• Tidak ada hasil yang ditemukan

VI HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "VI HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

46

VI HASIL DAN PEMBAHASAN

6.1.Penawaran Kedelai Dunia

Penawaran kedelai dunia mengalami perkembangan yang sangat pesat setiap tahunnya mengikuti deret pertambahan jumlah penduduk dan meningkatnya konsumsi akan bahan pangan pokok terutama kedelai. Selain itu, semakin banyaknya luas lahan produktif yang digunakan untuk menanami kedelai didukung oleh inovasi teknologi, kebijakan pemerintah yang tepat terhadap petani setempat serta lembaga riset dalam menghasilkan benih kedelai unggul dalam meningkatkan volume produksi (penawaran) kedelai dunia.

6.1.1. Produksi Kedelai Dunia

Perkembangan produksi kedelai dunia selama periode tahun 2005-2011 memiliki tren yang fluktuatif. Pada tahun 2005 produksi kedelai sebesar 214 juta ton dan mengalami peningkatan sebesar 3,50 persen pada tahun berikutnya. Pada tahun 2006 peningkatan produksi kedelai disebabkan luas panen kedelai meningkat dari 92 juta ha menjadi 95 juta ha, sedangkan produktivitas meningkat dari 23,18 ku/ha menjadi 23,29 ku/ha jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Peningkatan ini tidak berlangsung lama, karena pada tahun berikutnya luas panen kedelai defisit sebesar 5,41 persen menjadi 90 juta ha, sedangkan produktivitasnya justru meningkat sebesar 4,63 persen menjadi 24,37 ku/ha. Alhasil, produksi kedelai defisit 1,03 persen jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pada tahun berikutnya produksi kedelai tumbuh sebesar 5,32 persen. Pertumbuhan ini ditengarai oleh adanya peningkatan luas panen kedelai sebesar 7,02 persen menjadi 96 juta ton walaupun produktivitasnya defisit 1,58 persen menjadi 22,43 ku/ha dibandingkan tahun sebelumnya. Pada tahun 2009 luas panen kedelai meningkat sebesar 3,13 persen menjadi 99 juta ha namun tidak mampu menutupi defisit produktivitas kedelai dunia sebesar 6,48 persen menjadi 22,43 ku/ha sehingga produksi kedelai defisit 3,55 persen jika dibandingkan tahun sebelumnya. Secara lengkap perkembangan produksi kedelai dunia periode tahun 2005-2011 disajikan pada tabel di bawah ini.

(2)

47 Tabel 3. Perkembangan Produksi Kedelai Dunia Tahun 2005-2011

Tahun Produksi (000 Ton) Pertumbuhan (%) 2005 214.478 2006 221.983 3,50 2007 219.707 -1,03 2008 231.392 5,32 2009 223.185 -3,55 2010 264.116 15,50 2011 258.595 -2,10

Sumber : FAO (2011) dan USDA (2012), (Diolah)

Berdasarkan data di atas tercatat pada tahun 2010 produksi kedelai dunia mencapai angka tertinggi dengan meningkat sebesar 15,50 persen menjadi 264 juta ton jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Namun pada tahun 2011 produksi kedelai justru defisit 2,10 persen jika dibandingkan tahun 2010. Menurut Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) seperti dikutip Bloomberg, penurunan produksi kedelai ini disebabkan karena luas areal tanam kedelai di negara produsen seperti Amerika Serikat setahun belakangan lebih banyak ditanami jagung dan gandum oleh petani setempat sehingga luas panen untuk kedua komoditas ini lebih besar.

Produksi kedelai di dunia diperkirakan mempunyai rata-rata sebesar 233 juta ton dimana sekitar 81 persen diproduksi di benua Amerika oleh negara-negara produsen besar seperti Amerika Serikat, Brazil dan Argentina. Asia mengambil peran sekitar 10 persen dari total produksi kedelai dunia melalui negara-negara maju dan berkembang seperti China dan India, sedangkan sisanya menyebar diberbagai negara di benua Eropa, Asia dan Amerika. Posisi produsen kedelai dunia selama periode tahun 2005-2011 tidak mengalami perubahan. Amerika masih menjadi negara produsen kedelai terbesar di dunia diikuti oleh Brazil, Argentina, China dan India. Berikut disajikan perkembangan produksi kedelai lima negara besar di dunia periode tahun 2005-2011.

(3)

48 Tabel 4. Perkembangan Produksi Kedelai Lima Negara Besar di Dunia (000 Ton)

No Negara Tahun Rata-rata Share (%) 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 1 USA 83.505 86.999 72.858 80.749 91.417 90.606 83.272 84.201 36,08 2 Brazil 51.182 52.465 57.857 59.833 57.345 75.500 73.500 61.097 26,18 3 Argentina 38.290 40.537 47.483 46.238 30.993 49.000 53.000 43.649 18,71 4 China 16.350 15.500 12.725 15.545 14.981 15.100 14.000 14.886 6,38 5 India 8.274 8.857 10.968 9.910 10.050 9.800 10.600 9.780 4,19 … … … … … 11 Indonesia 808 748 593 776 975 650 640 741 0,32 Lainnya 16.070 16.878 17.224 18.341 17.423 23.460 23.583 18.997 8,14 Dunia 214.478 221.983 219.707 231.392 223.185 264.116 258.595 233.351 100

Sumber : FAO (2011) dan USDA (2012), (Diolah)

Amerika sebagai negara penghasil kedelai terbesar di dunia memiliki rata-rata produksi sebesar 84 juta ton per tahun atau dengan share 36,08 persen dari total produksi kedelai dunia. Produksi kedelai Amerika memiliki perkembangan yang fluktuatif sejak tahun 2005 dan mencapai angka tertinggi pada tahun 2009 sebesar 91 juta ton atau meningkat 13,21 persen (10,67 juta ton) jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Perkembangan produksi kedelai Amerika berasal dari penggunaan varietas unggul yang semakin tinggi daya hasilnya disertai cara tanam yang terus diperbaiki untuk mendapatkan pertumbuhan kedelai yang optimal dan juga melalui perluasan areal tanam. Perluasan areal tanam didukung oleh ketersediaan lahan yang sangat luas, tanah yang subur melalui luas skala usaha besar sehingga biaya efisien. Selain itu pemerintah Amerika juga mendukung melalui pemberian insentif kepada petani kedelai setempat untuk menjaga loyalitas dan motivasi petani dalam menanam kedelai. Seperti yang sudah disebutkan di atas, penurunan produksi kedelai Amerika dalam dua tahun belakangan dikarenakan luas areal tanamnya lebih banyak ditanami jagung dan gandum sehingga luas panen untuk kedua komoditas itu lebih besar.

Produksi kedelai di Brazil pada periode tahun 2005-2011 memiliki per-kembangan yang fluktuatif namun cenderung meningkat. Brazil sebagai negara produsen kedelai terbesar setelah Amerika memiliki rata-rata produksi sebesar 61 juta ton atau dengan share 26,18 persen dari total produksi kedelai dunia. Produksi

(4)

49 kedelai Brazil mencapai angka tertinggi pada tahun 2010 yaitu sebesar 75,5 juta ton atau meningkat 31,66 persen (18,16 juta ton) jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Produksi dan peningkatan kedelai yang stabil di negara Brazil tidak lepas dari peran pemerintah dalam mendukung petani kedelai setempat. Bentuk dukungan pemerintah salah satunya adalah melalui pemberian kredit liberal dengan suku bunga rendah untuk pembelian peralatan dan sarana produksi. Selain itu, Brazil memiliki Lembaga Penelitian Kedelai Nasional yang berperan dalam merakit varietas-varietas baru yang berasal dari Amerika, China, Jepang dan Korea. Perusahaan multinasional juga berperan dalam memberikan pinjaman modal, manajemen serta bantuan tenaga ahli.

Negara lain yang termasuk dalam lima besar adalah Argentina, Cina dan India masing-masing memiliki rata-rata produksi sebesar 43 juta ton, 14 juta, 9 juta ton atau dengan share 18,71 persen, 6,38 persen, dan 4,19 persen dari total produksi kedelai dunia. Sedangkan Indonesia berada di peringkat kesebelas dengan rata-rata 741 ribu ton atau dengan share 0,32 persen dari total produksi kedelai dunia. Produksi kedelai Argentina mencapai angka tertinggi pada tahun 2011 sebesar 53.000 ribu ton atau meningkat 7,55 persen (4 juta ton) jika dibandingkan tahun sebelumnya. China mencapai produksi tertinggi pada tahun 2005 sebesar 16 juta ton sedangkan India pada tahun 2007 sebesar 10,9 juta ton.

Dewasa ini kebutuhan kedelai di China melebihi tiga kali lipat produksi dalam negerinya sendiri mengikuti deret pertumbuhan penduduknya yang fantastis. Hal ini tidak didukung oleh semakin terbatasnya lahan pertanian di China sehingga selain sebagai produsen, China juga mengimpor kedelai untuk memenuhi kebutuhan dalam negerinya terutama berasal dari Amerika Selatan seperti Brazil dan Argentina. Sedangkan India untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, pemerintahnya menggenjot produksi kedelai dengan cara meningkatkan pendapatan petani komoditi tersebut yang secara tidak langsung meningkatkan motivasi petani dalam menanam kedelai. Di pasar kedelai internasional, Amerika sebagai negara produsen sekaligus eksportir kedelai nomor satu dunia menguasai perdagangan kedelai dunia. Setiap perubahan penawaran yang dilakukan oleh Amerika, dapat mempengaruhi stabilitas harga kedelai internasional termasuk harga kedelai Indonesia.

(5)

50 6.1.2. Perdagangan Kedelai Dunia

Pasar kedelai merupakan pasar yang besar dengan produksi dunia rata-rata sebesar 233.351.000 ton/tahun. Struktur pasar internasional kedelai lebih mendekati pasar oligopoli, dimana penawaran dan ekspor kedelai dunia dikuasai oleh beberapa negara produsen seperti Amerika (36,08%), Brazil (26,18), dan Argentina (18,71%), yang saat ini masih mengacu ke pasar berjangka Chicago (Chicago Board of Trade Cibot) dengan jumlah importir yang banyak, antara lain China (48,44%), Uni Eropa (10,44%), Jepang (5,34%), Meksiko (4,92%), dan Indonesia (1,90%).

