• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH MODEL MEANINGFULL INSTRUCTIONAL DESIGN BERMUATAN MASALAH KONTEKSTUALTERHADAP HASIL BELAJAR IPA DI SD NEGERI 1 RENON

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH MODEL MEANINGFULL INSTRUCTIONAL DESIGN BERMUATAN MASALAH KONTEKSTUALTERHADAP HASIL BELAJAR IPA DI SD NEGERI 1 RENON"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH MODEL

MEANINGFULL INSTRUCTIONAL DESIGN

BERMUATAN MASALAH KONTEKSTUALTERHADAP HASIL

BELAJAR IPA DI SD NEGERI 1 RENON

Ni Kade Ratini Utami

1

, Nengah Suadnyana

2

, Gede Meter

3

1,2,3

Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar, FIP

Universitas Pendidikan Ganesha

Singaraja, Indonesia

email: [email protected]

1

, [email protected]

2,

[email protected]@undiksha.ac.id

3

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA

antara siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan model Meaningfull Instructional

Design bermuatan masalah kontekstual dan siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran konvensional pada siswa kelas V SD Negeri 1 Renon tahun ajaran 2013/2014.Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu dengan desain penelitian Non Equivalent Control Group Design. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas V SD Negeri 1 Renon yang berjumlah 120 siswa. Penentuan sampel dalam

penelitian ini menggunakan teknik random sampling melalui pengacakan kelas

diperoleh hasil pengundian yaitu siswa kelas VB SD Negeri 1 Renon sebagai kelompok eksperimen yang berjumlah 40 orang siswa dan kelas VC SD Negeri 1 Renon sebagai kelompok control yang berjumlah 40 orang siswa. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode observasi dan tes objektif bentuk pilihan ganda biasa. Analisis data menggunakan metode statistik uji-t.Hasil analisis data menunjukkan ada perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara siswa yang

dibelajarkan dengan menggunakan model Meaningfull Instructional Design bermuatan

masalah kontekstual dan siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran konvensional. Hal tersebut dapat dilihat berdasarkan kreteria pengujian thitung= 4,06 > ttabel (α= 0,05, 78)=

2,000 sehingga H0 ditolak dan Ha diterima dan dari perolehan nilai rata-rata kelas

eksperimen = 76,34 > = 70,25 pada kelas kontrol. Dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa model Meaningfull Instructional Design bermuatan masalah

kontekstual berpengaruh terhadap hasil belajar IPA pada siswa kelas V SD Negeri 1 Renon tahun ajaran 2013/2014.

Kata kunci: Meaningfull Instructional Design bermuatan masalah kontekstual,hasil belajar IPA

Abstract

This research purposed to find out the significant difference of science learning result between the students that learned by using Meaningful Instructional Design method with contextual issues and the students that learned by using conventional learning for

SD Negeri 1 Renon’s fifth grades students 2013/2014 school year. This kind of

research was quasi-experimental research with non equivalent control group design research design. The population in this research were 120 students of SD Negeri 1 Renon fifth grades students. The sampling in this research was using random sampling technic that randomize was the class with draw results were the SD Negeri 1 Renon VB students as an experimental group that contain 40 students and SD Negeri 1 Renon VC students as the control group that contains 40 students. the method of data collection that were used in this research were using observation method and objective test with common optional. The data analysis was using statistic method uji-t. the data analysis result shows science study result significant differences between the students

(2)

that learned using meaningful instructional design model charged contextual issues and the students that learned with conventional learning. It can be seen by testing criteria tvalue = 4.06 > ttable (α= 0,05, 78) = 2.000 so that H0decline and Ha accepted and from that

experimental class average score result = 76.34 > = 70.25 in control class. So, it can be conclude that meaningful instructional design, charged contextual issues influenced the science learning result on SD Negeri 1 Renon fifth grade students 2013/2014 school year.

Keywords: meaningful instructional design charged contextual issues, science learning result

PENDAHULUAN

Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu usaha sadar dan terencana dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM). Menurut Buchori (dalam Trianto, 2007) “bahwa pendidikan yang baik adalah pendidikan yang tidak hanya mempersiapkan siswa untuk suatu profesi atau jabatan, tetapi untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari”. Maka dari itu pendidikan tidak luput pada proses belajar yang dilakukan dalam kehidupan siswa. Siswa belajar melalui interaksi untuk mendapatkan pengetahuan berupa kecakapan dan perubahan tingkah laku.

Pada dasarnya belajar merupakan suatu proses perubahan perilaku dan pola pikir yang dialami oleh seseorang, misalnya dari sesuatu hal yang tidak bisa menjadi bisa, dari tidak tahu menjadi tahu. Menurut Winataputra, (2007:1.5) “belajar adalah proses yang dilakukan oleh manusia untuk mendapatkan aneka ragam kemampuan, keterampilan dan sikap”. Rangkaian proses ini dalam bentuk formal (sekolah) dan non formal (masyarakat).

Belajar secara formal dapat membawa perubahan, berupa kecakapan baru melalui suatu usaha yang dilakukan di sekolah. Melalui belajar seseorang dapat memahami sesuatu konsep yang baru. Pernyataan tersebut didukung oleh Daryanto (2010:2) “menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses usahan yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungan”.

