• Tidak ada hasil yang ditemukan

DOCRPIJM 1505209787BAB 4 ANALISIS SOSIAL EKONOMI DAN LINGKUNGAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "DOCRPIJM 1505209787BAB 4 ANALISIS SOSIAL EKONOMI DAN LINGKUNGAN"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 8 ASPEK SOSIAL DAN LINGKUNGAN

BAB 4 ANALISIS SOSIAL EKONOMI

DAN LINGKUNGAN

BAB 8 ASPEK SOSIAL DAN LINGKUNGAN

BAB 4 ANALISIS SOSIAL EKONOMI

DAN LINGKUNGAN

BAB 8 ASPEK SOSIAL DAN LINGKUNGAN

(2)

RPIJM Bidang Cipta Karya membutuhkan kajian pendukung dalam hal lingkungan dan sosial

untuk meminimalisir pengaruh negatif pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya

terhadap lingkungan permukiman baik di perkotaan maupun di perdesaan. Kajian aspek

lingkungan dan sosial meliputi acuan peraturan perundang-undangan, kondisi eksisting

lingkungan dan sosial, analisis dengan instrumen, serta pemetaan antisipasi dan

rekomendasi perlindungan lingkungan dan sosial yang dibutuhkan. Salah satu acuan yang

digunakan dalam Aspek Lingkungan Kabupaten adalah dengan mengacu pada Hasil Kajian

Lingkungan Hidup Strategis Kabupaten. Kabupaten Lampung Timur belum menyusun Kajian

Lingkungan Hidup Strategis.

4.1 Analisis Sosial

Aspek sosial terkait dengan pengaruh pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karyakepada

masyarakatpada taraf perencanaan, pembangunan, maupun pasca

pembangunan/pengelolaan. Pada taraf perencanaan, pembangunan infrastruktur

prmukiman seharusnya menyentuh aspek-aspek sosial terkait dan sesuai dengan isu-isu yang

marak saat ini, seperti pengentasan kemiskinan serta pengarusutaman gender. Sedangkan

pada saat pembangunan kemungkinan masyarakat terkena dampak sehingga diperlukan

proses konsultasi, pemindahan penduduk dan pemberian kompensasi, maupun permukiman

kembali. Kemudian pada pasca pembangunngan atau pengelolaan perlu diidenifikasi apakah

keberadaan infratruktur bidang Cipta Karya tersebut membawa manfaat atau peningkatan

taraf hidup bagi kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitarnya.

Dasar peraturan perundang-undangan yang menyatakan perlunya memperhatikan aspek

sosial adalah sebagai berikut :

1. UU No.17/2007 tentang Rencanan Pembangunan Jangka Panjang Nasional :

Dalam rangka pembangunan berkeadilan, pembangunan sosial juga dilakukan

dengan memberi perhatian yang lebih besar pada kelompok masyarakat yang

kurang beruntung, termasuk masyarakat miskin dan masyarakat yang tinggal di

wilayah terpencil, tetinggal, dan wilayah tertinggal.

Pengeutaan kelembagaan dan jaringan pengarusutamaan gender dan anak di

tingkat nasional dan daerah, termasuk ketersediaan data dan statistik gender. RPIJM Bidang Cipta Karya membutuhkan kajian pendukung dalam hal lingkungan dan sosial

untuk meminimalisir pengaruh negatif pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya

terhadap lingkungan permukiman baik di perkotaan maupun di perdesaan. Kajian aspek

lingkungan dan sosial meliputi acuan peraturan perundang-undangan, kondisi eksisting

lingkungan dan sosial, analisis dengan instrumen, serta pemetaan antisipasi dan

rekomendasi perlindungan lingkungan dan sosial yang dibutuhkan. Salah satu acuan yang

digunakan dalam Aspek Lingkungan Kabupaten adalah dengan mengacu pada Hasil Kajian

Lingkungan Hidup Strategis Kabupaten. Kabupaten Lampung Timur belum menyusun Kajian

Lingkungan Hidup Strategis.

4.1 Analisis Sosial

Aspek sosial terkait dengan pengaruh pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karyakepada

masyarakatpada taraf perencanaan, pembangunan, maupun pasca

pembangunan/pengelolaan. Pada taraf perencanaan, pembangunan infrastruktur

prmukiman seharusnya menyentuh aspek-aspek sosial terkait dan sesuai dengan isu-isu yang

marak saat ini, seperti pengentasan kemiskinan serta pengarusutaman gender. Sedangkan

pada saat pembangunan kemungkinan masyarakat terkena dampak sehingga diperlukan

proses konsultasi, pemindahan penduduk dan pemberian kompensasi, maupun permukiman

kembali. Kemudian pada pasca pembangunngan atau pengelolaan perlu diidenifikasi apakah

keberadaan infratruktur bidang Cipta Karya tersebut membawa manfaat atau peningkatan

taraf hidup bagi kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitarnya.

Dasar peraturan perundang-undangan yang menyatakan perlunya memperhatikan aspek

sosial adalah sebagai berikut :

1. UU No.17/2007 tentang Rencanan Pembangunan Jangka Panjang Nasional :

Dalam rangka pembangunan berkeadilan, pembangunan sosial juga dilakukan

dengan memberi perhatian yang lebih besar pada kelompok masyarakat yang

kurang beruntung, termasuk masyarakat miskin dan masyarakat yang tinggal di

wilayah terpencil, tetinggal, dan wilayah tertinggal.

Pengeutaan kelembagaan dan jaringan pengarusutamaan gender dan anak di

tingkat nasional dan daerah, termasuk ketersediaan data dan statistik gender. RPIJM Bidang Cipta Karya membutuhkan kajian pendukung dalam hal lingkungan dan sosial

untuk meminimalisir pengaruh negatif pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya

terhadap lingkungan permukiman baik di perkotaan maupun di perdesaan. Kajian aspek

lingkungan dan sosial meliputi acuan peraturan perundang-undangan, kondisi eksisting

lingkungan dan sosial, analisis dengan instrumen, serta pemetaan antisipasi dan

rekomendasi perlindungan lingkungan dan sosial yang dibutuhkan. Salah satu acuan yang

digunakan dalam Aspek Lingkungan Kabupaten adalah dengan mengacu pada Hasil Kajian

Lingkungan Hidup Strategis Kabupaten. Kabupaten Lampung Timur belum menyusun Kajian

Lingkungan Hidup Strategis.

4.1 Analisis Sosial

Aspek sosial terkait dengan pengaruh pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karyakepada

masyarakatpada taraf perencanaan, pembangunan, maupun pasca

pembangunan/pengelolaan. Pada taraf perencanaan, pembangunan infrastruktur

prmukiman seharusnya menyentuh aspek-aspek sosial terkait dan sesuai dengan isu-isu yang

marak saat ini, seperti pengentasan kemiskinan serta pengarusutaman gender. Sedangkan

pada saat pembangunan kemungkinan masyarakat terkena dampak sehingga diperlukan

proses konsultasi, pemindahan penduduk dan pemberian kompensasi, maupun permukiman

kembali. Kemudian pada pasca pembangunngan atau pengelolaan perlu diidenifikasi apakah

keberadaan infratruktur bidang Cipta Karya tersebut membawa manfaat atau peningkatan

taraf hidup bagi kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitarnya.

Dasar peraturan perundang-undangan yang menyatakan perlunya memperhatikan aspek

sosial adalah sebagai berikut :

1. UU No.17/2007 tentang Rencanan Pembangunan Jangka Panjang Nasional :

Dalam rangka pembangunan berkeadilan, pembangunan sosial juga dilakukan

dengan memberi perhatian yang lebih besar pada kelompok masyarakat yang

kurang beruntung, termasuk masyarakat miskin dan masyarakat yang tinggal di

wilayah terpencil, tetinggal, dan wilayah tertinggal.

Pengeutaan kelembagaan dan jaringan pengarusutamaan gender dan anak di

(3)

2. UU No.2/2002 tentang Pengadaan Lahan bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum

:

Pasal 3 : Pengadan Tanah untuk kepentingan Umum Bertujuan menyediakan

tanah bagi pelaksanaan pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan dan

kemakmuran bangsa, negara, dan masyarakat dengan tetap menjamin

kepentingan hukum Pihak yang Berhak.

3. Peraturan Presiden No.5/2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Nasional Tahun 2010-2014 :

Perbaikan kesejahteraan rakyat dapat diwujudkan melalui sejumlah program

pembangunan untuk penanggulangan kemisikinan dan penciptaan kesempatan

kerja, termasuk peningkatan program di bidang pendidikan, kesehatan, dan

percepatan pembangunan infrastruktur dasar.

Untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender, peningkatan akses dan

partisipasi perempuan dalam pembangunan harus dilanjutkan.

4. Peraturan Presiden No. 15/2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemisikinan

Pasal 1 : program penanggulangan kemisikinan adalah kegiatan yang dilakukan

oleh pemerintah, pemerintah daerah dunia usaha, serta masyarakat untuk

mningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial,

pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha ekonomi mikro dan kecil, serta

program lain dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi.

5. Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam

Pembangunan Nasional

Menginstruksikan kepada Menteri untuk melaksanakan pengarusutaman gender

guna terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan

evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasioanal yang berperspektif

gender sesuai dengan bidang tugas dan fungsi, serta kewenangan masing-masing. 2. UU No.2/2002 tentang Pengadaan Lahan bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum

:

Pasal 3 : Pengadan Tanah untuk kepentingan Umum Bertujuan menyediakan

tanah bagi pelaksanaan pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan dan

kemakmuran bangsa, negara, dan masyarakat dengan tetap menjamin

kepentingan hukum Pihak yang Berhak.

3. Peraturan Presiden No.5/2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Nasional Tahun 2010-2014 :

Perbaikan kesejahteraan rakyat dapat diwujudkan melalui sejumlah program

pembangunan untuk penanggulangan kemisikinan dan penciptaan kesempatan

kerja, termasuk peningkatan program di bidang pendidikan, kesehatan, dan

percepatan pembangunan infrastruktur dasar.

Untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender, peningkatan akses dan

partisipasi perempuan dalam pembangunan harus dilanjutkan.

4. Peraturan Presiden No. 15/2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemisikinan

Pasal 1 : program penanggulangan kemisikinan adalah kegiatan yang dilakukan

oleh pemerintah, pemerintah daerah dunia usaha, serta masyarakat untuk

mningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial,

pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha ekonomi mikro dan kecil, serta

program lain dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi.

5. Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam

Pembangunan Nasional

Menginstruksikan kepada Menteri untuk melaksanakan pengarusutaman gender

guna terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan

evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasioanal yang berperspektif

gender sesuai dengan bidang tugas dan fungsi, serta kewenangan masing-masing. 2. UU No.2/2002 tentang Pengadaan Lahan bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum

:

Pasal 3 : Pengadan Tanah untuk kepentingan Umum Bertujuan menyediakan

tanah bagi pelaksanaan pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan dan

kemakmuran bangsa, negara, dan masyarakat dengan tetap menjamin

kepentingan hukum Pihak yang Berhak.

3. Peraturan Presiden No.5/2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Nasional Tahun 2010-2014 :

Perbaikan kesejahteraan rakyat dapat diwujudkan melalui sejumlah program

pembangunan untuk penanggulangan kemisikinan dan penciptaan kesempatan

kerja, termasuk peningkatan program di bidang pendidikan, kesehatan, dan

percepatan pembangunan infrastruktur dasar.

Untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender, peningkatan akses dan

partisipasi perempuan dalam pembangunan harus dilanjutkan.

4. Peraturan Presiden No. 15/2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemisikinan

Pasal 1 : program penanggulangan kemisikinan adalah kegiatan yang dilakukan

oleh pemerintah, pemerintah daerah dunia usaha, serta masyarakat untuk

mningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial,

pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha ekonomi mikro dan kecil, serta

program lain dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi.

5. Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam

Pembangunan Nasional

Menginstruksikan kepada Menteri untuk melaksanakan pengarusutaman gender

guna terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan

evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasioanal yang berperspektif

(4)

4.1.1 Analisis Sosial pada Perencanaan Pembangunan Bidang Cipta

Karya

A. Kemiskinan

Aspek sosial pada perencanaan pembangunan bidang Cipta Karya diharapkan mampu

melengkapi kajian perencanaan teknis sektoral. Salah satu aspek yang perlu ditindak-lanjuti

adalah isu kemiskinan. Kajian aspek sosial lebih menekankan pada manusianya sehingga

yang di sasar adalah kajian mengenai penduduk miskin, mencakup data eksisting,

persebaran, karakteristik, dan kebutuhan penanganannya.

Menurut standar BPS terdapat 14 kriteria yang dipergunakan untuk menentukan

keluarga/rumah tangga dikategorikan miskin yaitu :

1) Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m² per orang.

2) Jenis lantai tempat tinggal terbat dari tanah/kayu murahan.

3) Jenis dinding tempat tinggal dari bambu/rumbia/kayu berkualitas rendah/tembok

tanpa diplester.

4) Tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama-sama dengan rumah tangga lain.

5) Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik.

6) Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak terlindung/sungai/air hujan.

7) Bahan bakar untuk memaak sehari-hari adalah kayu bakar/arang/minyak tanah.

8) Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam seminggu.

9) Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun.

10) Hanya sanggup makan sebanyak satu/dua kali dalam sehari.

11) Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/poloklonik.

12) Sumber penghasilan kepala rumah tangga : petani dengan luas lahan 500 m², buruh

tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan dan atau pekerjaan lainnya dengan

pendapatan di bawah Rp. 600.000,- perbulan.

13) Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga : tidak sekolah/tidak tamat SD/hanya SD.

14) Tidak memiliki tabungan/barang yang mudah dijual dengan minimal Rp.

500.000,-seperti sepeda motor kredit/non kredit, emas, ternak, kapal motor, atau barang modal

lainnya.

4.1.1 Analisis Sosial pada Perencanaan Pembangunan Bidang Cipta

Karya

A. Kemiskinan

Aspek sosial pada perencanaan pembangunan bidang Cipta Karya diharapkan mampu

melengkapi kajian perencanaan teknis sektoral. Salah satu aspek yang perlu ditindak-lanjuti

adalah isu kemiskinan. Kajian aspek sosial lebih menekankan pada manusianya sehingga

yang di sasar adalah kajian mengenai penduduk miskin, mencakup data eksisting,

persebaran, karakteristik, dan kebutuhan penanganannya.

Menurut standar BPS terdapat 14 kriteria yang dipergunakan untuk menentukan

keluarga/rumah tangga dikategorikan miskin yaitu :

1) Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m² per orang.

2) Jenis lantai tempat tinggal terbat dari tanah/kayu murahan.

3) Jenis dinding tempat tinggal dari bambu/rumbia/kayu berkualitas rendah/tembok

tanpa diplester.

4) Tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama-sama dengan rumah tangga lain.

5) Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik.

6) Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak terlindung/sungai/air hujan.

7) Bahan bakar untuk memaak sehari-hari adalah kayu bakar/arang/minyak tanah.

8) Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam seminggu.

9) Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun.

10) Hanya sanggup makan sebanyak satu/dua kali dalam sehari.

11) Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/poloklonik.

12) Sumber penghasilan kepala rumah tangga : petani dengan luas lahan 500 m², buruh

tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan dan atau pekerjaan lainnya dengan

pendapatan di bawah Rp. 600.000,- perbulan.

13) Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga : tidak sekolah/tidak tamat SD/hanya SD.

14) Tidak memiliki tabungan/barang yang mudah dijual dengan minimal Rp.

500.000,-seperti sepeda motor kredit/non kredit, emas, ternak, kapal motor, atau barang modal

lainnya.

4.1.1 Analisis Sosial pada Perencanaan Pembangunan Bidang Cipta

Karya

A. Kemiskinan

Aspek sosial pada perencanaan pembangunan bidang Cipta Karya diharapkan mampu

melengkapi kajian perencanaan teknis sektoral. Salah satu aspek yang perlu ditindak-lanjuti

adalah isu kemiskinan. Kajian aspek sosial lebih menekankan pada manusianya sehingga

yang di sasar adalah kajian mengenai penduduk miskin, mencakup data eksisting,

persebaran, karakteristik, dan kebutuhan penanganannya.

Menurut standar BPS terdapat 14 kriteria yang dipergunakan untuk menentukan

keluarga/rumah tangga dikategorikan miskin yaitu :

1) Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m² per orang.

2) Jenis lantai tempat tinggal terbat dari tanah/kayu murahan.

3) Jenis dinding tempat tinggal dari bambu/rumbia/kayu berkualitas rendah/tembok

tanpa diplester.

4) Tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama-sama dengan rumah tangga lain.

5) Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik.

6) Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak terlindung/sungai/air hujan.

7) Bahan bakar untuk memaak sehari-hari adalah kayu bakar/arang/minyak tanah.

8) Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam seminggu.

9) Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun.

10) Hanya sanggup makan sebanyak satu/dua kali dalam sehari.

11) Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/poloklonik.

12) Sumber penghasilan kepala rumah tangga : petani dengan luas lahan 500 m², buruh

tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan dan atau pekerjaan lainnya dengan

pendapatan di bawah Rp. 600.000,- perbulan.

13) Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga : tidak sekolah/tidak tamat SD/hanya SD.

14) Tidak memiliki tabungan/barang yang mudah dijual dengan minimal Rp.

500.000,-seperti sepeda motor kredit/non kredit, emas, ternak, kapal motor, atau barang modal

(5)

Jika minimal 9 variabel terpenuhi maka suatu rumah tangga dikategorikan sebagai rumah

tangga miskin.

Tabel 4-1 Analisis Kebutuhan Penanganan Penduduk Miskin Kabupaten Lampung Timur

No. Lokasi JumlahPendudukMiskin KondisiUmum Permasalahan

BentukPenanganan yang Sudah

Dilakukan

Kebutuhan Penanganan 1

2 3

B. Pengarusutamaan Gender

Selain itu aspek yang perlu diperhatikan adalah responsivitas kegiatan pembangunan bidang

Cipta Karya terhadap gender. Saat ini telah kegiatan responsif gender bidang Cipta Karya

meliputi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan,

Neighborhood Upgrading and Shelter Sector Project (NUSSP), Pengembangan Infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah (PISEW), Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat

(PAMSIMAS), Program Pembantuan Infrastruktur Perdesaan (PPIP), Rural Infrastructure Support (RIS) to PNPM, Sanitasi Berbasis Masyarakat (SANIMAS), Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL), dan Studi Evaluasi Kinerja Program Pemberdayaan Masyarakat

bidang Cipta Karya. Menindaklanjuti hal tersebut maka diperlukan suatu pemetaan awal

untuk mengetahui bentuk respinsif gender dari masing-masing kegiatan, manfaat, hinga

permasalahan yang timbul sebagai pembelajaran di masa datang daerah.

Jika minimal 9 variabel terpenuhi maka suatu rumah tangga dikategorikan sebagai rumah

tangga miskin.

Tabel 4-1 Analisis Kebutuhan Penanganan Penduduk Miskin Kabupaten Lampung Timur

No. Lokasi JumlahPendudukMiskin KondisiUmum Permasalahan

BentukPenanganan yang Sudah

Dilakukan

Kebutuhan Penanganan 1

2 3

B. Pengarusutamaan Gender

Selain itu aspek yang perlu diperhatikan adalah responsivitas kegiatan pembangunan bidang

Cipta Karya terhadap gender. Saat ini telah kegiatan responsif gender bidang Cipta Karya

meliputi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan,

Neighborhood Upgrading and Shelter Sector Project (NUSSP), Pengembangan Infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah (PISEW), Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat

(PAMSIMAS), Program Pembantuan Infrastruktur Perdesaan (PPIP), Rural Infrastructure Support (RIS) to PNPM, Sanitasi Berbasis Masyarakat (SANIMAS), Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL), dan Studi Evaluasi Kinerja Program Pemberdayaan Masyarakat

bidang Cipta Karya. Menindaklanjuti hal tersebut maka diperlukan suatu pemetaan awal

untuk mengetahui bentuk respinsif gender dari masing-masing kegiatan, manfaat, hinga

permasalahan yang timbul sebagai pembelajaran di masa datang daerah.

