• Tidak ada hasil yang ditemukan

I. PENDAHULUAN. membutuhkan rumah sebagai tempat tinggal, tempat pendidikan keluarga dan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "I. PENDAHULUAN. membutuhkan rumah sebagai tempat tinggal, tempat pendidikan keluarga dan"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang

Pemukiman sering menjadi masalah bagi setiap individu karena individu membutuhkan rumah sebagai tempat tinggal, tempat pendidikan keluarga dan pemberi ketentraman hidup. Indonesia sebagai negara yang memiliki tingkat pembangunan yang tidak merata karena semua pusat kegiatan ekonomi, pemerintahan, pendidikan, sosial dan politik berpusat di DKI Jakarta. Selain itu, DKI Jakarta memiliki masalah pemukiman yang cukup besar. Permasalahan pemukiman ini terjadi khususnya di daerah tujuan urbanisasi seperti Kota DKI Jakarta. Permasalahan tersebut adalah semakin meningkatnya permintaan terhadap lahan. Hal ini disebabkan kecepatan laju urbanisasi yang tidak disertai dengan ketersediaan ruang, prasarana dan sarana. Akibatnya suatu kawasan pemukiman menerima beban yang melebihi kemampuan daya dukung lingkungan (over capacity) dan cenderung menjadi padat dan tidak tertata dengan baik. Menurut Badan Pusat Statistik (2010), jumlah penduduk DKI Jakarta adalah 9 588 198 jiwa, sedangkan kepadatan penduduk DKI Jakarta adalah 14 476 jiwa/km2 pada tahun 2010.

Selain meningkatnya permintaan terhadap lahan pemukiman, peningkatan jumlah penduduk juga menyebabkan peningkatan permintaan terhadap kemajuan teknologi, salah satunya adalah di bidang transportasi. Kemajuan transpotasi sangat membantu manusia untuk lebih cepat melakukan aktivitasnya. Pelayanan transportasi, baik transportasi laut, udara dan darat diarahkan kepada terciptanya integrasi dan tersedianya fasilitas terminal, stasiun kereta api,darmaga dan penyeberangan serta memadainya fasilitas penunjang (Warningsih, 2006).

(2)

Adanya peningkatan kebutuhan terhadap lahan pemukiman dan lahan untuk pembangunan transportasi dapat mengakibatkan adanya kompetisi dalam penguasaan atau pemanfaatan lahan. Hal ini dikarenakan jumlah lahan yang tetap dan terbatas. Namun, kemiskinan membuat membuat masyarakat tidak mampu untuk tinggal di pemukiman yang layak. Keterbatasan kemampuan ekonomi membuat mereka mengabaikan faktor lingkungan dalam menentukan tempat tinggal. Hal ini mengakibatkan adanya pemukiman yang tidak nyaman dan tidak aman bagi keberlangsungan kehidupan masyarakat.

Fasilitas hunian sesungguhnya merupakan kebutuhan yang sangat mendasar bagi kesejahteraan fisik, psikologi, sosial dan ekonomi penduduk di berbagai tempat. Perumahan merupakan indikator dari kemampuan suatu negara dalam memenuhi salah satu kebutuhan pokok penduduknya. Kondisi perumahan yang tidak memadai atau tidak dapat memenuhi kebutuhan pokok yang sangat diperlukan penduduk untuk menopang hidupnya, biasanya merupakan pertanda dari terjadinya kekacauan ekonomi maupun politik. Demikian juga perumahan yang tidak mencukupi dan tidak memberikan jaminan keamanan, akan mengarah pada ketidakstabilan ekonomi dan politik yang akan menghambat pembangunan ekonomi. Oleh sebab itu, hampir semua negara berusaha untuk memenuhi kebutuhan perumahan bagi penduduknya melalui berbagai konsep, sumber, dan

cara pendekatan (Panudju, 1999 dalam Nasution, 2002). Wilayah Kelurahan Kebon Baru adalah salah satu dari pemukiman yang

tidak aman dan tidak layak. Hal ini dikarenakan adanya faktor kebisingan yang berasal dari suara Kereta Rel Listrik (KRL). Sebagian di wilayah pemukiman ini memang berdekatan dengan jalur KRL dan terletak diantara dua stasiun yaitu stasiun Tebet dan stasiun Cawang. Oleh sebab itu, hampir setiap saat KRL

(3)

melewati wilayah ini. Selain itu, kecelakaan dan kriminalitas menjadi risiko yang harus dihadapi oleh penduduk. Risiko kecelakaan terjadi saat banyak pagar pembatas yang rusak sehingga penduduk menyeberang di sembarang tempat dan penduduk tidak mengetahui jika akan ada KRL yang akan melintas. Sedangkan risiko kriminalitas adalah lemparan batu yang terkadang dilempar oleh orang yang tidak bertanggung jawab dari dalam KRL.

