• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PENGARUH SERUAK DINGIN DAN MJO DALAM KEJADIAN HUJAN SANGAT LEBAT DI SUMATERA UTARA (STUDI KASUS TANGGAL 16 DAN 18 DESEMBER 2014) Abstrak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS PENGARUH SERUAK DINGIN DAN MJO DALAM KEJADIAN HUJAN SANGAT LEBAT DI SUMATERA UTARA (STUDI KASUS TANGGAL 16 DAN 18 DESEMBER 2014) Abstrak"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

1

ANALISIS PENGARUH SERUAK DINGIN DAN MJO DALAM KEJADIAN

HUJAN SANGAT LEBAT DI SUMATERA UTARA

(STUDI KASUS TANGGAL 16 DAN 18 DESEMBER 2014)

Kadek Setiya Wati

Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (STMKG), Tangerang Selatan E-mail: kadek.setiya@gmail.com

Abstrak

Seruak dingin dan MJO merupakan fenomena gangguan cuaca regional yang dapat mempengaruhi kondisi cuaca di sekitar wilayah Indonesia terutama dalam hal penambahan curah hujan. Pada tanggal 16 dan 18 Desember 2014 terjadi hujan dengan intensitas sangat lebat hingga mengakibatkan banjir di Sumatera Utara. Banjir tersebut merendam 3 kabupaten dan kota yaitu Kabupaten Langkat, Kota Medan, dan Kabupaten Deli Serdang dengan ketinggian air yang mencapai 20 cm. Berdasarkan data pengamatan permukaan, terdapat 9 lokasi dengan curah hujan lebih dari 100 mm/24 jam. Hujan sangat lebat tersebut terjadi pada periode kuatnya monsun Asia yang didukung juga dengan terjadinya aliran seruak dingin dari daratan Asia, dimana aliran tersebut kemudian mengalami perlambatan di sekitar Sumatera Utara akibat dari adanya faktor topografi. Aktifnya fenomena MJO di Samudera Hindia sebelah timur semakin menguatkan terjadinya konvektif di sekitar Sumatera Utara. Hujan sangat lebat tersebut merupakan perpaduan dari hujan konveksi dan konvergensi.

Kata kunci : hujan sangat lebat, seruak dingin, MJO, monsun Asia

Abstract

Cold surge and MJO is a phenomenon of regional weather disturbances that can affect weather conditions in the area around Indonesia, especially in terms of additional rainfall. On December 16th and 18th, 2014 occurred extremely heavy rain caused flooding in North Sumatra. The floods soaked 3 regencies and cities of Langkat, Medan and Deli Serdang with water depth reaching 20 cm. Based on data from surface observations, there were 9 locations with rainfall of over 100 mm / 24 hours. Extremely heavy rain occurred on the strong Asian monsoon period which is supported also by the cold surge flow of mainland Asia, where the flow is then slowed around North Sumatra as a result of the topography. MJO active phenomenon in the Indian Ocean east reinforce the convective around North Sumatra. The extremely heavy rain is combination between convection and convergence.

Keywords: extremely heavy rain, cold surge, MJO, Asian monsoon

1.

PENDAHULUAN

Bencana alam banjir jika ditinjau dari faktor meteorologi umumnya disebabkan karena terjadinya hujan dengan intensitas lebat hingga sangat lebat dan durasi yang lama. Faktor meteorologi tersebut masih jarang diangkat sehingga dirasa sangat perlu sekali untuk melakukan suatu analisis yang terperinci mengenai penyebab terjadinya

hujan sangat lebat yang dapat mengakibatkan banjir terutama dari faktor cuaca skala regionalnya karena melihat luasan daerah yang terdampak.

Menurut Tjasyono dan Harijono (2013) menyebutkan bahwa sumber curah hujan yang terjadi di wilayah tropis terdiri dari 3 jenis yaitu curah hujan konveksi, siklonik, dan orografik. Curah hujan konveksi terjadi akibat pemanasan maupun

(2)

2 proses konvergensi. Curah hujan ini biasanya

terjadi pada skala ruang yang terbatas yaitu antara 10 – 20 km2 serta dapat mencapai paras atmosfer yang tinggi. Curah hujan siklonik terjadi akibat adanya daerah tekanan rendah dengan vortisitas maksimum sehingga terjadi konvergensi mendatar yang memaksa udara naik. Curah hujan orografik terjadi karena udara lembab yang dipaksa naik melewati lereng pegunungan. Hujan sangat lebat biasanya dapat dihasilkan oleh hujan konveksi dimana terbentuk sel tunggal atau gabungan dari beberapa sel awan badai, hujan siklonal yaitu saat terjadinya siklon tropis maupun gabungan dari proses siklonik dan konveksi.

