• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN PENERIMAAN ORANG TUA YANG MEMILIKI ANAK ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) DI JAKARTA BARAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "GAMBARAN PENERIMAAN ORANG TUA YANG MEMILIKI ANAK ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) DI JAKARTA BARAT"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN PENERIMAAN ORANG TUA YANG

MEMILIKI ANAK ADHD (Attention Deficit

Hyperactivity Disorder) DI JAKARTA BARAT

SKRIPSI

Oleh :

Marlina Muli Sinungan – 1201004033

Jurusan Psikologi - Fakultas Humaniora Universitas Bina Nusantara

Jakarta 2012

(2)

2

GAMBARAN PENERIMAAN ORANG TUA YANG

MEMILIKI ANAK ADHD (Attention Deficit

Hyperactivity Disorder) DI JAKARTA BARAT

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana pada

Jurusan Psikologi Fakultas Humaniora Jenjang Pendidikan Strata 1

Oleh :

Marlina Muli Sinungan – 1201004033

Jurusan Psikologi - Fakultas Humaniora Universitas Bina Nusantara

Jakarta 2012

(3)

GAMBARAN PENERIMAAN ORANG TUA YANG MEMILIKI ANAK ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) DI JAKARTA BARAT

Marlina Muli Sinungan – 1201004033

ABSTRAK

Anak berkebutuhan khusus membutuhkan perhatian lebih dari orang tuanya agar mereka dapat berkembang dengan baik. Salah satu contoh anak berkebutuhan khusus adalah anak dengan gangguan ADHD. Skripsi ini mencoba menggambarkan lebih dalam mengenai gambaran penerimaan orang tua yang memiliki anak ADHD di Jakarta Barat yang bertujuan agar orang tua memahami gambaran penerimaan dirinya agar dapat memberikan perhatian yang dibutuhkan oleh anak ADHD secara utuh.

Analisa yang dilakukan mengacu pada tinjauan pustaka mengenai penerimaan orang tua dan anak ADHD beserta defisit yang dialami. Peneliti harap dapat memunculkan sesuatu kesimpulan dan saran mengenai

gambaran penerimaan orang tua yang memiliki anak ADHD dari penelitian ini.

Kata Kunci :

(4)

DAFTAR ISI 

Halaman Judul ... i Halaman Pengesahan ... ii Abstrak ... iii Kata pengantar ... iv Daftar Isi ... vi Daftar Tabel ... x BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Rumusan Masalah ... 8 1.3 Tujuan Penelitian ... 8 1.4 Manfaat Penelitian ... 8 1.4.1 Manfaat Teoritis ... 8 1.4.2 Manfaat Praktis ... 9

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penerimaan (Acceptance) ... 10

2.2 Tahapan Penerimaan ... 10

2.2.1 Tahap denial (penolakan) ... 11

2.2.2 Tahap anger (marah) ... 12

2.2.3 Tahap bargainning (tawar – menawar) ... 13

2.2.4 Tahap Depression (depresi) ... 13

2.2.5 Tahap Acceptance (penerimaan) ... 14

2.3 Aspek-Aspek Penerimaan Orang tua ... 14

(5)

2.5 ADHD ... 17

2.5.1 Pengertian ADHD ... 17

2.5.2 Kriteria ADHD ... 18

2.5.3 Tipe-tipe ADHD ... 21

2.5.4 Penyebab ADHD ... 21

BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Subyek Penelitian ... 24

3.1.1 Populasi ... 25

3.1.2 Sampel ... 25

3.1.3 Teknik Sampling ... 26

3.2 Desain Penelitian ... 27

3.3 Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 28

3.3.1 Domain Penerimaan Orang Tua ... 28

3.4 Setting Lokasi ... 30

3.4.1 Lokasi Penelitian ... 30

3.4.2 Waktu Penelitian ... 30

3.5 Instrumen Penelitian dan Pengukuran ... 30

3.6 Prosedur ... 38

3.6.1 Tahap Persiapan Penelitian ... 38

3.6.1.1 Penentuan Topik, Desain Penelitian, Subyek Penelitian ... 38

3.6.1.2 Penentuan Instrumen Penelitian dan Uji Coba Alat Ukur ... 39

3.6.1.3 Tahap Pelaksanaan Penelitian ... 39

3.6.1.3.1 Pengambilan Data ... 39

3.6.1.3.2 Pengolahan Data ... 40

(6)

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Profil Responden ... 42

4.1.1 Profil Responden Berdasarkan Usia Orang tua ... 42

4.1.2 Profil Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Orang tua ... 43

4.1.3 Profil Responden Berdasarkan Usia Anak ... 43

4.1.4 Profil Responden Berdasarkan Lama Anak Terapi ... 44

4.1.5 Profil Responden Berdasarkan Usia pertama kali anak didiagnosa ... 45

4.2 Hasil Penelitian ... 46

4.2.1 Deskripsi Umum Tiap Domain ... 46

4.2.2 Berikut deskripsi umum tiap subjek : ... 47

4.3 Pembahasan ... 48

4.3.1 Pembahasan Tahap Acceptance ... 48

4.3.2 Pembahasan Subyek yang Memiliki Level Tinggi di Satu Tahapan ... 49

4.3.3 Pembahasan Subyek Yang Memiliki Level Tinggi Di Dua Tahap Sekaligus ... 53

4.3.4 Pembahasan Subyek Yang Berada Di Level Sedang Di Tiap Tahapan ... 54

BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 56 5.2 Diskusi ... 57 5.3 Saran ... 58 5.3.1 Saran metodologis ... 59 5.3.2 Saran praktis ... 60 DAFTAR PUSTAKA ... 61

(7)

Riwayat Hidup ... 63 Lampiran ... L 1

(8)

DAFTAR TABEL 

Tabel 3.1. Cara Penilaian Skala Penerimaan ... 32

Tabel 3.2. Blue print Skala Penerimaan Sebelum Uji Coba ... 32

Tabel 3.3. Nilai dan Makna Korelasi Spearman ... 34

Tabel 3.4. Hasil Uji Validitas Tiap Domain ... 34

Tabel 3.5. Hasil Uji Reliabilitas Tiap Domain ... 36

Tabel 3.6. Blue print Skala Penerimaan Sesudah Uji Coba ... 36

Tabel 3.7. Jadwal Peelitian yang Dilakukan Peneliti ... 39

Tabel 4.1. Profil Responden Berdasarkan Usia Orang Tua ... 41

Tabel 4.2. Profil Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Orang Tua ... 41

Tabel 4.3. Profil Responden Berdasarkan Usia Anak ... 42

Tabel 4.4. Profil Responden Lama Anak Terapi ... 42

Tabel 4.5. Profil Responden Berdasarkan Uisa Pertama kali Anak Didiagnosa 43 Tabel 4.6. Deskripsi Umum Tiap Domain ... 44

Tabel 4.7. Pembahasan Tahap Denial ... 45

Tabel 4.8. Pembahasan Tahap Anger ... 46

Tabel 4.9. Pembahasan Tahap Bargaining ... 48

Tabel 4.10. Pembahasan Tahap Depression ... 49

Tabel 4.11. Pembahasan Tahap Acceptance ... 51

Tabel 4.12. Pembahasan Subyek yang Memiliki Level Tinggi di Dua Tahap Sekaligus ... 52

(9)

Ringkasan Skripsi

Bab 1

Sebagian besar orang tua mengharapkan memiliki anak yang sehat dan normal, namun kenyataannya terdapat juga orang tua yang mendapatkan titipan khusus dari Tuhan untuk mengasuh anak dengan kebutuhan khusus, salah satu contohnya adalah anak dengan gangguan ADHD.

Anak ADHD adalah anak yang mengalami gangguan pemusatan perhatian. Kondisi ini juga disebut sebagai gangguan hiperkinetik, yaitu suatu gangguan pada anak yang timbul pada masa perkembangan dini sebelum anak berusia 7 tahun, dengan ciri utama tidak mampu memusatkan perhatian (inatentif), hiperaktif, dan impulsif. Ciri perilaku ini mewarnai berbagai situasi dan dapat berlanjut sampai dewasa (Davidson, Neale, dan Kring, 2006).

Menurut Buitelaar & Paternotte (2010), perilaku negatif anak ADHD selalu mengundang reaksi dari lingkungannya, banyak orang menyebut anak ADHD sebagai anak pengganggu, selalu merusak benda-benda yang ada di sekelilingnya, dan dianggap sebagai anak yang aneh. Pada akhirnya anak ADHD kesulitan untuk membangun konsep diri yang positif yang akhirnya akan membawanya pada masalah-masalah emosional.

. Menurut Davidson, Neale, dan Kring (2006) anak-anak dengan ADHD sering kali dengan cepat dijauhi dan ditolak atau diabaikan oleh teman-teman seusia mereka karena anak ADHD menunjukan sejumlah

(10)

perilaku agresi yang tampak jelas dan perilaku ketidakpatuhan. Perilaku anak ADHD terutama perilaku tidak mau mendengarkan, merupakan bentuk ketidakpatuhan yang sangat dikhawatirkan oleh orang tua. Konflik yang terjadi di dalam keluarga dan tanggapan masyarakat terhadap perilaku negatif ADHD membuat orang tua merasa tertimpa reaksi negatif dari lingkungan. Hal ini dapat mengakibatkan orang tua membatasi kontak sosial anak dengan cara membatasi pergaulan anak dan melarang anak bermain di luar rumah karena takut mengganggu anak-anak lain atau merusak mainan milik tetangganya. Hal ini dapat menjadi ancaman isolasi sosial terhadap anak ADHD tersebut (Buitelaar & Paternotte, 2010).

