• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I. Pendahuluan. awalnya manusia berkumpul dan tinggal bersama pada tempat-tempat tertentu.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I. Pendahuluan. awalnya manusia berkumpul dan tinggal bersama pada tempat-tempat tertentu."

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I Pendahuluan

1.1 Latar Belakang Masalah

Terbentuknya sebuah pemukiman dapat dijelaskan melalui proses dimana awalnya manusia berkumpul dan tinggal bersama pada tempat-tempat tertentu. Seiring dengan berjalannya waktu tempat-tempat tersebut menjadi perkampungan (suatu area hunian yang kemudian tumbuh menjadi pemukiman dan berkembang menjadi perkampungan).1

Penulisan sejarah yang menyangkut daerah tempat tinggal atau pemukiman sudah diawali oleh D.H Burger dalam tulisannya “Rapport over de desa Pekalongan in 1869 en 1928 dan desa Ngablak (Regentschap Pati) 1869 en 1928”. Kedua jenis tulisan ini menonjolkan aspek sruktural dan perkembangan dua desa dalam waktu Proses terbentuknya daerah tempat tinggal manusia terjadi melalui proses yang panjang, Proses ini menjelaskan bahwa sejarah mempunyai peran penting dan sejarah akan selalu terikat pada kronologis peristiwa, artinya selalu ada kesinambungan antara kejadian sebelumnya dengan kejadian selanjutnya. Sejarah melihat penting sebuah proses terbentuknya sebuah area hunian karena dalam pembentukan area hunian pasti melibatkan dimensi ruang, waktu, dan manusia. Ketiga unsur tersebut merupakan bagian terpenting dalam penulisan sejarah yang analitis.

1

Benny Octofryana Yousca Marpaung dan Madya Alip Bin Rahim, Fenomena Terbentuknya Kampung Kota oleh Masyarakat Pendatang Spontan, Medan, CV Suryaputra Panca Mandiri, 2009 hal. 3

(2)

yang berbeda.2 Sejarah Pedesaan (rural history) menyangkut semua macam masalah sosial, politik, dan kultural di pedesaan. Jenis persoalan ini mencakup persoalan yang sangat luas.3

Pada umumnya, manusia cenderung mencari tempat tinggal yang aman, nyaman, dan teratur. Jelas sekali sebagai proses untuk bertahan hidup manusia menghindari ancaman-ancaman yang dapat membahayakan keberlangsungan hidup mereka, Ancaman yang dimaksud dapat berupa bahaya banjir, letusan gunung, gempa, dan lain-lain. Selain itu ada juga faktor seperti kesuburan tanah atau kurangnya sumber daya alam yang memaksa manusia untuk meninggalkan suatu tempat tinggal dan membentuk tempat tinggal yang baru. Dalam proses membentuk ruang sebagai wujud usaha terciptanya pemukiman, manusia melewati banyak permasalahan maupun tantangan. Namun hambatan-hambatan ini yang memaksa manusia untuk terus belajar dari waktu ke waktu bagaimana agar dapat bertahan hidup.

Pembentukkan tempat tinggal merupakan wadah fungsional yang didasarkan pada pola aktivitas manusia. Pola tersebut boleh bersifat fisik dan non fisik. Pemukiman merupakan refleksi dari kekuatan-kekuatan sosial budaya seperti kepercayaan,hubungan kekeluargaan, organisasi sosial, dan interaksi sosial antara individu.4

2

Suhartono W. Pranoto, Teori dan Metodologi Sejarah, Yogyakarta, Graha Ilmu, 2010, hal. 101

Pemukiman yang dibentuk oleh suatu kelompok masyarakat secara sadar

3

Ibid.

4

(3)

maupun tidak sadar akan menghasilkan sebuah pola. Sebagai contoh, ada keterkaitan dan hubungan geografis antara desa dengan daerah perbukitan atau lembah. Letak geografis membedakan perubahan sosial, pendapatan, tingkah laku, dan kepercayaan.5

Pola dalam suatu desa juga dipengaruhi oleh budaya, “budaya adalah seluruh cara kehidupan dari masyarakat dan sebagian tata cara hidup yang dianggap lebih tinggi dan lebih diinginkan”.