Dalam kasus banjir yang melanda Sumatera Utara di penghujung tahun 2014 lalu, banjir terjadi setelah hujan sangat lebat mengguyur wilayah tersebut. Hujan sangat lebat tersebut terjadi pada saat periode monsun Asia atau pada saat wilayah Sumatera Utara berada dalam periode musim hujan. Hujan dengan intensitas sangat lebat saat musim hujan merupakan fenomena yang wajar, namun yang cukup menarik adalah bahwa hujan sangat lebat yang mengakibatkan banjir tersebut terjadi dalam rentang waktu yang sangat berdekatan yaitu tanggal 16 dan 18 Desember 2014. Curah hujan selain dikarenakan oleh pengaruh dari monsun Asia, perlu dicurigai faktor cuaca lainnya yang ikut mendukung terjadinya hujan sangat lebat tersebut. Faktor cuaca skala regional antara lain kemungkinan dari aktifnya gelombang dingin Asia atau yang biasa disebut sebagai Cold Surge, Madden Julian Oscillation, adanya daerah vorteks siklonik, pumpunan angin atau belokan angin dan posisi daerah tekanan tinggi dan rendah.

Menurut Tjasyono dkk. (2006) terjadinya bencana alam banjir di Indonesia umumnya disebabkan oleh sistem cuaca ekstrem basah akibat dari hujan konveksi, orografis, dan siklon tropis. Hujan konveksi biasanya terjadi setelah insolasi maksimum atau setelah tengah hari hingga malam hari. Adanya pengaruh lautan mengakibatkan adanya peningkatan aktivitas konvektif di atas laut pada larut malam yang dapat menyebabkan hujan lebat pada pagi hari. Awan konveksi, awan konvergensi, dan awan siklon tropis disebabkan oleh sel tekanan udara rendah yang dapat

menyebabkan banjir skala lokal dan skala luas. Bencana alam banjir yang terjadi di Indonesia umumnya bersifat periodik karena adanya pengaruh monsun yang berubah secara periodik.

Tangang dkk. (2008) menjelaskan bahwa banjir yang melanda wilayah selatan Semenanjung Malaysia pada bulan Desember 2006 hingga Januari 2007 disebabkan oleh hujan sangat lebat yang terjadi dalam tiga episode. Hujan sangat lebat ini disebabkan karena adanya seruak dingin dari daratan Asia yang mengakibatkan kecepatan angin timuran di Laut Cina Selatan meningkat serta bersamaan dengan terjadinya fenomena MJO. Efek bendung dari pegunungan di Sumatera mengakibatkan terjadinya konvergensi di lapisan bawah dan memperkuat konveksi sehingga terjadi hujan sangat lebat.

Monsun adalah angin yang arahnya berbalik secara musiman. Angin monsun disebabkan oleh beda sifat fisis antara benua dan lautan. Secara latitudinal (melintang) dan longitudinal (membujur) Indonesia di bawah pengaruh sirkulasi ekuatorial dan monsunal yang sangat berbeda karakteristiknya. Monsun dapat digambarkan sebagai fenomena angin laut raksasa akibat beda panas BBU – BBS yang dikaitkan dengan migrasi matahari tahunan (Tjasyono, 2007).

Menurut Zakir dkk. (2010) cold surge merupakan aliran massa udara dingin dari daratan Asia yang menjalar memasuki wilayah Indonesia bagian barat. Cold surge biasa terjadi pada saat di Asia memasuki musim dingin. Adanya seruak dingin ini ditandai dengan:

1. perbedaan tekanan udara antara 30°LU, 115°BT dengan Hongkong (10 mb); 2. selama 24 jam turunnya suhu udara di

Hongkong sekitar 5°C atau lebih;

3. selama 24 jam ada peningkatan kecepatan angin di Hongkong mencapai 10 knot atau lebih;

4. angin di sekitar wilayah Laut Cina Selatan dari utara atau timur laut dengan kecepatan di atas 10 knot.

