasil penelitian yang berbeda juga menemukan hasil bahwa remaja, laki-laki memiliki tingkat kenakalan yang tinggi dan serius dibandingkan perempuan.

Penyebab tingkat kenakalan laki-laki yang lebih tinggi dari perempuan berdasar penelitian Weerman dan Hoeve (2012) adalah bahwa remaja laki-laki cenderung lebih menghabiskan waktu lebih banyak dengan teman sebaya dari pada remaja perempuan. Lingkungan teman sebaya yang cenderung tidak baik tentunya akan berdampak dalam pembentukan perilaku remaja laki-laki. Selain itu menurut Mqadi (1994) konsekuensi dari perlakuan berbeda yang diberikan untuk tiap jenis kelamin sehari-hari berdampak tingkat kecenderungan kenakalan seseorang. Menurut Tappan (1949, dalam Atmasasmita, 1985) perbedaan

(27)

perilaku kenakalan antara remaja laki-laki dan remaja perempuan terletak pada bentuk-bentuk kenakalannya.

Gambar

Tabel  4.3  memberi  informasi  bahwa  23,3%  responden  memiliki  Kecerdasan  Emosional  sangat  tinggi;  49,3%  responden  memiliki  Kecerdasan  Emosional  tinggi;  24,7%  memiliki  Kecerdasan  Emosional  sedang; 2,7% responden memiliki Kecerdasan Emosio
Gambar 4.1.   Histogram
Gambar 4.2  Grafik P-P Plot Test
Tabel 4.14  Koefisien Korelasi  KKR  KE  KK  Pearson Correlation  KKR  1.000  -.548  -.546  KE  -.548  1.000  .533  KK  -.546  .533  1.000

Referensi

Dokumen terkait

Faktor internal meliputi kesehatan, (I Q ) seseorang, Perhatian siswa, Minat, yaitu kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap

Hasil penenlitian menunjukkan bahwa umur perusahaan tidak berpengaruh negatif signifikan terhadap tingkat underpricing pada perusahaan publik di Bursa

Sebagian besar kegiatan Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) di SMK Muhammadiyah 1 Bantul telah berjalan lancar sesuai rencana meskipun ada beberapa yang tidak

Penelitian yang dilakukan Novi Rosiana Fatimah (2015), hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa model layanan bimbingan kelompok berbasis Islami dapat meningkatkan

Menyusun dan menulis ayat yang telah disediakan menjadi sebuah cerita yang telah diperdengarkan. Menyambung ayat dengan menggunakan kata sendi yang

Dari hasil analisis menunjukkan bahwa data NPL, CAR, LDR, dan BOPO secara parsial signifikan terhadap ROA bank go publik pada level of signifikan kurang dari 5%.. Sedangkan pada

Keberhasilan penggunaan wayang kartun de- ngan tujuan meningkatkan keterampilan me- ngomunikasikan cerita narasi siswa, sesuai dengan penjelasan mengenai fungsi media

Dari fakta pelaksanaan yang dilakukan Tim Terpadu dalam kurun waktu 2013-2015 terlihat aktivitas kegiatan penertiban dan penindakan terhadap PETI telah terkoordinir