6

Pengertian “Kampung Bali” secara etimologis terbagi atas “kampung” dan “bali”. Pengertian “kampung” menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah kelompok rumah yang merupakan bagian kota,

Tentu setiap daerah memiliki ciri-ciri adat, kehidupan, dan tingkah laku yang berbeda. Sebagai contoh kampung orang Jawa dengan kampung orang Batak tentu memiliki perbedaan yang didasari oleh kebudayaan mereka masing-masing. Perbedaan ini dapat dilihat dari bentuk fisik bangunan, tata letak dan unsur-unsur lainnya seperti kebiasaan hidup sehari-hari masyarakat kampung. Inilah yang menjadi keunikkan dan daya tarik dalam sebuah penelitian mengenai perkembangan suatu daerah tempat tinggal. Kegiatan ini termasuk dalam kajian sejarah pedesaan yang dilihat secara prosesual melewati kronologis kejadian di daerah tempat tinggal tersebut.

7

5

Suhartono W. Pranoto, op. cit, hal. 102

“Kampung” juga dapat diartikan sebagai lingkungan tradisional khas Indonesia, yang ditandai dengan ciri kehidupan

6

Leonard Siregar, Antropologi dan konsep kebudayaan, Jurnal Antropologi Papua Volume 1, No. 1 (Universitas Cendrawasih. 2002), hal. 5

7

W.J.S Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta,Balai Pustaka, edisi III: 2007 hal. 515.

(4)

yang terjadi dalam ikatan kekeluargaan yang erat.8

Sedangkan Bali adalah nama salah

sat

atau yang dikenal juga dengan pulau dewata, merupakan salah satu daerah andalan wisata Indonesia yang terkenal hingga ke mancanegara.

Terkait dengan penjelasan diatas, pengertian Kampung Bali disini bukanlah suatu pemukiman yang berada di provinsi Bali, karena Kampung Bali yang dimaksud merupakan daerah pedalaman yang berada di Kecamatan sei. Wampu Kabupaten Langkat. Penamaan “Kampung Bali” untuk daerah ini berasal dari masyarakat luar kampung. Nama kampung Bali ini lebih dikarenakan mayoritas masyarakat dan penghuni pertama yang tinggal diperkampungan ini adalah masyarakat Bali sekalipun kampung Bali ini terletak didaerah Langkat.9 Kampung Bali di Langkat memiliki nama asli kampung Cipta Dharma yang berarti menciptakan kebaikan atau kebenaran. Secara filosofis nama ini diartikan dengan tujuan agar masyarakat kampung Bali dapat menjadi masyarakat pendatang yang bertujuan menciptakan kebaikan dan kebenaran bagi seluruh makhluk hidup yang didatangi. Nama kampung Cipta Dharma ini dihasilkan melalui musyawarah generasi pertama, mereka adalah orang-orang yang pertama kali membuka kampung Bali.10

Masyarakat Bali yang umumnya menganut agama Hindu adalah orang yang pertama kali tinggal di Kampung Bali, sumber yang didapat dari lapangan dan

8

Benny Octofryana Yousca Marpaung, op. cit, hal 74

9

Merupakan wilayah administratif yang terletak dipropinsi Sumatra Utara, penduduk asli Melayu.

10

(5)

tulisan-tulisan yang membahas keberadaan Kampung Bali menunjukkan bahwa Kampung ini dibuka pada tahun 1974. Masyarakat yang membuka kampung merupakan transmigran dari Bali yang datang ke Sumatera karena terikat kontrak dengan Perkebunan di Bandar Selamat dan Tanjung Garbus di daerah Lubuk Pakam. Setelah masa kontrak habis mereka tidak pulang ke kampung halaman mereka di Bali, melainkan menetap di Sumatera Utara. Pemerintah pada masa itu memberikan lokasi pemukiman dan tanah olahan kepada mereka di Desa Paya Tusam Kecamatan Sei Wampu Kabupaten Langkat sebanyak ±2 hektar untuk satu kepala keluarga.

Pada masa awal pembukaan kampung, masyarakat Bali yang tinggal di kampung ini menghadapi permasalahan yang sangat sulit. Mereka dihadapkan pada sebuah keadaan yang memaksa mereka untuk bertarung dengan kondisi alam tempat mereka tinggal yang tidak layak. Mereka mengalami depresi karena ternyata hutan yang mereka tempati adalah hutan tropis yang belum pernah terjamah oleh manusia. Menurut sumber yang didapatkan dari hasil wawancara dengan masyarakat yang pertama kali tinggal dipemukiman ini, daerah tempat mereka tinggal merupakan hutan lebat dengan pohon-pohon besar yang umurnya sudah sangat lama dan butuh usaha keras untuk mengolah tempat ini untuk menjadi tempat tinggal yang layak.11

11

Wawancara I nyoman Sumandro. Kampung Bali, 18 Desember 2012.