Jika minimal 9 variabel terpenuhi maka suatu rumah tangga dikategorikan sebagai rumah

tangga miskin.

Tabel 4-1 Analisis Kebutuhan Penanganan Penduduk Miskin Kabupaten Lampung Timur

No. Lokasi JumlahPendudukMiskin KondisiUmum Permasalahan

BentukPenanganan yang Sudah

Dilakukan

Kebutuhan Penanganan 1

2 3

B. Pengarusutamaan Gender

Selain itu aspek yang perlu diperhatikan adalah responsivitas kegiatan pembangunan bidang

Cipta Karya terhadap gender. Saat ini telah kegiatan responsif gender bidang Cipta Karya

meliputi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan,

Neighborhood Upgrading and Shelter Sector Project (NUSSP), Pengembangan Infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah (PISEW), Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat

(PAMSIMAS), Program Pembantuan Infrastruktur Perdesaan (PPIP), Rural Infrastructure Support (RIS) to PNPM, Sanitasi Berbasis Masyarakat (SANIMAS), Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL), dan Studi Evaluasi Kinerja Program Pemberdayaan Masyarakat

bidang Cipta Karya. Menindaklanjuti hal tersebut maka diperlukan suatu pemetaan awal

untuk mengetahui bentuk respinsif gender dari masing-masing kegiatan, manfaat, hinga

(6)

4.1.2 Analisis Sosial Pada Pelaksanaan Pembangungan Bidang Cipta

Karya

Pelaksanaan pembangunan bidang Cipta Karya secara lokasi, besaran kegiatan, dan durasi

berdampak terhadap masyarakat. Untuk meminimalisir terjadinya konflik dengan

masyarakat penerima dampak maka perlu dilakukan beberapa langkah antisipasi, seperti

konsultasi, pengadaan lahan dan pemberian kompensasi untuk tanah dan bangunan, serta

permukiman kembali.

1. Konsultasi masyarakat

Konsultasi masyarakat diperlukan untuk memberikan informasi kepada masyarakat,

terutama kelompok masyarakat yang mungkin terkena dampak akibat pembangunan

bidang Cipta Karya di wilayahnya. Hal ini sangat penting untuk menampung aspirasi

mereka berupa pendapat, usulan serta saran-saran untuk bahan pertimbangan dalam

proses perencanaan. Konsultasi masyarakat perlu dilakukan pada saat persiapan

program bidang Cipta Karya, persiapan, AMDAL dan pembebasan lahan.

2. Pengadaan lahan dan pemberian kompensasi untuk tanah danbangunan

Kegiatan pengadaan tanah dan kewajiban pemberian kompensasi atas tanah dan

bangunan terjadi jika kegiatan pembangunan bidang cipta karya berlokasi diatas tanah

yang bukan milik pemerintah atau telah ditempati oleh swasta/masyarakat selama

lebih dari satu tahun. Prinsip pertama pengadan tanah adalah bahwa semua langkah

yang diambil harus dilakukan untuk meningkatkan, atau memperbaiki, pendapatan dan

standar kehidupan warga yang terkena dampak akibat pengadaan tanah ini.

3. Permukiman kembali penduduk (resettlemnt)

Seluruh proyek yang memerlukan pengadaan lahan harus mempertimbangkan adanya

kemungkinan pemukiman kembali penduduk sejak tahap awal proyek. Bilamana

pemindahan penduduk tidak dapat dihindarkan, rencana pemukiman kembali harus

dilaksanakan sedemikian rupa sehingga penduduk yang terpindahkan mendapat

peluang ikut menikmati manfaat proyek. Hal ini termasuk mendapat kompensasi yang

wajar atas kerugiannya, serta bantuan dalam pemindahan dan pembangunan kembali

kehidupannya dilokasi yang baru. Penyediaan lahan, perumahan, prasarana dan

kompensasi lain bagi penduduk yang dimukimkan jika di perlukan dan sesuai

persyaratan.

4.1.2 Analisis Sosial Pada Pelaksanaan Pembangungan Bidang Cipta

Karya

Pelaksanaan pembangunan bidang Cipta Karya secara lokasi, besaran kegiatan, dan durasi

berdampak terhadap masyarakat. Untuk meminimalisir terjadinya konflik dengan

masyarakat penerima dampak maka perlu dilakukan beberapa langkah antisipasi, seperti

konsultasi, pengadaan lahan dan pemberian kompensasi untuk tanah dan bangunan, serta

permukiman kembali.

1. Konsultasi masyarakat

Konsultasi masyarakat diperlukan untuk memberikan informasi kepada masyarakat,

terutama kelompok masyarakat yang mungkin terkena dampak akibat pembangunan

bidang Cipta Karya di wilayahnya. Hal ini sangat penting untuk menampung aspirasi

mereka berupa pendapat, usulan serta saran-saran untuk bahan pertimbangan dalam

proses perencanaan. Konsultasi masyarakat perlu dilakukan pada saat persiapan

program bidang Cipta Karya, persiapan, AMDAL dan pembebasan lahan.

2. Pengadaan lahan dan pemberian kompensasi untuk tanah danbangunan

Kegiatan pengadaan tanah dan kewajiban pemberian kompensasi atas tanah dan

bangunan terjadi jika kegiatan pembangunan bidang cipta karya berlokasi diatas tanah

yang bukan milik pemerintah atau telah ditempati oleh swasta/masyarakat selama

lebih dari satu tahun. Prinsip pertama pengadan tanah adalah bahwa semua langkah

yang diambil harus dilakukan untuk meningkatkan, atau memperbaiki, pendapatan dan

standar kehidupan warga yang terkena dampak akibat pengadaan tanah ini.

3. Permukiman kembali penduduk (resettlemnt)

Seluruh proyek yang memerlukan pengadaan lahan harus mempertimbangkan adanya

kemungkinan pemukiman kembali penduduk sejak tahap awal proyek. Bilamana

pemindahan penduduk tidak dapat dihindarkan, rencana pemukiman kembali harus

dilaksanakan sedemikian rupa sehingga penduduk yang terpindahkan mendapat

peluang ikut menikmati manfaat proyek. Hal ini termasuk mendapat kompensasi yang

wajar atas kerugiannya, serta bantuan dalam pemindahan dan pembangunan kembali

kehidupannya dilokasi yang baru. Penyediaan lahan, perumahan, prasarana dan

kompensasi lain bagi penduduk yang dimukimkan jika di perlukan dan sesuai

persyaratan.

4.1.2 Analisis Sosial Pada Pelaksanaan Pembangungan Bidang Cipta

Karya

Pelaksanaan pembangunan bidang Cipta Karya secara lokasi, besaran kegiatan, dan durasi

berdampak terhadap masyarakat. Untuk meminimalisir terjadinya konflik dengan

masyarakat penerima dampak maka perlu dilakukan beberapa langkah antisipasi, seperti

konsultasi, pengadaan lahan dan pemberian kompensasi untuk tanah dan bangunan, serta

permukiman kembali.

1. Konsultasi masyarakat

Konsultasi masyarakat diperlukan untuk memberikan informasi kepada masyarakat,

terutama kelompok masyarakat yang mungkin terkena dampak akibat pembangunan

bidang Cipta Karya di wilayahnya. Hal ini sangat penting untuk menampung aspirasi

mereka berupa pendapat, usulan serta saran-saran untuk bahan pertimbangan dalam

proses perencanaan. Konsultasi masyarakat perlu dilakukan pada saat persiapan

program bidang Cipta Karya, persiapan, AMDAL dan pembebasan lahan.

2. Pengadaan lahan dan pemberian kompensasi untuk tanah danbangunan

Kegiatan pengadaan tanah dan kewajiban pemberian kompensasi atas tanah dan

bangunan terjadi jika kegiatan pembangunan bidang cipta karya berlokasi diatas tanah

yang bukan milik pemerintah atau telah ditempati oleh swasta/masyarakat selama

lebih dari satu tahun. Prinsip pertama pengadan tanah adalah bahwa semua langkah

yang diambil harus dilakukan untuk meningkatkan, atau memperbaiki, pendapatan dan

standar kehidupan warga yang terkena dampak akibat pengadaan tanah ini.

3. Permukiman kembali penduduk (resettlemnt)

Seluruh proyek yang memerlukan pengadaan lahan harus mempertimbangkan adanya

kemungkinan pemukiman kembali penduduk sejak tahap awal proyek. Bilamana

pemindahan penduduk tidak dapat dihindarkan, rencana pemukiman kembali harus

dilaksanakan sedemikian rupa sehingga penduduk yang terpindahkan mendapat

peluang ikut menikmati manfaat proyek. Hal ini termasuk mendapat kompensasi yang

wajar atas kerugiannya, serta bantuan dalam pemindahan dan pembangunan kembali

kehidupannya dilokasi yang baru. Penyediaan lahan, perumahan, prasarana dan

kompensasi lain bagi penduduk yang dimukimkan jika di perlukan dan sesuai

(7)

4.1.3 Analisis Sosial dan Pasca Pelaksanaan Pembangunan Bidang

Cipta Karya

Output kegiatan pembangunan bidang Cipta Karya seharusnnya memberi manfaat bagi

masyarakat. Manfaat tersebut diharapkan minimal dapat terlihat secara kasat mata dan

secara sederhana dapat terukur, seprti kemudahan mancapai lokasi pelayanan infrastruktur,

waktu tempuh yang menjadi lebih singkat, hingga pengurangan biaya yang harus dikeluarkan

oleh penduduk untuk mendapatkan akses pelayanan tersebut.

