• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. ANALISA - DOCRPIJM 1508983902BAB 4 ASPEK EKONOMI LINGKUNGAN DAN SOSIAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB IV. ANALISA - DOCRPIJM 1508983902BAB 4 ASPEK EKONOMI LINGKUNGAN DAN SOSIAL"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV.

ANALISA

EKONOMI,

SOSIAL

DAN

LINGKUNGAN

RPIJM bidang Cipta Karya membutuhkan kajian pendukung dalam hal Ekonomi,

lingkungan dan sosial untuk meminimalkan pengaruh negative pembangunan infrastruktur bidang

Cipta Karya terhadap lingkungan permukiman baik di perkotaan maupun di perdesaan. Kajian

aspek lingkungan dan sosial meliputi acuan peraturan perundang-undangan, kondisi eksisting

lingkungan dan sosial, analisis dengan instrumen, serta pemetaan antisipasi dan rekomendasi

perlindungan lingkungan dan sosial yang dibutuhkan.

1. ASPEK EKONOMI

Aspek sosial terkait dengan pengaruh pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya

kepada masyarakat pada taraf perencanaan, pembangunan, maupun pasca

pembangunan/pengelolaan. Pada taraf perencanaan, pembangunan infrastruktur permukiman

seharusnya menyentuh aspek-aspek sosial yang terkait dan sesuai dengan isu-isu yang marak

saat ini, seperti pengentasan kemiskinan serta pengarusutamaan gender. Sedangkan pada saat

pembangunan kemungkinan masyarakat terkena dampak sehingga diperlukan proses konsultasi,

pemindahan penduduk dan pemberian kompensasi, maupun permukiman kembali. Kemudian

pada pasca pembangunan atau pengelolaan perlu diidentifikasi apakah keberadaan infrastruktur

bidang Cipta Karya tersebut membawa manfaat atau peningkatan taraf hidup bagi kondisi sosial

ekonomi masyarakat sekitarnya.

Dasar peraturan perundang-undangan yang menyatakan perlunya memperhatikan aspek

sosial adalah sebagai berikut:

1. UU No. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional:

• Dalam rangka pembangunan berkeadilan, pembangunan sosial juga dilakukan dengan memberi perhatian yang lebih besar pada kelompok masyarakat yang kurang

beruntung, termasuk masyarakat miskin dan masyarakat yang tinggal di wilayah

terpencil, tertinggal, dan wilayah bencana.

• Penguatan kelembagaan dan jaringan pengarusutamaan gender dan anak di tingkat nasional dan daerah, termasuk ketersediaan data dan statistik gender.

2. UU No. 2/2012 tentang Pengadaan UU No. 2/2012 tentang Pengadaan Lahan bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum:

(2)

bangsa, negara, dan masyarakat dengan tetap menjamin kepentingan hokum Pihak

yang Berhak.

3. Peraturan Presiden No. 5/2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010-2014:

• Perbaikan kesejahteraan rakyat dapat diwujudkan melalui sejumlah program pembangunan untuk penanggulangan kemiskinan dan penciptaan kesempatan kerja,

termasuk peningkatan program di bidang pendidikan, kesehatan, dan percepatan

pembangunan infrastruktur dasar.

• Untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender, peningkatan akses dan partisipasi perempuan dalam pembangunan harus dilanjutkan.

4. Peraturan Presiden No. 15/2010 tentang Percepatan penanggulangan Kemiskinan: • Pasal 1: Program penanggulangan kemiskinan adalah kegiatan yang dilakukan oleh

pemerintah, pemerintah daerah dunia usaha, serta masyarakat untuk meningkatkan

kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial, pemberdayaan masyarakat,

pemberdayaan usaha ekonomi mikro dan kecil, serta program lain dalam rangka

meningkatkan kegiatan ekonomi.

5. Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional:

• Menginstruksikan kepada Menteri untuk melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi

atas kebijakan dan program pembangunan nasional yang berperspektif gender sesuai

dengan bidang tugas dan fungsi, serta kewenangan masing-masing.

Tugas dan wewenang pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah

kabupaten/kota terkait aspek sosial bidang Cipta Karya adalah:

1. Pemerintah Pusat:

a. Menjamin tersedianya tanah untuk kepentingan umum yang bersifat strategis nasional

ataupun bersifat lintas provinsi.

b. Menjamin tersedianya pendanaan untuk kepentingan umum yangbersifat strategis

nasional ataupun bersifat lintas provinsi.

c. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial,

pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha mikro dan kecil, serta program lain

dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi di tingkat pusat.

(3)

penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program

pembangunan nasional berperspektif gender, khususnya untuk bidang Cipta Karya.

2. Pemerintah Provinsi:

a. Menjamin tersedianya tanah untuk kepentingan umum yang bersifat regional ataupun

bersifat lintas kabupaten/kota.

b. Menjamin tersedianya pendanaan untuk kepentingan umum yang bersifat regional

ataupun bersifat lintas kabupaten/kota.

c. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial,

pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha mikro dan kecil, serta program lain

dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi di tingkat provinsi.

d. Melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya perencanaan,

penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program

pembangunan di tingkat provinsi berperspektif gender, khususnya untuk bidang Cipta

Karya.

3. Pemerintah Kabupaten/Kota:

a. Menjamin tersedianya tanah untuk kepentingan umum di kabupaten/kota.

b. Menjamin tersedianya pendanaan untuk kepentingan umum di kabupaten/kota.

c. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial,

pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha mikro dan kecil, serta program lain

dalam rangka peningkatan ekonomi di tingkat kabupaten/kota.

d. Melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya perencanaan,

penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program

pembangunan di tingkat kabupaten/kota berperspektif gender, khususnya untuk bidang

Cipta Karya.

2. ASPEK SOSIAL

Aspek sosial terkait dengan pengaruh pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya

kepada masyarakat pada taraf perencanaan, pembangunan, maupun pasca

pembangunan/pengelolaan. Pada taraf perencanaan, pembangunan infrastruktur permukiman

seharusnya menyentuh aspek-aspek sosial yang terkait dan sesuai dengan isu-isu yang marak

saat ini, seperti pengentasan kemiskinan serta pengarusutamaan gender. Sedangkan pada saat

pembangunan kemungkinan masyarakat terkena dampak sehingga diperlukan proses konsultasi,

pemindahan penduduk dan pemberian kompensasi, maupun permukiman kembali. Kemudian

(4)

bidang Cipta Karya tersebut membawa manfaat atau peningkatan taraf hidup bagi kondisi sosial

ekonomi masyarakat sekitarnya.