Proses pembelajaran menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar

dapat memahami alam sekitar secara ilmiah. Pembelajaran yang diperlukan adalah pembelajaran yang tidak hanya mengulang kembali ide-ide, tetapi pembelajaran yang mampu mengeksplorasi ide-ide siswa. Hal ini dimaksudkan agar siswa bisa mendapatkan pembelajaran yang lebih bermakna.Kenyataan di sekolah dasar, masih ada kendala untuk dapat melaksanakan pembelajaran yang bermakna bagi siswa, termasuk pembelajaran IPA.

Banyak sekali faktor yang menjadi kendala dalam melaksanakanya pembelajaran IPA yang bermakna, diantaranya adalah orientasi pembelajaran yang masih didominasi oleh guru yang tidak memberikan kesempatan kepada siswa untuk membangun pengetahuannya sendiri sehingga pembelajaran hanya satu arah dan membosankan. Menurut Sudibyo, (2006:15) “mengemukan pembelajaran IPA diarahkan untuk menemukan dan berbuat sehingga dapat membantu siswa untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar”.

Pada kurikulum 2006 (Depdiknas, 2006:1) “mengemukan bahwa pembelajaran IPA diharapkan mengembangkan kemahiran atau kecakapan yang ditunjukkan dengan pemahaman konsep dan mengaplikasikan konsep secara tepat, akurat dan efisien dalam pemecahan masalah sehari-hari”.

Sedangkan BSNP (2007:13) menjelaskan mengenai pembelajaran IPA yaitu: (1) IPA berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau

(3)

prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan, (2) Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari, (3) Proses pembelajaran menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah, (4) Pendidikan IPA diarahkan untuk menemukan dan berbuat sehingga dapat membantu siswa untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar.

Perlu diciptakan kondisi pembelajaran IPA di SD yang dapat mendorong siswa untuk aktif dan ingin tahu. Maka dari itu pembelajaran IPA menekankan pada kegiatan investigasi terhadap permasalahan alam. Setelah melakukan investigasi maka terungkap fakta atau diperoleh data. Data yang diperoleh dari kegiatan investigasi tersebut perlu digeneralisir agar siswa memiliki pemahaman konsep yang baik, melalui proses berpikir induktif atau berdasarkan percobaan.

Selain itu, ada beberapa konsep IPA yang harus dilakukan. Menurut Samatowa (2011:2), “IPA di SD hendaknya membuka kesempatan untuk memupuk rasa ingin tahu siswa secara alamiah”. Teori-teori yang didapat melalui kegiatan belajar IPA dapat menumbuhkan sikap ilmiah dalam diri siswa, dengan demikian pembelajaran IPA menekankan pada aspek faktual, keseimbangan antara proses dan produk, keaktifan dalam proses penemuan, berpikir induktif dan deduktif, serta pengembangan sikap ilmiah.

Pengembangan aspek tersebut berkaitan dengan tujuan yang ingin dicapai dalam pembelajaran IPA. Menurut BSNP (2011:13) menetapkan tujuan mata pelajaran IPA di SD adalah: (1) Memperoleh keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya, (2) Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam

kehidupan sehari-hari, (3) Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling memepengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat, (4) Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah, dan membuat keputusan, (5) Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga, dan melestarikan lingkungan alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan, (6) Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP atau MTs.

Pelaksanaan pembelajaran IPA dipengaruhi oleh tujuan yang ingin dicapai melalui pembelajaran. IPA adalah salah satu mata pelajaran yang sangat penting untuk diberikan kepada semua siswa, mulai dari SD, tetapi pembelajaran IPA di SD, hingga dewasa ini masih dipandang selalu memberikan tingkat kesulitan yang tinggi pada siswa.

Siswa kurang dilibatkan secara penuh dalam pembelajaran dan tidak dilatih untuk menggali, mengolah informasi, mengambil keputusan secara tepat dalam menyelesaikan masalah kontekstual. Siswa juga kurang dilatih untuk mengkonstruksi dan menemukan sendiri konsep, fakta dan generalisasi yang dapat memberikan pembelajaran yang bermakna bagi siswa. Siswa hanya sebagai penerima informasi sehingga membuat kecakapan berpikir siswa rendah dengan kata lain pembelajaran dirasakan kurang bermakna yang berpengaruh terhadap rendahnya hasil belajar IPA siswa.

Rendahnya hasil belajar IPA kendala yang dialami oleh siswa kelas V SD Negeri 1 Renon. Berdasarkan wawancara dengan guru kelas V, terbukti dengan rendahnya nilai rata-rata hasil ulangan harian siswa yang diperoleh secara umum sangat rendah, masih banyak yang belum mencapai nilai KKM yaitu 69. Siswa yang mendapatkan nilai diatas KKM hanya mencapai 74,3% dari 35 siswa yaitu 26 siswa, dan 25,7% di bawah nilai KKM yaitu 9 siswa. Adapun yang dimaksud dengan

(4)

KKM adalah Kriteria Ketuntasan Minimal yang ditetapkan oleh institusi pendidikan yaitu sekolah dalam KTSP. Hal ini berarti masih banyak yang harus diperbaiki dalam proses pembelajaran IPA.