Dalam Wardani dan Dupe (2012), Oliver menjelaskan bahwa MJO adalah osilasi intraseasonal yang terjadi di daerah lintang rendah. MJO memiliki siklus 1-3 bulan serat memiliki delapan fase dalam satu

(3)

3 periode osilasi. Biasanya fase pertama

terbentuknya MJO terjadi di Samudera Hindia dan Samudera Pasifik.

Dalam Hermawan (2010), Matthews menjelaskan bahwa gugus-gugus awan yang tumbuh di Samudera Hindia kemudian bergerak ke arah timur dan membentuk siklus MJO. Adanya pengaruh suhu permukaan laut di Samudera Pasifik dan Samudera Hindia mengakibatkan Super Cloud Clusters (SCCs) merambat ke arah timur dimana selama perambatannya SCCs terbentuk karena adanya pemanasan matahari yang intensif sehingga terjadi konvergensi di lapisan 850 mb dan divergensi di lapisan 200 mb yang merupakan indikasi terbentuknya konveksi kuat.

2.

DATA DAN METODE

Dalam penelitian ini adapun bahan berupa data yang digunakan antara lain: 1. Data pengamatan curah hujan harian dari

beberapa stasiun dan pos hujan di Kabupaten Langkat, Kota Medan, dan Kabupaten Deli Serdang tanggal 14 - 20 Desember 2014 yang diperoleh dari Stasiun Klimatologi Sampali.

2. Data analisis angin lapisan 925 mb dan MSLP jam 00 UTC hasil olahan data reanalysis model ECMWF dengan resolusi spasial 0,125° x 0,125° yang dapat diunduh dari

http://apps.ecmwf.int/datasets/data/int

erim-full-daily/.

3. Data pergerakan fase MJO tanggal 19 November 2014 – 28 Desember 2014 dan anomali OLR rata-rata tanggal 1 Juli 2014 – 31 Desember 2014 dapat diunduh dari

http://www.bom.gov.au/climate/mjo/.

4. Data beda tekanan Gushi dan Hongkong

tanggal 14 – 20 Desember 2014.

5. Data pengamatan udara atas dan udara permukaan di Stasiun Meteorologi Kuala

Namu (96035) dapat diakses di http://www.ogimet.com/sond.phtml.en.

Metode yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut:

1. Melakukan analisis terhadap data curah hujan dan pengamatan permukaan tanggal 16 dan 18 Desember 2014. 2. Menginterpretasikan peta angin dan

tekanan untuk mengetahui gangguan cuaca yang terjadi di sekitar wilayah Sumatera Utara tanggal 14 – 20 Desember 2014.

3. Mendeskripsikan nilai beda tekanan untuk deteksi seruak dingin.

4. Mendeskripsikan fase MJO dan anomali OLR tanggal 14 – 20 Desember 2014. 5. Membuat kesimpulan berdasarkan hasil

analisis dan pembahasan.

3. ANALISIS DAN PEMBAHASAN

1. Analisis Data Hujan

Terdapat 9 lokasi dengan curah hujan lebih dari 100 mm/hari pada tanggal 16 dan 18 Desember 2014 (gambar 3.1). Dua lokasi diantaranya yaitu Pangkalan Susu dan Pematang Jaya mengalami kejadian curah hujan lebih dari 100 mm/hari pada kedua tanggal tersebut. Dari hasil pengamatan udara permukaan di Stasiun Meteorologi Kuala Namu (gambar 3.2) dapat diketahui bahwa pada tanggal 16 Desember 2014 hujan terjadi hampir sepanjang hari. Hujan dengan intensitas tertinggi terjadi pada malam hingga dini hari, yaitu antara jam 18 – 21 UTC dengan curah hujan terukur adalah 24 mm/3 jam. Sedangkan pada tanggal 18 Desember 2014, hujan terjadi sejak malam hingga dini hari. Hujan dengan intensitas tertinggi terjadi antara jam 15 – 18 UTC dengan jumlah curah hujan terukur adalah 104 mm/3 jam.

(4)

4 Gambar 3.1 Grafik curah hujan periode 14 – 20 Desember 2014

Gambar 3.2 Hasil pengamatan udara permukaan tanggal 16 dan 18 Desember 2014 di Stasiun Meteorologi Kuala Namu (Ogimet, 2015).