4.2 Analisis Ekonomi

4.2.1 Komponen Sosial Ekonomi

Pada tahun 2010 berdasarkan jumlah penduduk Kabupaten Lampung Timur adalah sebesar

951.639 jiwa dengan tingkat kepadatan 178,71 jiwa/km2. Kecamatan dengan jumlah

penduduk yang terbesar adalah Kecamatan Sekampung Udik dengan jumlah penduduk

sebesar 68.044 jiwa (7,15%) sedangkan kecamatan yang terkecil adalah Kecamatan Bumi

Agung dengan jumlah penduduk 16.931 jiwa (1,78%).

Jika dibandingkan lima tahun yang lalu, maka jumlah penduduk di Kabupaten Lampung

Timur pada tahun 2010 mengalami peningkatan sebesar 47.526 jiwa. Artinya pertumbuhan

penduduk rata-rata adalah sebesar 0,94% pertahun. Sehingga jika di proyeksikan hingga

tahun 2031 maka jumlah penduduk di Kabupaten Lampung Timur menjadi 1.178.022 jiwa.

Pertambahan jumlah penduduk dari tahun ke tahun akan berimplikasi langsung pada

meningkatnya tingkat kepadatan suatu wilayah. Kepadatan penduduk mengindikasikan

adanya pertumbuhan jumlah penduduk yang dapat dipandang sebagai modal dalam proses

pembangunan.

Berdasarkan data monografi penduduk di kecamatan Lampung Timur tahun 2031, terdapat

sebaran kepadatan penduduk yang beragam antar kecamatan di Kabupaten Lampung Timur.

Kepadatan penduduknya berkisar 71–539 jiwa/km2 dengan kepadatan penduduk tertinggi

berada di Kecamatan Pekalongan sebesar 539 jiwa/km2, kepadatan penduduk terendah

terdapat di Kecamatan Way Bungur.

4.1.3 Analisis Sosial dan Pasca Pelaksanaan Pembangunan Bidang

Cipta Karya

Output kegiatan pembangunan bidang Cipta Karya seharusnnya memberi manfaat bagi

masyarakat. Manfaat tersebut diharapkan minimal dapat terlihat secara kasat mata dan

secara sederhana dapat terukur, seprti kemudahan mancapai lokasi pelayanan infrastruktur,

waktu tempuh yang menjadi lebih singkat, hingga pengurangan biaya yang harus dikeluarkan

oleh penduduk untuk mendapatkan akses pelayanan tersebut.

4.2 Analisis Ekonomi

4.2.1 Komponen Sosial Ekonomi

Pada tahun 2010 berdasarkan jumlah penduduk Kabupaten Lampung Timur adalah sebesar

951.639 jiwa dengan tingkat kepadatan 178,71 jiwa/km2. Kecamatan dengan jumlah

penduduk yang terbesar adalah Kecamatan Sekampung Udik dengan jumlah penduduk

sebesar 68.044 jiwa (7,15%) sedangkan kecamatan yang terkecil adalah Kecamatan Bumi

Agung dengan jumlah penduduk 16.931 jiwa (1,78%).

Jika dibandingkan lima tahun yang lalu, maka jumlah penduduk di Kabupaten Lampung

Timur pada tahun 2010 mengalami peningkatan sebesar 47.526 jiwa. Artinya pertumbuhan

penduduk rata-rata adalah sebesar 0,94% pertahun. Sehingga jika di proyeksikan hingga

tahun 2031 maka jumlah penduduk di Kabupaten Lampung Timur menjadi 1.178.022 jiwa.

Pertambahan jumlah penduduk dari tahun ke tahun akan berimplikasi langsung pada

meningkatnya tingkat kepadatan suatu wilayah. Kepadatan penduduk mengindikasikan

adanya pertumbuhan jumlah penduduk yang dapat dipandang sebagai modal dalam proses

pembangunan.

Berdasarkan data monografi penduduk di kecamatan Lampung Timur tahun 2031, terdapat

sebaran kepadatan penduduk yang beragam antar kecamatan di Kabupaten Lampung Timur.

Kepadatan penduduknya berkisar 71–539 jiwa/km2 dengan kepadatan penduduk tertinggi

berada di Kecamatan Pekalongan sebesar 539 jiwa/km2, kepadatan penduduk terendah

terdapat di Kecamatan Way Bungur.

4.1.3 Analisis Sosial dan Pasca Pelaksanaan Pembangunan Bidang

Cipta Karya

Output kegiatan pembangunan bidang Cipta Karya seharusnnya memberi manfaat bagi

masyarakat. Manfaat tersebut diharapkan minimal dapat terlihat secara kasat mata dan

secara sederhana dapat terukur, seprti kemudahan mancapai lokasi pelayanan infrastruktur,

waktu tempuh yang menjadi lebih singkat, hingga pengurangan biaya yang harus dikeluarkan

oleh penduduk untuk mendapatkan akses pelayanan tersebut.

4.2 Analisis Ekonomi

4.2.1 Komponen Sosial Ekonomi

Pada tahun 2010 berdasarkan jumlah penduduk Kabupaten Lampung Timur adalah sebesar

951.639 jiwa dengan tingkat kepadatan 178,71 jiwa/km2. Kecamatan dengan jumlah

penduduk yang terbesar adalah Kecamatan Sekampung Udik dengan jumlah penduduk

sebesar 68.044 jiwa (7,15%) sedangkan kecamatan yang terkecil adalah Kecamatan Bumi

Agung dengan jumlah penduduk 16.931 jiwa (1,78%).

Jika dibandingkan lima tahun yang lalu, maka jumlah penduduk di Kabupaten Lampung

Timur pada tahun 2010 mengalami peningkatan sebesar 47.526 jiwa. Artinya pertumbuhan

penduduk rata-rata adalah sebesar 0,94% pertahun. Sehingga jika di proyeksikan hingga

tahun 2031 maka jumlah penduduk di Kabupaten Lampung Timur menjadi 1.178.022 jiwa.

Pertambahan jumlah penduduk dari tahun ke tahun akan berimplikasi langsung pada

meningkatnya tingkat kepadatan suatu wilayah. Kepadatan penduduk mengindikasikan

adanya pertumbuhan jumlah penduduk yang dapat dipandang sebagai modal dalam proses

pembangunan.

Berdasarkan data monografi penduduk di kecamatan Lampung Timur tahun 2031, terdapat

sebaran kepadatan penduduk yang beragam antar kecamatan di Kabupaten Lampung Timur.

Kepadatan penduduknya berkisar 71–539 jiwa/km2 dengan kepadatan penduduk tertinggi

berada di Kecamatan Pekalongan sebesar 539 jiwa/km2, kepadatan penduduk terendah

(8)

Penduduk menurut struktur usia pada dasarnya berhubungan dengan angkatan kerja.

Komposisi penduduk usia produktif sangat menentukan keberhasilan pembangunan di suatu

daerah, Agar proses pembangunan berjalan lancar, kelompok penduduk usia tidak produktif

(0-14 dan 65 tahun ke atas) sebaiknya semakin mengecil bila dibandingkan dengan kelompok

penduduk usia produktif (15-64 tahun). Untuk lebih jelasnya mengenai jumlah penduduk di

Kabupaten Lampung Timur pada tahun 2010 menurut umur dan jenis kelamin dapat dilihat

pada Bab II Sub Bab Profil Demografi.

Berdasarkan analisis penduduk menurut umur di Kabupaten Lampung Timur ekisting, maka

dapat disimpulkan sebagai berikut:

Pada usia 0-14 tahun merupakan penduduk usia tidak produktif.

Jumlah penduduk di Kabupaten Lampung Timur pada kelompok usia ini pada tahun

eksisting berjumlah 272.554 jiwa.

Pada usia 15-64 tahun merupakan penduduk usia produktif.

Jumlah penduduk di Kabupaten Lampung Timur pada kelompok usia ini pada tahun

eksisting berjumlah 621.601 jiwa.

Pada usia > 64 tahun merupakan penduduk usia tidak produktif.

Jumlah penduduk di Kabupaten Lampung Timur pada kelompok usia ini pada tahun

eksisting berjumlah 57.484 jiwa.

Kabupaten Lampung Timur memiliki persentase penduduk pada kelompok umur produktif

(15-64 tahun) lebih besar dibandingkan kelompok umur tua (64 tahun ke atas) dan usia 0-14

tahun. Artinya, Kabupaten Lampung Timur mempunyai sumber daya manusia yang cukup

potensial.

4.2.2 Komponen Sosial Budaya

Menurut Malinowski (Saifuddin : 2005) bahwa kebudayaan dan organisasi sosial adalah respons-respons terhadap kebutuhan biologis dan psikologis. kebutuhan tersebut dapat

dipenuhi oleh beberapa respons kebudayaan yang berbeda-beda.

Adat Istiadat (custom) yaitu tata kelakuan yang kekal serta kuat integrasinya dengan pola

perilaku masyarakat. Anggota masyarakat yang melanggar adat-istiadat akan mendapat

sanksi keras yang terkadang secara tidak langsung diperlukan.

Penduduk menurut struktur usia pada dasarnya berhubungan dengan angkatan kerja.

Komposisi penduduk usia produktif sangat menentukan keberhasilan pembangunan di suatu

daerah, Agar proses pembangunan berjalan lancar, kelompok penduduk usia tidak produktif

(0-14 dan 65 tahun ke atas) sebaiknya semakin mengecil bila dibandingkan dengan kelompok

penduduk usia produktif (15-64 tahun). Untuk lebih jelasnya mengenai jumlah penduduk di

Kabupaten Lampung Timur pada tahun 2010 menurut umur dan jenis kelamin dapat dilihat

pada Bab II Sub Bab Profil Demografi.