Berdasarkan data empiris tersebut ada beberapa faktor yang mempengaruhi rendahnya hasil belajar IPA di SD Negeri 1 Renon antara lain, yakni pembelajaran IPA masih didominasi metode ceramah dan pemberian tugas. Dimana guru dalam menyampaikan pembelajaran hanya memberi penjelasan, sedangkan siswa mendengarkan dan mencatat kemudian mengerjakan tugas sehingga dapat menciptakan suasana pembelajaran yang membosankan atau monoton. Akibatnya siswa kurang aktif dan kreatif dalam menyelesaikan masalah kontekstual dalam kehidupan sehari-hari yang melibatkan pengalaman dan lingkungan siswa.

Kurangnya penggunaan media sebagai sumber balajar, metode pembelajaran yang inovatif yang dapat meningkatkan minat dan motivasi siswa dalam proses pembelajaran. “Proses pembelajaran dapat lebihoptimal apabila didasari atas menggunakan metode dan media yang tepat”, (Moedjiono dan Dimyati, 1991:1).

Pemilihan model atau metode pembelajaran yang efektif, sistematis yang dapat meningkatkan minat dan motivasi belajar siswa sehingga berpengaruh terhadap peningkatan hasil belajar siswa. Menurut Shaleh (2004:262) “mengemukan bahwa minat adalah suatu kecenderungan untuk memberikan perhatian dan bertindak terhadap orang, aktivitas atau situasi yang menjadi objek dari minat tersebut dengan disertai perasaan senang”. “Sedangkan motivasi adalah keadaan dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk melakukan kegiatan untuk mencapai tujuan” (Soeharto. dkk 2003:110). Beberapa model alternatif dalam meningkatkan minat dan motivasi belajar siswa yang meliputi model pembelajaran Inquiri, model (CBSA) Cara Belajar Siswa Aktif, dan model Meaningfull Instructional Design.

Salah satu model pembelajaran yang efektif diterapkan dan dapat menciptakan situasi belajar yang kondusif,

meningkatkan minat, motivasi, memberikan pengalaman berupa pemahaman fakta-fakta, konsep dan generalisasi yang nyata berdasarkan situasi lingkungan sekitar dan bermakna bagi siswa adalah model Meaningfull Instructional Design.

Menurut Suyatno (2009:67) “mengemukan bahwa model Meaningfull Instructional Design adalah pembelajaran yang mengutamakan kebermaknaan belajar dan efektifivitas dengan cara membuat kerangka kerja aktivitas secara konseptual kognitif-konstruktivis yang didasari permasalahan kontekstual dan pengalaman siswa, serta dengan pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar yang dapat dioptimalkan untuk mencapai proses dan hasil pembelajaran yang berkualitas bagi siswa SD”. Sejalan dengan pendapat tersebut, menurut Ausubel (2008:72) “bahwa belajar haruslah bermakna, materi yang dipelajari diasimilasi dan berhubungan dengan pengetahuan yang dimiliki sebelumnya”.

Hal ini berarti bahwa pembelajaran bermakna merupakan suatu proses yang dikaitkan dengan informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif siswa. Dimana proses belajar tidak sekedar menghafal konsep-konsep atau fakta-fakta saja, tetapi merupakan kegiatan yang menghubungkan konsep-konsep untuk menghasilkan pemahaman yang utuh dengan lingkungan sekitar siswa sehingga konsep yang dipelajari dapat dipahami secara baik dan tidak mudah dilupakan.

Jadi belajar lebih bermakna jika siswa mengalami langsung apa yang dipelajari yang dapat memberikan pengalaman langsung dalam menyelesaikan permasalahan nyata atau kontekstual. Permasalahan yang didapat berkaitan dengan pengalaman atau kemampuan kognitif yang dimiliki siswa sehingga nantinya dapat berguna dan diterapkan dalam mengatasi masalah-masalah yang didapat dalam kehidupan sehari-hari.

Menurut Rusman (2011:251) “berpendapat bahwa lingkungan menghasilkan proses dan hasil belajar lebih bermakna dan bernilai, sebab siswa

(5)

dihadapkan dengan peristiwa dan keadaan yang sebenarnya, keadaan yang alami sehingga lebih nyata, faktual, bermakna dan kebenarannya dapat dipertanggungjawabkan”.

Lingkungan memiliki peranan penting dalam pembelajaran IPA di SD. Pembelajaran IPA memuat tentang gejala-gejala alam, memahami masalah kontekstual secara alamiah. Pembelajaran bermuatan masalah kontekstual merupakan suatu proses pembelajaran yang menyajikan materi pelajaran yang dikaitkan dengan permasalahan nyata dalam kehidupan siswa. “Masalah-masalah yang dapat dijadikan sebagai sarana belajar adalah masalah yang memenuhi konteks dunia nyata, yang akrab dengan kehidupan sehari-hari siswa”, (Suhendra 2005:27).

Pembelajaran IPA menggunakan model Meanigfull Instructional Design

bermuatan masalah kontekstual tentunya harus didasari atas kelebihan atau keunggulan yang dapat menciptakan situasi belajar yang kondusif dan dapat menarik bagi siswa. Siswa termotivasi untuk belajar jika pembelajaran tersebut bermanfaat, sehingga hasil belajar siswa dapat dioptimalkan. Menurut Ausubel (dalam Dahar, 2011:95) “mengemukakan kelebihan dari belajar bermakna yang dikaitkan dengan masalah kontekstual yaitu: (1) Informasi yang dipelajari secara bermakna lebih lama dapat diingat, (2) Informasi yang dipelajari secara bermakna mempermudah belajar hal-hal yang mirip walaupun telah terjadi, (3) Pembelajaran menjadi lebih bermakna dan riil”.