Pada awalnya bagi orang tua yang baru menerima diagnosa bahwa anaknya mengalami ADHD akan merasa bingung karena orang tua tidak memiliki pemahaman mengenai ADHD sebelumnya. Ada juga orang tua yang merasa bersalah karena memiliki pemahaman yang salah tentang ADHD itu sendiri. Beberapa reaksi emosi yang muncul ketika orang tua mengetahui bahwa anaknya mengalami ADHD adalah seperti merasa terkejut yang bercampur sedih, penyangkalan, merasa tidak percaya, kecemasan, perasaan menolak keadaan, perasaan tidak mampu dan malu, takut, dan marah, merasa bahwa anak ADHD lahir akibat dosa-dosa orang tua, bahkan ada juga orang tua yang bertengkar lalu saling menyalahkan.

Reaksi-reaksi emosi tersebut sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Kubler-Ross (dalam Safaria, 2005) bahwa ada beberapa reaksi emosional individu ketika menghadapi cobaan dalam hidup yaitu menolak, menerima kenyataan, marah, melakukan tawar-menawar, depresi, dan penerimaan.

(11)

Dari berbagai macam reaksi orang tua yang muncul ketika mengetahui bahwa anaknya mengalami ADHD dan diikuti permasalahan-permasalahan yang dialami orang tua yang memilki anak ADHD yang telah diuraikan di atas, maka peneliti tertarik untuk melihat bagaimana penerimaan orang tua yang memiliki anak ADHD, dan berdasarkan dari latar belakang di atas maka peneliti menggunakan rumusan permasalahan yaitu ”Bagaimana gambaran penerimaan orang tua yang memiliki anak ADHD?”.  

                         

(12)

Bab 2

Teori-teori yang terdapat dalam bab ini diantaranya penerimaan, tahap penerimaan, aspek-aspek penerimaan orang tua, faktor – faktor yang mempengaruhi penerimaan orang tua, ADHD, kriteria ADHD, tipe-tipe ADHD, dan penyebab ADHD.

2.1 Penerimaan (Acceptance)

Menurut Hurlock (dalam Sharma 2004) penerimaan adalah suatu sikap yang ditunjukkan oleh orang tua terhadap anak-anaknya. Penerimaan orang tua ditandai oleh perhatian besar dan kasih sayang kepada anak. Orang tua yang menerima akan memperhatikan perkembangan dan kemampuan anak serta memperhitungkan minat anak.

2.2 Tahapan Penerimaan

Kubbler Ross (1970) dalam Tomb (2003) mendefinisikan sikap penerimaan (acceptance) sebagai suatu sikap seseorang yang mampu menghadapi dan menerima kenyataan daripada hanya menyerah pada pengunduran diri atau tidak ada harapan. Menurut Kubler Ross (1970), sebelum mencapai pada tahap acceptance (penerimaan) individu akan melalui beberapa tahapan, diantaranya adalah tahap denial, anger, bargainning, depression, dan akhirnya baru mencapai pada tahap acceptance. Individu juga berkemungkinan dapat berada di tahap yang sama dalam satu waktu.

Ada beberapa tahapan yang akan dilalui orang tua dimana tahapan tersebut sesuai dengan teori penerimaan (acceptance) yang telah dikemukakan oleh Kubbler Ross (dalam Safaria, 2005) , yaitu :

(13)

2.2.1 Tahap denial (penolakan)

Pada tahap ini orang tua dalam keadaan terguncang dan penyangkalan atau pengingkaran, orang tua tidak dapat berpikir apa yang seharusnya dia lakukan untuk keluar dari masalahnya. Secara sadar maupun tidak sadar seseorang yang berada pada tahap ini menolak semua fakta, informasi, dan segala sesuatu yang berhubungan dengan hal yang dialaminya (Medinnus & Johnson, 1969).

2.2.2 Tahap anger (marah)

Tahapan ini ditandai dengan adanya reaksi emosi / marah dari orang tua dan orang tua menjadi sangat sensitif terhadap masalah-masalah kecil sekalipun yang pada akhirnya menimbulkan kemarahan. Kemarahan tersebut biasanya ditujukan pada dokter, saudara, keluarga, atau teman – teman bahkan tetangga disekitar lingkungan rumah.

2.2.3 Tahap bargainning (tawar – menawar)

Tahapan dimana orang tua mulai berusaha untuk menghibur diri dan berpikir tentang upaya apa yang akan dilakukan untuk membantu proses penyembuhan anak (Safaria, 2005).

2.2.4 Tahap Depression (depresi)

Tahap depression merupakan tahapan yang muncul dalam bentuk putus asa dan kehilangan harapan. Kadangkala depresi dapat juga menimbulkan rasa bersalah, terutama di pihak ibu, yang khawatir apakah keadaan anak mereka akibat dari kelalaian

(14)

selama hamil. Dari pihak ayah pun sering dihinggapi rasa bersalah, karena merasa tidak dapat memberikan keturunan yang sempurna (Safaria, 2005).

2.2.5 Tahap Acceptance (penerimaan)

Tahapan acceptance adalah tahap dimana orang tua telah mencapai pada titik pasrah dan mencoba untuk menerima keadaan anaknya dengan tenang. Orang tua pada tahap ini cenderung mengharapkan yang terbaik sesuai dengan kapasitas dan kemampuan anak mereka, pada tahap ini orang tua akan melakukan apa saja agar anaknya dapat berkembang lebih baik, seperti mulai mencari tempat terapi atau sekolah khusus anak berkebutuhan khusus (Safaria,2005).

2.3 Aspek-Aspek Penerimaan Orang tua

Orang tua yang menerima anaknya akan menempatkan anaknya pada posisi penting dalam keluarga dan mengembangkan hubungan emosional yang hangat dengan anak. Porter (dalam Johnson dan Medinnus, 1969) mengungkapkan aspek-aspek penerimaan orang tua terhadap anak adalah sebagai berikut :

a. Mencintai anak tanpa syarat, mengakui hak-hak anak dan memenuhi kebutuhan untuk mengekspresikan perasaan.

b. Menilai anaknya sebagai diri yang unik sehingga orang tua dapat memelihara keunikan anaknya tanpa batas agar mampu menjadi pribadi yang sehat.

c. Mengenal kebutuhan-kebutuhan anak untuk membedakan dan memisahkan diri dari orang tua dan mencintai individu yang mandiri.

(15)

2.4 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Penerimaan Orang tua

Hurlock (dalam Sharma 2004) mengemukakan bahwa penerimaan orang tua ditandai oleh perhatian besar dan kasih sayang kepada anak. Terdapat berbagai macam sikap khas orang tua terhadap anak, khususnya sikap orang tua dalam menerima kondisi anak berkebutuhan khusus. Banyak faktor yang turut mempengaruhi sikap orang tua terhadap ABK (Anak Berkebutuhan Khusus). Faktor-faktor tersebut dipengaruhi oleh :

a. Respon individu terhadap anak ABK (anak berkebutuhan khusus) mempengaruhi sikap orang tua terhadap anaknya.

b. Persepsi orang tua mengenai konsep ”anak idaman” yang terbentuk sebelum kelahiran anak.

c. Cara orang tua dalam merawat atau mengasuh anak yang akan mempengaruhi sikap orang tua.

d. Kemampuan orang tua dalam mengatasi permasalahan yang berkaitan dengan anak.

2.5 ADHD

2.5.1 Pengertian ADHD

Anak ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) atau disebut juga anak hiperaktif adalah anak yang mengalami gangguan pemusatan perhatian. Kondisi ini juga disebut sebagai gangguan hiperkinetik, yaitu suatu gangguan pada anak yang timbul pada masa perkembangan dini sebelum anak berusia 7 tahun, dengan ciri utama tidak mampu memusatkan perhatian (inatentif), hiperaktif, dan impulsif. Ciri perilaku ini

(16)

mewarnai berbagai situasi dan dapat berlanjut sampai dewasa (Davidson, Neale, dan Kring, 2006).

2.5.2 Kriteria ADHD

Anak-anak dengan ADHD biasanya menampakkan perilaku yang dapat dikelompokkan dalam 2 kategori utama, yaitu kurangnya kemampuan memusatkan perhatian atau deficit attention dan hiperaktivitas-impulsivitas (Davidson, Neale, dan Kring, 2006).

Kekurangan dalam atensi atau kemampuan dalam memusatkan perhatian muncul dalam perilaku seperti berikut :

a. Ketidakmampuan memperhatikan detil atau melakukan kecerobohan dalam mengerjakan tugas, bekerja, atau aktivitas lain.

b. Kesulitan memelihara perhatian terhadap tugas atau aktivitas bermain.

c. Kadang terlihat tidak perhatian ketika berbicara dengan orang lain. d. Tidak mengikuti perintah dan kegagalan menyelesaikan tugas. e. Kesulitan mengorganisasikan tugas dan aktivitas.

f. Kadang menolak, tidak suka, atau enggan terlibat dalam tugas yang memerlukan proses mental yang lama, misalnya tugas sekolah. Sering kehilangan barang miliknya.

g. Mudah terganggu stimulus dari luar. h. Sering lupa dengan aktivitas sehari-hari.