Berdasarkan analisis penduduk menurut umur di Kabupaten Lampung Timur ekisting, maka

dapat disimpulkan sebagai berikut:

Pada usia 0-14 tahun merupakan penduduk usia tidak produktif.

Jumlah penduduk di Kabupaten Lampung Timur pada kelompok usia ini pada tahun

eksisting berjumlah 272.554 jiwa.

Pada usia 15-64 tahun merupakan penduduk usia produktif.

Jumlah penduduk di Kabupaten Lampung Timur pada kelompok usia ini pada tahun

eksisting berjumlah 621.601 jiwa.

Pada usia > 64 tahun merupakan penduduk usia tidak produktif.

Jumlah penduduk di Kabupaten Lampung Timur pada kelompok usia ini pada tahun

eksisting berjumlah 57.484 jiwa.

Kabupaten Lampung Timur memiliki persentase penduduk pada kelompok umur produktif

(15-64 tahun) lebih besar dibandingkan kelompok umur tua (64 tahun ke atas) dan usia 0-14

tahun. Artinya, Kabupaten Lampung Timur mempunyai sumber daya manusia yang cukup

potensial.

4.2.2 Komponen Sosial Budaya

Menurut Malinowski (Saifuddin : 2005) bahwa kebudayaan dan organisasi sosial adalah respons-respons terhadap kebutuhan biologis dan psikologis. kebutuhan tersebut dapat

dipenuhi oleh beberapa respons kebudayaan yang berbeda-beda.

Adat Istiadat (custom) yaitu tata kelakuan yang kekal serta kuat integrasinya dengan pola

perilaku masyarakat. Anggota masyarakat yang melanggar adat-istiadat akan mendapat

sanksi keras yang terkadang secara tidak langsung diperlukan.

Penduduk menurut struktur usia pada dasarnya berhubungan dengan angkatan kerja.

Komposisi penduduk usia produktif sangat menentukan keberhasilan pembangunan di suatu

daerah, Agar proses pembangunan berjalan lancar, kelompok penduduk usia tidak produktif

(0-14 dan 65 tahun ke atas) sebaiknya semakin mengecil bila dibandingkan dengan kelompok

penduduk usia produktif (15-64 tahun). Untuk lebih jelasnya mengenai jumlah penduduk di

Kabupaten Lampung Timur pada tahun 2010 menurut umur dan jenis kelamin dapat dilihat

pada Bab II Sub Bab Profil Demografi.

Berdasarkan analisis penduduk menurut umur di Kabupaten Lampung Timur ekisting, maka

dapat disimpulkan sebagai berikut:

Pada usia 0-14 tahun merupakan penduduk usia tidak produktif.

Jumlah penduduk di Kabupaten Lampung Timur pada kelompok usia ini pada tahun

eksisting berjumlah 272.554 jiwa.

Pada usia 15-64 tahun merupakan penduduk usia produktif.

Jumlah penduduk di Kabupaten Lampung Timur pada kelompok usia ini pada tahun

eksisting berjumlah 621.601 jiwa.

Pada usia > 64 tahun merupakan penduduk usia tidak produktif.

Jumlah penduduk di Kabupaten Lampung Timur pada kelompok usia ini pada tahun

eksisting berjumlah 57.484 jiwa.

Kabupaten Lampung Timur memiliki persentase penduduk pada kelompok umur produktif

(15-64 tahun) lebih besar dibandingkan kelompok umur tua (64 tahun ke atas) dan usia 0-14

tahun. Artinya, Kabupaten Lampung Timur mempunyai sumber daya manusia yang cukup

potensial.

4.2.2 Komponen Sosial Budaya

Menurut Malinowski (Saifuddin : 2005) bahwa kebudayaan dan organisasi sosial adalah respons-respons terhadap kebutuhan biologis dan psikologis. kebutuhan tersebut dapat

dipenuhi oleh beberapa respons kebudayaan yang berbeda-beda.

Adat Istiadat (custom) yaitu tata kelakuan yang kekal serta kuat integrasinya dengan pola

perilaku masyarakat. Anggota masyarakat yang melanggar adat-istiadat akan mendapat

(9)

Secara umum masyarakat adat Lampung Timur merupakan masyarakat Pepadun, yang

terkenal dengan istilah Abung Siwo Mego dan Pubian Telu Suku, kalaupun ada masyarakat

adat Peminggir hanya beberapa desa / kampung saja. Upacara-upacara adat pada umumnya

nampak terlihat pada acara-acara perkawinan/pernikahan, dimana dilakukan menurut tata

cara adat tradisional disamping kewajiban memenuhi hukum Agama Islam yang merupakan

mayoritas agama penduduk Kabupaten Lampung Timur.

Dalam adat Lampung yang patrilinear, marga dilihat dari garis ayah. Karena itu, dari satu

marga dalam adat Lampung, selalu ada yang disebut penyimbang. Penyimbang bisa diartikan

sebagai orang yang dituakan dalam marga itu. Orang tersebut sesuai garis keturunan ayah

(patrilinear), berada dalam posisi sebagai anak tertua. Dialah yang kemudian disebut sebagai

penyimbang. Kepenyimbangan adalah konsep dalam strata sosial yang didapat dari

hubungan darah (clan). Bagi masyarakat Lampung, kepeyimbangan seseorang dalam suatu marga, tidak berlaku bagi marga lain.

Masyarakat beradat Pepadun terdiri dari:

1) Abung Siwo Mego (Unyai, Unyi, Subing, Uban,

Anak Tuha, Kunang, Beliyuk, Selagai, Nyerupa).

Masyarakat Abung mendiami tujuh wilayah

adat: Kotabumi, Seputih Timur, Sukadana,

Labuhan Maringgai, Jabung, Gunung Sugih, dan

Terbanggi.

2) Mego Pak Tulangbawang (Puyang Umpu, Puyang Bulan, Puyang Aji, Puyang Tegamoan).

Masyarakat Tulangbawang mendiami empat wilayah adat: Menggala, Mesuji,

Panaragan, dan Wiralaga.

3) Pubian Telu Suku (Minak Patih Tuha atau Suku Manyarakat, Minak Demang Lanca atau

Suku Tambapupus, Minak Handak Hulu atau Suku Bukujadi). Masyarakat Pubian

mendiami delapan wilayah adat: Tanjungkarang, Balau, Bukujadi, Tegineneng, Seputih

Barat, Padang Ratu, Gedungtataan, dan Pugung.

4) Sungkay-Way Kanan Buay Lima (Pemuka, Bahuga, Semenguk, Baradatu, Barasakti, yaitu

lima keturunan Raja Tijang Jungur). Masyarakat Sungkay-WayKanan mendiami sembilan

wilayah adat: Negeri Besar, Ketapang, Pakuan Ratu, Sungkay, Bunga Mayang,

Blambangan Umpu.

Secara umum masyarakat adat Lampung Timur merupakan masyarakat Pepadun, yang

terkenal dengan istilah Abung Siwo Mego dan Pubian Telu Suku, kalaupun ada masyarakat

adat Peminggir hanya beberapa desa / kampung saja. Upacara-upacara adat pada umumnya

nampak terlihat pada acara-acara perkawinan/pernikahan, dimana dilakukan menurut tata

cara adat tradisional disamping kewajiban memenuhi hukum Agama Islam yang merupakan

mayoritas agama penduduk Kabupaten Lampung Timur.

Dalam adat Lampung yang patrilinear, marga dilihat dari garis ayah. Karena itu, dari satu

marga dalam adat Lampung, selalu ada yang disebut penyimbang. Penyimbang bisa diartikan

sebagai orang yang dituakan dalam marga itu. Orang tersebut sesuai garis keturunan ayah

(patrilinear), berada dalam posisi sebagai anak tertua. Dialah yang kemudian disebut sebagai

penyimbang. Kepenyimbangan adalah konsep dalam strata sosial yang didapat dari

hubungan darah (clan). Bagi masyarakat Lampung, kepeyimbangan seseorang dalam suatu marga, tidak berlaku bagi marga lain.

Masyarakat beradat Pepadun terdiri dari:

1) Abung Siwo Mego (Unyai, Unyi, Subing, Uban,

Anak Tuha, Kunang, Beliyuk, Selagai, Nyerupa).

Masyarakat Abung mendiami tujuh wilayah

adat: Kotabumi, Seputih Timur, Sukadana,

Labuhan Maringgai, Jabung, Gunung Sugih, dan

Terbanggi.

2) Mego Pak Tulangbawang (Puyang Umpu, Puyang Bulan, Puyang Aji, Puyang Tegamoan).

Masyarakat Tulangbawang mendiami empat wilayah adat: Menggala, Mesuji,

Panaragan, dan Wiralaga.

3) Pubian Telu Suku (Minak Patih Tuha atau Suku Manyarakat, Minak Demang Lanca atau

Suku Tambapupus, Minak Handak Hulu atau Suku Bukujadi). Masyarakat Pubian

mendiami delapan wilayah adat: Tanjungkarang, Balau, Bukujadi, Tegineneng, Seputih

Barat, Padang Ratu, Gedungtataan, dan Pugung.

4) Sungkay-Way Kanan Buay Lima (Pemuka, Bahuga, Semenguk, Baradatu, Barasakti, yaitu

lima keturunan Raja Tijang Jungur). Masyarakat Sungkay-WayKanan mendiami sembilan

wilayah adat: Negeri Besar, Ketapang, Pakuan Ratu, Sungkay, Bunga Mayang,

Blambangan Umpu.

Secara umum masyarakat adat Lampung Timur merupakan masyarakat Pepadun, yang

terkenal dengan istilah Abung Siwo Mego dan Pubian Telu Suku, kalaupun ada masyarakat

adat Peminggir hanya beberapa desa / kampung saja. Upacara-upacara adat pada umumnya

nampak terlihat pada acara-acara perkawinan/pernikahan, dimana dilakukan menurut tata

cara adat tradisional disamping kewajiban memenuhi hukum Agama Islam yang merupakan

mayoritas agama penduduk Kabupaten Lampung Timur.