Berdasarkan data statistik, ekspor kedelai masih dikuasai oleh tiga negara produsen kedelai dunia saat ini yaitu USA, Brazil dan Argentina diikuti Paraguay serta Kanada. Amerika sebagai produsen kedelai nomor satu di dunia, mengekspor rata-rata sebesar 31 juta ton atau dengan share sebesar 42,94 persen dari total ekspor kedelai dunia per tahun. Angka ini hanya sepertiga dari total produksi kedelai Amerika pada tahun 2009 yang mencapai 91 juta ton per tahun. Sedangkan Brazil, Argentina, Paraguay dan Kanada masing-masing mengekspor rata-rata sebesar 24 juta ton, 9 juta ton, 2,9 juta ton dan 1,7 juta atau dengan besar share 33,72 persen, 12,41 persen, 3,95 persen dan 2,35 persen dari total ekspor dunia per tahun.

Tabel 5. PerkembanganVolume Ekspor Kedelai Lima Negara Besar Dunia (Ton)

No Negara Tahun Rata-Rata Share

(%) 2005 2006 2007 2008 2009 1 USA 25.657.900 28.120.000 29.840.200 33.995.600 40.505.700 31.623.880 42,94 2 Brazil 22.435.100 24.958.000 23.733.800 24.499.500 28.562.700 24.837.820 33,72 3 Argentina 9.962.110 7.872.860 11.842.500 11.733.600 4.291.710 9.140.556 12,41 4 Paraguay 2.971.610 2.251.850 3.520.810 3.689.010 2.128.550 2.912.366 3,95 5 Canada 1.180.680 1.469.510 1.868.330 1.850.570 2.279.070 1.729.632 2,35 … … … … 44 Indonesia 876 4.633 1.872 1.025 446 1.770 0 Lainnya 3.173.645 3.226.945 3.612.442 3.250.536 3.776.845 3.408.103 4,63 Dunia 65.382.021 67.903.798 74.419.954 79.019.841 81.545.021 73.654.127 100

Sumber : FAO, 2011 (Diolah)

Perkembangan rata-rata nilai ekspor Amerika Serikat selama kurun waktu tersebut mencapai 11 juta USD atau dengan share 44,9 persen dari total keseluruhan nilai ekspor kedelai dunia. Diikuti Brazil, Argentina, Paraguay,

(6)

51 Kanada masing-masing sebesar 8 juta USD, 2 juta USD, 800 ribu USD, 600 ribu USD atau dengan share 32,57 persen, 11,18 persen, 3,39 persen, dan 2,61 persen dari total keseluruhan nilai ekspor kedelai dunia.

Tabel 6. Perkembangan Nilai Ekspor Kedelai Lima Negara Besar di Dunia (USD)

No Negara Tahun Rata-Rata Share

(%) 2005 2006 2007 2008 2009 1 USA 6.324.290 6.922.650 10.016.200 15.537.200 16.475.900 11.055.248 44,9 2 Brazil 5.345.050 5.663.420 6.709.380 10.952.200 11.424.300 8.018.870 32,57 3 Argentina 2.295.680 1.779.100 3.435.060 4.583.260 1.675.160 2.753.652 11,18 4 Paraguay 566.188 439.135 890.283 1.485.310 787.159 833.615 3,39 5 Canada 341.600 416.223 633.907 857.548 965.290 642.914 2,61 … … … … Lainnya 916.163 910.999 1.247.474 1.715.445 1.777.167 1.313.450 5,34 Dunia 15.789.456 16.134.418 22.934.556 35.132.368 33.105.318 24.619.223 100 Sumber : BPS, 2011 (Diolah)

Bila ditinjau berdasarkan data statistik impor kedelai dunia dalam kurun waktu 2005-2009, China menduduki peringkat pertama sebagai negara pengimpor kedelai terbesar di dunia dengan rata-rata mencapai 35,4 juta ton atau dengan besar share 48,44 persen dari total impor kedelai dunia diikuti oleh Belanda, Jepang, Meksiko, dan Jerman. Masing-masing dari keempat negara lainnya memiliki impor rata-rata sebesar 4,1 juta ton, 3,9 juta ton, 3,6 juta ton, 3,5 juta ton atau masing-masing dengan besar share 5,62 persen, 5,34 persen, 4,92 persen dan 4,85 persen dari total impor kedelai dunia. Sedangkan Indonesia dengan kebutuhan kedelai rata-rata di atas 2 juta ton per tahun, untuk memenuhi sebagian kebutuhan dalam negerinya dengan impor rata-rata 1,3 juta ton per tahun atau dengan besar share 1,90 persen dari total impor kedelai dunia. Secara lengkap dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

(7)

52 Tabel 7. Perkembangan Volume Impor Kedelai Lima Negara Besar Dunia (Ton)

No Negara Tahun Rata-rata Share

(%) 2005 2006 2007 2008 2009 1 China 29.036.040 30.655.250 33.150.410 39.531.000 44.917.760 35.458.092 48,44 2 Netherlands 4.870.190 4.452.820 4.191.360 4.013.270 3.048.210 4.115.170 5,62 3 Japan 4.180.630 4.041.880 4.160.720 3.711.040 3.455.630 3.909.980 5,34 4 Mexico 3.714.010 3.765.610 3.610.900 3.507.200 3.425.920 3.604.728 4,92 5 Germany 3.884.470 3.516.430 3.692.750 3.484.860 3.165.420 3.548.786 4,85 … … … … … … … 11 Indonesia 1.086.180 1.132.140 2.240.800 1.173.100 1.314.620 1.389.368 1,9 Lainnya 20.097.968 18.955.648 23.169.826 23.226.470 20.372.022 21.170.760 28,92 Dunia 66.869.488 66.519.778 74.216.766 78.646.940 79.699.582 73.196.884 100

Sumber : FAO, 2011 (Diolah)

Bila dilihat dari nilai impornya sepanjang tahun 2005-2009, China sebagai negara pengimpor kedelai terbesar di dunia memiliki rata-rata sebesar 14 juta USD atau dengan share 50,19 persen dari total keseluruhan nilai impor kedelai dunia. Diikuti oleh Belanda, Jepang, Jerman dan Meksiko masing-masing sebesar 1,6 juta USD, 1,38 juta USD, 1,3 juta USD, 1,25 USD atau dengan share 5,92 persen, 4,85 persen, 4,55 persen, 4,39 persen dari total keseluruhan nilai impor kedelai dunia. Sedangkan Indonesia berada di peringkat kesebelas sebesar 481 ribu USD atau dengan share 1,68 persen dari total keseluruhan nilai impor kedelai dunia. Indonesia sebagai negara importir berisiko tinggi terhadap instabilitas pasokan dan fluktuasi harga kedelai impor. Hal tersebut karena struktur pasar oligopolistik bersifat penentu harga (price taker) dan bukan pengikut harga4. Secara lengkap dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

(8)

53 Tabel 8. Perkembangan Nilai Impor Kedelai Lima Negara Besar Dunia (USD)

No Negara Tahun Rata-rata Share

(%) 2005 2006 2007 2008 2009 1 China 8.485.187 8.124.131 12.351.845 22.980.480 19.820.020 14.352.333 50,19 2 Netherlands 1.426.180 1.282.020 1.664.360 2.374.210 1.718.210 1.692.996 5,92 3 Japan 1.207.300 1.101.580 1.378.200 1.969.270 1.281.870 1.387.644 4,85 4 Germany 1.034.310 939.915 1.228.380 1.853.200 1.453.720 1.301.905 4,55 5 Mexico 949.967 926.093 1.176.990 1.800.950 1.419.120 1.254.624 4,39 … … … … 11 Indonesia 308.009 299.578 479.428 697.985 621.281 481.256 1,68 Lainnya 5.556.817 5.177.695 8.111.000 12.078.549 9.679.188 8.120.650 28,4 Dunia 18.967.770 17.851.012 26.390.203 43.754.644 35.933.409 28.593.170 100 Sumber : BPS, 2011 (Diolah)

6.1.3. Tingkat Harga Kedelai Dunia

Harga kedelai dunia sangat dipengaruhi oleh ketersediaan kedelai di pasar internasional. Menipisnya stok kedelai dunia sering kali menjadi pemicu kenaikan harga kedelai di pasar internasional. Sedangkan pada saat produksi oleh sejumlah negara penghasil kedelai mengalami peningkatan maka harga akan turun.

Gambar 6. Soybean Monthly Price (USD/Metric Ton) Sumber : World Bank, 2012

Berdasarkan gambar di atas ini, harga kedelai dunia periode Desember 2011 sampai Juni 2012 mengalami tren yang fluktuatif namun memiliki

420.02 441.73 461.56 496.29 529.42 520.93 522.33 0 100 200 300 400 500 600

(9)

54 kecenderungan meningkat. Harga kedelai dunia per Desember 2011 sebesar 420,02 USD per metrik ton dan naik 5,16 persen pada Januari 2012 menjadi 441,73 USD per metrik ton. Harga kedelai dunia terus meningkat masing-masing 4,49 persen pada Februari 2012, 4,49 persen pada Maret 2012 dan 6,68 persen pada April 2012. Pada Mei 2012 harga kedelai dunia turun 1,60 persen jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya dan meningkat 0,27 persen pada Juni 2012.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kenaikan harga kedelai dunia pada beberapa bulan awal 2012 karena adanya pengaruh permintaan dan penawaran kedelai dunia. Sejak bulan April permintaan kedelai didominasi oleh China, dimana China yang pada bulan-bulan sebelumnya membeli dari Amerika Selatan mengalami kehabisan stok akibat kegagalan panen kedelai di Amerika Selatan karena pengaruh cuaca panas. China sebagai importir kedelai terbesar di dunia membeli 921.642 ton kedelai Amerika selama empat minggu dalam bulan April dimana permintaan ini tiga kali lipat dibanding periode yang sama pada tahun 2011. China juga telah memesan kedelai dari panen berikutnya untuk dikirim sebanyak 7.121 juta ton atau naik 21 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Di sisi lain penawaran produksi kedelai dunia turun dari tahun sebelumnya dikarenakan output dari Amerika Selatan, Brazil, Argentina dan Paraguay mengalami penurunan akibat cuaca yang buruk di Amerika Selatan. Selain itu menurut Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) seperti dikutip Bloomberg, penurunan produksi kedelai ini disebabkan karena luas areal tanam kedelai di negara produsen seperti Amerika Serikat setahun belakangan menurun karena petani lebih banyak menanami jagung dan gandum sehingga luas panen untuk kedua komoditas ini lebih besar. Berdasarkan data tersebut kemungkinan harga kedelai masih akan meningkat seiring dengan ketatnya persediaan dari kedelai dan akan terus bertahan sampai ada perubahan cuaca yang mendukung pertumbuhan tanaman kedelai yang diprediksi akan berlangsung lama. Sehingga Indonesia harus meningkatkan produksi kedelai jika tidak mau terimbas tingginya harga kedelai impor.