(5)

5

2. Analisis Medan Tekanan

Pada gambar 4.3 ditunjukkan peta

medan tekanan MSL jam 00 UTC tanggal 14 sampai dengan 20 Desember 2014. Wilayah Indonesia umumnya berada dalam rentang nilai tekanan udara antara 1010 mb sampai dengan 1012 mb dengan perubahan harian pola isobar yang kecil. Posisi daerah tekanan tinggi lebih banyak terbentuk di daratan Asia dan sebaliknya daerah tekanan rendah lebih banyak terbentuk di daratan Australia. Kondisi ini disebabkan karena posisi matahari pada bulan Desember berada di sebelah selatan ekuator. Massa udara mengalir dari daratan Asia menuju Australia dengan sifat massa udara yang relatif hangat dan lembab.

Pada tanggal 14 Desember 2014 daerah tekanan tinggi di daratan Asia mencapai 1035 mb. Sementara itu, terbentuk daerah tekanan rendah yang kurang dari 1010 mb di daratan Australia. Pada keesokan harinya, tanggal 15 Desember 2014 daerah pusat tekanan tinggi di daratan Asia menguat dengan tekanan mencapai 1050 mb pada pusatnya. Daerah tekanan rendah di daratan Australia masih bertahan dengan tekanan pada pusatnya antara 1005 - 1010 mb. Kontur isobar tampak mulai lebih rapat dari hari sebelumnya dan menjorok lebih ke selatan. Pada tanggal 16 Desember 2014, daerah tekanan rendah di Australia masih tampak sama dengan hari-hari sebelumnya. Kontur isobar dari daratan Asia tampak semakin menjorok ke selatan hingga Laut Cina Selatan. Tanggal 17 Desember 2014 kondisi daerah tekanan tinggi di daratan Asia terlihat berbeda. Kontur isobar terlihat renggang dengan pusat tekanan tinggi yang menurun nilainya dibandingkan hari sebelumnya. Pada tanggal 18 Desember 2014, pusat tekanan tinggi Asia kembali menguat seperti tanggal 15 dan 16 Desember 2014 dan daerah tekanan rendah di daratan Australia juga semakin melemah. Tanggal 19 Desember 2014, kondisi yang serupa masih terjadi dimana pusat tekanan tinggi di Asia membentuk kontur isobar yang rapat namun nilai pusat tekanan menurun hingga mencapai 1030 mb. Tanggal 20 Desember 2014 daerah tekanan tinggi Asia kembali menguat. Terjadi fluktuasi kondisi tekanan tinggi Asia selama periode 14 – 20 Desember

2014. Kondisi pusat tekanan tinggi paling kuat terjadi tanggal 15 dan 16 Desember 2014.

3. Analisis Medan Angin

Angin monsun baratan bertiup cukup kuat di wilayah Indonesia yang dirasakan sebagai monsun timur laut untuk daerah sebelah utara garis ekuator dan monsun barat laut untuk daerah sebelah selatan garis ekuator.

Kondisi gangguan cuaca di sekitar wilayah Indonesia khususnya di sekitar daerah Sumatera ditunjukkan oleh gambar 3.4. Sejak tanggal 14 Desember 2014 telah terbentuk vorteks siklonik di Samudera Hindia sebelah barat Sumatera. Angin monsun bertiup kencang dari arah timur laut. Kondisi tersebut bertahan hingga tanggal 15 Desember 2014 dengan disertai penambahan kecepatan angin monsun timur laut terutama di sekitar Laut Cina Selatan. Pada tanggal 16 Desember 2014, vorteks siklonik di Samudera Hindia barat Sumatera tampak melemah. Sementara itu, terbentuk vorteks siklonik baru di Kalimantan Barat. Kecepatan angin monsun timur laut tampak semakin kencang dibandingkan dengan hari sebelumnya, namun adanya vorteks di Kalimantan Barat menghambat aliran massa udara tersebut bergerak lebih jauh ke selatan. Tanggal 17 Desember 2014, vorteks siklonik di Kalimantan Barat tampak pecah. Kecepatan angin monsun timur laut dari daratan Asia juga masih kencang. Pembentukan vorteks kembali giat pada tanggal 18 Desember 2014. Vorteks siklonik yang cukup kuat terbentuk di Samudera Hindia sebelah barat Sumatera sedangkan vorteks siklonik lemah terbentuk di daerah Kalimantan Barat. Kecepatan angin monsun timur laut masih tampak kuat. Tanggal 19 Desember 2014 vorteks siklonik di Samudera Hindia tampak punah dan kecepatan angin monsun timur laut melemah dibandingkan hari sebelumnya. Tanggal 20 Desember 2014, angin monsun timur laut tampak semakin melemah dan vorteks di Kalimantan Barat bergeser hingga ke Laut Cina Selatan. Kondisi yang menarik untuk diperhatikan bahwa aliran monsun timur laut tersebut