Dalam adat Lampung yang patrilinear, marga dilihat dari garis ayah. Karena itu, dari satu

marga dalam adat Lampung, selalu ada yang disebut penyimbang. Penyimbang bisa diartikan

sebagai orang yang dituakan dalam marga itu. Orang tersebut sesuai garis keturunan ayah

(patrilinear), berada dalam posisi sebagai anak tertua. Dialah yang kemudian disebut sebagai

penyimbang. Kepenyimbangan adalah konsep dalam strata sosial yang didapat dari

hubungan darah (clan). Bagi masyarakat Lampung, kepeyimbangan seseorang dalam suatu marga, tidak berlaku bagi marga lain.

Masyarakat beradat Pepadun terdiri dari:

1) Abung Siwo Mego (Unyai, Unyi, Subing, Uban,

Anak Tuha, Kunang, Beliyuk, Selagai, Nyerupa).

Masyarakat Abung mendiami tujuh wilayah

adat: Kotabumi, Seputih Timur, Sukadana,

Labuhan Maringgai, Jabung, Gunung Sugih, dan

Terbanggi.

2) Mego Pak Tulangbawang (Puyang Umpu, Puyang Bulan, Puyang Aji, Puyang Tegamoan).

Masyarakat Tulangbawang mendiami empat wilayah adat: Menggala, Mesuji,

Panaragan, dan Wiralaga.

3) Pubian Telu Suku (Minak Patih Tuha atau Suku Manyarakat, Minak Demang Lanca atau

Suku Tambapupus, Minak Handak Hulu atau Suku Bukujadi). Masyarakat Pubian

mendiami delapan wilayah adat: Tanjungkarang, Balau, Bukujadi, Tegineneng, Seputih

Barat, Padang Ratu, Gedungtataan, dan Pugung.

4) Sungkay-Way Kanan Buay Lima (Pemuka, Bahuga, Semenguk, Baradatu, Barasakti, yaitu

lima keturunan Raja Tijang Jungur). Masyarakat Sungkay-WayKanan mendiami sembilan

wilayah adat: Negeri Besar, Ketapang, Pakuan Ratu, Sungkay, Bunga Mayang,

(10)

Kabupaten Lampung Timur terdiri dari masyarakat asli dan

masyarakat pendatang dari Etnis Jawa dan Bali. Mayoritas

penduduk Lampung Timur merupakan Etnis Jawa.

Mayoritas persentase sebesar 95,8% penduduk Lampung

Timur beragama Islam. Hal ini secara tidak langsung

berpengaruh terhadap pola kehidupan dan perkembangan

budaya yang ada di daerah tersebut. Seiring berkembangnya waktu, kebudayaan asli daerah

berkembang melalui proses akulturasi maupun proses asimilasi budaya yang secara tidak

langsung berpengaruh terhadap pola kehidupan masyarakat.

4.3 Analisis Lingkungan

Kajian lingkungan dibutuhkan untuk memastikan bahwa dalam penyusunan RPIJM bidang

Cipta Karya oleh pemerintahan kabupaten/kota telah mengakomodasikan prinsip

perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Adapun amanat perlindungan dan

pengelolaan lingkungan adalah sebagai berikut :

1. UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Hidup :

“Instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup terdiri atas

antara lain Kajian Lingungan Hidup Strategis (KLHS), Analisi Mengenai Dampak

Lingkungan (AMDAL), dan Upaya Pengelolaan Lingkungan - Upaya Pemantauan

Lingkungan (UKL-UPL) dan Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan

Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPLH)”

2. UU NO. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Janga Panjang Nasional:

“Dalam rangka meningkatkan kualitas lingkungan hidup yang baik perlu penerapan

prinsip-prinsip pembangunan kualitas lingkungan secara berkelanjutan secara

konsisten di segala bidang”

3. Peraturan Presiden No. 5/2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Nasional 2010 – 2014 :

“Dalam bidang lingkungan hidup, sasaran yang hendak dicapai adalah perbaikan mutu

lingkungan hidup dan pengelolaan sumber daya alam di perkotaan dan pedesaan, Kabupaten Lampung Timur terdiri dari masyarakat asli dan

masyarakat pendatang dari Etnis Jawa dan Bali. Mayoritas

penduduk Lampung Timur merupakan Etnis Jawa.

Mayoritas persentase sebesar 95,8% penduduk Lampung

Timur beragama Islam. Hal ini secara tidak langsung

berpengaruh terhadap pola kehidupan dan perkembangan

budaya yang ada di daerah tersebut. Seiring berkembangnya waktu, kebudayaan asli daerah

berkembang melalui proses akulturasi maupun proses asimilasi budaya yang secara tidak

langsung berpengaruh terhadap pola kehidupan masyarakat.

4.3 Analisis Lingkungan

Kajian lingkungan dibutuhkan untuk memastikan bahwa dalam penyusunan RPIJM bidang

Cipta Karya oleh pemerintahan kabupaten/kota telah mengakomodasikan prinsip

perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Adapun amanat perlindungan dan

pengelolaan lingkungan adalah sebagai berikut :

1. UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Hidup :

“Instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup terdiri atas

antara lain Kajian Lingungan Hidup Strategis (KLHS), Analisi Mengenai Dampak

Lingkungan (AMDAL), dan Upaya Pengelolaan Lingkungan - Upaya Pemantauan

Lingkungan (UKL-UPL) dan Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan

Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPLH)”

2. UU NO. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Janga Panjang Nasional:

“Dalam rangka meningkatkan kualitas lingkungan hidup yang baik perlu penerapan

prinsip-prinsip pembangunan kualitas lingkungan secara berkelanjutan secara

konsisten di segala bidang”

3. Peraturan Presiden No. 5/2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Nasional 2010 – 2014 :

“Dalam bidang lingkungan hidup, sasaran yang hendak dicapai adalah perbaikan mutu

lingkungan hidup dan pengelolaan sumber daya alam di perkotaan dan pedesaan, Kabupaten Lampung Timur terdiri dari masyarakat asli dan

masyarakat pendatang dari Etnis Jawa dan Bali. Mayoritas

penduduk Lampung Timur merupakan Etnis Jawa.

Mayoritas persentase sebesar 95,8% penduduk Lampung

Timur beragama Islam. Hal ini secara tidak langsung

berpengaruh terhadap pola kehidupan dan perkembangan

budaya yang ada di daerah tersebut. Seiring berkembangnya waktu, kebudayaan asli daerah

berkembang melalui proses akulturasi maupun proses asimilasi budaya yang secara tidak

langsung berpengaruh terhadap pola kehidupan masyarakat.

4.3 Analisis Lingkungan

Kajian lingkungan dibutuhkan untuk memastikan bahwa dalam penyusunan RPIJM bidang

Cipta Karya oleh pemerintahan kabupaten/kota telah mengakomodasikan prinsip

perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Adapun amanat perlindungan dan

pengelolaan lingkungan adalah sebagai berikut :

1. UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Hidup :

“Instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup terdiri atas

antara lain Kajian Lingungan Hidup Strategis (KLHS), Analisi Mengenai Dampak

Lingkungan (AMDAL), dan Upaya Pengelolaan Lingkungan - Upaya Pemantauan

Lingkungan (UKL-UPL) dan Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan

Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPLH)”

2. UU NO. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Janga Panjang Nasional:

“Dalam rangka meningkatkan kualitas lingkungan hidup yang baik perlu penerapan

prinsip-prinsip pembangunan kualitas lingkungan secara berkelanjutan secara

konsisten di segala bidang”

3. Peraturan Presiden No. 5/2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Nasional 2010 – 2014 :

“Dalam bidang lingkungan hidup, sasaran yang hendak dicapai adalah perbaikan mutu

(11)

penahanan laju kerusakan lingkungan dengan peningkatan daya dukung dan daya

tampung lingkungan ; peningkatan kapasitas adaptasi dan mitigasi perubahan iklim”

4. Permen LH No. 9 Tahun 2011 tentang Pedoman Umum Kajian Lingkungan Hidup

Strategis :

“Dalam penyusunan kebijakan, rencana dan/atau program, KLS digunakan untuk

menyiapkan alternarif penyempurnaan kebijakan, rencana dan/atau program agar

dampak dan/atau resiko lingkungan yang tidak diharapkan dapat diminimalkan”

5. Permen LH No. 16 Tahun 2012 tentang Penyusunan Dokumen Lingkungan :

“Sebagai persyaratan untuk mengajukan ijin lingkungan maka perlu disusun dokumen Amdal,

UKL, dan UPL, atau Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan Lingkungan Hidup atau disebut

dengan SPPL bagi kegiatan yang tidak membutuhkan Amdal atau UKL dan UPL.

4.3.1 Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)

Menurut UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Kajian

Lingkungan Hidup Strategis, yang selanjutnya disingkat KLHS, adalah rangkaian analisis yang

sistematis, menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan

berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah

dan/atau kebijakan, rencana, an/atau program.

KLHS perlu diterapkan di dalam RPIJM antara lain karena :

1. RPIJM membutuhkan kaian aspek lingkungandalam perencanaan pembangunan

infrastruktur.

2. KLHS dijadikan sebagai alat kajian Lingkungan dalam RPIJM adalah karena RPIJM berada

pada tataran Kebijakan/Rencana/Program. Dalam hal ini KLHS menerapkan

prinsip-prinsip kehati-hatian, dimana kebijakan, rencana dan/atau program menjadi gara depan

dalam menyaring kegiatan pembangunan yang berpotensi mengakibatkan dampak

negatif terhadap lingkungan hidup .