(10)

55 6.1.4. Kebijakan Perkedelaian Negara Produsen Kedelai Dunia

6.1.4.1. Brazil

Brazil merupakan negara produsen kedelai nomor dua di dunia dengan rata-rata produksi sebesar 61 juta ton per tahun atau sekitar 26,18 persen dari total produksi kedelai dunia (tabel 4). Brazil juga menjadi negara eksportir kedelai dunia setelah Amerika dengan total ekspor rata-rata sebesar 24,8 juta ton per tahun atau sekitar 33,72 persen dari total ekpor kedelai dunia. Total ekspor Brazil menghasilkan nilai rata-rata sebesar 8 milyar US Dollar per tahun atau 32,57 persen dari total nilai ekspor kedelai dunia (tabel 5). Hal ini tidak bisa dipungkiri mengingat Brazil telah menjadi produsen kedelai utama di dunia sejak tahun 1960-an. Pada tahun 1965, Brazil melakukan peningkatan produksi kedelai dengan membuka areal kedelai baru sekitar 432.000 ha (produksi 520 ribu ton) dan meningkat menjadi 8,774 juta ha (produksi 15,2 juta ton) pada tahun 1980. Pertumbuhan produksi kedelai di Brazil sangat mengesankan, yaitu rata-rata 25 persen, khususnya pada periode tahun 1965-1985.

Pemerintah Brazil lebih mendorong untuk mengembangkan processing kedelai menjadi minyak dan bungkil di dalam negeri yang kemudian minyak dan bungkil tersebut di ekspor daripada mengeskpor biji kedelai. Brazil terutama mengekspor ke MEE, Jepang, Spanyol, Rusia, China dan Eropa Timur. Brazil memiliki musim panen kedelai yang berbeda dengan Amerika Serikat. Perbedaan tersebut dimanfaatkan oleh Brazil untuk menikmati harga kedelai yang tinggi dengan menjual pada musim yang berbeda dengan Amerika. Hal ini dilakukan mengingat Amerika Serikat merupakan produsen kedelai utama sehingga dapat mempengaruhi fluktuasi harga kedelai dunia. Pemerintah Brazil menerapkan sejumlah kebijakan perdagangan untuk mengendalikan volume ekspor. Kebijakan diarahkan untuk mendorong perkembangan industri pengolahan biji kedelai menjadi minyak dan bungkil. Kebijakan perdagangan meliputi kuota ekspor, lisensi, pajak ekspor dan subsidi, embargo ekspor, dan perjanjian dagang bilateral5.

5

Sejarah Sukses Kedelai di Brazil dan Swasembada di Indonesia. Error! Hyperlink reference

(11)

56 Ada empat faktor yang mendorong pengembangan kedelai di Brazil:

1. Pengembangan kedelai di Brazil didorong oleh kebijakan pemerintah yang menciptakan pasar yang baik untuk kedelai. Pemerintah menawarkan kredit yang liberal dengan tingkat suku bunga yang rendah, guna pembelian peralatan dan sarana produksi. Keadaan ini memberikan kemudahan bagi petani untuk melakukan perluasan areal kedelai.

2. Perusahaan multinasional yang melihat adanya peluang ekonomi membantu petani melalui bantuan tenaga ahli, modal dan manajemen dalam rangka pengembangan industri pertanian Brazil.

3. Brazil mempunyai Lembaga Penelitian Kedelai Nasional (National Center for Soybean Research) di bawah Brazilian Enterprize of Agricultural Research (EMBRAPA) yang memiliki plasma nutfah yang diperlukan untuk merakit varietas-varietas baru diperoleh dari Amerika Serikat, Cina, Jepang dan Korea. 4. Tingginya harga kedelai pada akhir tahun 1960-an hingga akhir tahun 1970-an

dan terjadinya embargo ekspor kedelai oleh Amerika Serikat pada tahun 1973 menyebabkan kedelai menjadi tanaman yang lebih menguntungkan dan berupaya mengembangkan tanaman kedelai di dalam negeri Brazil sendiri.

6.2. Permintaan Impor Kedelai Indonesia

Permintaan kedelai akan terus meningkat sejalan dengan pertumbuhan jumlah penduduk, membaiknya pendapatan perkapita, meningkatnya kesadaran akan kecukupan gizi, dan berkembangnya berbagai industri berbahan pokok kedelai seperti tahu, tempe, dan kecap. Namun, permintaan kedelai di Indonesia selalu lebih tinggi daripada penawaran kedelai itu sendiri sehingga pemerintah melakukan impor untuk memenuhi kebutuhan kedelai dalam negeri.

6.2.1. Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Kedelai Indonesia

Berdasarkan data statistik perkembangan luas panen, produktivitas, dan produksi kedelai Indonesia menurut wilayah periode tahun 2005-2012 dapat dikatakan fluktuatif. Sejak tahun 2005 luas areal panen kedelai Indonesia terus menurun hingga tahun 2007 dan kembali meningkat sampai tahun 2009 sebelum akhirnya turun kembali pada tahun 2011. Pada tahun 2012 (ARAM I) luas areal panen kedelai diperkirakan sebesar 566,7 ribu ha atau lebih rendah 55,55 ribu ha

(12)

57 daripada tahun sebelumnya. Rata-rata luas areal panen kedelai di wilayah Jawa masih lebih tinggi daripada luas areal panen di luar Jawa. Dimana sekitar 60 persen panen di Jawa didapat dari pertanaman di lahan sawah sedangkan di luar Jawa hanya 20 persen dari lahan sawah. Sisanya ditanam di lahan tegal. Baik di Jawa maupun di luar Jawa, hasil pertanaman di lahan sawah lebih tinggi dibandingkan di lahan tegal. Namun tiap tahun luas lahan baku di Jawa terus menurun akibat perubahan fungsi penggunaan di luar pertanian yang pada akhirnya menurunkan luas areal penanaman sehingga berdampak pada menurunnya luas areal panen kedelai.

Produktivitas kedelai Indonesia tahun 2005 sebesar 13,01 ku/ha, kemudian menurun pada tahun 2006 dan kembali meningkat sampai tahun 2011. Pada tahun 2012 (ARAM I) produktivitas kedelai Indonesia diperkirakan mencapai angka tertinggi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya yakni sebesar 13,76 ku/ha atau meningkat 0,08 ku/ha dibandingkan tahun sebelumnya. Rata-rata produktivitas kedelai wilayah Jawa lebih tinggi daripada di Luar Jawa. Salah satu penyebab yang memungkinkan karena petani di luar Jawa belum menggunakan kedelai varietas unggul, penerapan teknik budidaya kedelai masih kurang tepat dan sebagian besar belum menerapkan pendekatan produksi melalui Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) pada kedelai. Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) bukanlah suatu paket produksi kedelai, melainkan suatu pendekatan inovatif dan dinamis melalui perakitan teknologi secara partisipasif bersama petani sesuai dengan kondisi lingkungan setempat seperti lahan, keadaan sosial ekonomi serta status kelembagaan yang terkait dengan pembangunan pertanian. PTT diterapkan di sentra-sentra produksi kedelai baik lahan sawah maupun di lahan kering. Melalui Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) kedelai diharapkan dapat memberikan produktivitas tinggi dengan proses produksi yang efisien dan berkelanjutan dalam upaya peningkatan produksi dan pendapatan petani.

Produksi kedelai Indonesia tahun 2005 sebesar 808,36 ribu ton dan terus menurun sampai tahun 2007. Produksi kedelai mulai meningkat kembali pada tahun 2008 sampai tahun 2009 sebelum akhirnya turun sampai tahun 2011. Pada tahun 2012 (ARAM I) produksi kedelai Indonesia diperkirakan sebesar 779,74 ribu ton atau menurun daripada tahun sebelumnya. Penurunan produksi kedelai

(13)

58 pada tahun 2005-2007 kemungkinan dipengaruhi oleh menurunnya luas areal panen dan produktivitas kedelai pada tahun tersebut dan meningkat seiring dengan meningkatnya luas areal panen dan produktivitas kedelai pada tahun 2008-2009. Pada tahun 2010-2011 penurunan produksi kedelai Indonesia lebih dipengaruhi oleh penurunan luas panen kedelai dibandingkan dengan penurunan pro-duktivitasnya terutama di wilayah Jawa. Yang perlu dicermati pada tahun 2011 produksi kedelai di luar Jawa meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Walaupun pada tahun tersebut luas panen kedelai berkurang tetapi pro-duktivitasnya meningkat tajam dibandingkan tahun sebelumnya. Pada tahun 2012 (ARAM I) produksi kedelai Indonesia diperkirakan sebesar 779,74 atau menurun sebesar 71,55 ribu ton dibandingkan tahun sebelumnya. Meskipun produktivitas kedelai diperkirakan meningkat sebesar 0,08 ku/ha, namun luas areal panennya menurun 55,55 ribu ha dibandingkan tahun sebelumnya.