(6)

6 tampak mengalami pengurangan kecepatan

terutama di sekitar daerah Sumatera bagian utara. Kondisi ini disebabkan karena adanya faktor pegunungan di daerah Sumatera Utara. 4. Analisis Madden Julian Oscillation

Pada gambar 3.5 ditunjukkan diagram fase pergerakan MJO selama periode tanggal 19 November 2014 hingga 28 Desember 2014 di sekitar ekuator. MJO aktif di wilayah Indonesia apabila terletak dalam fase 4 dan 5. Dari gambar 3.5 tampak bahwa pada tanggal 1 hingga 4 Desember 2014, MJO terpantau aktif dalam fase 5 yaitu di wilayah Indonesia bagian timur. Seiring dengan pergerakannya yang semakin ke timur, osilasi inipun semakin menjauhi wilayah Indonesia. Sesungguhnya seiring dengan pergerakan osilasi ini menuju kontinen maritim maka intensitasnya juga melemah. Pada tanggal 10 hingga 17 Desember 2014, MJO terpantau kurang aktif atau aktivitas MJO melemah ditandai dengan posisinya yang berada dalam lingkaran. Pada tanggal 18 Desember 2014, MJO terpantau kembali aktif dalam fase 3 yaitu wilayah Samudera Hindia bagian timur. Pergerakan MJO ini juga dapat dipantau melalui analisis OLR (Outgoing Longwave Radiation).

Dalam analisis anomali OLR pada gambar 3.6, wilayah Indonesia umumnya memiliki anomali OLR bernilai negatif (warna biru) pada pertengahan hingga akhir bulan Desember 2014 terutama di wilayah Indonesia bagian barat sedangkan anomali OLR positif (warna kuning) terjadi pada pertengahan hingga mendekati akhir bulan Desember 2014 terutama di wilayah Indonesia bagian timur. Anomali OLR negatif mengindikasikan adanya liputan awan yang tebal yang dikaitkan dengan

kondisi basah (banyak hujan), sebaliknya anomali OLR positif mengindikasikan liputan awan yang sedikit yang dikaitkan dengan kondisi kering (sedikit hujan). 5. Analisis Seruak Dingin

Grafik beda tekanan pada gambar 3.7 dibuat dengan mengurangkan data tekanan QFF setiap 6 jam antara Gushi (58208) dan Hongkong (45007). Terjadinya seruak dingin secara sederhana ditandai jika terdapat perbedaan tekanan udara antara Gushi dan Hongkong mencapai ≥ 10 mb. Dari gambar 3.7 terlihat bahwa nilai beda tekanan lebih besar dari 10 mb mulai terjadi pada tanggal 15 Desember 2014 jam 12 UTC dengan nilai sebesar 12,7 mb. Nilai beda tekanan ini kemudian meningkat hingga menjadi 15,4 mb pada jam 18 UTC. Mulai tanggal 16 Desember 2014 jam 00 UTC, nilai beda tekanan mulai turun secara perlahan hingga mencapai 10,4 mb pada tanggal 16 Desember jam 12 UTC. Pada tanggal 16 Desember 2014 jam 18 UTC nilai beda tekanan kembali meningkat menjadi 11,1 mb hingga kemudian turun kembali. Peningkatan nilai beda tekanan yang cukup signifikan kembali terjadi pada tanggal 17 Desember 2014 jam 18 UTC. Mulai tanggal 18 Desember 2014 jam 00 UTC hingga tanggal 20 Desember jam 06 UTC nilai beda tekanan menunjukkan nilai kurang dari 10 mb. Nilai beda tekanan digambarkan kembali meningkat lebih dari 10 mb pada tanggal 20 Desember 2014 jam 12 UTC. Kondisi ini sesuai dengan analisis medan tekanan yang menunjukkan terjadinya kontur isobar yang rapat terutama tanggal 15, 16, dan 18 Desember 2014.