Dasar peraturan perundang-undangan yang menyatakan perlunya memperhatikan aspek

sosial adalah sebagai berikut:

1. UU No. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional:

Dalam rangka pembangunan berkeadilan, pembangunan sosial juga dilakukan dengan

memberi perhatian yang lebih besar pada kelompok masyarakat yang kurang beruntung,

termasuk masyarakat miskin dan masyarakat yang tinggal di wilayah terpencil, tertinggal,

dan wilayah bencana.

Penguatan kelembagaan dan jaringan pengarusutamaan gender dan anak di tingkat

nasional dan daerah, termasuk ketersediaan data dan statistik gender.

2. UU No. 2/2012 tentang Pengadaan UU No. 2/2012 tentang Pengadaan Lahan bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum:

Pasal 3: Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum bertujuan menyediakan tanah bagi

pelaksanaan pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran bangsa,

negara, dan masyarakat dengan tetap menjamin kepentingan umum Pihak yang Berhak.

3. Peraturan Presiden No. 5/2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010-2014:

Perbaikan kesejahteraan rakyat dapat diwujudkan melalui sejumlah program pembangunan

untuk penanggulangan kemiskinan dan penciptaan kesempatan kerja, termasuk

peningkatan program di bidang pendidikan, kesehatan, dan percepatan pembangunan

infrastruktur dasar.

Untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender, peningkatan akses dan partisipasi

perempuan dalam pembangunan harus dilanjutkan.

4. Peraturan Presiden No. 15/2010 tentang Percepatan penanggulangan Kemiskinan

Pasal 1: Program penanggulangan kemiskinan adalah kegiatan yang dilakukan oleh

pemerintah, pemerintah daerah dunia usaha, serta masyarakat untuk meningkatkan

kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial, pemberdayaan masyarakat,

pemberdayaan usaha ekonomi mikro dan kecil, serta program lain dalam rangka

(5)

5. Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional

Menginstruksikan kepada Menteri untuk melaksanakan pengarusutamaan gender guna

terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas

kebijakan dan program pembangunan nasional yang berperspektif gender sesuai dengan

bidang tugas dan fungsi, serta kewenangan masing-masing.

Tugas dan wewenang pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah

kabupaten/kota terkait aspek sosial bidang Cipta Karya adalah:

1. Pemerintah Pusat:

a. Menjamin tersedianya tanah untuk kepentingan umum yang bersifat strategis nasional

ataupun bersifat lintas provinsi.

b. Menjamin tersedianya pendanaan untuk kepentingan umum yang bersifat strategis

nasional ataupun bersifat lintas provinsi.

c. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial, pemberdayaan

masyarakat, pemberdayaan usaha mikro dan kecil, serta program lain dalam rangka

meningkatkan kegiatan ekonomi di tingkat pusat.

d. Melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya perencanaan,

penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program

pembangunan nasional berperspektif gender, khususnya untuk bidang Cipta Karya.

2. Pemerintah Provinsi:

a. Menjamin tersedianya tanah untuk kepentingan umum yang bersifat regional ataupun

bersifat lintas kabupaten/kota.

b. Menjamin tersedianya pendanaan untuk kepentingan umum yang bersifat regional

ataupun bersifat lintas kabupaten/kota.

c. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial, pemberdayaan

masyarakat, pemberdayaan usaha mikro dan kecil, serta program lain dalam rangka

meningkatkan kegiatan ekonomi di tingkat provinsi.

d. Melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya perencanaan,

penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program

pembangunan di tingkat provinsi berperspektif gender, khususnya untuk bidang Cipta

Karya.

3. Pemerintah Kabupaten/Kota:

(6)

b. Menjamin tersedianya pendanaan untuk kepentingan umum di kabupaten/kota.

c. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial, pemberdayaan

masyarakat, pemberdayaan usaha mikro dan kecil, serta program lain dalam rangka

peningkatan ekonomi di tingkat kabupaten/kota.

d. Melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya perencanaan,

penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program

pembangunan di tingkat kabupaten/kota berperspektif gender, khususnya untuk bidang

Cipta Karya.

2.1. Aspek Sosial Pada Perencanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya Kemiskinan

Aspek sosial pada perencanaan pembangunan bidang Cipta Karya diharapkan mampu

melengkapi kajian perencanaan teknis sektoral. Salah satu aspek yang perlu ditindak-lanjuti

adalah isu kemiskinan sesuai dengan kebijakan internasional MDGs dan Agenda Pasca 2015,

serta arahan kebijakan pro rakyat sesuai direktif presiden.

Menurut standar BPS terdapat 14 kriteria yang dipergunakan untuk menentukan

keluarga/rumah tangga dikategorikan miskin, yaitu:

1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m2 per orang.

2. Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan.

3. Jenis dinding tempat tinggal dari bambu/rumbia/kayu berkualitas rendah/tembok tanpa

diplester.

4. Tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama-sama dengan rumah tangga lain.

5. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik.

6. Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak terlindung/sungai/air hujan.

7. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/arang/minyak tanah.

8. Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam seminggu.

9. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun.

10. Hanya sanggup makan sebanyak satu/dua kali dalam sehari.

11. Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/poliklinik.

12. Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah: petani dengan luas lahan 500 m2, buruh

tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan dan atau pekerjaan lainnya dengan

pendapatan dibawah Rp. 600.000,- per bulan.

13. Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga: tidak sekolah/tidak tamat SD/hanya SD.

14. Tidak memiliki tabungan / barang yang mudah dijual dengan minimal Rp. 500.000,- seperti

(7)

Jika minimal 9 variabel saja terpenuhi maka suatu rumah tangga dikategorikan sebagai rumah

tangga miskin.

Pengarusutamaan Gender

Selain itu aspek yang perlu diperhatikan adalah responsivitas kegiatan pembangunan

bidang Cipta Karya terhadap gender. Saat ini telah kegiatan responsif gender bidang Cipta Karya

meliputi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan,Neighborhood

Upgrading and Shelter Sector Project (NUSSP), Pengembangan Infrasruktur Sosial Ekonomi

Wilayah (PISEW), Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (PAMSIMAS),

Program Pembangunan Infrastruktur Perdesaan (PPIP), Rural Infrastructure Support (RIS) to

PNPM, Sanitasi Berbasis Masyarakat (SANIMAS), Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

(RTBL), dan Studi Evaluasi Kinerja Program Pemberdayaan Masyarakat bidang Cipta Karya.