Tantangan selanjutnya yang mereka hadapi adalah mereka kesusahan mencari makanan kerena Kampung Bali berada jauh dari kota, sulitnya alat transportasi dan belum adanya listrik juga menjadi penghambat sehingga mereka merasa sangat menderita. Keadaan ini berdampak buruk pada kelangsungan hidup mereka, bahkan

(6)

ada beberapa penduduk yang tidak dapat bertahan hidup pada saat itu sehingga meninggal dunia. Namun seiring dengan berjalannya waktu, keadaan ini berangsur-angsur membaik. Sehingga mereka dapat bertahan dan tetap tinggal di Kampung Bali hingga sekarang.

Suku Bali merupakan suatu kelompok manusia yang terikat oleh kesadaran akan kesatuan kebudayaannya12

Hingga tahun 2002 penduduk yang ada di Kampung Bali tidak hanya umat Hindu Bali, namun ada juga yang beragama Islam dan Kristen meskipun jumlahnya lebih sedikit daripada jumlah penduduk Hindu Bali yang berjumlah 39 kepala keluarga. Jumlah ini memang lebih sedikit dari sejak awal dibuka Kampung Bali oleh masyarakat Hindu Bali yang berjumlah 56 kepala keluarga. Keadaan ini berbanding terbalik dengan peningkatan ekonomi yang dirasakan oleh masyarakat Bali. Peningkatan ekonomi dapat ditelisik dari status awal pada masa bekerja diperkebunan Tanjung Garbus dan Bandar Selamat sebagai buruh perkebunan yang berkembang menjadi pemilik perkebunan di Kampung Bali dimana lahan yang awalnya hanya 2 . Masyarakat Bali yang tinggal di Kampung Bali selalu mempertahankan nilai-nilai budaya mereka sekalipun berada jauh dari tempat asalnya. Hal ini dapat dibuktikan dengan dibangunnya Pura atau tempat ibadah di Kampung Bali, ditambah lagi dengan rutinnya masyarakat Bali yang tinggal dikampung ini untuk selalu merayakan atau menjalankan ritual yang sesuai dengan adat budaya mereka.

12

Muhammad Takari, dkk, “Masyarakat Kesenian di Indonesia”, Studia Kultura, Fakultas Sastra: 2008 hal,140.

(7)

hektar pada tahun 1974, kemudian berkembang menjadi 4 hektar dan bahkan ada yang memiliki 6 hektar pada tahun 2002.13

Berkembangnya suatu kelompok masyarakat pedalaman Kampung Bali sebagai bentuk dinamika kehidupan sosial, maka peneliti merasa tertarik untuk mengkaji dalam konteks karya tulisan sejarah, itu Kampung Bali ini juga belum pernah diteliti. Adapun pembabakan waktu dalam tulisan ini agar tidak terlalu meluas, maka ditentukan periodesasi yang tepat. Penelitian ini diawali mulai dari tahun 1974 dimana sejak tahun inilah awal mulainya dibuka Kampung Bali di Langkat oleh masyarakat penganut Hindu Bali. Sementara itu skop temporal penulisan penelitian diakhiri pada tahun 2002, karena pada batasaan tahun itu Kampung Bali yang berada di kabupaten Langkat mengalami peningkatan taraf ekonomi walaupun populasi masyarakat Bali pada saat itu mengalami penurunan, dan pada tahun 2002 Kampung Bali sudah mulai disosialisakan ke masyarakat luas dan direncanakan untuk menjadi lokasi wisata budaya Bali oleh pemerintah setempat. Hal ini terbukti dengan dibangunnya beberapa fasilitas, seperti perbaikan jalan dan bantuan dana pembangunan di Kampung Bali.

1.2 Rumusan Masalah

Dalam rangka melakukan sebuah penelitian perlu ditentukan landasan yang menjadi akar permasalahannya. Berangkat dari latar belakang di atas, maka dibuatlah suatu perumusan mengenai masalah yang hendak diteliti sebagai landasan utama

13

(8)

dalam penelitian sekaligus menjaga keterkaitan dalam uraian penelitian. Untuk mempermudah penulisan dalam upaya menghasilkan penelitian yang objektif, maka pembahasannya dirumuskan terhadap masalah-masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana awal terbentuknya Kampung Bali di Langkat?