Studi ini dilakukan untuk mengkaji persepsi rumahtangga terhadap kondisi kelayakan lingkungan tempat tinggal di dekat jalur KRL, kesediaan rumahtangga menerima ganti rugi pemukiman dan besarnya ganti rugi yang bersedia diterima rumahtangga (Willingness to Accept). Info mengenai adanya kebijakan ganti rugi ini diperoleh dari penduduk setempat. Studi ini dilakukan menggunakan pendekatan Contingent Valuation Method (CVM), yang merupakan salah satu metode ekonomi yang digunakan untuk menentukan nilai/besar atau harga dari suatu barang lingkungan. Adanya nilai Willingness to Accept (WTA) penduduk, diharapkan kebijakan ganti rugi pemukiman ini dapat terlaksana dengan tepat.

1.2. Perumusan Masalah

DKI Jakarta adalah provinsi terpadat di Indonesia dengan tingkat kepadatan penduduk adalah 14 476 jiwa per km2 (BPS, 2010). Oleh karena itu, pemukiman menjadi hal yang perlu diperhatikan. Permintaan pemukiman yang selalu bertambah, tetapi jumlah lahan yang sifatnya tetap. Hal ini akan menimbulkan masalah khususnya mengenai tata kota.

Keberadaan pemukiman yang memiliki karakteristik yang berbeda-beda menyebabkan adanya preferensi/pilihan seseorang di dalam memilih tempat tinggal. Sebuah tempat tinggal dipilih berdasarkan kriteria tertentu. Kriteria tersebut disesuaikan dengan kondisi individu yang tinggal di tempat tersebut.

(4)

Beberapa kriteria yang menjadi pertimbangan untuk memilih tempat tinggal adalah harga tempat tinggal, fasilitas yang disediakan, aksesbilitas dan kesesuaian tata ruangnya. Harga tempat tinggal tidak menjadi persoalan utama, karena harga juga ditentukan dengan fasilitas yang ada, aksesibilitas dan kesesuaian tata ruangnya (Warningsih, 2006). Semakin lengkap fasilitas yang ditawarkan, maka seseorang cenderung untuk memilihnya, demikian juga jika aksesbilitas dan kesesuaian tata ruangnya tinggi maka seseorang akan cenderung memilihnya (Hanum, 2007).

Pemilihan tempat tinggal seseorang tentu akan melihat kondisi lingkungannya, baik mengenai kondisi air, tanah, udara dan kenyamanan. Namun, keterbatasan lahan dan materi menyebabkan seseorang tidak leluasa dalam memilih lokasi tempat tinggal. Akibatnya sebagian dari masyarakat bermukim di wilayah yang kurang layak baik dari kondisi kebersihan, lingkungan maupun keamanan.

Kebon Baru merupakan salah satu daerah yang terletak di dekat jalur KRL Jakarta-Bogor. Oleh karena itu, daerah tersebut setiap hari dilewati oleh KRL sehingga terjadi kebisingan pada waktu-waktu tertentu. Selain kebisingan, risiko tinggal di dekat jalur KRL adalah adanya risiko kecelakaan. Namun, adanya kebisingan dan risiko kecelakaan tidak mengurangi keinginan masyarakat untuk bermukim di daerah dekat jalur KRL tersebut. Hal ini dapat dilihat dari padatnya pemukiman di daerah dekat jalur KRL, Kebon Baru.

Beberapa waktu belakangan ini terdapat info dari responden mengenai penggusuran di wilayah dekat jalur KRL. Penggusuran ini dilakukan untuk mengurangi risiko adanya pemukiman di dekat KRL dan akan dibangunnya jalan raya di dekat jalur KRL. Lebar penggusuran tersebut sebesar 15-20 m dari batas

(5)

jalur KRL. Namun, hal ini masih menjadi isu dan belum diketahui kapan program ini akan dilaksanakan. Kebijakan ganti rugi merupakan salah satu alternatif untuk mengatasi masalah-masalah yang timbul akibat adanya pemukiman di dekat jalur KRL. Masalah-masalah tersebut adalah kondisi kelayakan tempat tinggal, dimana wilayah tersebut memiliki kondisi yang sangat padat dan adanya berbagai risiko. Ganti rugi yang akan dilaksanakan diharapkan dapat menyelesaikan masalah-masalah tersebut sehingga akan memberikan dampak positif bagi penduduk dan pemerintah.