Artinya siswa dituntut untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting, sebab dengan dapat mengorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu berfungsi secara fungsional, tetapi materi yang dipelajarinya tertanam erat dalam memori siswa, sihingga tidak mudah dilupakan, (4) Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsep kepada siswa karena pembelajaran kontekstual menganut aliran konstruktivisme, dimana seorang siswa dituntun untuk menemukan

pengetahuannya sendiri, (5) Kelas dalam pembelajaran kontekstual bukan sebagai tempat untuk memperoleh informasi, tetapi sebagai tempat untuk menguji data hasil temuan siswa di lapangan, (6) Materi pelajaran dapat ditemukan sendiri oleh siswa, bukan hasil pemberian dari guru, (7) Penerapan pembelajaran kontekstual dapat menciptakan suasana pembelajaran yang bermakna.

Berdasarkan uraian tersebut perlu diupayakan berbagai model yang inovatif untuk mengoptimalkan hasil belajar yang lebih baik dengan menerapkan desain pembelajaran yang lebih tepat untuk menunjang pemahaman siswa terhadap materi pelajaran yang bermakna. Oleh karena itu dilakukan pengujian model

Meaningfull Instructional Design yang merupakan model pembelajaran inovatif yang mengarahkan siswa untuk dapat menyelesaikan masalah kontekstual dan bermakna.

METODE

Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen semu karena tidak semua variabel dan kondisi eksperimen tersebut dapat diatur dan dikontrol secara ketat (full randomize) oleh peneliti. Hal ini karena sampel penelitian terdistribusi dalam kelas-kelas yang utuh.

Pada dasarnya penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model Meaningfull Instructional Design

bermuatan masalah kontekstual terhadap hasil belajar pada mata pelajaran IPA siswa dengan menggunakan variabel bebas yaitu model Meaningfull Instructional Design dan variabel terikat adalah hasil belajar IPA.

Penelitian ini didahului dengan penentuan kelompok eksperimen dan kontrol melalui pengacakan kelas karena tidak dapat mengubah kelas yang telah terbentuk sebelumnya. Data hasil belajar IPA dalam penelitian ini diambil dari skor

post-test saja. Post-test dilakukan pada akhir penelitian. Dengan demikian penelitian ini dilakukan tanpa memperhitungkan skor pre-test. Pre-test

hanya dilakukan untuk penyetaraan dengan menggunakan nilai ulangan umum siswa pada kelas eksperimen dan kontrol.

(6)

Desain penelitian yang digunakan adalah nonequivalent control group design

(Sugiyono, 2011:116) disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Rancangan Penelitian Keterangan:

O1, O2 = Pemberian pre-test pada kelompok eksperimen dan kontrol.

O3, O4 = Pemberian post-tes pada kelompok eksperimen dan kontrol.

X = Perlakuan model Meaningfull Instructional Design bermuatan masalah kontekstual yang diberikan pada kelompok eksperimen. Sedangkan untuk kelompok kontrol dibelajarkan melalui pembelajaran konvensional.

Dalam suatu penelitian populasi dan sampel memiliki hubungan saling keterkaitan. Populasi merupakan keseluruhan subyek penelitian yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu, Sugiyono (2010:61). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kelas V di SD Negeri 1 Renon yang berjumlah 120 siswa, yang terdiri dari tiga kelas yakni kelas VA, VB, VC. Informasi yang diperoleh guru kelas V, bahwa siswa kelas VA, VB dan VC homogen, tanpa memperhatikan starta pada masing-masing individu dalam kelas tersebut dan masing-masing individu dianggap setara karena disebar secara merata antara siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah. Hal ini berarti tidak terdapat kelas unggulan maupun non unggulan. Untuk membuktikan bahwa sampel benar-benar setara maka dilakukan pengujian menggunakan uji-t.

Sampel merupakan sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti, Sugiyono (2010:62). Mengenai jumlah sampel bahwa tidak ada ketentuan yang baku atau rumus pasti, sebab keabsahan sampel terletak

pada sifat dan karakteristiknya mendekati populasi atau tidak, bukan pada jumlah atau banyaknya, Sudjana (2001:84).

Sampel dalam penelitian ini dipilih dua kelas, yaitu satu kelas eksperimen dan satu kelas kontrol. Penentuan sampel ini dilakukan dengan teknik random sampling

yaitu pengambilan sampel anggota populasi secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi. Tiga kelas yang ada dirandom untuk menentukan dua kelas sebagai sampel penelitian. Kemudian dari dua kelas tersebut, dirandom lagi untuk menentukan kelas eksperimen yang mendapat perlakuan model Meaningfull Instructional Design bermuatan masalah kontekstual yaitu kelas VB SD Negeri 1 Renon yang berjumlah 40 siswa dan kelas kontrol yang mendapat perlakuan pembelajaran konvensional yaitu kelas VC Negeri 1 Renon yang berjumlah 40 siswa.

Penelitian ini menyelidiki pengaruh variabel bebas (independent) terhadap variabel terikat (dependent). Variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahan atau timbul variabel terikat yang dalam penelitian ini adalah model

Meaningfull Instructional Design

bermuatan masalah kontekstual. Sedangkan variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat karena adanya variabel bebas yang dalam penelitian ini adalah hasil belajar IPA.

Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan untuk mengumpulkan data. Dalam penelitian ini data yang diperlukan adalah data mengenai hasil belajar IPA. Data hasil belajar IPA dikumpulkan melalui tes hasil belajar berupa tes objektif bentuk pilihan ganda biasa, dimana butir pertanyaan berjumlah 40 soal. Tes ini digunakan untuk mengetahui penguasan siswa terhadap materi pelajaran IPA.

Pada setiap soal terdapat empat alternativ jawaban yang dapat dipilih siswa seperti alternativ jawaban a, b, c, dan d. Pada setiap butir soal diberikan skor satu apabila siswa mampu menjawab dengan benar yang dicocokan dengan kunci jawaban serta skor nol untuk siswa yang menjawab salah. Skor pada setiap O1 X O3

---

(7)

jawaban kemudian dijumlahkan, dan jumlah tersebut merupakan skor variabel hasil belajar IPA. Skor nol merupakan skor minimal ideal serta skor 100 merupakan skor maksimal tes hasil belajar IPA.

Tes dikatakan baik jika materi yang terkandung dalam butir-butir tes tersebut dapat mewakili seluruh materi yang telah dipelajari siswa. Sebalikanya, tes dikatakan kurang baik bila tes tesebut hanya memuat sebagian kecil materi yang diajarkan oleh guru. Untuk menghindari hal tersebut dan untuk mendapatkan tes representatif maka perlu diperlukan analisis rasional. Artinya dengan melakukan analisis berdasarkan pikiran logis tentang materi-materi yang diteskan, tujuan instruksional, serta bentuk atau tipe tes yang akan dicapai (Mahendra, 2007:54).

Sebelum tes tersebut digunakan, maka tes tersebut terlebih dahulu di uji validitas dan realibilitasnya, daya beda dan tingkat kesukaran dari tes tersebut. Dalam uji validitas dan reliabilitas dilakukan terlebih dahulu untuk mengetahui tes yang diuji sudah memenuhi syarat validitas atau ketepatan alat ukur mengukur apa yang hendak diukur dan keajegan alat ukur mengukur dengan hasil yang sama dalam penelitian ini berupa hasil belajar IPA. Untuk daya pembeda butir soal adalah kemampuan butir soal untuk membedakan antara testi yang pandai atau berkemampuan tinggi dengan testi yang berkemampuan rendah. Sedangkan untuk tingkat kesukaran digunakan untuk mengetahui soal pada tes tersebut tergolong kategori sedang, mudah atau sukar.

Deskripsi data hasil penelitian ini adalah untuk memberikan gambaran umum mengenai penyebaran data yang diperoleh. Data yang disajikan adalah data mentah dan diolah menggunakan teknik statistik deskripsi. Deskripsi tersebut berguna untuk menjelaskan penyebaran data menurut frekuensinya, menjelaskan kecenderungan tertinggi, kecenderungan menengah dan kecenderungan rendah, serta untuk menjelaskan pola penyebaran data penelitian.

Data yang telah diperoleh dari penelitian dideskripsikan menurut

masing-masing variabel, yaitu hasil belajar dengan menggunakan model Meaningfull Instructional Design bermuatan masalah kontekstual dan hasil belajar IPA dengan pembelajaran konvensional. Maka dicari harga rerata (M), standar deviasi (SD), modus (Mo), dan median (Me) setiap variabel yang diteliti. Untuk tujuan tersebut, sebelum dicari harga-harga yang diperlukan dibuat terlebih dahulu tabel distribusi frekuensi dan histogram untuk setiap variabel penelitian.

Tabel tersebut dibuat dengan cara membuat kelas interval dengan aturan Sturges (Koyan, 2011:106). Untuk melihat kecenderungan setiap variabel, rata-rata skor ideal dari semua subjek penelitian dibandingkan dengan rata-rata kenyataan. Dari rerata tersebut dikelompokkan kecenderungannya menjadi lima kategori dengan norma kerangka teoretik kurva normal ideal.

Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini terdiri dari kegiatan pengolahan data dan analisis statistik inferensial. Dalam menguji hipotesis yang telah dirumuskan dalam penelitian ini menggunakan uji prasyarat yaitu uji normal dan homogen. Jika data yang diperoleh dalam penelitian terdistribusi normal maka uji hipotesis dapat dilakukan.

Uji normalitas untuk hasil belajar IPA siswa digunakan analisis Chi Square dan homogen pada analisis ini digunakan uji F. Jika dari hasil uji normalitas dan homogenitas varian diketahui, bahwa sampel berdistribusi normal dan homogen maka untuk menguji hipotesisnya menggunakan uji-t dua pihak dengan taraf signifikansi 5%. Dalam menguji hipotesis ini menggunakan rumus uji-t.

(i) (Winarsunu, 2010) Keterangan:

X1 = rata-rata dari kelompok eksperimen.

X2 = rata-rata dari kelompok kontrol. Sgab. = simpangan baku gabungan.

n1 = jumlah subyek dari kelompok eksperimen.

(8)

Dengan Hipotesis Penelitian yaitu Ha: Ada perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara siswa yang dibelajarkan melalui model Meaningfull Instructional Design

bermuatan masalah kontekstual dan siswa yang dibelajarkan melalui pembelajaran konvensional pada kelas V SD Negeri 1 Renon. H0:Tidak ada perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara siswa yang dibelajarkan melalui model

Meaningfull Instructional Design

bermuatan masalah kontekstual dan siswa yang dibelajarkan melalui pembelajaran konvensional pada kelas V SD Negeri 1 Renon.