Tabel 9. Perkembangan Luas Panen, Produktivitas, Produksi Kedelai Menurut Wilayah Tahun 2005-2012 Uraian 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 (ARA M 1) 1. Luas Panen (000 ha) Jawa 423,87 390,57 325,69 389,78 460,48 439,59 404,18 374,19 Luar Jawa 197,67 189,97 133,42 201,18 262,31 221,23 218,07 192,51 Indonesia 621,54 580,54 459,11 590,96 722,79 660,82 622,25 566,7 2. Produktivitas (ku/ha) Jawa 13,29 13,27 13,05 13,32 14,05 14,4 14,2 14,23 Luar Jawa 12,4 12,06 12,56 12,76 12,49 12,38 12,71 12,85 Indonesia 13,01 12,88 12,91 13,13 13,48 13,73 13,68 13,76 3. Produksi (000 ton) Jawa 563,23 518,43 424,99 519 646,84 663,21 574,12 532,35 Luar Jawa 245,13 229,19 167,55 256,71 327,67 273,82 277,17 247,39 Indonesia 808,36 747,62 592,54 775,71 974,51 937,03 851,29 779,74 Sumber : BPS, 2012 (Diolah)

6.2.2. Konsumsi Kedelai Indonesia

Kedelai di Indonesia merupakan komoditi terpenting ketiga setelah padi dan jagung. Sifat multiguna yang terdapat pada kedelai menyebabkan tingginya

(14)

59 permintaan kedelai di dalam negeri. Selain itu, manfaat kedelai sebagai salah satu sumber protein murah membuat kedelai semakin diminati. Seiring dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk maka permintaan kedelai di dalam negeri pun berpotensi untuk meningkat. Di Indonesia, lebih dari 90 persen kedelai digunakan sebagai bahan pangan, terutama pangan olahan yaitu sekitar 88 persen oleh industri tahu dan tempe, 10 persen untuk pangan olahan lainnya seperti industri tepung dan pati serta sisanya sebanyak 2 persen untuk benih.

Konsumsi kedelai secara umum terdiri dari konsumsi langsung dan tidak langsung, dimana konsumsi tidak langsung yang dimaksud adalah kedelai yang diolah lebih lanjut menjadi produk tertentu. Olahan biji kedelai dapat dibuat menjadi berbagai bentuk seperti tahu (tofu), bermacam-macam saus penyedap (salah satunya kecap, yang aslinya dibuat dari kedelai hitam), tempe, susu kedelai (baik bagi orang yang sensitif laktosa), tepung kedelai, minyak (dari sini dapat dibuat sabun, plastik, kosmetik, resin, tinta, krayon, pelarut, dan biodiesel), serta taosi atau tauco. Secara lengkap dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 10. Perkembangan Konsumsi Perkapita dan Total Konsumsi Kedelai di Indonesia Tahun 2005-2011

Tahun Jumlah Penduduk

( Jiwa) Konsumsi Perkapita (kg/thn) Konsumsi Perkapita (Kg/thn) Total Konsumsi (Ton) Langsung*) Tidak Langsung**) 2005 219.852.000 0,10 8,51 8,61 1.893.654 2006 222.747.000 0,05 8,38 8,43 1.878.023 2007 225.642.000 0,10 8,77 8,87 2.002.251 2008 228.523.000 0,05 8,46 8,51 1.943.701 2009 234.400.000 0,05 9,92 9,97 2.336.769 2010 237.900.000 0,05 11,34 11,39 2.709.571 2011*) 240.992.700 0,05 12,54 12,59 3.033.643 Rata-rata 230.008.100 0,06 9,70 9,77 2.256.802 Sumber : BPS, 2012 (Diolah) Keterangan: *) Angka Ramalan III

Berdasarkan data statistik di atas, dapat kita ketahui bahwa peningkatan jumlah penduduk tidak selalu berbanding lurus dengan perkembangan konsumsi dan ketersediaan kedelai perkapita di Indonesia periode tahun 2005-2011 namun memiliki kecenderungan yang meningkat. Sejak tahun 2005 konsumsi kedelai perkapita selalu menunjukan perkembangan yang fluktuatif namun mulai menunjukan peningkatan yang stabil pada tahun 2009 hingga 2011. Pada tahun

(15)

60 2005 konsumsi perkapita sebesar 8,61 kg/tahun yang terdiri dari 0,10 kg konsumsi langsung dan 8,51 kg konsumsi tidak langsung. Namun pada tahun 2007 konsumsi perkapita turun sebesar 0,18 kg/tahun yang terdiri dari 0,05 kg konsumsi langsung dan 0,13 konsumsi tidak langsung. Penurunan konsumsi perkapita kembali menurun pada tahun 2008 sebesar 0,36 kg/tahun yang terdiri dari 0,05 konsumsi langsung dan 0,31 kg konsumsi tidak langsung dari tahun sebelumnya. Padahal pada tahun 2007 konsumsi kedelai perkapita meningkat sebesar 0,44 kg/tahun jika dibandingkan tahun 2006 yang terdiri dari 0,05 konsumsi langsung dan 0,39 konsumsi tidak langsung. Konsumsi kedelai perkapita mulai menunjukan peningkatan sejak tahun 2009 hingga tahun 2011. Pada tahun 2009 konsumsi kedelai perkapita meningkat sebesar 1,46 kg/tahun jika dibandingkan dengan tahun 2008. Peningkatan ini merupakan peningkatan tertinggi jika dibandingkan tahun 2010 yang hanya sebesar 1,42 kg/tahun dan 1,2 kg/tahun pada tahun 2011. Dimana peningkatan konsumsi kedelai tidak langsung memiliki kontribusi lebih besar daripada konsumsi langsung dalam meningkatkan konsumsi kedelai perkapita di Indonesia. Hal ini menunjukan bahwa konsumsi kedelai dalam bentuk olahan masih jauh diminati masyarakat Indonesia daripada konsumsi langsung terutama tahu dan tempe.

Total konsumsi kedelai di Indonesia mempunyai tren yang sama dengan perkembangan konsumsi kedelai perkapita. Pada tahun 2005, total konsumsi kedelai Indonesia sebesar 1,89 juta ton dan menurun 0,02 juta ton pada tahun 2006. Namun, kembali meningkat sebesar 0,13 juta ton pada tahun 2007. Seperti halnya konsumsi perkapita, total konsumsi kedelai menurun pada tahun 2008 sebesar 0,06 juta ton jika dibandingkan tahun sebelumnya dan terus meningkat sampai tahun 2011. Penurunan ini salah satunya disebabkan oleh menurunnya konsumsi kedelai perkapita terutama konsumsi tidak langsung (olahan) pada tahun 2008 sebesar 0,36 kg/tahun. Peningkatan konsumsi kedelai tertinggi terjadi pada tahun 2010 yakni sebesar 0,37 juta ton dibandingkan tahun sebelumnya dan meningkat sebesar 0,32 juta ton pada tahun 2011. Perlu dicermati bahwa tren peningkatan konsumsi kedelai dalam beberapa tahun belakangan ditunjukan oleh peningkatan jumlah penduduk yang secara langsung mempengaruhi peningkatan konsumsi kedelai terutama konsumsi tidak langsung (olahan) dalam hal ini tahu dan tempe yang

(16)

61 merupakan makanan pokok olahan berbasis kedelai. Secara rataan selama periode tahun 2005-2011 konsumsi perkapita kedelai adalah sebesar 9,77 kg/tahun yang terdiri dari 0,06 kg konsumsi langsung dan 9,70 kg konsumsi tidak langsung, sedangkan total konsumsi kedelai rata-rata sekitar 2,256 juta ton/tahun.

Menurut Direktorat Jendral Tanaman Pangan, permintaan kedelai berdasarkan ketersediaan perkapita sempat mengalami penurunan pada masa krisis tahun 1998, walaupun kemudian kembali meningkat drastis pada tahun berikutnya. Hal ini menunjukan bahwa kedelai masih terimbas krisis dibandingkan komoditas pertanian lainnya, karena penyediaan kedelai masih ada ketergantungan dengan impor, meskipun demikian kondisinya dapat pulih dengan cepat karena sebagian masih dipenuhi oleh produksi dalam negeri untuk bahan baku tahu dan oncom. Sedangkan tempe lebih banyak menggunakan kedelai impor6.

6.2.3. Ekspor, Impor dan Neraca Perdagangan Kedelai Indonesia

Berdasarkan data statistik perkembangan volume ekspor, impor dan neraca perdagangan kedelai Indonesia selama periode tahun 2005-2011 memiliki tren yang fluktutif terutama pada perkembangan volume ekspor kedelai. Sedangkan perkembangan volume impor kedelai Indonesia walaupun fluktuatif, namun memiliki kecenderungan yang meningkat. Perbedaan yang sangat signifikan antara volume ekspor dengan volume impor kedelai menyebabkan neraca perdagangan kedelai di Indonesia selalu defisit. Pada tahun 2005 Indonesia mengekspor kedelai sebesar 9.151 ton, namun tidak dapat menutupi volume impor kedelai sebesar 1,08 juta ton, sehingga neraca perdagangan pada tahun tersebut defisit 1,07 ribu ton. Defisit neraca perdagangan yang lebih tinggi terjadi pada tahun 2006 dikarenakan volume ekspor kedelai menurun sebesar 362 ton, sedangkan volume impor kedelai Indonesia meningkat 45 ribu ton jika dibandingkan pada tahun sebelumnya. Pada tahun 2007 defisit neraca perdagangan kembali meningkat sebesar 287 ribu ton. Padahal pada tahun tersebut volume ekspor kedelai Indonesia meningkat sebesar 935 ton jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, namun peningkatan yang kecil tidak mampu menutupi peningkatan impor kedelai sebesar 288 ribu ton. Volume ekspor kedelai Indonesia tahun 2008 menurun tajam sebesar 1.176 ton

6 Kedelai Transgenik Untuk Atasi Ketergantungan Impor.

(17)

62 diikuti penurunan volume impor kedelai sebesar 243 ribu ton namun neraca perdagangan masih defisit. Defisit neraca perdangan terus terjadi sampai tahun 2011 dalam jumlah yang semakin besar seiring dengan meningkatnya volume impor dan kecilnya volume ekspor kedelai Indonesia. Meningkatnya volume impor kedelai salah satunya disebabkan oleh penurunan produksi kedelai pada periode yang sama (tabel 9), sehingga kekurangan kebutuhan kedelai dalam negeri harus dipenuhi melalui mekanisme impor. Berikut secara lengkap disajikan tabel perkembangan volume ekspor, impor dan neraca perdangan kedelai Indonesia.