Permasalahan yang timbul akibat adanya ganti rugi yang dibahas dalam penelitian ini, meliputi :

1. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi persepsi rumahtangga terhadap kondisi kelayakan lingkungan tempat tinggal di dekat jalur KRL?

2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi kesediaan rumahtangga menerima ganti rugi pemukiman?

3. Berapa nilai ganti rugi yang bersedia diterima rumahtangga (Willingness to

Accept) dan faktor-faktor apa yang mempengaruhi besarnya ganti rugi?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan, tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi rumahtangga terhadap kondisi kelayakan lingkungan tempat tinggal di dekat jalur KRL. 2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan rumahtangga

(6)

3. Mengestimasi nilai ganti rugi yang bersedia diterima rumahtangga (Willingness to Accept) dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya ganti rugi.

1.4. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah:

1. Wilayah penelitian di pemukiman dekat jalur KRL di Kelurahan Kebon Baru. 2. Populasi penelitian adalah rumahtangga yang tinggal di pemukiman dekat

jalur KRL di Kelurahan Kebon Baru.

3. Sampel penelitian adalah rumahtangga yang tinggal di wilayah tersebut dan rumahtangga berdasarkan strata status kepemilikan rumah dan jarak ke sumber bising.

4. Responden penelitian adalah kepala dan anggota rumahtangga.

5. Aspek yang diteliti adalah persepsi rumahtangga terhadap kondisi kelayakan lingkungan tempat tinggal, kesediaan rumahtangga menerima ganti rugi, estimasi nilai ganti rugi yang bersedia diterima rumahtangga (Willingness to

Accept) dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

1.5. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini terdapat keterbatasan yaitu munculnya bias pada nilai WTA yang diberikan rumahtangga. Bias ini terjadi pada rumahtangga yang mengetahui besarnya Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) sehingga nilai WTA yang diberikan rumahtangga adalah nilai yang mendekati nilai NJOP. Namun, agar rumahtangga mau menerima ganti rugi, maka nilai WTA yang diberikan oleh rumahtangga lebih dari NJOP wilayah tersebut.

Bias kedua terjadi karena saat mempertanyakan WTA pada rumahtangga, peneliti menggunakan metode pertanyaan terbuka (open-ended question) yang

(7)

sebenarnya bias menyulitkan rumahtangga dalam menentukan nilai WTA. Selain tidak adanya nilai patokan, kurangnya pengetahuan rumahtangga mengenai ganti rugi dan besarnya NJOP di wilayah mereka mengakibatkan rumahtangga bingung menentukan berapa ganti rugi yang ingin mereka terima. Wilayah yang diteliti cukup luas sehingga data yang dihasilkan mungkin tidak representatif dengan kondisi yang terjadi di wilayah ini.

Referensi

Dokumen terkait

yang dikucurkan oleh bank umum syariah maka akan semakin besar pula profitabilitas yang mungkin akan diperoleh bank dari pembiayaan tersebut. Bank tidak akan mengalami

Dalam negara Republik Indonesia tidak boleh berlaku hukum yang bertentangan dengan norma-norma, agama, dan kesusilaan bangsa Indonesia.. Penyelenggaraan negara berkewajiban

Jenis pekerjaan yang dimiliki oleh seseorang dapat dijadikan sebagai dasar pembedaan dalam masyarakat. Seseorang yang bekerja di kantor dianggap lebih tinggi

Sama halnya dengan penjelasan sebelumnya dimana mempromosikan lahan yang efisien dan mudah diakses serta responsif dengan kebutuhan dan permintaan harus

Penelitian ini bertujuan untuk memperbaiki proses pembelajaran dan meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas VIII 2 SMP Negeri 9 Pekanbaru pada Kompetensi Dasar

Energi dan Sumber Daya Mineral, Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak.. dan Gas Bumi (BPMIGAS), dan Direktorat Jenderal Anggaran

Berdasarkan hasil penelitian tentang gambaran pengetahuan, sikap dan tindakan ibu hamil tentang penggunaan obat- obatan analgetik selama masa kehamilan trimester pertama

Petugas menyimak dan mencatat informasi, keluhan, pertanyaan, masukan Petugas menyimak dan mencatat informasi, keluhan, pertanyaan, masukan dan atau saran dari