(7)

7 Gambar 3.3 Peta MSLP jam 00 UTC tanggal 14 – 20 Desember 2014

(8)

8 Gambar 3.4 Peta angin 925 mb jam 00 UTC tanggal 14 – 20 Desember 2014

(9)

9 Gambar 3.5 Diagram fase pergerakan MJO tanggal 19 November 2014 hingga tanggal 28 Desember 2014. Garis biru menandakan pergerakan selama bulan November 2014 dan garis merah menandakan pergerakan selama bulan Desember 2014 (BOM, 2015).

Gambar 3.6 Analisis anomali OLR rata-rata tanggal 1 Juli 2014 hingga tanggal 31 Desember 2014. Wilayah Indonesia berada antara 90° – 140° BT. Warna oranye menandakan anomali OLR positif dan warna biru menandakan anomali OLR negatif (BOM, 2015).

(10)

10 Gambar 3.7 Grafik beda tekanan antara Gushi dan Hongkong tanggal 14 – 20 Desember 2014. Garis hijau untuk beda tekanan kategori rendah, garis oranye untuk beda tekanan kategori sedang, dan garis merah untuk beda tekanan kategori tinggi. Kejadian hujan sangat lebat ini

terjadi pada periode kuatnya angin monsun Asia. Monsun Asia bersifat lembab karena selama perjalannya melewati lautan yang luas dan membawa banyak uap air. Pada saat monsun musim dingin Asia Timur terjadi pergantian sirkulasi dari pola siklonik menjadi antisiklonik yang berhubungan dengan peningkatan intensitas pusat tekanan tinggi pada lintang sekitar 40° - 60° LU (Tjasyono dan Harijono, 2013).

Peta medan tekanan MSL (gambar 3.3) menunjukkan terjadinya pusat tekanan tinggi dengan intensitas kuat di daratan Asia. Kontur isobar tampak sangat rapat dan menjorok hingga ke Laut Cina Selatan pada tanggal 15, 16, dan 18 Desember 2014. Adanya pusat tekanan rendah di Australia mengakibatkan terjadinya gradient tekanan yang cukup besar antara Asia dan Australia. Arus udara dingin dariAsia bertemu dengan arus udara timur laut dari Pasifik yang masuk lurus menuju Sumatera Utara.

Tekanan udara yang tinggi di daratan Asia menyebabkan terjadinya selisih tekanan udara antara Gushi dan Hongkong yang mencapai lebih dari 10 mb. Hasil perhitungan beda tekanan antara Gushi dan Hongkong untuk deteksi seruak dingin pada gambar 3.7 menunjukkan adanya indikasi

seruak dingin dengan kategori sedang pada tanggal 15 desember 2014 jam 12 UTC yang kemudian meningkat menjadi kategori kuat pada jam 18 UTC. Indikasi seruak dingin sedang juga terjadi pada tanggal 17 Desember 2014 jam 18 UTC. Adanya aliran seruak dingin dari Asia meningkatkan kecepatan angin permukaan dari monsun Asia terutama di sekitar Laut Cina Selatan.Adanya bukit barisan di Sumatera Utara menahan aliran ini bergerak lebih jauh ke ekuator. Interaksi ini mengakibatkan terjadinya konvergensi di level rendah sehingga terjadi konveksi kuat. Meskipun seruak dingin ini cenderung bersifat dingin dan kering, seiring dengan pergerakannya melewati Laut Cina Selatan mengakibatkan aliran seruak dingin menjadi hangat dan lembab. Terdapat selang waktu sekitar 24 jam sejak awal terdeteksi adanya seruak dingin kategori kuat dengan terjadinya hujan dengan intensitas maksimum pada tanggal 16 Desember 2014. Seruak dingin terpantau aktif hingga tanggal 17 Desember 2014 dan menyebabkan hujan sangat lebat tanggal 18 Desember 2014 di Sumatera Utara.