Tabel 11. Perkembangan Volume Ekspor, Impor dan Neraca Perdagangan Kedelai Indonesia Tahun 2005-2011

Tahun Ekspor (Ton) Impor (Ton) Neraca (Ton) 2005 9.151 1.086.178 (1.077.027) 2006 8.789 1.132.144 (1.123.355) 2007 9.724 1.420.255 (1.410.531) 2008 8.548 1.176.863 (1.168.315) 2009 9.724 1.343.009 (1.333.285) 2010 8.653 1.775.663 (1.767.010) 2011 8.737 2.125.512 (2.116.775) Rata-rata 9.047 1.437.089 (1.428.042) Sumber : BPS, Pusdatin, Ditjen Tanaman Pangan, 2012 (Diolah)

Keterangan : Ekspor dalam bentuk segar dan impor dalam bentuk biji

Indonesia mengimpor kedelai yang sangat besar, namun di pihak lain Indonesia juga melakukan ekspor walaupun masih sangat kecil sekali. Sama halnya dengan jenis kedelai impor maka kedelai yang diekspor juga dalam dua macam bentuk juga yaitu biji kedelai dan olahan kedelai. Biji kedelai berupa biji kedelai kuning, hitam, hijau, coklat, campuran, pecah dan lainnya. Ekspor biji kedelai baru berkembang sejak tahun 1990-an dan masih dalam jumlah yang relatif kecil. Sedangkan jenis ekspor olahan kedelai baru mulai berkembang sejak 1990-an berupa bungkil kedelai, tepung dan minyak kedelai.

6.2.4. Harga Kedelai Indonesia

Harga kedelai pada tingkat produsen dan konsumen dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain: harga faktor produksi, dan kebijaksanaan pemerintah dalam pemasaran kedelai. Selain itu harga kedelai lokal juga dipengaruhi oleh ketersediaan kedelai dalam negeri dan fluktuasi harga kedelai internasional.

(18)

63 Gambar 7. Grafik Perekmbangan Harga Kedelai Tingkat Produsen, Grosir, dan

Eceran Tahun 2005-2012

Sumber : PPHP, Pusdatin, Kementan, Ditjen Tanaman Pangan, 2012 (Diolah)

Keterangan: *) Data rata-rata sampai bulan Mei

Berdasarkan gambar di atas, perkembangan harga kedelai untuk tingkat produsen, grosir dan eceran pada periode tahun 2005 hingga pertengahan tahun 2012 masing-masing memiliki tren yang fluktuatif, namun cenderung meningkat. Pada tahun 2005 harga kedelai di tingkat produsen, grosir dan eceran masing-masing sebesar Rp 3.391/kg, Rp 4.540/kg dan Rp 4.634/kg dan terus meningkat sampai tahun 2008. Harga kedelai mulai turun pada tahun 2009 sebesar Rp 406/kg di tingkat produsen dan Rp 270/kg di tingkat grosir, sedangkan pada tingkat eceran harga kedelai naik sebesar Rp 798/kg dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Harga kedelai di tingkat produsen kembali meningkat pada tahun 2010 sebesar Rp 40/kg, sedangkan harga kedelai di tingkat grosir dan eceran masing-masing turun sebesar Rp 197/kg dan Rp 1.442/kg. Pada tahun 2011 harga kedelai di tingkat produsen dan di tingkat eceran masing-masing turun sebesar Rp 932/kg dan Rp 277/kg, sedangkan harga kedelai di tingkat grosir justru naik sebesar Rp 184/kg.

Pada tahun 2012 yang merupakan harga rata-rata kedelai sampai bulan Mei, harga kedelai di setiap tingkatan masing-masing meningkat sebesar Rp 1.570/kg di tingkat produsen, Rp 26/kg di tingkat grosir dan Rp 410/kg di tingkat eceran jika dibandingkan dengan tahun 2011. Peningkatan harga kedelai lokal pada beberapa

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012* Rata-rata Tk. Produsen 3,391 3,381 4,533 6,698 6,292 6,332 5,400 6,970 5,375 Tk. Grosir 4,540 4,364 4,821 7,117 6,847 6,650 6,834 6,860 6,004 Tk. Eceran 4,634 4,488 4,924 8,131 8,929 7,487 7,210 7,620 6,678 1,000 2,000 3,000 4,000 5,000 6,000 7,000 8,000 9,000 10,000

(19)

64 bulan awal tahun 2012 salah satunya disebabkan oleh fluktuasi harga kedelai internasional yang cenderung semakin mahal. Tingginya harga kedelai impor dalam beberapa bulan belakangan dikarenakan oleh menurunnya produksi kedelai di negara produsen besar seperti Brazil dan Argentina karena adanya perubahan cuaca yang kurang mendukung pertumbuhan tanaman kedelai. Pada saat bersamaan, produksi kedelai lokal semakin menurun dan tidak menjanjikan, sehingga berimbas pada semakin tidak stabilnya harga kedelai lokal. Selain itu, mahalnya harga kedelai impor ditengarai oleh adanya permainan harga yang dilakukan oleh para distributor (importir). Distributor ikut menjual kedelai eceran dalam rantai tataniaga yang akan mengakitbatkan harga kedelai menjadi tidak stabil,bisa naik bisa turun tak terkendali.

Harga kedelai rata-rata di setiap tingkatan sebesar Rp 5.375/kg di tingkat produsen, Rp 6.004/kg di tingkat grosir, dan Rp 6.678/kg di tingkat eceran. Harga kedelai tertinggi di tingkat produsen dan tingkat grosir terjadi pada tahun 2012 masing-masing sebesar Rp 6.970/kg dan Rp 6.860/kg, sedangkan harga kedelai di tingkat eceran tertinggi sebesar Rp 8.929/kg pada tahun 2009. Disparitas harga kedelai tertinggi antara tingkat produsen dan tingkat grosir terjadi pada tahun 2011 yaitu sebesar Rp 1.434/kg. Sedangkan disparitas harga tertinggi antara harga kedelai di tingkat grosir dengan harga kedelai di tingkat eceran terjadi pada tahun 2009 sebesar Rp 2.082/kg.

Menurut data FAO, harga produsen kedelai Indonesia berada pada level tinggi jika dibandingkan lima negara penghasil kedelai terbesar dunia. Secara rata-rata harga produsen kedelai di Indonesia pada periode tahun 2005-2009 adalah 511,6 USD/ton (lampiran 5). Disparitas harga yang cukup jauh antara harga di tingkat produsen dan harga internasional dapat membawa dampak rendahnya harga kedelai impor sehingga harga kedelai dalam negeri sulit untuk bersaing. Selain itu, rantai tataniaga kedelai dalam negeri yang panjang sering membuat harga kedelai lokal menjadi lebih tinggi daripada kedelai impor.

(20)

65 Gambar 8. Rantai Tataniaga Kedelai Indonesia

Sumber : Sudaryanto dan Swastika, 2007 Keterangan:

= jalur tataniaga kedelai dalam negeri oleh petani = jalur tataniaga kedelai dalam negeri oleh importir

Dari gambar di atas, terlihat bahwa kedelai di tingkat petani dibeli oleh pedagang pengumpul yang kemudian dijual ke pedagang grosir dan pengolah. Dalam pemasaran kedelai, petani umumnya berada dalam posisi tawar yang lemah, sehingga harga kedelai di tingkat petani lebih banyak ditentukan oleh pedagang7. Sedangkan importisasi yang dilakukan oleh importir umumnya dibeli oleh Koperasi Pengrajin Tahu dan Tempe Indonesia (KOPTI), kemudian dipasarkan ke pengrajin atau industri tahu dan tempe yang merupakan anggota KOPTI. Sedangkan pengusaha industri tempe, tahu dan kecap pada sentra industri tempe, tahu dan kecap yang bukan anggota KOPTI mendapatkan jaminan pasokan kedelai dari Kelompok Pedagang Kacang Kedelai (KPKD). KPKD di sini merupakan salah satu distributor kedelai impor selain KOPTI. Kedua lembaga ini merupakan lembaga penting dalam ekonomi kedelai yang dapat berfungsi mengatur stabilitas harga dan kontinuitas pasokan terutama kepada pengusaha industri tahu, tempe dan kecap. Konsumen juga bisa mendapatkan kedelai secara langsung dari pengecer atau pengolah untuk selanjutnya diolah sesuai kebutuhan. Kedelai yang beredar di pasaran Indonesia umumnya didominasi oleh kedelai impor, sisanya merupakan

7 Rantai Tataniaga Kedelai. http://pustaka.litbang.deptan.go.id. [Diakses 22 Mei 2012]

Petani Importir

Pedagang

Pengumpul KOPTI/KPKD

Grosir Pengecer Pengolah

(21)

66 hasil produksi oleh petani lokal baik tingkat desa, kecamatan maupun di tingkat kabupaten. Pada rantai pemasaran kedelai di Jawa, pedagang besar tingkat propinsi, kabupaten dan kecamatan tidak langsung membeli kedelai dari petani tetapi melalui pedagang pengumpul desa. Sedangkan pedagang pengecer pada setiap pasar menyalurkan kedelai dari masing-masing pedagang besar tingkat propinsi dan kabupaten untuk dijual kepada konsumen. Pedagang besar tingkat propinsi dan kabupaten merupakan salah satu mata rantai yang menyalurkan kedelai impor. Oleh karena itu, agar harga kedelai relatif lebih stabil, pemerintah harus ikut menangani tataniaga kedelai supaya terhindar dari permainan harga oleh para distributor atau importir.