Sedangkan perilaku hiperaktivitas-impulsivitas sering muncul dalam perilaku sebagai berikut :

(17)

b. Sering meninggalkan tempat duduk di kelas atau situasi lain dimana seharusnya duduk tenang.

c. Berlari berlebihan atau memanjat yang tidak tepat situasi (pada remaja atau dewasa terbatas pada perasaan tidak dapat tenang/gelisah).

d. Kesulitan bermain atau terlibat dalam aktivitas yang menyenangkan. e. Seolah selalu terburu-buru atau bergerak terus seperti mesin. f. Berbicara terlalu banyak.

g. Sering menjawab pertanyaan sebelum selesai diberikan. (Impulsivitas).

h. Kesulitan menunggu giliran (Impulsivitas).

i. Menyela atau memaksakan pendapat kepada orang lain (Impulsivitas).

Dan terkadang gejala tersebut juga diikuti oleh perilaku agresivitas dalam bentuk seperti berikut :

a. Sering mendesak, mengancam, atau mengintimidasi orang lain. b. Sering memulai perkelahian.

c. Menggunakan senjata tajam yang dapat melukai orang lain. d. Berlaku kasar secara fisik terhadap orang lain.

e. Menyiksa binatang.

f. Menyanggah jika dikonfrontasi dengan korbannya. g. Memaksa orang lain melakukan aktivitas seksual.

Sementara menurut DSM-IV-TR (2000), definisi ADHD terdiri dari beberapa karakteristik, yaitu dimana karakteristik pertama mempunyai 2 kategori

(18)

yang salah satunya saja dapat memenuhi kriteria gangguan ADHD sebagai berikut :

a. (1) Memenuhi 6 atau lebih gejala kurangnya pemusatan perhatian paling tidak selama 6 bulan pada tingkat menganggu dan tidak sesuai dengan tingkat perkembangan;

(2) Memenuhi 6 atau lebih gejala hiperaktivitas-impulsivitas paling tidak selama 6 bulan pada tingkat menganggu dan tidak sesuai dengan tingkat perkembangan

b. Gejala kurangnya pemusatan perhatian atau hiperaktivitas-impulsivitas muncul sebelum usia 7 tahun.

c. Gejala-gejala tersebut muncul dalam 2 setting atau lebih (di sekolah, rumah, atau pekerjaan).

d. Harus ada bukti nyata secara klinis adanya gangguan dalam fungsi sosial, akademik, atau pekerjaan.

e. Gejala tidak diikuti dengan gangguan perkembangan pervasive, skizofrenia, atau gangguan psikotik lainnya dan tidak dilihat bersama dengan gangguan mental lain (gangguan suasana hati, gangguan kecemasan, atau gangguan kepribadian).

2.5.3 Tipe-tipe ADHD

Karena gejala ADHD bervariasi, DSM-IV-TR, (2000) mencantumkan tiga subkategori, yaitu sebagai berikut :

1. Tipe Predominan Inatentif,

Anak-anak yang masalah utamanya adalah rendahnya konsentrasi.

(19)

2. Tipe Predominan Hiperaktif – Impulsif,

Anak-anak yang masalahnya terutama diakibatkan oleh perilaku hiperaktif-impulsif.

3. Tipe Kombinasi,

(20)

20 BAB 3

METODE PENELITIAN

 

Peneliti menggunakan metode kuantitatif yang bersifat deskriptif dalam penelitian ini, yang dimaksudkan untuk melihat bagaimana gambaran penerimaan orang tua yang memilki anak ADHD di Jakarta Barat.

Menurut Hadi (2006) penelitian dengan metode deskriptif bertujuan untuk menggambarkan suatu fenomena yang terjadi tanpa bermaksud mengambil kesimpulan yang berlaku secara umum. Kuantitatif deskriptif atau bisa disebut dengan statistik deskriptif secara singkat dapat didefinisikan sebagai statistik yang digunakan untuk menggambarkan karakter suatu kelompok, sampel, atau data.

3.1 Subyek Penelitian

  Pada penelitian ini, subyek yang akan diteliti adalah orang tua yang memiliki anak ADHD di Jakarta Barat khususnya di RSJ milik pemerintah pusat yang berada di Jakarta yaitu, RSJ Dr. Soeharto Heerdjan dan klinik terapi swasta. Dengan mempertimbangkan syarat jumlah populasi ataupun sampel penelitian agar dapat menghasilkan data yang akurat. 3.1.1 Populasi

Dalam suatu penelitian, populasi dan sampel yang dipakai merupakan salah satu faktor penting yang harus diperhatikan. Populasi itu sendiri adalah seluruh objek yang dimaksud untuk diteliti. Populasi dibatasi sebagai sejumlah subyek atau individu yang paling sedikit

(21)

memiliki satu sifat yang sama (Hadi, 2000). Populasi pada penelitian ini adalah orang tua yaitu khususnya ibu yang memiliki anak ADHD di Jakarta Barat.

3.1.2 Sampel

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah orang tua yang memiliki anak ADHD di Jakarta Barat, yaitu dengan karakteristik orang tua yaitu ayah maupun ibu yang memiliki anak ADHD. Diasumsikan karena orang tua memiliki peranan penting dalam mengupayakan penyembuhan anak ADHD (Buitelaar & Paternotte, 2010).

Adapun jumlah orang tua yang menjadi sampel dalam penelitian ini pada saat kuesioner dibagikan yaitu sejumlah 25 responden dengan jumlah pasien anak ADHD di Instalasi Kesehatan Anak dan Remaja di RSJ Dr.Soeharto Heerdjan sebanyak 25 orang, namun setelah kuesioner dikembalikan, jumlah responden yang valid untuk dianalisa adalah sebanyak 20 orang dikarenakan 5 responden tidak mengisi kuesioner secara lengkap. Peneliti juga mengambil sampel dari beberapa klinik terapi swasta di Jakarta Barat sebanyak 10 responden.

3.1.3 Teknik Sampling

Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah non-probability sampling, yaitu merupakan teknik sampling yang tidak memberikan peluang atau kesempatan yang sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel (Sugiyono, 2004 dalam Martono, 2010).

Prosedur yang dilakukan adalah purposive sampling, yang merupakan teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu, yaitu

(22)

memilih orang sebagai sampel dengan memilih orang yang benar-benar mengetahui atau memiliki kompetensi dengan topik penelitian (Martono, 2010)..

3.2 Desain Penelitian

Peneliti menggunakan metode kuantitatif yang bersifat deskriptif dalam penelitian ini, yang dimaksudkan untuk melihat bagaimana gambaran penerimaan orang tua yang memilki anak ADHD di Jakarta Barat. Peneliti juga menggunakan metode wawancara untuk mendapatkan gambaran dan informasi lebih dari orag tua yang memiliki anak ADHD.

Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode pengukuran data dengan skala psikologis atau disebut dengan metode skala. Metode skala digunakan karena data yang ingin diukur berupa konstruk atau konsep psikologis yang dapat diungkap secara tidak langsung melalui domain-domain perilaku yang diterjemahkan dalam bentuk item-item pernyataan (Hadi, 2001).

3.3 Definisi Operasional Variabel Penelitian

Penerimaan orang tua merupakan sikap menerima dan memperhatikan perkembangan dan kemampuan anak serta memperhitungkan minat anak. Penerimaan orang tua dalam penelitian ini dapat diungkap melalui skala penerimaan orang tua yang disusun oleh Peneliti berdasarkan teori penerimaan yang dikemukakan oleh Kubler Ross (1970) yang mengungkap tahapan penerimaan. Skala ini menunjukan skor tiap domain yang tiap domainnya mempunyai norma tinggi, sedang, dan rendah. Pada domain denial, anger, bargaining, dan

(23)

depression apabila skornya tinggi maka menunjukan belum ada penerimaan yang baik, melainkan masih dominan dalam tahap tersebut. Apabila skor pada tahap acceptance tinggi, maka menunjukan penerimaan yang baik.

3.3.1 Domain Penerimaan Orang Tua

Penerimaan orang tua merupakan penilaian dari suatu sikap khas yang ditunjukkan oleh orang tua terhadap anak-anaknya. Penerimaan orang tua ditandai oleh perhatian besar dan kasih sayang kepada anak. Orang tua yang menerima akan memperhatikan perkembangan dan kemampuan anak serta memperhitungkan minat anak. 

Ada beberapa tahapan yang akan dilalui orang tua dalam menerima keadaan anak, dimana tahapan tersebut sesuai dengan teori penerimaan (acceptance) yang telah dikemukakan oleh Kubbler Ross, (1970) yaitu : - Tahap denial (penolakan)

Pada tahap ini orang tua dalam keadaan terguncang dan pengingkaran, orang tua tidak dapat berpikir apa yang seharusnya dia lakukan untuk keluar dari masalahnya.

- Tahap anger (marah)

Tahapan ini ditandai dengan adanya reaksi emosi / marah dari orang tua dan orang tua menjadi sangat sensitif terhadap masalah - masalah kecil sekalipun yang pada akhirnya menimbulkan kemarahan.