KLHS disusun oleh Tim Satgas RPIJM Kabupaten/Kota dengan dibantu oleh Dinas Lingkungan

Hidup sebagai instansi yang memiliki tugas dan fungsi terkait langsung denagn perlindungan

dan pengelolaan lingkungan hidup di kota/kabupaten. Koordinasi penyusunan KLHS antar

instansi diharapkan dapat mendorong terjadinya transfer pemahaman mengenai pentingnya penahanan laju kerusakan lingkungan dengan peningkatan daya dukung dan daya

tampung lingkungan ; peningkatan kapasitas adaptasi dan mitigasi perubahan iklim”

4. Permen LH No. 9 Tahun 2011 tentang Pedoman Umum Kajian Lingkungan Hidup

Strategis :

“Dalam penyusunan kebijakan, rencana dan/atau program, KLS digunakan untuk

menyiapkan alternarif penyempurnaan kebijakan, rencana dan/atau program agar

dampak dan/atau resiko lingkungan yang tidak diharapkan dapat diminimalkan”

5. Permen LH No. 16 Tahun 2012 tentang Penyusunan Dokumen Lingkungan :

“Sebagai persyaratan untuk mengajukan ijin lingkungan maka perlu disusun dokumen Amdal,

UKL, dan UPL, atau Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan Lingkungan Hidup atau disebut

dengan SPPL bagi kegiatan yang tidak membutuhkan Amdal atau UKL dan UPL.

4.3.1 Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)

Menurut UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Kajian

Lingkungan Hidup Strategis, yang selanjutnya disingkat KLHS, adalah rangkaian analisis yang

sistematis, menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan

berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah

dan/atau kebijakan, rencana, an/atau program.

KLHS perlu diterapkan di dalam RPIJM antara lain karena :

1. RPIJM membutuhkan kaian aspek lingkungandalam perencanaan pembangunan

infrastruktur.

2. KLHS dijadikan sebagai alat kajian Lingkungan dalam RPIJM adalah karena RPIJM berada

pada tataran Kebijakan/Rencana/Program. Dalam hal ini KLHS menerapkan

prinsip-prinsip kehati-hatian, dimana kebijakan, rencana dan/atau program menjadi gara depan

dalam menyaring kegiatan pembangunan yang berpotensi mengakibatkan dampak

negatif terhadap lingkungan hidup .

KLHS disusun oleh Tim Satgas RPIJM Kabupaten/Kota dengan dibantu oleh Dinas Lingkungan

Hidup sebagai instansi yang memiliki tugas dan fungsi terkait langsung denagn perlindungan

dan pengelolaan lingkungan hidup di kota/kabupaten. Koordinasi penyusunan KLHS antar

instansi diharapkan dapat mendorong terjadinya transfer pemahaman mengenai pentingnya penahanan laju kerusakan lingkungan dengan peningkatan daya dukung dan daya

tampung lingkungan ; peningkatan kapasitas adaptasi dan mitigasi perubahan iklim”

4. Permen LH No. 9 Tahun 2011 tentang Pedoman Umum Kajian Lingkungan Hidup

Strategis :

“Dalam penyusunan kebijakan, rencana dan/atau program, KLS digunakan untuk

menyiapkan alternarif penyempurnaan kebijakan, rencana dan/atau program agar

dampak dan/atau resiko lingkungan yang tidak diharapkan dapat diminimalkan”

5. Permen LH No. 16 Tahun 2012 tentang Penyusunan Dokumen Lingkungan :

“Sebagai persyaratan untuk mengajukan ijin lingkungan maka perlu disusun dokumen Amdal,

UKL, dan UPL, atau Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan Lingkungan Hidup atau disebut

dengan SPPL bagi kegiatan yang tidak membutuhkan Amdal atau UKL dan UPL.

4.3.1 Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)

Menurut UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Kajian

Lingkungan Hidup Strategis, yang selanjutnya disingkat KLHS, adalah rangkaian analisis yang

sistematis, menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan

berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah

dan/atau kebijakan, rencana, an/atau program.

KLHS perlu diterapkan di dalam RPIJM antara lain karena :

1. RPIJM membutuhkan kaian aspek lingkungandalam perencanaan pembangunan

infrastruktur.

2. KLHS dijadikan sebagai alat kajian Lingkungan dalam RPIJM adalah karena RPIJM berada

pada tataran Kebijakan/Rencana/Program. Dalam hal ini KLHS menerapkan

prinsip-prinsip kehati-hatian, dimana kebijakan, rencana dan/atau program menjadi gara depan

dalam menyaring kegiatan pembangunan yang berpotensi mengakibatkan dampak

negatif terhadap lingkungan hidup .

KLHS disusun oleh Tim Satgas RPIJM Kabupaten/Kota dengan dibantu oleh Dinas Lingkungan

Hidup sebagai instansi yang memiliki tugas dan fungsi terkait langsung denagn perlindungan

dan pengelolaan lingkungan hidup di kota/kabupaten. Koordinasi penyusunan KLHS antar

(12)

penerapan prinsp perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup untuk mendorong

terjadinya pembangunan berkelanjutan.

Tahapan Pelaksanaan KLHS

Tahapan pelaksanaan KLHS diawali dengan penapisan usulan rencana/Program dalam RPIJM

persektor dengan penapisan usulan rencana/program dalam RPIJM persektor dengan

mempertimbangkan isu-isu poko seperti (1) perubahan ilkim (2) kerusakan, kemerosotan,

dan/atau kepunahan keanekaragaman hayati, (3) peningkatan intensitas dan cakupan

wilayah bencana banjir, longsor, kekringan, dan/atau kebakaran hutan dan lahan, (4)

penurunan mutu dan kelimpatan sumber daya alam, (5) peningkatan alih fungsi kawasan

hutan dan/atau lahan, (6) peningkatan jumlah penduduk miskin atau terancamnya

keberlanjutan penghidupan sekelompok masyarakat, dan/atau (7) peningkatan risiko apakah

terhadap kesehatan dan keselamatan manusia. Isu-isu tersebut menjadi kriteria apakah

rencana/program yang disusun teridentifikasi menimbulkan resiko atau dampak terhadap

isu-isu tersebut.

Tabel 4-2 Kriteria Penapisan Usulan Program/Kegiatan Bidang Cipta Karya

No KriteriaPenapisan

Terjadinya banjir dan longsor merupakan salah satu faktor pendukung terjadinya Kerusakan pada lingkungan terlebih dengan fenomena dampak perubahan iklim melalui cuaca ekstrim.

Melakukan konservasi lahan pada jalur kanan kiri sungai yang potensial erosi. Potensi bencana alam yang terjadi di Kabupaten Lampung Timur adalah potensi banjir sertaa Kawasan rawan abrasi terdapat di Kecamatan Labuhan Maringgai. sumber daya alam itu telah membawa dampak degradasi sumber daya alam—dari segi kualitas dan kuantitas—serta, bahkan dampak sosial.

Kawasan Hutan Lindung Gunung Balak memegang peranan yang besar terhadap keberlangsungan kegiatan pertanian di sebagian besar wilayah KabupatenLampung Timur. Kawasan ini berfungsi sebagai daerah tangkapan air untuk pengairan/irigasi

Signifikan

penerapan prinsp perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup untuk mendorong

terjadinya pembangunan berkelanjutan.

Tahapan Pelaksanaan KLHS

Tahapan pelaksanaan KLHS diawali dengan penapisan usulan rencana/Program dalam RPIJM

persektor dengan penapisan usulan rencana/program dalam RPIJM persektor dengan

mempertimbangkan isu-isu poko seperti (1) perubahan ilkim (2) kerusakan, kemerosotan,

dan/atau kepunahan keanekaragaman hayati, (3) peningkatan intensitas dan cakupan

wilayah bencana banjir, longsor, kekringan, dan/atau kebakaran hutan dan lahan, (4)

penurunan mutu dan kelimpatan sumber daya alam, (5) peningkatan alih fungsi kawasan

hutan dan/atau lahan, (6) peningkatan jumlah penduduk miskin atau terancamnya

keberlanjutan penghidupan sekelompok masyarakat, dan/atau (7) peningkatan risiko apakah

terhadap kesehatan dan keselamatan manusia. Isu-isu tersebut menjadi kriteria apakah

rencana/program yang disusun teridentifikasi menimbulkan resiko atau dampak terhadap

isu-isu tersebut.

Tabel 4-2 Kriteria Penapisan Usulan Program/Kegiatan Bidang Cipta Karya

No KriteriaPenapisan

Terjadinya banjir dan longsor merupakan salah satu faktor pendukung terjadinya Kerusakan pada lingkungan terlebih dengan fenomena dampak perubahan iklim melalui cuaca ekstrim.

Melakukan konservasi lahan pada jalur kanan kiri sungai yang potensial erosi. Potensi bencana alam yang terjadi di Kabupaten Lampung Timur adalah potensi banjir sertaa Kawasan rawan abrasi terdapat di Kecamatan Labuhan Maringgai. sumber daya alam itu telah membawa dampak degradasi sumber daya alam—dari segi kualitas dan kuantitas—serta, bahkan dampak sosial.

Kawasan Hutan Lindung Gunung Balak memegang peranan yang besar terhadap keberlangsungan kegiatan pertanian di sebagian besar wilayah KabupatenLampung Timur. Kawasan ini berfungsi sebagai daerah tangkapan air untuk pengairan/irigasi

Signifikan

penerapan prinsp perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup untuk mendorong

terjadinya pembangunan berkelanjutan.

Tahapan Pelaksanaan KLHS

Tahapan pelaksanaan KLHS diawali dengan penapisan usulan rencana/Program dalam RPIJM

persektor dengan penapisan usulan rencana/program dalam RPIJM persektor dengan

mempertimbangkan isu-isu poko seperti (1) perubahan ilkim (2) kerusakan, kemerosotan,

dan/atau kepunahan keanekaragaman hayati, (3) peningkatan intensitas dan cakupan

wilayah bencana banjir, longsor, kekringan, dan/atau kebakaran hutan dan lahan, (4)

penurunan mutu dan kelimpatan sumber daya alam, (5) peningkatan alih fungsi kawasan

hutan dan/atau lahan, (6) peningkatan jumlah penduduk miskin atau terancamnya

keberlanjutan penghidupan sekelompok masyarakat, dan/atau (7) peningkatan risiko apakah

terhadap kesehatan dan keselamatan manusia. Isu-isu tersebut menjadi kriteria apakah

rencana/program yang disusun teridentifikasi menimbulkan resiko atau dampak terhadap

isu-isu tersebut.