6.2.5. Perkembangan Impor Kedelai Indonesia

Sejak tahun 1995 hingga tahun 2011 volume impor kedelai mengalami fluktuasi namun cenderung meningkat. Volume impor kedelai mulai mengalami peningkatan drastis, dimana pada tahun 1995 volume impor kedelai sebesar 0,607 juta ton dan meningkat drastis pada tahun 2000 sebesar 1,27 juta ton. Hal ini dikarenakan berlakunya perdagangan bebas bagi komoditas kedelai sehingga kedelai impor bebas masuk ke dalam pasar kedelai dalam negeri. Kondisi yang perlu dicermati adalah tidak tercatatnya stok kedelai yang kemungkinan memang tidak ada lembaga yang melaksanakannya atau tidak tercatat adanya stok kedelai. Apabila tidak ada lembaga yang melakukan stok maka dapat diperkirakan bahwa pasar domestik akan terpengaruh langsung oleh fluktuasi kondisi pasar internasional.

Dewasa ini impor kedelai Indonesia semakin merajalela. Pada tahun 2011 impor kedelai Indonesia sudah mencapai angka 2,125 juta ton dari total kebutuhan 2,5-3 juta ton dengan nilai US$ 1,27 milyar, jauh lebih besar daripada tahun sebelumnya yang hanya 1,7 juta ton. Sedangkan sisanya masih bisa dipenuhi oleh produksi dalam negeri, yaitu sekitar 600-900 ribu ton/tahun8. Berdasarkan gambar di bawah, persentase perbandingan antara impor kedelai dengan produksi kedelai nasional selama periode tahun 2005-2011, impor kedelai Indonesia rata-rata

8)

Menyedihkan, Indonesia Impor Kedelai Rp 7,14 Triliun. http://duniaindustri.com [Diakses 14 Mei 2012]

(22)

67 sebesar 63,41 persen berbanding 36,59 persen dengan produksi kedelai nasional per tahun. Ketergantungan terhadap impor kedelai tertinggi tercatat pada tahun 2011 yakni sebesar 71,40 persen atau 2,125 juta ton.

Gambar 9. Persentase Perbandingan Impor dan Produksi Kedelai Nasional Tahun 2005-2011

Jika dilihat negara pengekspor kedelai ke Indonesia selama selang tahun 2000/2010, lebih banyak didominasi oleh Amerika Serikat dan beberapa negara lainnya seperti Argentina, Kanada, Malaysia, Singapura, dan Myanmar secara bergantian. Sejak tahun 2000, Amerika Serikat sudah mendominasi dengan mengekspor kedelainya sebesar 539.368 ton ke Indonesia atau dengan persentasi 42,21 persen dari keseluruhan total impor kedelai Indonesia dari berbagai negara. Impor kedelai dari Amerika Serikat terus meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk dan meningkatnya kebutuhan akan kedelai. Pada tahun 2005, Indonesia mengimpor kedelai dari Amerika Serikat sebesar 898.233 ton atau dengan persentasi 83,59 persen dari keseluruhan total impor kedelai Indonesia. Pada tahun 2010, angka ini meningkat tiga kalinya jika dibandingkan dengan tahun 2000 dan hampir dua kalinya pada tahun 2005 yakni sebesar 1.585.429 ton atau dengan persentasi89,5 persen dari total impor kedelai Indonesia jika dibandingkan dengan negara lain. Tingginya impor kedelai dari Amerika Serikat selain karena faktor harga dan kualitas, disebabkan karena pasar kedelai Brazil dan Argentina sudah didominasi lebih dahulu oleh importir yang berasal dari Eropa dan Asia

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Rata-rata

57.33% 60.23% 70.56% 60.27% 57.95% 66.15% 71.40% 63.41% 42.67% 39.77% 29.44% 39.73% 42.05% 33.85% 28.60% 36.59%

(23)

68 seperti Spanyol, Rusia, Meksiko, Jerman, Belanda, China dan Jepang yang banyak memasok kedelai dari negara-negara Amerika Selatan tersebut.

Tabel 12. Negara Pengekspor Kedelai Ke Indonesia

Tahun Negara Asal Volume (Ton) Persentasi (%)

2000 Amerika Serikat 539.368 42,21 Argentina 92.066 7,21 Canada 46.333 3,63 Malaysia 31.322 2,45 Singapura 4.631 0,36 2005 Amerika Serikat 898.233 83,59 Argentina 144.500 13,45 Canada 28.038 2,61 Malaysia 3.470 0,32 Myanmar 304 0,03 2010 Amerika Serikat 1.585.429 89,5 Argentina 78.234 4,41 Malaysia 75.295 4,25 Canada 8.527 0,48 Taiwan 5.928 0,33

Sumber : BPS dan Departemen Pertanian, 2010 (Diolah)

6.2.5.1. Kontroversi Impor Kedelai Transgenik

Kedelai transgenik merupakan tanaman hasil proses rekayasa genetika atau biologi molekuler yang dikenal dengan Genetically Modified Organism (GMO), sebagai sebuah proses dalam dunia kedokteran untuk mendapatkan bentuk-bentuk baru yang lebih bernilai atau memiliki sifat unggul yang lebih baik dari tanaman sebelumnya. Tanaman yang dihasilkan melalui teknik rekayasa genetika dapat diproduksi dalam waktu singkat, sehingga produktivitasnya lebih baik9. Rata-rata produktivitas kedelai transgenik sekitar 30-40 persen lebih tinggi daripada kedelai biasa. Sehingga sangat menguntungkan bagi negara yang memiliki tingkat konsumsi kedelai yang tinggi seperti di Indonesia.

Data Direktorat Jendral Tanaman Pangan Departemen Pertanian mencatat kedelai transgenik mengisi sekitar 60-70 bagian dari total impor kedelai Indonesia dari Amerika Serikat. Namun, polemik keamanan konsumsi kedelai transgenik masih terus menjadi perbincangan hangat di tanah air terkait dampak buruk yang

(24)

69 ditimbulkan. Kekhawatiran yang paling sering dikemukakan oleh masyarakat adalah produk transgenik ini potensial menimbulkan kanker serta gangguan penyakit lainnya. Meski belum ada penelitian yang pasti tentang dampak buruk kedelai transgenik, namun beberapa peneliti sudah menemukan adanya allergen atau zat pemicu alergi di kedelai transgenik. Selain itu, banyak pula yang menolak produk transgenik dengan alasan selera. Rasa kedelai transgenik misalnya tidak segurih kedelai biasa, meskipun ukuran biji kedelai transgenik bisa tiga kali lipat daripada kedelai biasa. Di Indonesia, para pengrajin tahu lebih memilih kedelai lokal dibandingkan kedelai impor karena kualitas dan rendemen sebagai bahan tahu kalah dibanding kedelai lokal. Tetapi untuk bahan baku tempe kualitas dan rendemen kedelai impor lebih tinggi10.

Dalam perkembangannya di Indonesia sejauh ini belum ada penelitian ilmiah yang menyatakan bahwa mengkonsumsi pangan transgenik termasuk kedelai menyebabkan gangguan kesehatan. Namun beberapa penelitian terus dilakukan oleh badan terkait untuk membuktikan ada atau tidaknya karakter atau sifat-sifat berbahaya yang terkandung dalam kedelai transgenik.

6.3. Kebijakan Perkedelaian Nasional

Kebijakan merupakan salah satu alat pemerintah untuk menciptakan kesejahteraan yang seimbang dalam masyarakat. Berbagai kebijakan tentang perkedelaian pernah dilakukan oleh pemerintah sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas perkedelaian di Indonesia yaitu peningkatan produksi, perbaikan tataniaga, perbaikan harga produsen dan yang pasti mengurangi jumlah impor.

6.3.1. Kebijakan Pengembangan Kedelai Nasional

Kebijakan pemerintah yang terkait dengan pengembangan (peningkatan) kedelai nasional juga terus dilakukan melalui beberapa program sebagai berikut: 1) Program Kedelai Mandiri tahun 2000 (Prokema 2000)

Program tersebut bertitik tolak dari adanya Keputusan Menteri Pertanian dan Ketua Badan Pengendali Bimas Nomor 102/SK/Mentan/Bimas/IV/1998 tanggal 15 April 1998, yaitu mengenai pembentukan kelompok kerja peningkatan produksi kedelai. Program tersebut tentang pembuatan rencana pengembangan

(25)

70 kedelai lokal dan impor dengan menggunakan sarana produksi pertanian sampai dengan tahun 2003. Sasaran program Prokema 2000 adalah menghilangkan peranan impor dan meningkatkan produksi, sehingga tercapai surplus kedelai. Berikut disajikan sasaran produksi dan peranan impor Indonesia pada tabel program Prokema 2000.

Tabel 13. Program Prokema 2000: Sasaran Produksi dan Peranan Impor Indonesia Tahun 1998-2003 No Keterangan 1998 1999 2000* 2001* 2002* 2003* 1 Produksi 1.306 1.383 2.252 2.475 2.578 2.705 2 Konsumsi 1.649 2.684 2.240 2.275 2.308 2.345 3 Surplus -343 -1.301 12 200 270 360 4 Kebutuhan Impor 343 1.301 0 0 0 0 5 Peranan Impor ada ada tda tda tda tda Sumber : Deptan diolah Prokema 2000

Keterangan: *) Angka Sasaran

Berdasarkan tabel di atas, pemerintah menargetkan pada tahun 2000, Indonesia sudah bisa bebas dari peranan impor kedelai. Diharapkan juga pada tahun 2000, Indonesia sudah bisa memproduksi kedelai sebanyak 2.252 ribu ton. Surplus produksi kedelai pun ditargetkan pada tahun 2003 sudah bisa mencapai 360 ribu ton. Namun, pada nyatanya program ini belum mampu mencapai sasaran dan target pemerintah. Berikut disajikan secara lengkap tabel hasil perbandingan dengan kondisi riil perkembangan impor kedelai di Indonesia.