- Tahap bargainning (tawar – menawar)

Tahapan dimana orang tua mulai berusaha untuk menghibur diri dan berpikir tentang upaya apa yang akan dilakukan untuk membantu proses penyembuhan anak (Safaria, 2005).

(24)

- Tahap Depression (depresi)

Tahapan yang muncul dalam bentuk putus asa dan kehilangan harapan. Kadangkala depresi dapat juga menimbulkan rasa bersalah, terutama di pihak ibu, yang khawatir apakah keadaan anak mereka akibat dari kelalaian selama hamil. Dari pihak ayah pun sering dihinggapi rasa bersalah, karena merasa tidak dapat memberikan keturunan yang sempurna (Safaria, 2005).

- Tahap Acceptance (penerimaan)

Tahapan dimana orang tua telah mencapai pada titik pasrah dan mencoba untuk menerima keadaan anaknya dengan tenang. Orang tua pada tahap ini cenderung mengharapkan yang terbaik sesuai dengan kapasitas dan kemampuan anak mereka.

 

3.4 Setting Lokasi

Setting lokasi dalam penelitian ini meliputi lokasi dan waktu penelitian, yang dijelaskan sebagai berikut :

3.4.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian bertempat di RSJ Dr. Soeharto Heerdjan yang beralamat di jalan Dr. Latumeten, Grogol, Jakarta dan klinik terapi swasta di Jakarta Barat.

3.4.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dimulai dengan studi pustaka, observasi dan survei awal, mempersiapkan proposal penelitian, pengambilan data, hingga penyusunan laporan akhir. Pengerjaan penelitian ini dilakukan selama 5 bulan yaitu dimulai pada bulan September 2011 hingga bulan Januari 2012.

(25)

Pengambilan data dilakukan selama 1 bulan, yaitu pengambilan data untuk try out dan pengambilan data untuk penelitian dilakukan pada Desember 2011.

3.5 Instrumen Penelitian dan Pengukuran

Instrumen dalam penelitian ini menggunakan metode pengambilan data dengan skala psikologis atau disebut dengan metode skala. Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala penerimaan yang terdiri dari butir-butir pernyataan yang disusun berdasarkan karakteristik tahap penerimaan yang dikemukakan oleh Kubler-Ross (1970).

Skala ini menggunakan skala Likert yang terdiri dari pernyataan dengan empat pilihan jawaban yaitu : Sangat Setuju, (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), Sangat Tidak Setuju (STS). Skala disajikan dalam bentuk pernyataan favourable (mendukung) dan unfavourable (tidak mendukung). Nilai setiap pilihan bergerak dari 1-4, bobot penilaian untuk pernyataan favourable yaitu SS = 4, S = 3, TS = 2, STS =1. Sedangkan,untuk bobot pernyataan unfavourable yaitu SS = 1, S= 2, TS = 3, dan STS = 4. Untuk lebih jelasnya, cara penilaian skala sikap yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1 sebagai berikut :

Tabel 3.1. Cara Penilaian Skala Penerimaan

Bentuk Pernyataan

1 2 3 4

Favourable STS TS S SS

(26)

Sebelum melakukan penelitian yang sebenarnya, skala penerimaan yang telah disusun, terlebih dahulu diujicobakan. tujuannya agar mengetahui seberapa jauh alat ukur menunjukan keadaan yang sebenarnya (Martono, 2010). Butir-butir item skala penerimaan disusun berdasarkan karakteristik tahap penerimaan yang dikemukakan oleh Kubler-Ross (1970) dengan blue print pada table 2 dibawah ini

Tabel 3.2. Blue print Skala Penerimaan Sebelum Uji Coba

No Karakteristik Tahap Penerimaan

Favourable Unfavourable Total

1 Denial 9 3 12 2 Anger 9 1 10 3 Bargaining 9 1 10 4 Depression 7 4 11 5 Acceptance 10 1 11 Total 53

3.6 Validitas Dan Reabilitas Alat Ukur

Pengujian validitas dan reliabilitas alat ukur penerimaan orang tua yang memiliki anak ADHD, peneliti meminta bantuan pembimbing sebagai expert judgement untuk memeriksa item-item yang dianggap tidak sesuai dengan konstruk alat ukur. Setelah mendapatkan hasil dari expert judgement, peneliti kemudian melakukan try out kepada 10 orang tua yang memiliki anak ADHD

(27)

di RSJ Dr. Soeharto Heerdjan. Setelah data dari 10 responden terkumpul, data tersebut diolah dengan menggunakan SPSS 17.0.

Karena data dari variabel penerimaan orang tua berupa data ordinal, maka pengujian validitas menggunakan uji korelasi Spearman. Uji korelasi Spearman merupakan alat untuk menguji hipotesis asosiatif dua variabel data yang berskala ordinal.

Adapun kekuatan hubungan atau nilai korelasi yang terjadi antara skor item dan skor total, dapat dilihat dari tabel nilai dan makna korelasi Spearman (dalam Martono, 2010), yaitu:

Tabel 3.3. Nilai dan Makna Korelasi Spearman  

Nilai  Makna 

0.00 – 0.19  Sangat Rendah/Sangat Lemah 

0.20 – 0.39 Rendah/Lemah

0.40 – 0.59  Sedang 

0.60 – 0.79 Tinggi/Kuat

0.80 – 1.00  Sangat Tinggi/Sangat Kuat 

Berikut hasil uji validitas alat ukur penerimaan orang tua yang memiliki anak ADHD dengan menggunakan uji validitas Spearman :

Tabel 3.4. Hasil Uji Validitas Tiap Domain

Denial validitas Anger validitas Bargaining validitas Depression validitas Acceptance validitas

D3  792**  A2  588  B10 570 DEP8 .848**  AC9 714*

(28)

D12  911**  A17  984**  B28 680* DEP18 .911**  AC34 .714*

D14  792**  A19  996**  B30 789** DEP37 .789**  AC36 1.000**

D16  748*  A20  911**  B32 588 DEP38 .789**  AC47 .714*

D26  591  A35  588  B48 894** DEP40 .789**  D27  748*  A43  815**    D31  885**  A52  996**    D51  591      D53  591          Keterangan :

* : Item sigifikan pada one tail saja **: Item sigifikan pada two tail

(29)

29

Secara keseluruhan, tiap-tiap domain penerimaan orang tua yang memiliki anak ADHD memiliki nilai koefisien korelasi yang tinggi dengan total skor dari semua domain, ini menunjukkan bahwa alat ukur penerimaan orang tua yang memiliki anak ADHD valid dan dapat digunakan.

Uji reliabilitas menggunakan pendekatan reliabilitas konsistesi internal yaitu single trial administration, dimana prosedurnya hanya memerlukan satu kali pengenaan tes kepada individu sebagai subjek. Teknik yang digunakan adalah teknik koefisien Alpha Cronbach, yang akan menghasilkan reliabilitas dari skala penerimaan. Pengolahan data tersebut dapat diperoleh dengan menggunakan bantuan program SPSS versi 17.

Reliabilitas dinyatakan oleh koefisien reliabilitas yang angkanya berada dalam rentang 0 sampai dengan 1. Koefisien reliabilitas yang semakin mendekati angka 1 menandakan semakin tinggi reliabilitasnya. Sebaliknya, koefisien yang semakin mendekati angka 0 berarti semakin rendah reliabilitas pengukurannya. Menurut Hadi (2000), pengukuran pada aspek-aspek social-psikologis yang mencapai angka koefisien reliabiltas 1 tidak pernah dijumpai karena manusia sebagai subjek pengukuran psikolgis merupaka sumber error yang potensial. Menurut Triton (2006) ada beberapa pembagian kategori reliabilitas pengukuran, yaitu : 0 s/d 0,20 (kurang reliabel), > 0,20 s/d 0,4 (agak reliabel), > 0,40 s/d 0,60 (cukup reliabel), 0,60 s/d 0.80 (reliabel), 0,80 s/d 1 (sangat reliabel).

Berikut uji reliabilitas tiap domain pada alat ukur penerimaan orang tua yang memiliki anak ADHD di Jakarta Barat : (Lihat Lampiran)

(30)

Tabel 3.5. Hasil Uji Reliabilitas Tiap Domain

No  Domain  Reliabilitas Sebelum Dihapus  Reliabilitas Sesudah Dihapus 

Denial  .924  .934 

Anger  .949 .941 

Bargaining  .940 .940 

Depression  .981 .964 

Acceptance  .973  .955 

*untuk bargaining tidak ada item yang dihapus (semua sudah valid) 

Tabel 3.6. Blue print Skala Penerimaan Sesudah Uji Coba

No Karakteristik Tahap

Penerimaan

Favourable Unfavourable Total

1 Denial 10 2 12 2 Anger 7 1 8 3 Bargaining 5 2 7 4 Depression 4 2 6 5 Acceptance 5 0 5 Total 38

(31)

3.6 Prosedur

Adapun prosedur dalam penelitian ini dibagi dalam tahap persiapan penelitian, tahap pelaksanaan penelitian, dan tahap penyelesaian yang dijelaskan sebagai berikut :

3.6.1 Tahap Persiapan Penelitian

Tahap persiapan penelitian dimulai dengan penentuan topik, penentuan desain penelitian, penentuan subjek penelitian, kemudian tahap penentuan instrumen penelitian, uji coba alat ukur dan uji validitas-reliabilitas alat ukur, lalu tahap pelaksanaan penelitian, pengambilan data, pengolahan data dan yang diakhiri dengan tahap penyelesaian penelitian.