2.2. Aspek Sosial pada Pelaksanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya

Pelaksanaan pembangunan bidang Cipta Karya secara lokasi, besaran kegiatan, dan durasi

berdampak terhadap masyarakat. Untuk meminimalisir terjadinya konflik dengan masyarakat

penerima dampak maka perlu dilakukan beberapa langkah antisipasi, seperti konsultasi,

pengadaan lahan dan pemberian kompensasi untuk tanah dan bangunan, serta permukiman

kembali.

1. Konsultasi masyarakat

Konsultasi masyarakat diperlukan untuk memberikan informasi kepada masyarakat, terutama

kelompok masyarakat yang mungkin terkena dampak akibat pembangunan bidang Cipta

Karya di wilayahnya. Hal ini sangat penting untuk menampung aspirasi mereka berupa

pendapat, usulan serta saran-saran untuk bahan pertimbangan dalam proses perencanaan.

Konsultasi masyarakat perlu dilakukan pada saat persiapan program bidang Cipta Karya,

persiapan AMDAL dan pembebasan lahan.

2. Pengadaan lahan dan pemberian kompensasi untuk tanah dan bangunan

Kegiatan pengadaan tanah dan kewajiban pemberian kompensasi atas tanah dan bangunan

terjadi jika kegiatan pembangunan bidang cipta karya berlokasi di atas tanah yang bukan milik

pemerintah atau telah ditempati oleh swasta/masyarakat selama lebih dari satu tahun. Prinsip

utama pengadaan tanah adalah bahwa semua langkah yang diambil harus dilakukan untuk

meningkatkan, atau memperbaiki, pendapatan dan standar kehidupan warga yang terkena

(8)

3. Permukiman kembali penduduk (resettlement)

Seluruh proyek yang memerlukan pengadaan lahan harus mempertimbangkan adanya

kemungkinan pemukiman kembali penduduk sejak tahap awal proyek. Bilamana pemindahan

penduduk tidak dapat dihindarkan, rencana pemukiman kembali harus dilaksanakan

sedemikian rupa sehingga penduduk yang terpindahkan mendapat peluang ikut menikmati

manfaat proyek.

Hal ini termasuk mendapat kompensasi yang wajar atas kerugiannya, serta bantuan dalam

pemindahan dan pembangunan kembali kehidupannya di lokasi yang baru. Penyediaan lahan,

perumahan, prasarana dan kompensasi lain bagi penduduk yang dimukimkan jika diperlukan

dan sesuai persyaratan.

2.3. Aspek Sosial pada Pasca Pelaksanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya

Output kegiatan pembangunan bidang Cipta Karya seharusnya memberi manfaat bagi

masyarakat. Manfaat tersebut diharapkan minimal dapat terlihat secara kasat mata dan secara

sederhana dapat terukur, seperti kemudahan mencapai lokasi pelayanan infrastruktur, waktu

tempuh yang menjadi lebih singkat, hingga pengurangan biaya yang harus dikeluarkan oleh

penduduk untuk mendapatkan akses pelayanan tersebut.

3. ASPEK LINGKUNGAN

Kajian lingkungan dibutuhkan untuk memastikan bahwa dalam penyusunan RPIJM bidang

Cipta Karya oleh pemerintah kabupaten/kota telah mengakomodasi prinsip perlindungan dan

pengelolaan lingkungan hidup. Adapun amanat perlindungan dan pengelolaan lingkungan adalah

sebagai berikut:

1. UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup:

“Instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup terdiri atas

antara lain Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), Analisis Mengenai Dampak

Lingkungan (AMDAL), dan Upaya Pengelolaan Lingkungan-Upaya Pemantauan Lingkungan

(UKL-UPL) dan Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan

Hidup (SPPLH)”.

2. UU No. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional:

“Dalam rangka meningkatkan kualitas lingkungan hidup yang baik perlu penerapan

(9)

3. Peraturan Presiden No. 5/2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010-2014:

“Dalam bidang lingkungan hidup, sasaran yang hendak dicapai adalah perbaikan mutu

lingkungan hidup dan pengelolaan sumber daya alam di perkotaan dan pedesaan,

penahanan laju kerusakan lingkungan dengan peningkatan daya dukung dan daya tamping

lingkungan; peningkatan kapasitas adaptasi dan mitigasi perubahan iklim”.

4. Permen LH No. 9 Tahun 2011 tentang Pedoman Umum Kajian Lingkungan Hidup Strategis:

Dalam penyusunan kebijakan, rencana dan/atau program, KLHS digunakan untuk

menyiapkan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana dan/atau program agar dampak

dan/atau risiko lingkungan yang tidak diharapkan dapat diminimalkan.

5. Permen LH No. 16 Tahun 2012 tentang Penyusunan Dokumen Lingkungan.

Sebagai persyaratan untuk mengajukan ijin lingkungan maka perlu disusun dokumen

Amdal, UKL dan UPL, atau Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan Lingkungan Hidup

atau disebut dengan dengan SPPL bagi kegiatan yang tidak membutuhkan Amdal atau UKL

dan UPL.

Tugas dan wewenang pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah

kabupaten/kota dalam aspek lingkungan terkait bidang Cipta Karya mengacu pada UU No.

32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yaitu:

1. Pemerintah Pusat

a. Menetapkan kebijakan nasional.

b. Menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria.

c. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai KLHS.

d. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL.

e. Melaksanakan pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup.

f. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai pengendalian dampak perubahan

iklim dan perlindungan lapisan ozon.

g. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan nasional,

peraturan daerah, dan peraturan kepala daerah.

h. Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup.

i. Mengembangkan dan melaksanakan kebijakan pengaduan masyarakat.

(10)

2. Pemerintah Provinsi

a. Menetapkan kebijakan tingkat provinsi.

b. Menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat provinsi.

c. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL.

d. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan, peraturan

daerah, dan peraturan kepala daerah kabupaten/kota.

e. Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup.

f. Melakukan pembinaan, bantuan teknis, dan pengawasan kepada kabupaten/kota di

bidang program dan kegiatan.

g. Melaksanakan standar pelayanan minimal.

3. Pemerintah Kabupaten/Kota

a. Menetapkan kebijakan tingkat kabupaten/kota.

b. Menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat kabupaten/kota.

c. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL.

d. Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup.

e. Melaksanakan standar pelayanan minimal.

3.1. Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)

Menurut UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Kajian

Lingkungan Hidup Strategis, yang selanjutnya disingkat KLHS, adalah rangkaian analisis yang

sistematis, menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan

berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau

kebijakan, rencana, dan/atau program.

KLHS perlu diterapkan di dalam RPIJM antara lain karena:

1. RPIJM membutuhkan kajian aspek lingkungan dalam perencanaan pembangunan

infrastruktur.