Tabel 14. Hasil Perbandingan Program Prokema dengan Perkembangan Riil Kedelai di Indonesia, Tahun 1998-2003

No Keterangan 1998 1999 2000 2001 2002 2003

1 Realisasi Produksi 1.306 1.383 1018 827 673 671

2 Selisih dengan Kondisi Riil 0 0 1.234 1.648 1.905 2.033

3 Realisasi Konsumsi 1.649 2.684 2.264 1.960 2.017 2.016

4 Selisih dengan Kondisi Riil 0 0 24 -315 -291 -329

5 Surplus -343 -1.301 -1.246 -1.133 -1.344 -1.344 6 Kebutuhan Impor Riil 343 1.301 1.246 1.133 1.344 1.344

7 Peranan Impor Riil ada ada ada ada ada ada Sumber : Diolah Dari Tabel.

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa realisasi produksi pada kondisi riil perkembangan kedelai di Indonesia semakin menurun sampai tahun 2003. Sementara, realisasi konsumsi menunjukan perkembangan yang fluktuatif

(26)

71 dan terus meningkat jauh di atas realisasi produksi kedelai pada kondisi rill dengan rata-rata di atas 2 juta ton per tahun sampai 2003. Hal ini justru semakin membuat Indonesia defisit rata-rata di atas 1 juta ton per tahun untuk pemenuhan kebutuhan kedelai dalam negeri. Sehingga, kebutuhan akan impor kedelai semakin meningkat setiap tahunnya.

2) Program Bangkit Kedelai Tahun 2008

Program Bangkit Kedelai tahun 2008 ini dibuat oleh Pemerintah melalui Departemen Pertanian untuk menyikapi kegagalan Prokema 2000 dengan Rencana Aksi Percepatan Peningkatan Produksi Kedelai Tahun 2008. Sasaran program bangkit kedelai tahun 2008 adalah meningkatkan produksi nasional mencapai 1,2 juta ton per tahun, dengan target meningkatkan luas tanam mencapai 1 juta hektar melalui perkiraan luas panen mencapai 760 ribu hektar dan rata-rata produktivitas 1,54 ton per hektar. Strategi yang dilakukan pemerintah dalam mencapai sasaran dan target pada program ini adalah melalui aksipercepatan produksi kedelai tahun 2008 yaitu (1) peningkatan produktivitas, (2) perluasan areal tanam, (3) pengamanan produksi, (4) penguatan kelembagaan dan dukungan pembiayaan. Langkah-langkah operasional program percepatan produksi kedelai pada tahun 2008 adalah yang pertama, peningkatan produktivitas untuk luas tanam 500 ribu hektar terbagi: (1) melalui bantuan benih untuk luas tanam 210.000 hektar, (2) optimalisasi pembinaan untuk luas tanam 290.000 hektar. Kedua, perluasan areal tanam untuk areal tanam baru seluas 500 ribu hektar yang terinci sebagai berikut: (1) sekolah lapang pengolahan tanaman terpadu (SL_PTT) di daerah yang belum pernah tanam kedelai sebanyak 200 ribu hektar, (2) upaya khusus peningkatan produksi kedelai sebanyak 200 ribu hektar, (3) pola kemitraan dengan bulog, INKOPTI, Swasta, BUMN (CSR) dan Perbankan sebanyak 100 ribu hektar. Bila dilihat pada perkembangan luas panen, produktivitas, dan produksi kedelai Indonesia (tabel 9), program ini nyatanya belum mencapai sasaran atau target pemerintah. Produksi kedelai nasional paling tinggi hanya mencapai 974,51 ribu ton pada tahun 2009. Sedangkan, luas panen kedelai nasional paling tinggi mencapai 722,79 ribu hektar pada tahun yang sama. Angka ini jauh di bawah sasaran dan target pemerintah.

(27)

72 3) Rencana Strategis (Renstra) Kementrian Pertanian 2010-2014

Mengenai Pencapaian Swasembada Kedelai 2014

Rencana Strategis (Renstra) Kementrian Pertanian (2010-2014) ini disusun dalam rangka memenuhi amanat Undang Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dengan mengacu dan berpedoman pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). RPJMN 2010-2014 merupakan tahap kedua dari RPJPN (Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional) 2005-2025 yang ditetapkan melalui Undang-Undang No. 17 Tahun 2007. Dan pada tanggal 3 Februari 2010, Rencana Strategis Kementrian Pertanian 2010-2014 diterbitkan melalui Rapat Kerja Pemerintah dalam bentuk Peraturan Presiden Nomor 5 tahun 201011. Salah satu dari empat target utama Kementrian Pertanian adalah pencapaian swasembada kedelai. Dimana kedelai merupakan salah satu dari lima komoditas unggulan nasional di samping padi, jagung, gula, daging sapi yang ingin dipacu peningkatan produksinya di antara ke-39 komoditas nasional lainnya yang terdiri dari 7 komoditas pangan, 10 komoditas hortikultura, 15 komoditas perkebunan, dan 7 komoditas peternakan. Dengan sasaran produksi sebesar 2,7 ton di tahun 2014 dan dukungan perluasan lahan baru 2 juta ha selama 2010-2014 serta penyediaan pupuk sesuai kebutuhan selama 5 tahun (urea 35,6 juta ton, SP-36 22,1 juta ton, ZA 6,3 juta ton, KCL 13,1 juta ton, NPK 45,9 juta ton, Organik 62,2 juta ton). Selain itu, dilakukan peningkatan nilai tambah, dayasaing dan ekspor pada komoditas kedelai. Target dan sasaran peningkatan produksi komoditas pangan utama dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 15. Peningkatan Produksi Komoditas Pangan Utama, Tahun 2010-2014

KOMODITAS TARGET Produksi Tahun 2009 (Juta Ton) Sasaran Produksi Tahun 2014 (Juta Ton) Rata-rata Pertumbuhan/ Tahun (%)

1. Padi Swasembada Berkelanjutan 63,84*) 75,7 3,22

2. Jagung Swasembada Berkelanjutan 17,66*) 29 10,02

3. Kedelai Swasembada 2014 1,00*) 2,7 20,05

4. Gula Swasembada 2014 2,85**) 4,81 12,55

5. Daging Sapi Swasembada 2014 0,40**) 0,55 7,3

Sumber : Deptan, 2009 (Diolah)

Keterangan: *) Angka Ramalan III, **) Angka Target

(28)

73 Sedangkan sasaran produksi tahunan komoditas pangan utama selama lima tahun ke depan (2010-2014) dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 16. Sasaran Produksi Komoditas Pangan Utama, Tahun 2010-2014 KOMODITAS Tahun Pertumbuhan (%/ tahun) 2010 2011 2012 2013 2014 000 Ton 1. Padi 66.680 68.800 71.000 73.300 75.700 3,22 2. Jagung 19.800 22.000 24.000 26.000 29.000 10,02 3. Kedelai 1.300 1.560 1.900 2.250 2.700 20,05 4. Gula 2.966 3.449 3.902 4.355 4.806 12,55 5. Daging Sapi 411 439 471 506 546 7,30

Sumber : Deptan, 2009 (Diolah)

Strategi yang dilakukan pemerintah dalam mencapai sasaran dan target melalui 7 Gema Revitalisasi, yaitu (1) revitalisasi lahan, (2) revitalisasi perbenihan dan perbibitan, (3) revitalisasi infrastuktur dan sarana, (4) revitalisasi SDM, (5) revitalisasi pembiayaan petani, (6) revitalisasi kelembagaan petani, dan (7) revitalisasi teknologi dan industri hilir. Dengan rencanan aksi (1) penyediaan pupuk, (2) penyediaan benih/bibit unggul tanaman, (3) penyediaan sarana pasca panen bersubsidi secara tepat waktu, tepat jumlah dan terjangkau, (4) perlindungan tanaman dari OPT, penyakit dan bencana alam, (4) pelayanan dan pengawasan sarana produksi tanaman, (5) perakitan paket teknologi dan diseminasi teknologi tepat guna spesifik lokasi serta didukung paket kebijakan pertanian yang kondusif bagi petani, (6) pelayanan dan proteksi perkarantinaan tanaman, (7) pelayanan penyuluhan dan pelatihan dalam rangka peningkatan SDM petani, (8) peningkatan pelayanan pasca panen, pembiayaan dan pengolahan dalam rangka meningkatkan mutu dan standar produk tanaman, (9) pengembangan dan pembinaan kelembagaan petani, disertai dukungan pengembangan usaha antara lain melalui Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) dan Lembaga yang Mandiri dan Mengakar di Masyarakat (LM3), (10) optimalisasi pelayanan perizinan dan investasi di bidang pertanian tanaman, (11) penetapan HPP untuk produk pertanian dan

(29)

74 pengembangan kemitraan antara swasta dan petani, dan (12) perluasan areal pertanian serta optimalisasi pemanfaatan lahan dan air12.

Bila ditinjau selama periode 2010-2011, sasaran produksi kedelai dalam Rencana Strategis Kementrian Pertanian 2010-2014 masih jauh di bawah produksi riil kedelai pada tahun yang sama. Hal ini berdasarkan tabel 9, dimana produksi kedelai Indonesia pada tahun 2010 hanya mencapai 937,03 ribu ton atau menurun dari tahun sebelumnya sebesar 37,48 ribu ton. Sedangkan pada tahun 2011 produksi kedelai Indonesia hanya mencapai 851,29 ribu ton atau menurun 85,74 ribu ton dibandingkan tahun 2010. Tentunya, hal ini perlu menjadi bahan evaluasi untuk melihat faktor apa saja yang dapat menjadi penyebab terhambatnya peningkatan produksi kedelai untuk mencapai swasembada pada tahun 2014.

6.3.2. Kebijakan Proteksi Harga dan Harga Dasar

Untuk melindungi produsen tanaman pangan, pemerintah menetapkan harga dasar berbagai komoditas yaitu: beras, jagung, kedelai, kacang hijau dan kacang tanah. Penetapan harga dasar pada komoditi kedelai memberikan jaminan kepada petani kedelai di Indonesia sehingga para petani tidak perlu khawatir harga jual anjlok di saat panen raya tiba. Pada saat produksi langka, harga kedelai juga tidak meningkat melebihi batas toleransi, disebabkan oleh adanya penyaluran kedelai impor. Dapat dikatakan bahwa efektifitas kebijakan harga dasar ini juga terkait dengan kebijakan proteksi harga melalui pengaturan-pengaturan impor kedelai. Kebijakan proteksi harga bertujuan untuk mengendalikan harga kedelai dalam negeri agar tetap lebih tinggi dan terisolasi dari fluktuasi harga kedelai di pasaran dunia. Hal ini dilakukan melalui pengaturan volume impor dan penetapan harga kedelai ex-impor serta pengendalian penyalurannya kepada industri pengolah dalam negeri.