Menurut Tangang dkk. (2008) angin timuran yang kuat di selatan Jawa menghalangi masuknya arus lintas ekuator dari bagian selatan Laut Cina Selatan,

(11)

11 sehingga tidak terbentuk pusaran siklonik

dari arus udara timur laut dan secara tidak langsung menghalangi terbentuknya Borneo Vorteks. Sementara itu jika angin baratan di utara Jawa menguat maka pusaran siklonik dari arus timur laut akan mudah terbentuk di sekitar area Laut Cina Selatan dan meningkatkan potensi terbentuknya Borneo Vorteks. Adanya vorteks di sekitar pesisir barat Kalimantan (Borneo Vorteks) dapat memindahkan massa udara hangat dan lembab menuju pesisir barat Kalimantan dan mengurangi konveksi di sekitar Sumatera

Peta medan angin menunjukkan bahwa vorteks siklonik di barat Kalimantan terbentuk saat terjadinya hujan sangat lebat di Sumatera Utara tanggal 16 dan 18 Desember 2014 namun dengan intensitas kecil. Apabila diperhatikan arus udara dari Asia dapat masuk langsung ke Sumatera Utara tanpa mendapat halangan dari adanya Borneo Vorteks. Borneo Vorteks memberikan halangan bagi arus timur laut yang berasal dari Samudera Pasifik untuk masuk lebih jauh menuju selatan ekuator.

Meskipun terdapat kesamaan dalam pembentukan konvergensi level bawah pada kedua kejadian hujan sangat lebat, terjadi pola sirkulasi atmosfer skala regional yang berbeda di Samudera Hindia atau yang dikenal sebagai MJO. Anomali OLR pada gambar 3.6 menunjukkan terjadinya konveksi kuat di Samudera Hindia selama terjadinya MJO. Daerah konveksi kuat merupakan daerah tekanan rendah sehingga menguatkan angin di atas Laut Cina Selatan meskipun aliran seruak dingin merupakan penyebab utamanya. Arus udara timur laut dari pasifik ikut masuk hingga Sumatera Utara menambah peluang bagi pertumbuhan awan-awan badai.

4.

KESIMPULAN

Terjadinya hujan sangat lebat di Sumatera Utara pada tanggal 16 dan 18 Desember 2014 terjadi pada periode kuatnya monsun Asia. Pertemuan antara aliran seruak dingin dengan arus udara timur laut Pasifik membawa massa udara hangat dan lembab dari Laut Cina Selatan. Aliran udara ini terbendung oleh faktor topografi di Sumatera Utara sehingga menyebabkan terjadinya

konvergensi di level bawah yang mendukung tumbuhnya awan-awan badai guntur. Kejadian hujan sangat lebat tanggal 18 Desember 2014 juga merupakan kombinasi dengan sirkulasi atmosfer skala regional yaitu MJO. Adanya MJO ikut menguatkan aliran udara timur laut yang menuju langsung ke Sumatera Utara sehingga menguatkan terjadinya konvektif.

DAFTAR PUSTAKA

Aldrian, E. dan Utama, G. S. A., 2007,

Identifikasi dan Karakteristik

Seruak Dingin (

Cold Surge

) Tahun

1995-2003,

Jurnal

Sains

Dirgantara

, Vol. 4, No. 2 (Jun.

2007), halaman 107-127.

BMKG, 2010,

Peraturan Kepala Badan

Meteorologi

Klimatologi

dan

Geofisika

Nomor:

KEP.009

Tahun 2010 tentang Prosedur

Standar Operasional Pelaksanaan

Peringatan Dini, Pelaporan, dan

desiminasi Informasi Cuaca

Ekstrem

.

BOM, 2015, Madden Julian Oscillation,

[daring]

(

http://www.bom.gov.au/climate/m

jo/

, diakses 11 Januari 2015).

ECMWF,

2015,

ECMWF

Public

Datasets Web Interface, [daring]

(

http://apps.ecmwf.int

/datasets/data/interim-full-daily/

,

diakses 25 Januari 2015).

Hermawan, E., 2010, Analisis Struktur

Vertikal MJO Terkait Dengan

Aktivitas

Super Cloud Clusters

(SCCs)

Di

Kawasan

Barat

Indonesia,

Jurnal

Sains

Dirgantara

, Vol. 8 , No. 1 (Des.

2010), halaman 25-42.

Ogimet, 2015, Synop Reports, [daring]

(

http://www.ogimet.com/sond.phtm

l.en

, diakses 13 Januari 2015.

Ramage

C.

S.,

1971,

Monsoon

Meteorology

,

Academic

Press,

(12)

12

Soeharsono,

S.,

2015,

Dinamika

Atmosfer

Indonesia,

Bulletin

Meteorological Aerodrome

, Vol.

12, No. 2 (Mar. 2015), halaman 3.

Tangang, F. T., Juneng, L., Salimun,E.,

Vinayachandaran,P. N., Seng,Y.