Tabel 4-2 Kriteria Penapisan Usulan Program/Kegiatan Bidang Cipta Karya

No KriteriaPenapisan

Terjadinya banjir dan longsor merupakan salah satu faktor pendukung terjadinya Kerusakan pada lingkungan terlebih dengan fenomena dampak perubahan iklim melalui cuaca ekstrim.

Melakukan konservasi lahan pada jalur kanan kiri sungai yang potensial erosi. Potensi bencana alam yang terjadi di Kabupaten Lampung Timur adalah potensi banjir sertaa Kawasan rawan abrasi terdapat di Kecamatan Labuhan Maringgai. sumber daya alam itu telah membawa dampak degradasi sumber daya alam—dari segi kualitas dan kuantitas—serta, bahkan dampak sosial.

Kawasan Hutan Lindung Gunung Balak memegang peranan yang besar terhadap keberlangsungan kegiatan pertanian di sebagian besar wilayah KabupatenLampung Timur. Kawasan ini berfungsi sebagai daerah tangkapan air untuk pengairan/irigasi

(13)

No KriteriaPenapisan

Penilaian

Uraian Pertimbangan Kesimpulan: (Signifikan/Tidak) pertanian pada wilayah Kecamatan Way

Jepara, Braja Selebah, Mataram Baru, dan Labuhan Maringgai.

Tabel 4-3 Proses Identifikasi Pemangku Kepentingan dan Masyarakat dalam penyusunan KLHS Bidang Cipta Karya

Masyarakat danPemangku

Kepentingan ContohLembaga

Pembuatkeputusan a.Bupati/Walikota b.DPRD

Penyusun kebijakan, rencana dan/atauprogram

DinasPU-CiptaKarya

Instansi a. DinasPU-CiptaKarya b.BPLHD

Masyarakatyangmemiliki

Tabel 4-4 Proses Identifikasi Isu Pembangunan Berkelanjutan Bidang Cipta Karya

Pengelompokan Isu-isu PembangunanBerkelanjutan Bidang

Cipta Karya Penjelasan Singkat

Lingkungan Hidup Permukiman

Isu 1: kecukupan air baku untuk a Contoh: Kekeringan, menurunnya Isu 2:Pencemaran lingkungan ole tidak berfungsi maksimal

Contoh: pencemaran tanah oleh s pencemaran badan air oleh air lim Isu 3: dampak kawasan kumuh te lingkungan

No KriteriaPenapisan

Penilaian

Uraian Pertimbangan Kesimpulan: (Signifikan/Tidak) pertanian pada wilayah Kecamatan Way

Jepara, Braja Selebah, Mataram Baru, dan Labuhan Maringgai.

Tabel 4-3 Proses Identifikasi Pemangku Kepentingan dan Masyarakat dalam penyusunan KLHS Bidang Cipta Karya

Masyarakat danPemangku

Kepentingan ContohLembaga

Pembuatkeputusan a.Bupati/Walikota b.DPRD

Penyusun kebijakan, rencana dan/atauprogram

DinasPU-CiptaKarya

Instansi a. DinasPU-CiptaKarya b.BPLHD

Masyarakatyangmemiliki

Tabel 4-4 Proses Identifikasi Isu Pembangunan Berkelanjutan Bidang Cipta Karya

Pengelompokan Isu-isu PembangunanBerkelanjutan Bidang pertanian pada wilayah Kecamatan Way

Jepara, Braja Selebah, Mataram Baru, dan Labuhan Maringgai.

Tabel 4-3 Proses Identifikasi Pemangku Kepentingan dan Masyarakat dalam penyusunan KLHS Bidang Cipta Karya

Masyarakat danPemangku

Kepentingan ContohLembaga

Pembuatkeputusan a.Bupati/Walikota b.DPRD

Penyusun kebijakan, rencana dan/atauprogram

DinasPU-CiptaKarya

Instansi a. DinasPU-CiptaKarya b.BPLHD

Masyarakatyangmemiliki

Tabel 4-4 Proses Identifikasi Isu Pembangunan Berkelanjutan Bidang Cipta Karya

Pengelompokan Isu-isu PembangunanBerkelanjutan Bidang

Cipta Karya Penjelasan Singkat

Lingkungan Hidup Permukiman

(14)

Contoh: kawasan kumuh menyeb penurunan kualitas lingkungan

Ekonomi

Isu 4: kemiskinan berkorelasi den kerusakanlingkungan

Contoh: pencemaran air meng nelayan di pesisir

Sosial

Isu 5: Pencemaran menyebabkan wabah penyakit

Contoh: menyebarnya penyakit d kumuh

Tabel 4-5 Tabel Identifikasi KRP

No. Komponenkebijakan/rencana/program Kegiatan Lokasi(Kecamatan/Kelurahan(jikaada))

(1) (2) (3) (4)

1. PengembanganPermukiman 1).

2).

2. PenataanBangunandanLingkungan 1).

2).

3. PengembanganAir Minum 1).

2).

4. Pengembangan

PenyehatanLingkunganPermukiman 1).

2).

Tabel 4-6 Perumusan Alternatif Penyempurnaan KRP

No. Komponenkebijakan,rencanadan/atauprogram AlternatifPenyempurnaanKRP

(1) (2) (3)

1. PengembanganPermukiman 1).

2).

2. PenataanBangunandanLingkungan 1).

2).

ebabkan

Ekonomi

engan

ngurangi kesejahteraan

Sosial

anberkembangnya

t diare di permukiman

Tabel 4-5 Tabel Identifikasi KRP

No. Komponenkebijakan/rencana/program Kegiatan Lokasi(Kecamatan/Kelurahan(jikaada))

(1) (2) (3) (4)

1. PengembanganPermukiman 1).

2).

2. PenataanBangunandanLingkungan 1).

2).

3. PengembanganAir Minum 1).

2).

4. Pengembangan

PenyehatanLingkunganPermukiman 1).

2).

Tabel 4-6 Perumusan Alternatif Penyempurnaan KRP

No. Komponenkebijakan,rencanadan/atauprogram AlternatifPenyempurnaanKRP

(1) (2) (3)

1. PengembanganPermukiman 1).

2).

2. PenataanBangunandanLingkungan 1).

2). Ekonomi

Sosial

Tabel 4-5 Tabel Identifikasi KRP

No. Komponenkebijakan/rencana/program Kegiatan Lokasi(Kecamatan/Kelurahan(jikaada))

(1) (2) (3) (4)

1. PengembanganPermukiman 1).

2).

2. PenataanBangunandanLingkungan 1).

2).

3. PengembanganAir Minum 1).

2).

4. Pengembangan

PenyehatanLingkunganPermukiman 1).

2).

Tabel 4-6 Perumusan Alternatif Penyempurnaan KRP

No. Komponenkebijakan,rencanadan/atauprogram AlternatifPenyempurnaanKRP

(1) (2) (3)

1. PengembanganPermukiman 1).

2).

2. PenataanBangunandanLingkungan 1).

Gambar

Tabel 4-1 Analisis Kebutuhan Penanganan Penduduk Miskin Kabupaten Lampung TimurTabel 4-1 Analisis Kebutuhan Penanganan Penduduk Miskin Kabupaten Lampung TimurTabel 4-1 Analisis Kebutuhan Penanganan Penduduk Miskin Kabupaten Lampung Timur
Tabel 4-2 Kriteria Penapisan Usulan Program/Kegiatan Bidang Cipta KaryaTabel 4-2 Kriteria Penapisan Usulan Program/Kegiatan Bidang Cipta KaryaTabel 4-2 Kriteria Penapisan Usulan Program/Kegiatan Bidang Cipta Karya
Tabel 4-3 Proses Identifikasi Pemangku Kepentingan dan Masyarakat dalam penyusunanTabel 4-3 Proses Identifikasi Pemangku Kepentingan dan Masyarakat dalam penyusunanTabel 4-3 Proses Identifikasi Pemangku Kepentingan dan Masyarakat dalam penyusunan
Tabel 4-5 Tabel Identifikasi KRPTabel 4-5 Tabel Identifikasi KRPTabel 4-5 Tabel Identifikasi KRP
+5

Referensi

Dokumen terkait

fase TKF d sampai te temperatur menjadi TK dapat terben dan memili memiliki de pada β -TK terbentuk p dikenal lebi hidroksiapa kemampuan dibandingka Selain itu, k

Berdasarkan hasil penelitian di atas dapat disimpulkan sebagai berikut: Bentuk komodifikasi kain “Gringsing” Tenganan meliputi bahan/material kain, adanya adopsi

Adapun tantangan yang harus dihadapi oleh pustakawan terkait dengan ledakan informasi ini adalah menguasai bidang keilmuan, menguasai teknologi, membangun

Cara kerja dan Standar Operasional : penggunaan spektofotometer dilakukan dengan cara memasukan cairan yang akan diuji kedalam autoklap, cara mamasukannya yaitu dengan menyentu

Adapun dalam sektor UMKM berpotensi mendapatkan dampak terberat dari kebijakan kenaikan harga BBM .Beban biaya akan meningkat, sementara daya beli

Off farm sudah berkembang Pengembangan inovasi teknologi 2 Teknologi budidaya belum maju Kelembagaan pelayanan terkait pertanian sudah mulai dibentuk Pemasaran produk sdh

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id3. commit

Richins dan Dawson (1992, h. 308) mendefinisikan materialisme sebagai “satu set keyakinan utama yang dianut tentang arti penting barang milik dalam kehidupan seseorang”. Bagi