3.6.1.1 Penentuan Topik, Desain Penelitian, Subyek Penelitian

Penentuan topik dilakukan dengan mencari tahu fenomena atau masalah yang terjadi di sekitar ruang lingkup organisasi klinis. Pada tahap persiapan penelitian ini, ditentukan juga subjek penelitian sebelum proses pengambilan data dimulai. Penentuan subjek penelitian juga dimaksudkan untuk dapat menjadi patokan langkah berikutnya, yaitu penentuan instrumen penelitian. 3.6.1.2 Penentuan Instrumen Penelitian dan Uji Coba Alat Ukur

Penentuan instrumen penelitian dilakukan dengan cara membuat skala penerimaan orang tua berdasarkan domain tahap penerimaan orang tua menurut Kubler-Ross (1970). Peneliti membuat alat ukur penerimaan orang tua yang diperuntukkan untuk orang tua yang memiliki anak ADHD dan harus diuji validitas dan reliabilitas tiap domain, yang masih berdasar pada tahapan penerimaan orang tua menurut Kubler-Ross (1970).

(32)

3.6.1.3 Tahap Pelaksanaan Penelitian

Setelah melalui tahap uji validitas dan reliabilitas alat ukur, kemudian dilakukan tahap selanjutnya yaitu tahap pelaksanaan penelitian. Tahap pelaksanaan penelitian ini terdiri dari tahap pengambilan data, tahap pengolahan data, dan tahap analisis data. Adapun penjabaran mengenai tahap-tahap tersebut adalah sebagai berikut.

3.6.1.3.1 Pengambilan Data

Dalam pengambilan data, peneliti menggunakan pengambilan sumber data primer, yaitu data yang langsung dihimpun oleh peneliti berupa data hasil kuesioner yang diisi oleh orang tua yang memiliki anak ADHD di Jakarta Barat. Adapun metode pengumpulan data yang digunakan adalah berupa angket (questionnaire) penerimaan orang tua yang sudah teruji validitas dan reliabilitasnya. Pengumpulan data dilakukan setelah kuesioner dibagikan kepada orang tua yang memiliki anak ADHD di Jakarta Barat.

3.6.1.3.1 Pengolahan Data

Pengolahan data pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan program Microsoft Excel 2007 dan program aplikasi statistik, SPSS 17.0. Pengolahan data dimulai dengan proses editing, yaitu melakukan pemeriksaan terhadap 30 kuesioner yang telah terkumpul, kemudian melakukan pemeriksaan satu persatu item jawaban yang terdapat pada kuesioner penelitian.

3.6.1.4 Tahap Penyelesaian Penelitian

Setelah menganilisis data yang sudah ada, tahap selanjutnya adalah penyelesaian penelitian. Tahap penyelesaian penelitian ini merupakan tahap dimana peneliti melakukan penulisan laporan penelitian, yaitu merangkum dan menyimpulkan hasil data yang telah didapatkan dari hasil analisis. Hasil

(33)

kesimpulan yang didapatkan akan menjawab pertanyaan penelitian yang telah diajukan sebelum penelitian dilakukan.

Secara singkat, jadwal penelitian yang dilakukan dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3.7. Jadwal Peelitian yang Dilakukan Peneliti

No Kegiatan

Bulan

Sep-11 Okt-11 Nov-11 Des-11 Jan-12

1 Studi literature

2 Konsultasi pembimbing

3 Persiapan alat ukur

4 Pengumpulan data

5 Pengolahan dan analisis data

6 Penyusunan laporan skripsi

(34)

34 BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Profil Responden

Penelitian ini dilakukan dengan melibatkan 30 orang tua yang memiliki anak ADHD sebagai subyek penelitian yang memiliki variabel kontrol berdasarkan pada usia orang tua, pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, usia anak, lama anak menjalani terapi, dan umur pertama kali anak didiagnosa. Berikut data variabel kontrol dari 30 responden orang tua yang memiliki anak ADHD di Jakarta Barat :

4.1.1 Profil Responden Berdasarkan Usia Orang tua

Subyek penelitian berdasarkan usia orang tua adalah pengelompokkan subyek penelitian berdasarkan usia masing-masing orang tua yang mengisi kuesioner penerimaan di Jakarta Barat. Pembagian kuesioner berdasarkan jumlah orang tua yang memiliki anak ADHD di bagian instalasi kesehatan anak dan remaja. Berikut jumlah frekuensi subyek berdasarkan usia masing-masing orang tua yang memiliki anak ADHD di Jakarta Barat :

Tabel 4.1. Profil Responden Berdasarkan Usia Orang Tua

Usia  Jumlah Orang tua 

21‐30  4 

31‐40  19

41‐50  7 

(35)

 

Dari tabel di atas terlihat bahwa dari keseluruhan responden, rentang usia orang tua yang paling banyak adalah orang tua dengan usia 31-40 tahun. 

4.1.2 Profil Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Orang tua  

Karakteristik selanjutnya adalah tingkat pendidikan subyek yang menjadi responden. Subyek dalam penelitian ini adalah orang tua yang memiliki tingkat pendidikan dari SD, SMEA, hingga SMA. Berikut gambaran frekuensi tingkat pendidikan subyek penelitian :

Tabel 4.2. Profil Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Orang Tua

Tingkat Pendidikan  Jumlah  

SD  2 

SMEA  1 

SMA  27 

Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa dari keseluruhan responden, tingkat pendidikan orang tua yang paling banyak adalah orang tua dengan tingkat pendidikan SMA.  

(36)

4.1.3 Profil Responden Berdasarkan Usia Anak

Karakteristik lain dari subyek penelitian yang digambarkan dalam penelitian ini adalah usia anak. Berikut frekuensi usia anak yang berada di Jakarta Barat :

Tabel 4.3. Profil Responden Berdasarkan Usia Anak

Usia Anak Jumlah 6 Tahun  4  7 Tahun  15  7,5 Tahun  1  8 Tahun  6  8.5 Tahun 1 9 Tahun  1  10 Tahun 1  

Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa rentang usia anak yang paling banyak adalah anak dengan usia 7 tahun.  

 

4.1.4 Profil Responden Berdasarkan Lama Anak Terapi

Karakteristik selanjutnya adalah berdasarkan lama anak diterapi. Berikut frekuensi lama anak diterapi di Jakarta Barat :

(37)

Tabel 4.4. Profil Responden Lama Anak Terapi Lama Terapi  Jumlah  3 Bulan  1  5 Bulan  1  6 Bulan 3 8 Bulan  1  1 Tahun 17 1,5 Tahun  1  2 Tahun  4  3 Tahun  2 

Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa frekuensi terbanyak lama anak diterapi adalah selama 1 tahun.

4.1.5 Profil Responden Berdasarkan Usia pertama kali anak didiagnosa

Karakteristik lainnya adalah dari usia pertama kali anak didiagnosa berikut usia anak saat ini dan selisih tahun untuk menunjukan berapa lama orang tua telah mengetahui diagnose anak. Berikut frekuensi usia pertama kali anak didiagnosa ADHD dan usai anak saat ini beserta selisih tahunnya :

(38)

Tabel 4.5. Profil Responden Berdasarkan Uisa Pertama kali Anak Didiagnosa

Usia Pertama Diagnosa  Jumlah  Usia Anak Saat ini  Selisih  Tahun  4 Tahun  2  6 Tahun   2 Tahun  7 Tahun 3 Tahun  5 Tahun  6  6 Tahun   1 Tahun  6 Tahun   1 Tahun  6 Tahun  1 Tahun  7 Tahun  2 Tahun  7 Tahun 2 Tahun  8 Tahun  3 Tahun  6 Tahun  15  7 Tahun  1 Tahun  7 Tahun  1 Tahun  7 Tahun  1 Tahun  7 Tahun 1 Tahun  7 Tahun  1 Tahun  8 Tahun 2 Tahun  9 Tahun  3 Tahun  7 Tahun  1 Tahun  7 Tahun  1 Tahun  7 Tahun  1 Tahun  7 Tahun 1 Tahun  7 Tahun  1 Tahun  8 Tahun  2 Tahun 

(39)

7 Tahun  1 Tahun      7 Tahun  5  7,5 Tahun  6 Bulan  8 Tahun  1 Tahun  8,5 Tahun  1,5 Tahun  8 Tahun  1 Tahun  8 Tahun 1 Tahun 

9,5 Tahun  1  10 Tahun  6 Bulan 

13 Tahun  1 14 Tahun 1 Tahun 

Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa frekuensi tertinggi usia pertama kali anak didiagnosa ADHD adalah usia 6 tahun dan frekuensi tertinggi orang tua mengetahui diagnosa anak adalah 1 tahun.

4.2 Hasil Penelitian

4.2.1 Deskripsi Umum Tiap Domain

Dari data responden yang sudah terkumpul, dilakukan uji deskriptif untuk melihat gambaran penyebaran skor dari tiap-tiap domain penerimaan. Selain itu, diketahui juga domain yang memiliki nilai paling tinggi. Berikut gambaran rentang skor tiap-tiap domain penerimaan yang diperoleh:

(40)

Tabel 4.6. Deskripsi Umum Tiap Domain

DOMAIN  RENDAH  SEDANG  TINGGI  Total Subjek 

DENIAL  4  25  1  30 

ANGER  2  22  6  30 

BARGAINING  0 29 1 30 

DEPRESSION  3  25  2  30 

ACCEPTANCE  2 26 2 30 

Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa dari 30 subyek orang tua yang mengisi kuesioner, masing-masing menempati frekuensi sedang di tiap domain. Domain dengan frekuensi sedang tertinggi adalah domain bargaining dengan jumlah sebanyak 29 subyek.