K.,Reason,C. J. C., Behera,S. K.,

and Yasunari,T., 2008, On the

Roles of the Northeast Cold Surge,

the Borneo Vortex, the

Madden-Julian Oscillation, and the Indian

Ocean Dipole During the Extreme

2006/2007 Flood in Southern

Peninsular Malaysia,

Geophysical

Research Letter

, Vol. 35, L14S07,

doi:10.1029/2008GL033429.

Tjasyono, H. K. B., Juaeni, I., dan

Harijono, S. W. B., 2007, Proses

Meteorologis Bencana Banjir Di

Indonesia,

Jurnal Meteorologi

Dan Geofisika

, Vol. 8, No.2,

halaman 65-79.

Tjasyono, H. K. B., 2007,

Meteorologi

Indonesia 1 Karakteristik Dan

Sirkulasi

Atmosfer

,

Badan

Meteorologi

dan

Geofisika,

Jakarta.

Tjasyono, H. K. B., dan Harijono, S. W.

B., 2007,

Meteorologi Indonesia 2

Awan & Hujan Monsun

, Badan

Meteorologi

dan

Geofisika,

Jakarta.

Tjasyono, H. K. B., dan Harijono, S. W.

B., 2013,

Atmosfer Ekuatorial

,

Badan Meteorologi dan Geofisika,

Jakarta.

Wati, K.S., 2015, Kajian Meteorologi

Kejadian Hujan Sangat Lebat Di

Sumatera Utara (Studi Kasus

Tanggal 16 dan 18 Desember

2014),

Skripsi

, Program Sarjana

Terapan

STMKG,

Tangerang

Selatan.

Wardany, A. S., dan Dupe, Z. L., 2012,

Analisis Pengaruh

El Niño – La

Niña

,

Madden Julian Oscillation

dan

Semi-Annual Oscillation

Terhadap Curah Hujan di Kota

Balikpapan,

Institut

Teknologi

Bandung, Bandung.

Zakir A., Sulistya,W., dan Khotimah,M.

K., 2010,

Perspektif Operasional

Cuaca Tropis

, Pusat Penelitian dan

Pengembangan BMKG, Jakarta.

Gambar

Gambar 3.2 Hasil pengamatan udara permukaan tanggal 16 dan 18 Desember 2014  di Stasiun Meteorologi Kuala Namu (Ogimet, 2015)
Gambar 3.3 Peta MSLP  jam 00 UTC tanggal 14 – 20 Desember 2014
Gambar 3.4 Peta angin 925 mb jam 00 UTC tanggal 14 – 20 Desember 2014
Gambar  3.5  Diagram  fase  pergerakan  MJO  tanggal  19  November  2014  hingga  tanggal  28  Desember  2014
+2

Referensi

Dokumen terkait

Ketiga, keberadaan tenun ikat gedog Bandar Kidul Mojoroto Kota Kediri mengalami perkembangan yang sangat pesat sehingga hal ini mempengaruhi corak ragam hias pada kain tenun ikat

Inventory pada sebuah hotel merupakan salah satu bagian yang dapat menjadi sebuah cost center, dalam arti sebagai tempat tersimpannya catatan sebagian biaya pembelanjaan hotel.

Program yang dibuat menggunakan bahasa tingkat tinggi pada suatu mesin komputer bersistem operasi tertentu, hampir 100% bisa digunakan pada berbagai mesin dengan aneka

• Jika Jika anda anda belum belum dapat dapat membantu, membantu , kami kami tetap tetap akan akan memberikan. memberikan penuntun penuntun P.A ini P.A ini secara secara cuma-

Diagenetic environment & sequences Eodiagenesis (near-surface) kondisi marin, non-marin (hot & humid), non-marin arid & semi-arid Marin : - pembentukan glaukonit, chamosit

Selain itu nodul-nodul tersebut dapat terbentuk dari hasil pelarutan batuan yang ada di bawahnya kemudian dengan suhu yang terik membuat larutan karbonat tersebut mengalami

Fa ktor ya ng mempenga ruhi motiva si dibedakan menja di fa ktor ekstrinsik da n intrinsik.. Ragam Motivasi Atlet dalam Berprestasi

Pada musim hujan, hama dan penyakit yang sering merusak tanaman padi adalah tikus, wereng coklat, penggerek batang, lembing batu, penyakit tungro, blast, dan