2. Bagaimana dinamika yang terjadi pada masyarakat Kampung Bali sejak 1974 s/d 2002?

3. Bagaimana eksistensi masyarakat Kampung Bali di Kabupaten Langkat?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan

Setelah memperhatikan apa yang menjadi permasalahan yang akan dikaji maka langkah selanjutnya adalah menentukan apa yang menjadi tujuan penelitian, serta manfaat yang didapatkan dari hasil penulisan. Seperti diketahui bahwa memang masa lampau manusia tidak dapat ditampilkan dalam konstruksi seutuhnya, namun rekonstruksi manusia perlu dipelajari sehingga diharapkan dapat memberikan pelajaran bagi kehidupan manusia di masa kini dan akan datang.

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk :

1. Menjelaskan awal terbentuknya Kampung Bali di Langkat.

2. Menjelaskan dinamika yang terjadi pada masyarakat Kampung Bali sejak 1974 s/d 2002.

(9)

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian adalah sebagai berikut : 1. Menambah pengetahuan sekaligus motivasi dalam menghasilkan karya-karya

historiografi serta memberikan referensi literatur yang berguna terhadap dunia akademis, terutama dalam studi ilmu sejarah guna membuka ruang penulisan sejarah yang berikutnya.

2. Menjadi suatu deskripsi yang berguna bagi pemerintah dan masyarakat dalam menyelenggarakan proses pembangunan sarana dan prasarana di bidang sosial ekonomi.

3. Menambah wawasan pembaca mengenai keberadaan Kampung Bali di Langkat.

1.4 Tinjauan Pustaka

Dalam memahami masalah penelitian ini, diperlukan beberapa referensi yang dapat dijadikan panduan penulisan nantinya dalam bentuk tinjauan pustaka. Adapun beberapa buku yang mendukung untuk dijadikan referensi adalah buku yang berjudul Fenomena Terbentuknya Kampung Kota Oleh Masyarakat Pendatang Spontan (2009) yang ditulis Beny Octofryana Yousca Marpaung dan Madya Alip Bin Rahim yang menjelaskan tentang latar belakang awalnya muncul suatu area hunian dan pemukiman yang tumbuh menjadi perkampungan, buku ini juga menjelaskan adanya fenomena pemikiran manusia dalam mewujudkan daerah hunian berdasarkan keadaan

(10)

sosial suatu masyarakat. Lebih jauh lagi buku ini membahas mengenai adanya keterkaitan antara karakteristik bentuk area hunian dan pemukiman dengan keadaan sosial budaya masyarakat penghuni yang pada mulanya menempati suatu kampung. Buku ini dapat membantu peneliti untuk menjelaskan latar belakang terbentuknya Kampung Bali.

Buku Seminar Sejarah Lokal: Dinamika Masyarakat Pedesaan menguraikan tentang mengenai proses perubahan dan perkembangan sosial ekonomi pada masyarakat desa dalam kaitannya dengan mata pencaharian seperti bidang pertanian. Secara garis besar buku ini juga menjelaskan ciri-ciri dari kehidupan masyarakat Indonesia. Gambaran-gambaran dari beberapa desa di Indonesia masing-masing menunjukkan cirinya baik dalam proses adat istiadat, kerukunan, gotong royong dalam bekerja maupun konflik yang terdapat pada masyarakat. Dapat ditemukan juga dalam buku ini yaitu perbandingan yang ditampilkan di antara beberapa desa berbeda di Indonesia. Buku ini juga dapat membantu peneliti untuk melihat perkembangan masyarakat di Kampung Bali.

Buku yang ditulis oleh Mubyarto dan Sartono Kartodirdjo dengan judul Pembangunan pedesaan di Indonesia menggambarkan masalah-masalah pedesaan tentang pembangunan sebuah desa, buku ini dinilai cukup untuk menggambarkan mengenai proses pembangunan sebuah desa dengan membandingkan apa yang terjadi di Kampung Bali, buku ini juga secara jelas mengurai kehidupan masyarakat

(11)

pedesaan dengan menunjukkan bentuk ideal dari pembangunan desa-desa di Indonesia.

Buku yang berjudul Dinamika permukiman perdesaan pada masyarakat Bali (2004), buku ini mengkaji bentuk ideal pemukiman oleh Masyarakat Bali. Buku ini juga menjabarkan kemungkinan-kemungkinan terjadinya perubahan dalam proses perkembangan pemukiman oleh Masyarakat Bali. I wayan Parwata secara jelas mengurai struktur kehidupan Masyarakat Bali sehingga buku ini dapat membantu peneliti dalam melakukan penulisan sejarah Kampung Bali di Langkat yang deskriptif analitis.