2. KLHS dijadikan sebagai alat kajian lingkungan dalam RPIJM adalah karena RPIJM bidang

Cipta Karya berada pada tataran Kebijakan/Rencana/Program. Dalam hal ini, KLHS

menerapkan prinsip-prinsip kehati-hatian, dimana kebijakan, rencana dan/atau program

menjadi garda depan dalam menyaring kegiatan pembangunan yang berpotensi

mengakibatkan dampak negative terhadap lingkungan hidup.

KLHS disusun oleh Tim Satgas RPIJM Kabupaten/Kota dengan dibantu oleh Badan

(11)

langsung dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di kota/kabupaten. Koordinasi

penyusunan KLHS antar instansi diharapkan dapat mendorong terjadinya transfer pemahaman

mengenai pentingnya penerapan prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup untuk

mendorong terjadinya pembangunan berkelanjutan.

Tahapan pelaksanaan KLHS diawali dengan penapisan usulan rencana/program dalam

RPIJM per sektor dengan mempertimbangkan isu-isu pokok seperti (1) perubahan iklim, (2)

kerusakan, kemerosotan, dan/atau kepunahan keanekaragaman hayati, (3) peningkatan intensitas

dan cakupan wilayah bencana banjir, longsor, kekeringan, dan/atau kebakaran hutan dan lahan,

(4) penurunan mutu dan kelimpahan sumber daya alam, (5) peningkatan alih fungsi kawasan

hutan dan/atau lahan, (6) peningkatan jumlah penduduk miskin atau terancamnya keberlanjutan

penghidupan sekelompok masyarakat; dan/atau (7) peningkatan risiko terhadap kesehatan dan

keselamatan manusia. Isu-isu tersebut menjadi kriteria apakah rencana/program yang disusun

teridentifikasi menimbulkan resiko atau dampak terhadap isu-isu tersebut. Tahap 1 dilakukan

dengan penapisan (screening) dengan menyusun tabel berikut :

(12)

Tabel IV-1. Kriteria Penapisan Usulan Program/Kegiatan Bidang Cipta Karya

1 Perubahan iklim Tidak ada program dibidang ke-Ciptakaryaan yang

memberikan dampak terhadap perubahan Iklim Tidak

2

Kerusakan, kemerosotan, dan/atau kepunahan keanekaragaman hayati

Program yang dilihat memiliki dampak terhadap kerusakan, kemerosotan, dan/atau kepunahan keanekaragaman hayati adalah program

pembangunan perumahan dimana melalui program ini penggunaan material kayu dan bakau yang berlebihan berpotensi menimbulkan deforestasi kawasan pesisir. Untuk itu perlu mengurangai ketergantungan mangrove sebagai bahan baku bangunan dan menggunakan teknologi rumah panggung untuk pembangunan diatas lahan rawa gambut. Pengendalian dapat dilakukan terutama pada saat mengeluarkan izin pendirian bangunan.

Tidak ada program dibidang ke-Ciptakaryaan yang memberikan dampak terhadap peningkatan intensitas dan cakupan wilayah bencana banjir, longsor, kekeringan, dan/atau kebakaran hutan dan lahan,

Tidak

4 Penurunan mutu dan kelimpahan sumber daya alam

Tidak ada program dibidang ke-Ciptakaryaan yang memberikan dampak terhadap penurunan mutu dan kelimpahan sumber daya alam

Tidak

5 Peningkatan alih fungsi kawasan hutan dan/atau lahan

Program yang dilihat memiliki dampak terhadap peningkatan alih fungsi kawasan hutan atau lahan adalah program pengembangan permukiman dan program pengembangan jaringan jalan dimana menyebabkan mudahnya masyarakat mengeksploitasi hutan mangrove yang banyak di berkembang diatas permukiman lahan gambut sehingga dianggap mempercepat degradasi hutan mangrove dan merusak keaneka ragaman hayati. Untuk itu perlu pengendalian terhadap pembangunan permukiman dan membuat zonasi yang jelas, mana yang merupakan kawasan lindung dan mana yang tidak, terutama pada saat mengeluarkan izin pendirian bangunan.

Tidak ada program dibidang ke-Ciptakaryaan yang memberikan dampak terhadap peningkatan jumlah penduduk miskin atau terancamnya keberlanjutan penghidupan sekelompok masyarakat

Tidak ada program dibidang ke-Ciptakaryaan yang memberikan dampak terhadap peningkatan risiko terhadap kesehatan dan keselamatan manusia

Tidak

Tahap ke-2 setelah penapisan terdapat dua kegiatan. Jika melalui proses penapisan di

atas tidak teridentifikasi bahwa rencana/program dalam RPIJM tidak berpengaruh terhadap kriteria

penapisan di atas maka berdasarkan Permen Lingkungan Hidup No. 9/2011 tentang Pedoman

(13)

KLHS tidak perlu dilaksanakan, dengan ditandatangani oleh Ketua Satgas RPIJM dengan

persetujuan BPLHD, dan dijadikan lampiran dalam dokumen RPIJM.

Namun, jika teridentifikasi bahwa rencana/program dalam RPIJM berpengaruh terhadap

kriteria penapisan di atas maka Satgas RPIJM didukung dinas lingkungan hidup (BPLHD) dapat

menyusun KLHS dengan tahapan sebagai berikut:

1. Pengkajian Pengaruh KRP terhadap Kondisi Lingkungan Hidup di Wilayah Perencanaan, dilaksanakan melalui 4 (empat) tahapan sebagai berikut:

a) Identifikasi Masyarakat dan Pemangku Kepentingan Lainnya

Tujuan identifikasi masyarakat dan pemangku kepentingan adalah:

1) Menentukan secara tepat pihak-pihak yang akan dilibatkan dalam pelaksanaan KLHS;

2) Menjamin diterapkannya azas partisipasi yang diamanatkan UU No. 32 Tahun 2009

tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;

3) Menjamin bahwa hasil perencanaan dan evaluasi kebijakan, rencana dan/atau

program memperoleh legitimasi atau penerimaan oleh publik;

4) Agar masyarakat dan pemangku kepentingan mendapatkan akses untuk

menyampaikan informasi, saran, pendapat, dan pertimbangan tentang pembangunan

berkelanjutanmelalui proses penyelenggaraan KLHS.