4.2 Pembahasan

4.2.1 Pembahasan Tahap Denial   Tabel 4.7. Pembahasan Tahap Denial   

LEVEL 

        DOMAIN 

Jumlah Responden Tiap Level  

RENDAH  SEDANG  TINGGI  Total Subjek 

Denial  4  25  1  30 

Dari hasil kuesioner terdapat 1 subyek yang memiliki nilai tinggi pada tahap denial, dimana terdapat 4 subyek di level rendah dan sisanya berada di level sedang sebanyak 25 responden. Dari hasil kuesioner ini dapat digambarkan bahwa sebagian besar berada pada level sedang,

(41)

dimana pada tahap ini orang tua menolak dan tidak percaya bahwa anak mereka mengalami ADHD. Secara sadar maupun tidak sadar seseorang yang berada pada tahap ini menolak semua fakta, informasi, dan segala sesuatu yang berhubungan dengan hal yang dialaminya. Syok dan pengingkaran dapat berlangsung dari beberapa hari sampai beberapa bulan, kadang kala bahkan dapat berlangsung lebih panjang (Medinnus & Johnson, 1969).

Dari hasil kuesioner subyek yang memiliki nilai denial tinggi mengambarkan bahwa subyek dalam kondisi yang sangat menolak keadaan yang terjadi pada anaknya dan tidak percaya akan apa yang terjadi pada anaknya, menurut wawancara yang dilakukan peneliti pada subyek yang memiliki level denial tinggi, perkembangan anaknya belum ada kemajuan walaupun sudah cukup lama dalam menjalani terapi untuk anaknya.

4.2.2 Pembahasan Tahap Anger

Tabel 4.8. Pembahasan Tahap Anger

LEVEL 

        DOMAIN 

Jumlah Responden Tiap Level  

RENDAH  SEDANG  TINGGI  Total Subjek 

Anger  2  22  6  30 

Tahap selanjutnya adalah tahap anger dimana terdapat 6 subyek yang berada di level tinggi, 22 subyek di level sedang, dan 2 subyek di level rendah. Dari hasil kuesioner dapat terlihat gambaran mengenai tahap anger, yaitu dimana sebagian besar orang tua berada di level

(42)

sedang, pada tahap ini orang tua merasa marah pada keadaan dan mempermasalahkan mengapa anaknya dapat mengalami gangguan ADHD. Tahapan ini ditandai dengan adanya reaksi emosi / marah dari orang tua dan orang tua menjadi sangat sensitif terhadap masalah-masalah kecil sekalipun yang pada akhirnya menimbulkan kemarahan. Kemarahan tersebut biasanya ditujukan pada dokter, saudara, keluarga, atau teman – teman bahkan tetangga disekitar lingkungan rumah.  Biasanya pada tahap ini suami istri akan saling menyalahkan dan memperdebatkan dari mana asal ADHD ini bisa menurun ke anaknya.  Individu mungkin menyalahkan dirinya sendiri dan atau orang lain atas apa yang terjadi padanya, serta pada lingkungan tempat dia tinggal  (Safaria, 2005).  

Pada subyek yang memiliki level tinggi pada tahap anger ini telah menjalani terapi untuk anaknya selama 3 tahun dan telah mengetahui anaknya didiagnosa ADHD selama 3 tahun. Dari ketiga subyek yang ada, subyek ini yang mempunyai waktu menjalani terapi dan mengetahui diagnosa anak yang paling lama, namun dari hasil kuesioner subyek ini berada di level tinggi pada tahap anger, dimana tahapan ini ditandai dengan adanya reaksi emosi atau marah dari orang tua, dimana orang tua menjadi sangat sensitif terhadap masalah-masalah kecil sekalipun yang pada akhirnya menimbulkan kemarahan. Kemarahan tersebut biasanya ditujukan pada dokter, saudara, keluarga, atau teman – teman bahkan tetangga disekitar lingkungan rumah (Safaria, 2005).

Berdasarkan hasil yang ada, peneliti berasumsi bahwa selama 3 tahun subyek menjalani terapi mungkin saja ada beberapa faktor yang mempengaruhi penerimaan orang tua sehingga subyek berada di level

(43)

tinggi pada tahap anger. Berdasarkan karakteristik tahapan anger, biasanya pada tahap ini orang tua saling menyalahkan antar pasangan dan sensitif terhadap lingkungan, mungkin saja lingkungan subyek tidak mendukung sehingga subyek merasa sensitif yang berlanjut hingga bertahun-tahun.

4.2.3 Pembahasan Tahap Bargaining

Tabel 4.9. Pembahasan Tahap Bargaining LEVEL 

        DOMAIN 

Jumlah Responden Tiap Level  

RENDAH  SEDANG  TINGGI  Total Subjek 

Bargaining  0 29 1 30 

Dari hasil kuesioner dapat terlihat bahwa pada tahap bargaining sebagian besar orang tua berada di level sedang, yaitu sebanyak 29 orang, dimana jumlah ini paling banyak dibandingkan dengan tahapan lainnya. Hal ini menggambarkan bahwa pada tahap bargaining sebagian besar orang tua berada di level sedang yang berarti orang tua masih melakukan tawar menawar dengan dirinya dan keadaan anaknya, dimana orang tua baru mulai memikirkan jalan keluar untuk keadaan anaknya yang mengalami ADHD, namun belum sepenuhnya bertindak. Seperti yang telah diungkapkan oleh Safaria (2005), bahwa tahapan bargaining ini merupakan tahapan dimana orang tua mulai berusaha untuk menghibur diri dan berpikir tentang upaya apa yang akan dilakukan untuk membantu proses penyembuhan anak.

(44)

Dari hasil kuesioner, terlihat satu subyek yang memiliki level tinggi pada tahap bargaining, subyek ini telah menjalankan terapi selama 1 tahun dan telah mengetahui anaknya didiagnosa ADHD selama 1 tahun. Pada tahap ini, orang tua mulai berusaha untuk menghibur diri dan berpikir tentang upaya apa yang akan dilakukan untuk membantu proses penyembuhan anak (Safaria, 2005). Dari observasi dan survey dan dilakukan peneliti, subyek mengakui bahwa banyak keinginan subyek yang ingin dilakukan untuk anaknya, seperti terapi di banyak tempat dan terapi yang beragam, namun keinginannya tersebut tidak semuanya terealisasi karena menurut subyek dengan mengikuti satu terapi saja anaknya sudah bisa sembuh dan seperti anak normal lainnya. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa memang subyek masih di tahap bargaining dimana subyek baru merencanakan berbagai macam pengobatan atau terapi untuk anaknya, tetapi tidak langsung menjalankannya dengan harapan bahwa semuanya akan baik-baik saja bagi dirinya dan anaknya dengan mencoba satu terapi terlebih dahulu di RSJ Dr.Soeharto Heerdjan.

4.2.4 Pembahasan Tahap Depression

Tabel 4.10. Pembahasan Tahap Depression LEVEL 

        DOMAIN 

Jumlah Responden Tiap Level  

RENDAH  SEDANG  TINGGI  Total Subjek 

(45)

Pembahasan selanjutnya adalah subyek tahap depression, dimana terdapat 2 subyek yang berada di level tinggi, 25 subyek di level sedang, dan 3 subyek yang berada di level rendah. Dari hasil kuesioer menggambarkan bahwa sebagian besar subyek berada di level sedang, dimana pada tahap ini orang tua merasa putus asa akan keadaan anaknya dan cenderung menutup diri dari lingkugan sosialnya.

Dari hasil kuesioner, terlihat ada 2 subyek yang berada di level tinggi, subyek ini menjalankan terapi selama 6 bulan dan sudah mengetahui anaknya didiagnosa ADHD selama 1 tahun. Dibandingkan dengan 2 subyek lainnya, subyek ini terbilang masih baru dalam menjalani terapi untuk anaknya, walaupun lamanya subyek mengetahui anaknya didiagnosa ADHD sudah setahun lamanya seperti subyek sebelumnya. Pada tahap depression ini tahapan yang muncul adalah dalam bentuk putus asa dan kehilangan harapan. Putus asa ini adalah sebagai bagian dari depresi yang akan muncul saat orang tua mulai membayangkan masa depan yang akan dihadapi sang anak. Kadangkala depresi dapat juga menimbulkan rasa bersalah, terutama di pihak ibu, yang khawatir apakah keadaan anak mereka akibat dari kelalaian selama hamil, begitupun dari pihak ayah sering dihinggapi rasa bersalah, karena merasa tidak dapat memberikan keturunan yang sempurna (Safaria, 2005). Berdasarkan hasil yang didapatkan dari kuesioner penerimaan dan karakteristik tahap depression, subyek ini berada di level tinggi pada tahap depression yang berarti subyek merasakan kekhawatiran terhadap masa depan anaknya da merasa tidak punya harapan. Hal ini mungkin saja karena subyek baru menjalani terapi selama 6 bulan, sehingga belum ada kemajuan yang nyata pada anaknya yang membuat subyek

(46)

sebagai orang tua merasa cemas akan masa depan anaknya dan akhirnya kehilangan harapan akan kesembuhan anaknya.