1.5 Metode Penelitian

Karya sejarah tanpa memanfaatkan teori dan metodologi dikatakan sejarah naratif (narrative history), sedangkan karya sejarah yang memanfaatkan teori dan metodologi adalah sejarah analitis (analitical history).14

14

Suhartono W. Pranoto, op. cit., hal 9

Ada beberapa tahapan yang harus dilalui dalam melakukan penulisan sejarah yang deskriptif analitis. Tahap pertama adalah heuristik (pengumpulan sumber) yang sesuai dan mendukung dengan objek yang diteliti. Pada tahap heuristik ini digunakan dua cara yaitu penelitian kepustakaan (library research) dan penelitian lapangan (field research). Penelitian kepustakaan dilakukan dengan mengumpulkan beberapa buku, majalah, artikel-artikel, skripsi dan karya tulis yang pernah ditulis sebelumnya berkaitan dengan judul yang dikaji. Selanjutnya penelitian lapangan akan dilakukan dengan

(12)

menggunakan metode wawancara terhadap informan-informan yang dianggap mampu memberikan informasi yang dibutuhkan dalam penulisan ini.

Tahap kedua yang dilakukan adalah kritik sumber. Maksudnya dalam tahapan ini kritik dilakukan terhadap sumber yang telah terkumpul untuk mencari kesahihan sumber, yaitu dengan cara menganalisis sejumlah sumber tertulis. Hal ini ditujukan agar kerja intelektual dan rasional yang mengikuti metodologi sejarah dengan guna mendapatkan objektivitas suatu kejadian15

Tahapan ketiga ialah interpretasi atau penafsiran, dalam tahapan ini data yang diperoleh dianalisis sehingga melahirkan satu analisis baru yang sifatnya lebih objektif dan ilmiah dari objek yang diteliti. Objek kajian yang cukup jauh ke belakang serta minimnya data dan fakta yang ada membuat interpretasi menjadi sangat vital dan dibutuhkan keakuratan serta analisis yang tajam agar mendapatkan fakta sejarah yang objektif. Hal ini juga akan menjadi penting karena tanpa penafsiran dari seorang sejarawan, data tidak akan dapat berbicara.

. Kritik yang mengacu terhadap kredibilitas sumber, yang artinya apakah isi dokumen ini terpercaya atau tidak dimanipulasi dinamakan kritik intern, sedangkan kritik yang mengacu pada usaha mendapatkan otensitas sumber dengan melakukan penelitian fisik dinamakan kritik ekstern.

Tahap terakhir adalah historiografi, yakni penyusunan kesaksian yang dapat dipercaya tersebut menjadi satu kisah atau kajian yang menarik dan selalu berusaha memperhatikan aspek kronologisnya. Metode yang dipakai dalam penulisan ini

15

L. Gottschalk, Understanding History: A Primer of Historical Method 1956: 118-171; G.J. Garraghan, 1957: 143-320; J. Tosh, 1985; 49-64 (“Mengerti Sejarah” terjemahan Nugroho Notosusanto 2008, UI Press)

(13)

adalah deskriptif analitis. Yaitu dengan menganalisis setiap data dan fakta yang ada untuk mendapatkan penulisan sejarah yang objektif dan ilmiah.

Referensi

Dokumen terkait

Pada saat survei pendahuluan peneliti juga melakukan wawancara kepada para ibu di ketiga tempat tersebut, menurut informasi yang didapatkan, para terapis baik disekolah maupun

Berdasarkan penelusuran kepustakaan yang dilakukan oleh penulis , penulis menemukan penelitian yang sama mengenai tanah wedi kenser yang pernah dilakukan oleh

Dalam Peraturan Daerah Nomor 04 tahun 2011 diatur secara jelas mengenai tempat-tempat yang boleh untuk Pedagang Kaki Lima dan tempat-tempat yang tidak diperbolehkan untuk

Data primer adalah data yang didapatkan dari sumber pertama yaitu data yang didapat langsung berkaitan dengan objek penelitian yang ingin diteliti. Adapun data

Masyarakat Daerah Tamba mempercayai bahwa Tempat keramat ini adalah sebagai sumber keselamatan hidup dimana air, pohon, dan segala sesuatu yang ada di sumur dan gunung tersebut

Namun kenyataannya sampai pada hari ini di Daerah Istimewa Yogyakarta, masih digunakan istilah WNI pribumi dan WNI nonpri, dan WNI nonpri tidak dapat memiliki tanah dengan status

Kerancuan dan perbedaan pemahaman dalam pengelolaan hutan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah telah menyebabkan semakin merosotnya mutu sumber daya hutan

Wawancara merupakan cara memperoleh data dengan jalan melakukan tanya jawab secara mendalam sumber data primer, yaitu pihak-pihak yang berkompeten dengan perlindungan hukum