Tabel IV-2. Proses Identifikasi Pemangku Kepentingan dan Masyarakat dalam penyusunan KLHS Bidang Cipta Karya

Masyarakat dan

pemangku kepentingan Lembaga

(1) (2)

Pembuatan keputusan a) bupati/ walikota b) DPRD

Penyusunan kebijakan,

rencana dan/atau program Dinas PU-Cipta Karya

Instansi a) Dinas PU – Cipta Karya b) b. BPLHD

Masyaraat yang memiliki informasi dan/atau keahlian

(perorangan/ tokoh/ kelompok)

a) Perguruan tinggi atau lembaga penelitian lainnya b) Asosiasi profesi

c) Forum-forum pembangunan berkelanjutan dan lingkungan hidup

d) LSP/Pemerhati LH e) Perorangan/tokoh

(14)

Masyarakat terkena dampak

a) Lembaga adat b) Asosiasi pengusaha c) Tokoh masyarakat d) Organisasi masyarakat

e) Kelompok masyarakat tertentu (nelayan, petani, dll)

b) Identifikasi Isu Pembangunan Berkelanjutan

Tujuan identifikasi isu pembangunan berkelanjutan:

1) penetapan isu-isu pembangunan berkelanjutan yang meliputi aspek sosial, ekonomi,

dan lingkungan hidup atau keterkaitan antar ketiga aspek tersebut;

2) pembahasan fokus terhadap isu signifikan; dan

3) membantu penentuan capaian tujuan pembangunan berkelanjutan.

Tabel IV-3. Proses Identifikasi Isu Pembangunan Berkelanjutan Bidang Cipta Karya

Pengelompokkan isu-isu pembangunan

berkelanjutan Bidang Cipta Karya Penjelasan singkat

(1) (2)

Lingkungan Hidup Permukiman

Isu 1: kecukupan air baku untuk air minum Contoh: Kekeringan, menurunnya kualitas air Kota ... mempunyai sumber air baku dari sungai ... yang sudah tercemar

Sebagian besar sumber air baku SPAM yang dikelola PDAM berasal dari air tanah gambut yang memiliki kualitas air yang rendah dan tidak layak minum. Sebagian besar masyarakat INHIL menggunakan air hujan (PAH) untuk mencukup kebutuhan air minum. Sedangkan kebutuhan air bersih untuk MCK tetap menggunakan air PDAM.

Isu 2: Pencemaran lingkungan oleh infrastruktur yang tidak berfungsi maksimal Contoh: pencemaran tanah oleh septictank yang bocor, pencemaran badan air oleh air limbah permukiman

Permasalahan sanitasi menjadi hal yang krusial di INHIL. Septick tank yang dimiliki oleh sebagian RT memiliki potensi pencemaran karena bagian lantai dari septic tank tidak dicor dan dibiarkan terhubung langsung dengan tanah. Untuk sebagian RT yang tidak memiliki septic tank, khususnya masyarakat yang tinggal ditepian, membuang hajat diatas parit/sungai (badan air) sehingga mencemari air sungai/parit. Begitupun air buangan RT di perkotaan sebagian terhubung dengan drainase perkotaan sehingga menimbulkan pencemaran dan bau. Apabila terjadi hujan lebat dan banjir maka air hitam bekas buangan RT tersebut akan keluar dan bercampur dengan genangan air hujan tersebut.

Isu 3: dampak kawasan kumuh terhadap kualitas lingkungan Contoh: kawasan kumuh menyebabkan penurunan kualitas

lingkungan

Permasalahan kumuh, khususnya kawasan perkotaan di Kabupaten Indragiri Hilir selain disebabkan oleh faktor kemiskinan, juga

(15)

Pengelompokkan isu-isu pembangunan

berkelanjutan Bidang Cipta Karya Penjelasan singkat

(1) (2)

perkuatan yang cukup mudah patah dan hancur. Ruang jalan permukiman yang sempit

menyebabkan drainase tidak bisa dibangun. Sedangkan permukiman kumuh di kawasan tepian sebagian besar adalah rumah kayu panggung dengan pelantar kayu sebagai akses pergerakan, terutama yang berhubungan langsung dengan sungai. Untuk sanitasi air limbah dan sampah, mereka langsung membuangnya ke bawah rumah sehingga menimbulkan pencemaran air dan tanah.

Ekonomi

Isu 4: Kemiskinan berkorelasi dengan kerusakan lingkungan Contoh: menyebarnya penyakit diare di permukiman kumuh

1 Bangkim − Penataan Kawasan Kumuh

− Penataan Jalan Lingkungan

− Penataan Drainase

− Pembangunan Infrastruktur Kawasan Tertinggal

− Pembangunan PSU Kawasan Rawan Bencana

Seluruh Kabupaten

2 PBL − Penataan Kawasan bersejarah

− Penataan Kawasan RTH

− Penanggulangan Kebakaran

Seluruh Kabupaten

3 AM − Penyediaan Sistem Air Minum

− Pelayanan Air minum Pedesaan dan Perkotaan

(16)

No

Komponen Kebijakan/ Rencana/

Program

Kegiatan

Lokasi (Kecamatan/ Kelurahan, jika

ada)

(1) (2) (3) (4)

4 PLP − Penanggunalangan Limbah

− Penanggulangan persampahan

Seluruh Kabupaten

1) Perumusan Alternatif Penyempurnaan KRP

Tujuan perumusan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana, dan/atau program untuk

mengembangkan berbagai alternative perbaikan muatan KRP dan menjamin pembangunan

berkelanjutan. Setelah dilakukan kajian, dan disepakati bahwa kebijakan, rencana dan/atau

program yang dikaji potensial memberikan dampak negative pada pembangunan berkelanjutan,

maka dikembangkan beberapa alternatif untuk menyempurnakan rancangan atau merubah

kebijakan, rencana dan/atau program yang ada. Beberapa alternative untuk menyempurnakan dan

atau mengubah rancangan KRP mempertimbangkan antara lain:

a. Memberikan arahan atau rambu-rambu mitigasi terkait dengan kebijakan, rencana, dan/atau

program yang diperkirakan akan menimbulkan dampak lingkungan atau bertentangan dengan

kaidah pembangunan berkelanjutan.

b. Menyesuaikan ukuran, skala, dan lokasi usulan kebijakan, rencana, dan/atau program.

c. Menunda, memperbaiki urutan, atau mengubah prioritas pelaksanaan kebijakan, rencana,

dan/atau program.

d. Mengubah kebijakan, rencana, dan/atau program.

KLHS merupakan instrumen lingkungan yang diterapkan pada tataran rencana-program.

Sedangkan pada tataran kegiatan atau keproyekan, instrumen yang lebih tepat diterapkan adalah

Amdal, UKL-UPL. Dan SPPLH. Tabel 10.8 menjelaskan beberapa perbedaan antara KLHS dan

AMDAL.