Uji signifikansinya adalah jika thitung< ttabel, maka H0 diterima (gagal ditolak) dan Ha ditolak, sebaliknya jika thitung ≥ ttabel, maka H0 ditolak dan Ha diterima. Pengujian

dilakukan pada taraf signifikan 5% (α = 0,05) atau taraf kepercayaan 95% dengan dk = n1+n2- 2.

HASIL

Deskripsi data dalam penelitian ini memaparkan mean, median, modus, standar deviasi, varian, nilai maksimum, nilai minimum dan rentangan dari data

post-test hasil belajar IPA kelompok eksperimen yaitu siswa kelas VB SD Negeri 1 Renon yang dibelajarkan melalui model Meaningfull Instructional Design

bermuatan masalah kontekstual dan kelompok kontrol yaitu siswa kelas VC SD Negeri 1 Renon yang dibelajarkan melalui pembelajaran konvensional. Hasil deskripsi data dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Tabel Deskripsi Data Hasil Belajar IPA Kelompok Eksperimen dan Kontrol

Hasil Analisis Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol

Mean 76,34 70,25 Standar Deviasi 6,15 6,96 Varian 37,77 52,82 Median 76,25 71,25 Modus 76,25 71,25 Nilai Maksimum 88,75 86,25 Nilai Minimum 60 52,5 Rentangan 28,75 33,75 Panjang Kelas 4,8 5,6 Jumlah Kelas 6 6

Berdasarkan data tersebut, menunjukkan bahwa kelompok eksperimen melalui model Meaningfull Instructional Design

bermuatan masalah kontekstual memiliki nilai rata-rata hasil belajar yang lebih tinggi daripada kelompok kontrol melalui pembelajaran konvensional.

Analisis data yang terdiri dari uji normalitas data kelompok eksperimen. Berdasarkan atas kurva normal, kelas interval, frekuensi observasi dan frekuensi empirik darinilai post-test

IPA siswa pada kelompok eksperimen nilai

post-test IPA siswa pada kelompok eksperimen diperoleh 2hitung=

= 0,53 sedangkan untuk taraf signifikan 5% (α = 0,05) dan derajat kebebasan (dk) = 5 diperoleh 2tabel =

2

(0,05,5) = 11,07, karena 2tabel > 2hitung maka H0 diterima. Ini berarti sebaran data post-test IPA siswa pada kelompok eksperimen berdistribusi normal.

Sedangkan uji normalitas data kelompok kontrol berdasarkan atas kurva normal, kelas interval, frekuensi observasi dan frekuensi empirik darinilai

post-test IPA siswa pada kelompok kontrol dari tabel kerja diperoleh 2hitung=

(9)

signifikan 5% (α= 0,05) dan derajat kebebasan (dk) = 5 diperoleh 2tabel >

2

hitung maka H0 diterima. Ini berarti sebaran data post-test IPA siswa kelompok kontrol berdistribusi normal.

Uji homogenitas yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan

Anava Havley. Uji homogenitas bertujuan untuk meyakinkan bahwa perbedaan yang diperoleh benar-benar berasal dari perbedaan antar kelompok, bukan disebabkan perbedaan di dalam kelompok. Dari hasil perhitungan diperoleh Fhitung = 0,76 sedangkan Ftabel pada taraf signifikansi 5% dengan db pembilang = 39 dan db penyebut = 39 adalah 1,85. Ini berarti Fhitung = 0,76 < Ftabel (39,39) = 1,85 maka Ho diterima sehingga data post-test

hasil belajar IPA siswa kelompok eksperimen dan kontrol memiliki varians yang homogen.

Dari hasil uji prasyarat yakni uji normalitas dan uji homogenitas, dinyatakan bahwa data hasil belajar IPA kelompok eksperimen dan kontrol berdistribusi normal dan homogen. Setelah diperoleh hasil dari uji prasyarat analisis data, kemudian dilanjutkan dengan pengujian hipotesis data yang berhasil dikumpul dengan menggunakan uji-t. Dari hasil anaisis diperoleh thitung = 4,06.

Untuk menentukan nilai ttabel terlebih dahulu menentukan derajat kebebasan (dk) sebagai berikut. dk= n1 + n2 – 2 = 40 + 40 – 2 = 78. Sehingga diperoleh nilai ttabel dengan taraf signifikansi 5% dan dk = 78 adalah 2,000. Pengujian hipotesis menggunakan analisis uji-t dengan rumus

polled varians dengan kreteria pengujian atau uji signifikansinya adalah jika thitung< ttabel, maka H0 diterima (gagal ditolak) dan Ha ditolak, sebaliknya jika thitung ≥ ttabel, maka H0 ditolak dan Ha diterima. Pengujian dilakukan pada taraf signifikan 5% (α = 0, 05) atau taraf kepercayaan 95% dengan dk = n1+ n2- 2.

Dari hasil analisis data diperoleh thitung sebesar 4,06 dengan menggunakan taraf signifikansi 5% dan dk = 78 diperoleh batas penolakan hipotesis nol sebesar 2,000. Berarti thitung > ttabel yaitu (4,06 > 2,00), maka hipotesis nol yang diajukan ditolak dan menerima hipotesis alternatif.