4.2.5 Pembahasan Tahap Acceptance

Tabel 4.11. Pembahasan Tahap Acceptance LEVEL 

        DOMAIN 

Jumlah Responden Tiap Level  

RENDAH  SEDANG  TINGGI  Total Subjek 

Acceptance  2  26  2  30 

Dari hasil kuesioner terdapat 2 subyek yang memiliki level tinggi pada tahap acceptance, yaitu subyek 18 dan subyek 19. Berdasarkan hasil kuesioner secara keseluruhan, dapat terlihat bahwa gambaran acceptance pada orang tua di Jakarta Barat rata-rata berada di level sedang, dimana level sedang itu menunjukan bahwa sebagian besar orang tua telah menerima keadaan anaknya.

Menurut Kubler-Ross (2008) dalam bukunya “On death and dying” sebelum mencapai ke tahap acceptance atau penerimaan, individu akan menjalani tahap denial, anger, bargaining, dan depression terlebih dahulu. Dari hasil observasi dan interview yang dilakukan oleh peneliti kepada 2 orang subyek yang memiliki level acceptance yang tinggi, keduanya mengatakan bahwa sangat senang membawa anaknya ke tempat terapi, karena dengan begitu anaknya dapat berkembang lebih baik. Di rumah, kedua subyek ini seringkali membantu anaknya untuk belajar dalam hal menghafal huruf dan menulis. Kedua subyek memiliki strategi masing-masing dalam mengajarkan anaknya, subyek 18 lebih

(47)

sering mengajarkan anaknya mengenai menghafal huruf dengan cara sambil bernyanyi karena anaknya sangat senang menyanyi, sedangkan subyek 19 menyelipkan pengajarannya saat anaknya sedang memainkan permainan kesukaannya, yaitu bermain game atau play station, disaat itulah subyek 19 menanyakan beberapa huruf kepada anaknya dan mengulanginya kembali dalam beberapa waktu. Hal ini merupakan salah satu bentuk penerimaan dari kedua subyek kepada anaknya, seperti yang diungkapkan oleh Hurlock (2004), bahwa penerimaan adalah suatu sikap khas yang ditunjukkan oleh orang tua terhadap anak-anaknya, yang ditandai oleh perhatian besar dan kasih sayang kepada anak. Orang tua yang menerima akan memperhatikan perkembangan dan kemampuan anak serta memperhitungkan minat anak.

4.3.2 Pembahasan Subyek Yang Memiliki Level Tinggi Di Dua Tahap Sekaligus

Tabel 4.12. Pembahasan Subyek yang Memiliki Level Tinggi di Dua Tahap Sekaligus

Seperti yang dikatakan oleh Kubler-Ross (dalam Safari, 2005) bahwa pada teori penerimaan bisa saja subyek mengalami dua tahap sekaligus dalam satu waktu, hal ini dapat terlihat pada subyek 1 yang berada di level tinggi pada tahap anger dan bargaining, subyek telah Subyek Tahap Level Lama

Terapi

Lama Mengetahui

Diagnosa Anak Pendidikan

1

Anger Tinggi

1 Tahun 1 Tahun SMA

Bargaining Tinggi

9

Denial Tinggi

1 Tahun 2 Tahun SMA

(48)

menjalani terapi untuk anaknya selama 1 tahun dan sudah 1 tahun mengetahui anaknya mengalami ADHD. Dari hasil kuesioner berikut menggambarkan subyek pertama masih dalam keadaan marah dan memikirkan hal-hal apa yang dapat dilakukan untuk anaknya agar segalanya menjadi lebih baik dan tidak seburuk keadaan saat ini. Menurut survey yang dilakukan peneliti, subyek ini cenderung tidak sabar dalam mengajari atau membimbing anaknya di rumah untuk belajar, bila subyek sudah tidak sabar lagi, maka subyek akan memukul anaknya, hal ini yang membuat subyek lebih memilih pasangannya (suaminya) untuk mengajari anaknya di rumah, dan pembelajaran selanjutnya subyek serahkan pada terapis di RSJ Dr. Soeharto Heerdjan. Untungnya menurut subyek ini, suaminya mampu mengajari anakya lebih sabar ketimbang dirinya. Kalau saja suaminya tidak ikut berperan dalam mengasuh anaknya, bisa saja anaknya akan sulit berkembang seperti apa yang telah diungkapkan oleh Santrock (2007), bahwa orang tua yang menunjukkan koordinasi yang buruk, kurangnya kerjasama dan kehangatan, merupakan kondisi yang membuat anak justru akan menghadapi risiko terjadinya gangguan perkembangan yang lebih parah.

Dari hasil yang ada, subyek kedua juga berada di dua tahap sekaligus dalam satu waktu. Subyek ini juga sudah menjalani terapi untuk anaknya selama 1 tahun, namun subyek kedua telah mengetahui anaknya didiagnosa ADHD selama 2 tahun. Peneliti berasumsi bahwa kedua subyek masih berpindah-pindah pada tahap penerimaan, seperti yang dikatakan oleh Kubler-Ross (1970) dalam bukunya “On death and dying” sebelum mencapai ke tahap acceptance atau penerimaan, individu akan menjalani tahap denial, anger, bargaining, dan depression terlebih

(49)

dahulu, namun individu juga berkemungkinan dapat berada di tahap yang sama dalam satu waktu. Sebelum individu dapat benar-benar berada di tahap acceptance maka kemungkinan besar individu dapat berpindah-pindah tahap dan mengalami beberapa tahap dalam satu waktu.

(50)

50 BAB 5

KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan analisis data dari uji statistik yang digunakan, didapatkan hasil sebagai berikut :

1. Rata-rata orang tua yang memiliki anak ADHD di Jakarta Barat berada di level sedang di tiap domain penerimaan.

2. Dari 30 responden, sebagian besar berada di domain bargaining, dimana ada 29 subyek yang berada di level sedang pada domain ini.

3. Tingkat pendidikan orang tua tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap peneimaan orang tua.

4. Lama anak di terapi menunjukan adanya perbedaan penerimaan orang tua.

5.2 Diskusi

Berdasarkan hasil analisis, jika dilihat dari alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini, peneliti melakukan adaptasi terhadap alat ukur yaitu penerimaan orang tua berdasarkan karakteristik tahapan penerimaan Kubler-Ross (1970). Kuesioner yang ada, diisi oleh orang tua yang memiliki anak ADHD di Jakarta Barat untuk melihat gambaran penerimaan orang tua. Dalam pengadaptasian alat ukur ini, peneliti menggunakan self-report, sehingga semua kuesioner yang diberikan, dikerjakan oleh orang tua itu sendiri. Untuk itu, perlu dikaji kembali item-item yang memiliki tingkat social desirability yang tinggi, serta kemungkinan-kemungkinan terjadinya faking dalam pengisian kuesioner yang harus dapat dihindarkan sebisa mungkin.

(51)

Misalnya dengan membuat item-item yang sama untuk menjaga konsistensi atau membuat pernyataan-pernyataan item yang lebih asertif sehingga tidak menyinggung hal-hal yang sensitif.

Sebaiknya mempersiapkan item sebanyak-banyaknya dan membuat item yang seimbang di tiap domain agar pada saat field, item yang dikerjakan oleh subyek penelitian adalah item pilihan dengan nilai validitas dan reliabilitas yang tinggi.

Pada saat field ternyata yang mengisi kuesioner penerimaan keseluruhannya adalah ibu, sehingga jawaban kuesioner yang di isi oleh ayah adalah hanya saat try out. Kemudian jumlah subyek penelitian yang dipilih hanya di instalasi kesehatan anak dan remaja tidak adanya karakteristik yang ditentukan dan disamakan untuk setiap subyek, hanya ditentukan untuk orang tua yang memiliki anak ADHD saja, sehingga membuat data menjadi tidak variatif dan tidak terdistribusi secara normal.

 

5.3 Saran

Berdasarkan hasil diskusi, maka dipaparkan juga beberapa saran, baik saran metodologis untuk penelitian selanjutnya maupun saran praktis bagi pembaca.

5.3.1 Saran penelitian selanjutnya

Seperti yang telah dipaparkan pada sub-bab diskusi, secara singkat Peneliti akan merangkum beberapa saran metodologis yang dianggap mampu membantu penelitian-penelitian selanjutnya, yaitu:

(52)

1. Meneliti lebih lanjut mengenai perilaku anak ADHD terhadap kesulitan anak untuk membangun konsep diri yang positif.

2. Meneliti lebih lanjut mengenai pengaruh perbedaan tingkat pendidikan orang tua dalam menerima keadaan anak berkebutuhan khusus yaitu anak ADHD.

3. Meneliti lebih lanjut mengenai pengaruh perbedaan lama anak dalam menjalani terapi dengan penerimaan orang tua yang memliki anak berkebutuhan khusus yaitu anak ADHD.

4. Meneliti lebih lanjut mengenai pengaruh perbedaan usia pertama kali anak didiagnosa dalam menerima keadaan anak berkebutuhan khusus yaitu anak ADHD.