3.2. AMDAL, UKL-UPL dan SPPLH

Pengelompokan atau kategorisasi proyek mengikuti ketentuan yang telah ditetapkan dalam

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 5 tahun 2012 tentang jenis rencana usaha dan/atau

kegiatan Wajib AMDAL dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 10 Tahun 2008 Tentang

Penetapan Jenis Rencana Usaha Dan/Atau Kegiatan Bidang Pekerjaan Umum yang Wajib

Dilengkapi dengan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan

(17)

1. Proyek wajib AMDAL

2. Proyek tidak wajib AMDAL tapi wajib UKL-UPL

(18)

Tabel IV-5 Perbedaan Instrumen KLHS dan AMDAL

Deskpripsi Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL_

a) Rujukan Peraturan Perundangan

− UU 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

− Permen LH 09/2011 tentang Pedoman umum KLHS

− UU 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

− Permen PPU 10/PRT/M/2008 tentang jenis kegiatan bidang PU wajib UKL UPL

− Permen LH 5/2012 tentang jenis rencana usaha dan/atau kegiatan Wajib AMDAL

b) Pengertian Umum − Rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip

pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program.

− Kajian mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. Usaha dan/atau Kegiatan adalah segala bentuk aktivitas yang dapat menimbulkan perubahan terhadap rona lingkungan hidup serta menyebabkan dampak terhadap lingkungan.

c) Kewajiban pelaksanaan

− Pemerintah dan Pemerintah Daerah − Pemrakarsa rencana usaha dan/atau kegiatan yang masuk kriteria sebagai wajib AMDAL

(Pemerintah/swasta)

d) Keterkaitan studi lingkungan dengan:

− Penyusunan atau evaluasi RTRW, RPJP dan RPJM

− Kebijakan, rencana dan/atau program yang berpotensi menimbulkan dampak dan/atau resiko lingkungan

− Tahap perencanaan suatu usaha dan atau kegiatan

e) Mekanisme pelaksanaan

− pengkajian pengaruh kebijakan, rencana, dan/ atau program terhadap kondisi lingkungan hidup di suatu wilayah;

− perumusan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana, dan/atau program; dan

− rekomendasi perbaikan untuk pengambilan keputusan kebijakan, rencana, dan/atau program yang

− Pemrakarsa dibantu oleh pihak lain yang berkompeten sebagai penyusun AMDAL

− Dokumen AMDAL dinilai oleh komisi penilai AMDAL yang dibentuk oleh Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai kewenangannya dan dibantu oleh Tim Teknis.

(19)

Deskpripsi Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL_

mengintegrasikan prinsip pembangunan berkelanjutan. kepada Menteri, gubernur, dan bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.

− Menteri, gubernur, dan bupati/walikota berdasarkan rekomendasi komisi penilai AMDAL menerbitkan Keputusan Kelayakan atau Ketidaklayakan lingkungan

f) Muatan Studi Lingkungan

− Isu Strategis terkait Pembangunan Berkelanjutan

− Kajian pengaruh rencana/program dengan isu-isu strategis terkait pembangunan berkelanjutan

− Alternatif rekomendasi untuk rencana/program

− Kerangka acuan;

− Andal; dan

− RKL-RPL.

− Kerangka acuan menjadi dasar penyusunan Andal dan RKL-RPL. Kerangka acuan wajib sesuai dengan rencana tata ruang wilayah dan/atau rencana tata ruang kawasan.

g) Output − Dasar bagi kebijakan, rencana, dan/atau program pembangunan dalam suatu wilayah.

− Keputusan Menteri, gubernur dan bupati/walikota sesuai kewenangan tentang kelayakan atau ketidaklayakan lingkungan.

h) Outcome − Rekomendasi KLHS digunakan sebagai alat untuk melakukan perbaikan kebijakan, rencana, dan/atau program pembangunan yang melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan.

− Segala usaha dan/atau kegiatan yang telah melampaui daya dukung dan daya tamping lingkungan hidup sesuai hasil KLHS tidak diperbolehkan lagi.

− Dasar pertimbangan penetapan kelayakan atau ketidak layakan lingkungan

− Jumlah dan jenis izin perlindungan hidup yang diwajibkan

− Persyaratan dan kewajiban pemrakarsa sesuai yang tercantum dalam RKL RPL.

i) Pendanaan − APBD Kabupaten/Kota − Kegiatan penyusunan AMDAL (KA, ANDAL, RKLRPL)

didanai oleh pemrakarsa,

− Kegiatan Komisi Penilai AMDAL, Tim Teknis dan sekretariat Penilai AMDAL dibebankan pada APBN/APBD

(20)

Deskpripsi Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL_

− Dana pembinaan dan pengawasan dibebankan pada anggaran instansi lingkungan hidup pusat, provinsi dan kabupaten/kota

j) Partisipasi Masyarakat − Masyarakat adalah salah satu komponen dalam kabupaten/kota yang dapat mengakses dokumen pelaksanaan KLHS

− Masyarakat yang dilibatkan adalah:

 Yang terkena dampak;

 Pemerhati lingkungan hidup; dan/atau

 Yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam proses AMDAL

k) Atribut Lainnya:

a. Posisi − Hulu siklus pengambilan keputusan − Akhir sklus pengambilan keputusan

b. Pendekatan − Cenderung pro aktif − Cenderung bersifat reaktif

c. Fokus analisis − Evaluasi implikasi lingkungan dan pembangunan berkelanjutan

− Identifikasi, prakiraan dan evaluasi dampak lingkungan

d. Dampak kumulatif − Peringatan dini atas adanya dampak komulatif − Amat terbatas

e. Titik berat telaahan − Memelihara keseimbangan alam, pembangunan berkelanjutan

− Mengendalikan dan meminimalkan dampak negative

f. Alternatif − Banyak alternatif − Alternatif terbatas jumlahnya

g. Kedalaman − Luas dan tidak rinci sebagai landasan untuk mengarahkan visi dan kerangka umum

− Sempit, dalam dan rinci

h. Deskripsi proses − Proses multi pihak, tumpang tindih komponen, KRP merupakan proses iteratif dan kontinu

− Proses dideskripsikan dengan jelas, mempunyai awal dan akhir

i. Fokus pengendalian dampak

− Fokus pada agenda pembangunan berkelanjutan − Menangani gejala kerusakan lingkungan

(21)

Deskpripsi Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL_

(22)

Jenis Kegiatan Bidang Cipta Karya dan batasan kapasitasnya yang wajib dilengkapi dokumen

AMDAL adalah sebagai berikut:

Tabel IV-6. Penapisan Rencana Kegiatan Wajib AMDAL

No Jenis Kegiatan Skala/Besaran

A Pe rsampahan:

a. Pembangunan TPA Sampah Domestik dengan sistem Control landfill/sanitary landfill:

− luas kawasan TPA, atau

− Kapasitas Total

> 10 ha > 100.000 ton

b. TPA di daerah pasang surut:

− luas landfill, atau

− Kapasitas Total

semua kapasitas/ besaran

c. Pembangunan transfer station:

− Kapasitas > 500 ton/hari

d. Pembangunan Instalasi Pengolahan Sampah terpadu:

− Kapasitas > 500 ton/hari

e. Pengolahan dengan insinerator:

− Kapasitas semua kapasitas

f. Composting Plant:

− Kapasitas > 500 ton/hari

g. Transportasi sampah dengan kereta api:

− Kapasitas > 500 ton/hari

B Pe mbangunan Perumahan/Permukiman:

a. Kota metropolitan, luas > 25 ha

b. Kota besar, luas > 50 ha

c. Kota sedang dan kecil, luas > 100 ha

d. keperluan settlement transmigrasi > 2.000 ha

C Air Limbah Domestik

a. Pembangunan IPLT, termasuk fasilitas penunjang:

− Luas, atau

− Kapasitasnya

> 2 ha > 11 m3/hari

b. Pembangunan IPAL limbah domestik, termasuk fasilitas penunjangnya:

− Luas, atau

− Kapasitasnya

(23)

No Jenis Kegiatan Skala/Besaran

c. Pembangunan sistem perpipaan air limbah:

− Luas layanan, atau

− Debit air limbah

> 500 ha

> 16.000 m3/hari

D Pembangunan Saluran Drainase (Primer dan/atau sekunder) di permukiman

a. Kota besar/metropolitan, panjang: > 5 km

b. Kota sedang, panjang: > 10 km

E Jar ingan Air Bersih Di Kota Besar/Metropolitan

a. Pembangunan jaringan distribusi

− Luas layanan > 500 ha

b. Pembangunan jaringan transmisi

− panjang > 10 km

Sumber: Permen LH 5/2012

Jenis Kegiatan Bidang Cipta Karya yang kapasitasnya masih di bawah batas

menjadikannya tidak wajib dilengkapi dokumen AMDAL tetapi wajib dilengkapi dengan dokumen

UKL-UPL. Jenis kegiatan bidang Cipta karya dan batasan kapasitasnya yang wajib dilengkapi

dokumen UKL-UPL tercermin dalam tabel dibawah ini.

Tabel IV-7 Penapisan Rencana Kegiatan Tidak Wajib AMDAL tapi Wajib UKL-UPL

Sektor Teknis CK Kegiatan dan Batasan Kapasitasnya

a. Persampahan i. Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) dengan system controlled landfill atau sanitary landfill termasuk instansi penunjang:

• Luas kawasan, atau < 10 Ha

• Kapasitas total < 10.000 ton ii. TPA daerah pasang surut

• Luas landfill, atau < 5 Ha

• Kapasitas total < 5.000 ton iii. Pembangunan Transfer Station

• Kapasitas < 1.000 ton/hari

iv. Pembangunan Instalasi/Pengolahan Sampah Terpadu

• Kapasitas < 500 ton v. Pembangunan Incenerator

• Kapasitas < 500 ton/hari

vi. Pembangunan Instansi Pembuatan Kompos

• Kapasitas > 50 s.d. < 100 ton/ha

(24)

Sektor Teknis CK Kegiatan dan Batasan Kapasitasnya

Domestik/ Permukiman

fasilitas penunjang

• Luas < 2 ha

• Atau kapasitas < 11 m3/hari

ii. Pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah

• Luas < 3 ha

• Atau bahan organik < 2,4 ton/hari

iii. Pembangunan sistem perpipaan air limbah (sewerage/off-site sanitation system) diperkotaan/permukiman

• Luas < 500 ha

• Atau debit air limbah < 16.000 m3/hari

c. Drainase Permukaan Perkotaan

i. Pembangunan saluran primer dan sekunder

• Panjang < 5 km

ii. Pembangunan kolam retensi/polder di area/kawasan pemukiman

• Luas kolam retensi/polder (1 – 5) ha

d. Air Minum i. Pembangunan jaringan distribusi:

• luas layanan : 100 ha s.d. < 500 ha ii. Pembangunan jaringan pipa transmisi

• Metropolitan/besar, Panjang: 5 s.d <10 km

• Sedang/kecil, Panjang: 8 s.d. M 10 km

• Pedesaan, Panjang :

-iii. Pengambilan air baku dari sungai, danau sumber air permukaan lainnya (debit)

• Sungai danau : 50 lps s.d. < 250 lps

• Mata air : 2,5 lps s.d. < 250 lps

iv. Pembangunan Instalasi Pengolahan air lengkap

• Debit : > 50 lps s.d. < 100 lps

v. Pengambilan air tanah dalam untuk kebutuhan:

• Pelayanan masyarakat oleh penyelenggara SPAM : 2,5 lps - < 50 lps

• Kegiatan komersil: 1,0 lps - < 50 lps

e. Pembangunan Gedung

i. Pembangunan bangunan gedung di atas/bawah tanah:

• Fungsi usaha meliputi bangunan gedung perkantoran, perdagangan, perindustrian, perhotelan, wisata dan rekreasi, terminal dan bangunan gedung tempat penyimpanan: 5000 m2 s.d. 10.000 m2

• Fungsi keagamaan, meliputi bangunan masjid termasuk mushola, bangunan gereja termasuk kapel, bangunan pura, bangunan vihara, dan bangunan kelenteng : 5000 m2 s.d. 10.000 m2

• Fungsi sosial dan budaya, meliputi bangunan gedung pelayanan pendidikan, pelayanan kesehatan, keudayaan, laboratorium, dan bangunangedung pelayanan umum : 5000 m2 s.d. 10.000 m2

(25)

Sektor Teknis CK Kegiatan dan Batasan Kapasitasnya

ii. Pembangunan bangunan gedung di bawah tanah yang melintasi prasarana dan atau sarana umum:

• Fungsi usaha meliputi bangunan gedung perkantoran, perdagangan, perindustrian, perhotelan, wisata dan rekreasi, terminal danbangunan gedung tempat penyimpanan: 5000 m2 s.d. 10.000 m2

• Fungsi keagamaan, meliputi bangunan masjid termasuk mushola, bangunan gereja termasuk kapel, bangunan pura, bangunan vihara, dan bangunan kelenteng : 5000 m2 s.d. 10.000 m2

• Fungsi sosial dan budaya, meliputi bangunan gedung pelayanan pendidikan, pelayanan kesehatan, keudayaan, laboratorium, dan bangunangedung pelayanan umum : 5000 m2 s.d. 10.000 m2