Oleh karena itu dapat diinterpretasikan bahwa ada perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara siswa yang dibelajarkan melalui model Meaningfull Instructional Design bermuatan masalah kontekstual dan siswa yang dibelajarkan melalui pembelajaran konvensional pada siswa kelas V SD Negeri 1 Renon tahun ajaran 2013/2014.

Dalam pembelajaran IPA yang dibelajarkan melalui model Meanigfull Instructional Design bermuatan masalah kontekstual pada siswa kelas VB SD Negeri 1 Renon sebagai kelompok eksperimen persentase rata-rata hasil belajar IPA lebih baik dengan persentase disekitar rata-rata 55%, di bawah rata-rata 12,5%, di atas rata-rata 22,5% dan nilai hasil belajar IPA siswa digolongkan berdasarkan kategori sangat baik sebesar 65% serta dikategori baik sebesar 35%.

Pada kelompok kontrol yang dibelajarkan melalui pembelajaran konvensional pada siswa kelas VC SD Negeri 1 Renon dengan persentase di sekitar rata-rata sebanyak 50 %, di bawah rata-rata sebanyak 32,5%, di atas rata-rata sebanyak 12,5 % dan nilai hasil belajar IPA siswa digolongkan berdasarkan kategori sangat baik sebesar 25%, kategori baik sebesar 72,5% serta kategori cukup sebesar 2,5%.

Berdasarkan uji-t diperoleh thitung = 4,06 > ttabel (α= 0,05, 78) = 2,000 berarti hipotesis alternatif yang menyebutkan bahwa ada perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara siswa yang dibelajarkan melalui model Meaningfull Instructional Design bermuatan masalah kontekstual dan siswa yang dibelajarkan melalui pembelajaran konvensional pada taraf signifikansi 5% diterima.

Artinya bahwa siswa yang dibelajarkan melalui model Meaningfull Instructional Design bermuatan masalah kontekstual hasil belajarnya lebih baik dari pada siswa yang dibelajarakan melalui pembelajaran konvensional. Hal tersebut dapat dilihat dari perbedaan nilai rata-rata hasil belajar IPA antara kelompok eksperimen yaitu = 76,34 > = 70,25 pada kelompok kontrol.

(10)

Pada pembelajaran menggunakan model Meaningfull Instructional Design

bermuatan masalah kontekstual, siswa mencoba menghubungkan fenomena baru ke dalam struktur pengetahuan. Bahan pelajaran disesuai dengan kemampuan siswa dan relevan dengan struktur kognitif yang dimiliki siswa sehingga minat dan motivasi belajar siswa meningkat. Penyajian masalah kontekstual dalam pembelajaran memberikan kesempatan kepada siswa untuk membangun konsep dan ide berdasarkan suatu topik kontekstual. Siswa mendapat pengalaman langsung dalam menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dengan kehidupan siswa sehari-hari sehingga hasil belajar siswa menjadi optimal.

Menurut Yamin (2011:196) masalah kontekstual dalam pembelajaran bertujuan untuk membantu siswa memahami materi pelajaran yang sedang dipelajari dengan menghubungkan pokok materi pelajaran dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari, seperti membuat hubungan yang bermakna (making meaningfull conections), yaitu membuat hubungan antara subjek dengan pengalaman atau antara pembelajaran dengan kehidupan nyata siswa sehingga hasilnya bermakna dan makna ini memberi alasan untuk belajar.

Aktivitas tersebut dirancang untuk menghubungkan pengetahuan akademik dengan konteks kehidupan sehari-hari siswa dalam mecapai tujuan yang bermakna. Menurut Ausubel (dalam Dahar, 2011:95) pembelajaran bermakna memberikan keuntungan yaitu (1) Informasi yang dipelajari secara bermakna lebih lama dapat diingat, (2) Pembelajaran menjadi lebih bermakna dan riil. Siswa dituntut untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting, sebab dengan dapat mengorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu berfungsi secara fungsional, tetapi materi yang dipelajarinya tertanam erat dalam memori siswa, sihingga tidak mudah dilupakan, (3) Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsep kepada siswa karena pembelajaran

kontekstual menganut aliran konstruktivisme, dimana seorang siswa dituntun untuk menemukan pengetahuannya sendiri.

Hasil temuan tersebut didukung hasil penelitian oleh Linda Lestari (2009) yaitu Penggunaan model Meaningfull Instructional Design untuk meningkatkan keterampilan menulis karangan narasi sugestif siswa kelas X SMAN 1 Bandung tahun ajaran 2009/2010.

Dari hasil temuan tersebut, dapat disimpulkan perbedaan hasil belajar yang muncul disebabkan karena siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan model Meaningfull Instructional Design

bermuatan masalah kontekstual dapat meningkatkan minat dan motivasi belajar siswa. Siswa lebih memahami materi pembelajaran ketika siswa sendiri menemukan dan memecahkan masalah yang dihadapi sehingga memberi pengalaman dan bermakna bagi siswa.

Hal tersebut dapat ditemukan pada penggunaan model Meaningfull Instructional Design bermuatan masalah kontekstual memberikan hasil belajar yang lebih baik dibandingkan dengan penggunaan pembelajaran konvensional pada pelajaran IPA.