Kebijakan harga dasar kedelai dimulai sejak tahun 1979/80 sampai akhir tahun 1991 dan setiap tahun ditetapkan melalui Inpres pada tanggal 1 November kecuali untuk tahun 1991 yang ditetapkan sebulan lebih awal. Harga dasar kedelai dimulai pada tingkat Rp 210 per kg dan berakhir pada tingkat Rp 500 per kg selama kurun waktu 12 tahun tersebut. Namun, sejak tahun 1992 pemerintah tidak

12 Rancangan Strategis Kementrian Pertanian Tahun 2010-2014. http://www.deptan.go.id.

(30)

75 lagi menetapkan harga dasar untuk komoditas kedelai. Hal ini dikarenakan penetapan harga dasar kedelai selama ini tidak efektif. Selain itu adanya hambatan dalam pemasaran kedelai menyebabkan BULOG kesulitan dalam melaksanakan kebijakan harga dasar. Dalam menetapkan harga dasar, pemerintah lebih mempertimbangkan nilai tukar mata uang dan kurang mempertimbangkan harga kedelai dunia dalam penetapan harga dasar. Selain itu, penentuan harga dasar kedelai dipengaruhi oleh keputusan pemerintah tentang penentuan harga dasar gabah. Hal ini menunjukan bahwa kebijakan harga dasar pangan dengan maksud memberi insentif kepada petani lebih mengutamakan peningkatan produksi padi daripada peningkatan produksi kedelai. Adapun hambatan pemasaran adalah (1) produksi kedelai difokuskan pada sentra-sentra kecil dan jaraknya relatif jauh satu sama lain, (2) kontrol terhadap kualitas kedelai sulit dilakukan, dan (3) kombinasi kegiatan-kegiatan pemasaran kedelai bersifat musiman membuat sulit dilakukannya evaluasi ekonomi. Akibatnya, biaya yang harus dikeluarkan untuk menetapkan harga dasar akan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan peningkatan produksi kedelai itu sendiri. Berikut disajikan grafik perkembangan harga dasar komoditi kedelai tahun 1978/1979-1991.

Gambar 10. Grafik Perkembangan Harga Dasar Komoditi Kedelai Tahun 1979/1980-1991 (Rp/Kg)

Sumber : Vademekum Pemasaran, Dirjen THP dan BPS 210 240 270 280 280 300 300 300 325 370 400 500 0 100 200 300 400 500 600

(31)

76 6.3.3. Kebijakan Tarif Impor Kedelai

Kebijakan penggunaan tarif impor kedelai dapat dipakai sebagai alternatif untuk melindungi produsen kedelai dalam negeri. Dengan tingkat tarif bea masuk tertentu akan dapat dibentuk tingkat harga yang tidak akan menyaingi harga kedelai lokal. Pengenaan tarif untuk kedelai impor Indonesia dikenal dengan tarif ad-valorem. Dimana pajak yang dikenakan berdasarkan angka persentase tertentu dari nilai barang-barang yang diimpor (misalnya, Indonesia memungut tarif 10 persen atas total nilai impor kedelai).

Tarif impor kedelai dimulai sejak tahun 1974 sampai 1982 sebesar 30 persen. Pada tahun 1983 sampai 1993 tarif impor kedelai diturunkan menjadi 10 persen, kemudian pada tahun 1994 sampai 1996 tarif diturunkan kembali menjadi 5 persen dan pada tahun 1997 menjadi 2,5 persen. Selanjutnya, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 543/KMK-01/1997 ditetapkan mulai 1 Januari 1998 terhadap importir kedelai yang dilakukan oleh importir umum dikenakan bea masuk 20 persen. Namun, berdasarkan Keputusan Menteri Nomor 444/KMK.01/1998 terhitung 29 September 1998, tarif bea masuk kedelai impor dihilangkan menjadi 0 persen sampai tahun 2003 sesuai dengan kesepakatan IMF yang tertuang dalam LOI (Letter of Intent), dimana Indonesia wajib sepenuhnya mematuhi ketentuan yang lebih berat dari ketentuan WTO, seperti penghapusan monopoli impor kedelai yang semula dilakukan oleh BULOG diubah menjadi dilakukan oleh importir umum dan penurunan tarif bea masuk yang semula 20 persen menjadi setinggi-tingginya 5 persen. Ketentuan ini berlaku bagi barang impor yang dokumen pemberitahuan impor barangnya (PIB) telah mendapat nomor pendaftaran dari kantor pelayanan Ditjen Bea dan Cukai. Alasan pemerintah menerapkan tarif rendah adalah untuk memenuhi kebutuhan kedelai dalam negeri. Namun, kebijakan tersebut justru memberikan dampak memacu peningkatan impor kedelai dari USA, China, Argentina dan Brazil dalam jumlah besar dan mempengaruhi kestabilan harga kedelai domestik. Sebaliknya, harga kedelai di tingkat petani menjadi turun dan industri pengolahan kedelai dapat menikmati murahnya kedelai impor dengan kualitas pasokan yang lebih menjamin kontinuitas produknya. Dampak yang lebih buruk lagi adalah akan mempengaruhi motivasi petani produsen untuk menanam kedelai yang berakibat pada menurunya produksi

(32)

77 kedelai nasional. Maka melalui keputusan Menteri Keuangan No. 557/KMK.01/2003 tentang perubahan tarif bea masuk dan penyempurnaan klasifikasi atas impor untuk beberapa produk tertentu maka diputuskan bahwa tarif bea masuk kedelai menjadi 15 persen. Keputusan tersebut dilakukan untuk mengantisipasi kekurangan stok kedelai di dalam negeri, peningkatan konsumsi dan semakin tingginya harga kedelai di dalam negeri.

Pada tahun 2004 tarif impor kedelai kembali diturunkan menjadi 5 persen dan diperbaharui kembali melalui Peraturan Menteri Keuangan No. 110/PMK.010/2006 tentang Penetapan Sistem, Klasifikasi Barang dan Pembebanan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor menjadi 10 persen pada tahun 2006. Namun, melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 01/PMK.001/2008 pada tanggal 18 Januari 2008 tarif impor kedelai diubah kembali menjadi 0 persen. Untuk kali ini bukan hanya melalui satu keputusan menteri saja, melainkan juga dikeluarkannya Keputusan Presiden dari Presiden. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi kekurangan stok kedelai di dalam negeri, semakin meningkatnya konsumsi dan tingginya harga kedelai di dalam negeri dengan perubahan mencapai lebih dari 100 persen dari harga sebelumnya. Padahal di Amerika Serikat harga kedelai hanya naik sekitar 30 persen. Tarif bea masuk 10 persen akan kembali diterapkan apabila harga kedelai di luar negeri sudah turun dikarenakan mayoritas kedelai dalam negeri disuplai dari kedelai impor. Dan sejak tahun 2010, tarif impor kedelai diperbaharui kembali menjadi 10 persen. Penerapan tarif impor kedelai sebesar 10 persen ini tidak mengurangi ketergantungan terhadap impor kedelai Indonesia. Impor kedelai pada tahun 2010 justru meningkat jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Pada tahun 2011, Kementrian Keuangan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 13/PMK. 011/2011 yang menetapkan tarif bea masuk kedelai dan tepung terigu 0 persen sejak 31 Maret 2011 hingga 31 Desember 2011. Dengan demikian setiap impor kedelai dan tepung terigu dibebaskan dari pungutan bea masuk hingga 31 Desember 2011. Seperti halnya tahun 2008, penurunan tarif impor kedelai sampai 0 persen ini tidak hanya dilakukan untuk menjaga kestabilan harga kedelai dalam negeri tapi juga sebagai antisipasi dampak yang lebih parah akibat kenaikan harga kedelai internasional. Dampak lain yang ditimbulkan adalah

Gambar

Tabel 4. Perkembangan Produksi Kedelai Lima Negara Besar di Dunia (000 Ton)
Tabel 5. PerkembanganVolume Ekspor Kedelai Lima Negara Besar Dunia (Ton)
Tabel 6. Perkembangan Nilai Ekspor Kedelai Lima Negara Besar di Dunia (USD)
Tabel 7. Perkembangan Volume Impor Kedelai Lima Negara Besar Dunia (Ton)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Volatilitas spillover dapat terjadi pada beberapa jenis pasar finansial dari negara yang mengalami krisis atau market crash ke negara lain dalam pasar finansialnya.. Apte

67,70, dan tindakan III nilai rata-rata aktivitas menulis karangan narasi siswa adalah 73,95. Nilai rata-rata yang dicapai tersebut menunjukan bahwa aktivitas

kredibilitas merek terhadap niat beli dengan mediasi kualitas yang dirasa. konsumen produk batik Jetis

Pengadaan barang/jasa dilaksanakan secara elektronik dengan mengakses aplikasi Sistem Pengadaan Secara Elektronik (aplikasi SPSE) pada alamat website LPSE :

persyaratan melampirkan contoh cetak, mohon untuk memperjelas materi yang akan dicetak.. Apakah materi yang akan dicetak, satu materi atau data

Pada hari ini, Senin tanggal Enam belas bulan Mei tahun Dua ribu enam belas pukul 10.00 s/d 14.00 WIB, Kami Pokja ULPD Kepulauan Riau telah melaksanakan Rapat Aanwijzing

SEKUMPULAN DATA YANG SUDAH DIURUTKAN (BILA JUMLAH DATA GANJIL) ATAU RATA-RATA DARI DUA NILAI DATA YANG ADA DI TENGAH (BILA JUMLAH DATA GENAP)... MODUS DATA

Tujuan dari penelitian ini adalah Mempelajari konsentrasi NaCl terbaik dalam proses ekstrak protein sebagai koagulan alami , Mempelajari pengaruh jenis koagulan biji pepaya ,