• Fungsi khusus, seperti reaktor nuklir, instalasi pertahanan dan keamanan dan bangunan sejenis yang ditetapkan oleh menteri

• Semua bangunan yang tidak dipersyaratkan untuk Amdal maka wajib dilengkapi UKL dan UPL

iii. Pembangunan bangunan gedung di bawah atau di atas air:

• Fungsi usaha meliputi bangunan gedung perkantoran, perdagangan, perindustrian, perhotelan, wisata dan rekreasi, terminal dan bangunan gedung tempat penyimpanan: 5000 m2 s.d. 10.000 m2

• Fungsi keagamaan, meliputi bangunan masjid termasuk mushola, bangunan gereja termasuk kapel, bangunan pura, bangunan vihara, dan bangunan kelenteng : 5000 m2 s.d. 10.000 m2

• Fungsi sosial dan budaya, meliputi bangunan gedung pelayanan pendidikan, pelayanan kesehatan, kebudayaan, laboratorium, dan bangunangedung pelayanan umum : 5000 m2 s.d. 10.000 m2

• Fungsi khusus, seperti reaktor nuklir, instalasi pertahanan dan keamanan dan bangunan sejenis yang ditetapkan oleh menteri Semua bangunan yang tidak dipersyaratkan untuk Amdal maka wajib dilengkapi UKL dan UPL

f. Pengembangan kawasan

permukiman baru

i. Kawasan Permukiman Sederhana untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), misalnya PNS, TNI/POLRI, buruh/pekerja;

• Jumlah hunian: < 500 unit rumah;

• Luas kawasan: < 10 ha

ii. Pengembangan kawasan permukiman baru sebagai pusat kegiatan sosial ekonomi local pedesaan (Kota Terpadu Mandiri eks

transmigrasi, fasilitas pelintas batas PPLB di perbatasan);

• Jumlah hunian: < 500 unit rumah;

• Luas kawasan: < 10 ha

iii. Pengembangan kawasan permukiman baru dengan pendekatan Kasiba/Lisiba (Kawasan Siap Bangun/ Lingkungan Siap Bangun)

• Jumlah hunian: < 500 unit rumah;

(26)

Sektor Teknis CK Kegiatan dan Batasan Kapasitasnya

g. Peningkatan Kualitas Permukiman

i. Penanganan kawasan kumuh di perkotaan dengan pendekatan pemenuhan kebutuhan dasar (basic need) pelayanan infrastruktur, tanpa pemindahan penduduk;

• Luas kawasan: < 10 ha

ii. Pembangunan kawasan tertinggal, terpencil, kawasan perbatasan, dan pulau-pulau kecil;

• Luas kawasan: < 10 ha

iii. Pengembangan kawasan perdesaan untuk meningkatkan ekonomi lokal (penanganan kawasan agropolitan, kawasan terpilih pusat pertumbuhan desa KTP2D, desa pusat pertumbuhan DPP)

• Luas kawasan: < 10 ha

h. Penanganan Kawasan Kumuh Perkotaan

i. Penanganan menyeluruh terhadap kawasan kumuh berat di perkotaan metropolitan yang dilakukan dengan pendekatan peremajaan kota (urban renewal), disertai dengan pemindahan penduduk, dan dapat dikombinasikan dengan penyediaan bangunan rumah susun

• Luas kawasan: < 5 ha

Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 10 Tahun 2008

Jenis Kegiatan Bidang Cipta Karya yang kapasitasnya masih di bawah batas wajib

dilengkapi dokumen UKL-UPL menjadikannya tidak wajib dilengkapi dokumen UKL-UPL tetapi

wajib dilengkapi dengan Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan

Lingkungan Hidup (SPPLH).

(27)

1. ASPEK EKONOMI... 52

2. ASPEK SOSIAL...54

2.1. Aspek Sosial Pada Perencanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya Kemiskinan... 57

2.2. Aspek Sosial pada Pelaksanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya... 58

2.3. Aspek Sosial pada Pasca Pelaksanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya... 59

3. ASPEK LINGKUNGAN...59

3.1. Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)... 61

3.2. AMDAL, UKL-UPL dan SPPLH ... 67

Tabel IV-1 Kriteria Penapisan Usulan Program/Kegiatan Bidang Cipta Karya ... 63

Tabel IV-2 Proses Identifikasi Pemangku Kepentingan dan Masyarakat dalam penyusunan KLHS Bidang Cipta Karya ... 64

Tabel IV-3 Proses Identifikasi Isu Pembangunan Berkelanjutan Bidang Cipta Karya... 65

Tabel IV-4 Identifikasi KRP... 66

Tabel IV-5 Perbedaan Instrumen KLHS dan AMDAL ... 69

Tabel IV-6 Penapisan Rencana Kegiatan Wajib AMDAL... 73

Tabel IV-7 Penapisan Rencana Kegiatan Tidak Wajib AMDAL tapi Wajib UKL-UPL ... 74

Gambar

Gambar IV-1. Diagram Alur Penetapan KLHS
Tabel IV-1. Kriteria Penapisan Usulan Program/Kegiatan Bidang Cipta Karya
Tabel IV-2. Proses Identifikasi Pemangku Kepentingan dan Masyarakat dalam penyusunan KLHS BidangCipta Karya
Tabel IV-3. Proses Identifikasi Isu Pembangunan Berkelanjutan Bidang Cipta Karya
+6

Referensi

Dokumen terkait

Adapun tantangan yang harus dihadapi oleh pustakawan terkait dengan ledakan informasi ini adalah menguasai bidang keilmuan, menguasai teknologi, membangun

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id3. commit

Richins dan Dawson (1992, h. 308) mendefinisikan materialisme sebagai “satu set keyakinan utama yang dianut tentang arti penting barang milik dalam kehidupan seseorang”. Bagi

Adapun dalam sektor UMKM berpotensi mendapatkan dampak terberat dari kebijakan kenaikan harga BBM .Beban biaya akan meningkat, sementara daya beli

Nilai signifikansi masing-masing variabel menunjukkan angka di atas 5% sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel independen yaitu Corporate Social Responsibility

Mengacu pernyataan Tjokroaminoto bahwa etos kerja berbeda antarberbagai segmen masyarakat, maka perilaku ekonomi pedagang dalam bingkai ‘gusjigang’ ini juga akan difokuskan

Berdasarkan hasil penelitian di atas dapat disimpulkan sebagai berikut: Bentuk komodifikasi kain “Gringsing” Tenganan meliputi bahan/material kain, adanya adopsi

Off farm sudah berkembang Pengembangan inovasi teknologi 2 Teknologi budidaya belum maju Kelembagaan pelayanan terkait pertanian sudah mulai dibentuk Pemasaran produk sdh