PENUTUP

Bedasarkan analisis data hasil penelitian yang diperoleh, adapun simpulan yang dapat disampaikan dalam penelitian ini yaitu: (1) Dalam pembelajaran IPA yang dibelajarkan melalui model Meanigfull Instructional Design bermuatan masalah kontekstual pada kelompok eksperimen persentase rata-rata hasil belajar IPA lebih baik dengan persentase disekitar rata-rata 55%, di bawah rata-rata 12,5%, di atas rata-rata 22,5% dan nilai hasil belajar IPA siswa digolongkan berdasarkan kategori sangat baik sebesar 65% serta dikategori baik sebesar 35%. (2) Pada kelompok kontrol yang dibelajarkan melalui pembelajaran konvensional pada kelompok kontrol dengan persentase di sekitar rata-rata sebanyak 50 %, di bawah rata-rata sebanyak 32,5%, di atas rata-rata sebanyak 12,5 % dan nilai hasil belajar IPA siswa digolongkan berdasarkan kategori

(11)

sangat baik sebesar 25%, kategori baik sebesar 72,5% serta kategori cukup sebesar 2,5%. (3) Ada perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara siswa yang dibelajarkan melalui model

Meaningfull Instructional Design

bermuatan masalah kontekstual dan siswa yang dibelajarkan melalui pembelajaran konvensional. Dapat dilihat dari perolehan thitung = 4,06 > ttabel (α= 0,05, 78) = 2,000 berdasarkan kriteria pengujian dengan dk= 78 dan taraf signifikansi 5% sehingga H0 ditolak dan Ha diterima dan diperkuat dari nilai rata-rata siswa kelompok eksperimen = 76,34 > = 70,25 pada kelompok kontrol. Maka dari itu model Meaningfull Instructional Design bermuatan masalah kontekstual berpengaruh terhadap hasil belajar IPA pada siswa kelas V SD Negeri 1 Renon tahun ajaran 2013/2014

.

DAFTAR RUJUKAN

Abuddin Nata. 2009. Perspektif Islam Tentang Startegi Pembelajaran. Jakarta: Kencana.

Arikunto, Surhasimi. 2010. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara

Ausubel, David. 1963. Pengertian Belajar Bermakna. Tersedia dalam Error! Hyperlink reference not valid. (diakses 20 januari 2013).

BSNP. 2011. Standar Kompetensi dan

Kompetensi Dasar Sekolah

Dasar/Madrasah Ibtidaiyah.

Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional.

Dahar, R. W. 2011. Teori-Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Erlangga Darmodjo, Hendro dan Kaligin jenny

R.E.1991. Pendidikan IPA II.

Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Depdiknas. 2006. Kurikulum Tingkat

Satuan Pendidikan: Standar

Kompetensi dan Kompetensi Dasar.

Jakarta: Depdiknas.

Kunandar. 2007. Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Dan Sukses Sertifikasi Guru. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Rusman. 2011. Model-model Pembelajaran. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada..

Salma, Dewi. 2008. Prinsi Disain Pembelajaran. Jakarta: Pernada Media Group.

Samatowa, Usman. 2006. Bagaimana Membelajarkan IPA di Sekolah

Dasar. Jakarta: Departemen

Pendidikan Nasional.

Shaleh, Abdul Rahman &Wahab, Muhbib Abdul. 2004. Psikologi Suatu Pengantar Dalam Persfektif Islam. Jakarta:Kencana.

Sudjana, N. 2005. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo.

Sudjana, Nana. 2010. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Sugiyono. 2010. Statistika untuk Penelitian. Bandung: CV. Alfabeta. ________. 2011. Metode Penelitian

Pendidikan. Bandung: Alfabeta. Suyatno. 2009. Menjelajah Pembelajaran

Inovatif. Surabaya: PT Bumi Aksara.

Shay, Muhibbin. 2012. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Trianto. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstrutivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka

Winantaputra, Udin. S. dkk. 2009. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Universitas Terbuka.

(12)

Winarsunu, Tulus. 2010. Statistik dalam

Penelitian Psikologi dan

Pendidikan. Malang: UMM Press. Yamin, Martinis. 2011. Paradigma Baru

Pembelajaran. Jakarta:Gaung

Persada.

Gambar

Tabel 1.  Tabel Deskripsi Data Hasil Belajar IPA Kelompok Eksperimen dan Kontrol

Referensi

Dokumen terkait

Teknik analisis data yang digunakan adalah uji anava dua jalur pada taraf 0,05 Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) terdapat pengaruh model pembelajaran berbasis

Berdasarkan hasil pengamatan dan analisis data yang telah diperoleh, dapat dinyatakan bahwa pembelajaran IPA pada materi magnet dengan meng- gunakan model

Berdasarkan analisis data hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran inkuiri dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas III Sekolah

Berdasarkan hasil wawancara dari kedua narasumber diperoleh informasi bahwa pengembangan pembelajaran IPA di SD sebagian dalam proses pembelajaran masih kurang dalam

Berdasarkan analisis hasil penelitian diperoleh kesimpulan tentang data observasi aktivitas guru dan siswa selama proses pembelajaran berlangsung, hasil belajar

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) hasil belajar IPA siswa yang mengikuti model pembelajaran PBL berbantuan media video berada pada tingkat kategori tinggi (diatas

Data dalam penelitian ini adalah skor hasil belajar IPA siswa kelas IV dari penerapan model pembelajaran SAVI bermuatan Tri Hita Karana pada kelompok eksperimen dan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) deskrpisi hasil belajar IPA siswa setelah dibelajarkan dengan model pembelajaran kooperatif script berbantuan peta