5. Memadukan penelitian kualitatif bagi subyek penelitian dengan skor yang tinggi, serta mengkaji lebih dalam mengenai penerimaan orang tua yang dipengaruhi faktor kontrol.

6. Menentukan karakteristik subyek dengan proporsi yang sama, misalnya jumlah orang tua ibu dan ayah disamakan, usia dan latar belakang pendidikan juga disamakan.

7. Mengontrol variabel-variabel sekunder yang mungkin mempengaruhi penerimaan orang tua, misalnya dilihat dari faktor ekonomi yang mempengaruhi penerimaan.

8. Untuk penelitian berikutnya disarankan untuk melihat faktor ekonomi dari orang tua yang memiliki anak ADHD, karena dari wawancara yang dilakukan peneliti, banyak orang tua yang tidak dapat melakukan dan melanjutkan terapi karena biaya terapi yang mahal dan pendapatan yang kurang, hal ini perlu diteliti lebih lanjut karena kemungkinan karena orang tua tidak dapat melanjutkan terapi, kondisi anak ADHD

(53)

akan semakin memburuk dan membuat orang tua semakin tertekan dan sulit menerima keadaan anaknya.

5.3.2 Saran praktis

Adapun saran praktis pada penelitian ini, yaitu:

1. Orang tua diharapkan aktif dalam mencari informasi mengenai hal-hal apa saja yang diperlukan dalam menangani anak dengan gangguan ADHD.

2. Orang tua sebaiknya lebih sering mengikuti kegiatan atau perkumpulan dari orangtua yang mempunyai anak ADHD juga, sehingga selain orangtua mendapatkan ilmu dan informasi mengenai ADHD, orangtua juga dapat berbagi cerita dan saran sehingga dapat mengurangi tekanan.

3. Terapis diharapkan dapat bekerjasama dengan orang tua dalam membantu perkembangan anak ADHD.

4. Terapis diharapkan mampu menyelipkan informasi atau masukan kepada orang tua untuk membantu orang tua lebih menerima keadaan anaknya yang mengalami gangguan ADHD.

   

(54)

DAFTAR PUSTAKA

 

Afriani, I. (2009). Metode Penelitian Kualitatif. Diunduh dari http://www.penalaran-

unm.org/index.php/artikel-nalar/penelitian/116-metode-penelitian-kualitatif.html

BKKBN, (2010). Anak ADHD. Diunduh dari http:// www.bkkbn.go.id.

Davidson, G.C., Neale, J.M., & Kring, A.M. (2006). Psikologi Abnormal. (edisi ke-9). Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

DSM IV-TR. (2000). Diagnostic And Statistical Manual Of Mental Disorders (DSM IV-TR). Washington DC: American Psychiatric Association.

Hadi, A. (2000). Prinsip Pengelolaan Sampel Lingkungan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Johnson, R. C. & Medinnus, G. R. (1969). Child & Adolescent Psychology. Wiley.

King, A. L. (2010). Psikologi Umum Sebuah Pandangan Apresiatif. Jakarta: Salemba Humanika.

Marinjani, L. (2003). Seputar Autisme dan Permasalahannya. Jakarta: PuteraKembara Foundation.

Martin, C. L. & Fabes, R. (2008). Discovering Child Development. Ohio: Cengage Learning.

Martono, N. (2010). Statistik Sosial, Teori dan Aplikasi Program SPSS. Yogyakarta: Penerbit Gava Media.

(55)

Mustafa. (2000). Teknik Sampling. Diunduh dari home. unpar.ac.id/~ hasan/SAMPLING

Musthofa, C. (2008). Metode Penelitian Kuantitatif. Diunduh dari

http://chabib.sunan-ampel.ac.id/wp-content/uploads/2008/12/metode-penelitian-kuantitatif-pdf.pdf

Paternotte, A., & Buitelaar, J. (2010). ADHD Attention Deficit Hyperactivity Disorder. Jakarta: Prenada Media Group.

Riduwan. (2008). Dasar-Dasar Statistika. Bandung: Alfabeta.

Ross, E. K. (1970, January). Death : the final stage of growth. New york. Ross, E K. (2008). Kehilangan Dan Berduka. Taylor & Francis.

 

Ross, E. K. (1970). On death and dying . New york.  

 

RS Jiwa Soeharto Heerdjan. (2008). Struktur Dan Uraian Tugas Organisasi Rumah Sakit Jiwa Dr Soeharto Heerdjan. Jakarta: RS Jiwa Dr Soeharto Heerdjan

RSJ Dr. Soeharto Heerdjan. (2008). Instalasi Kesehatan Jiwa Anak & Remaja RSJ Dr. Soeharto Heerdjan [Brosur]. Jakarta, Grogol: Author.

RSJ Dr. Soeharto Heerdjan. (2008). Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta, Pusat Kesehatan Jiwa Nasional [Brosur]. Jakarta, Grogol: Author.

Safaria, T. (2005). Autisme. Jakarta: Graha Ilmu.

(56)

Santrock, J. W. (2005). Child Development. New York: Mc.Graw-Hill Higher Education.

Saputro, S. (2004). Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas. (Disertasi). Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.

Sharma, R. N. (2004). Advanced Psychology. Delhi: Atlantic Publishers & Dist.

Somantri, S. (2007). Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: PT. Refika Aditama.

Sudarma, M. (2008). Sosiologi Untuk Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika.

Seniati, L., Yulianto, A., & Setiadi, B.N. (2009). Psikologi Eksperimen. Jakarta: PT. Indeks.

Tomb, D. A. (2007). Psychiatry. Australia: Lippincott Williams & Wilkins.

 

 

 

 

 

 

(57)

Lampiran  

Berikut deskripsi tiap domain :

Denial 

Total  Norma  CODING 

12  14  16 26 27 31 51 53 3  3  3  3  3  2  2  1  2  3  3  2  30  sedang   3  3  2  3  3  3  3 2 2 2 2 1 29 sedang   3  4  2  3  3  2  3  2  2  2  3  2  31  sedang   2  4  3  2  2  2  2 3 2 3 3 3 31 sedang   3  3  2  3  1  2  2  3  2  3  3  3  30  sedang   2  3  2  3  1  2  3  2  2  2  3  3  28  sedang   2  3  2  3  1  2  3 2 2 2 3 3 28 sedang   2  3  2  3  1  2  3  2  2  2  3  3  28  sedang   3  3  2  3  3  2  3 2 3 2 3 3 32 tinggi  2  3  3  2  3  2  1  1  2  2  3  3  27  sedang   3  3  1  3  3  2  3  1  2  2  3  3  29  sedang   3  3  2  3  3  3  3  1  1  2  3  3  30  sedang   2  2  2  3  3  2  2  3  2  2  2  2  27  sedang   4  4  2  3  2  1  3 3 2 2 3 2 31 sedang   3  3  2  2  2  2  2  3  2  2  2  2  27  sedang   4  4  2  2  2  2  2 2 2 2 3 3 30 sedang   3  1  2  4  1  1  2  2  2  1  1  1  21  rendah  2  3  2  3  1  1  2  3  2  2  3  2  26  sedang   3  1  2  4  1  1  2  2  2  1  2  1  22  rendah 

(58)

2  3  2  3  1  2  3  2  2  2  3  3  28  sedang   Mean  28  Std  deviasi     Tinggi  X > 31  Sedang  25 ‐ 31  Rendah  X < 25 

(59)

Anger

Total Norma  Coding 

17  19  20  21  35  39  43  52  2  3  4  2  3  1  2  2  4  3  26  Tinggi  2  3  1  1  2  2  3  3  1  3  21  Sedang  3  3  2  2  2  3  2  3  2  3  25  Sedang  3  4  2  2  2  3 3 2 2 2 25 Sedang  2  2  2  2  2  2  3  2  2  3  22  Sedang  2  4  2  1  1  2 3 2 2 3 22 Sedang  2  4  2  1  1  2  3  2  2  3  22  sedang  2  4  2  1  1  2  3  2  2  3  22  Sedang  3  4  3  2  3  2  3  2  2  2  26  Tinggi  2  3  1  1  4  3  3  3  2  3  25  Sedang  2  3  1  2  3  3 2 2 1 3 22 Sedang  2  3  2  1  3  3  2  2  4  3  25  Sedang  2  2  2  1  2  3 2 2 2 2 20 Rendah  3  3  2  1  3  3  2  2  2  3  24  Sedang  3  2  2  2  2  2  3  2  2  3  23  Sedang  3  4  2  2  2  3 4 2 3 3 28 Tinggi  2  4  2  1  2  2  3  3  1  2  22  Sedang  2  4  2  1  2  2 3 2 3 3 24 Sedang  2  4  2  1  2  2  3  3  1  1  21  Sedang  2  4  2  1  1  2  3  2  2  3  22  Sedang  Mean  23  Std.Deviasi 

(60)

    Tinggi   X > 25  Sedang  21‐25  Rendah  X < 21                                         

(61)

Bargaining

Total Norma  Coding 

10  25  28  30  32  48  3  4  3  3  3  2  4  22  Sedang 2  4  3  4  3  2  3  21  Sedang 2  3  4  3  3  3  3  21  Sedang 3  3  4  2 3 2 3 20 Sedang 4  3  4  3  3  1  3  21  Sedang 2  3  4  3 3 2 3 20 Sedang 2  3  4  3  3  2  3  20  Sedang 2  3  4  3  3  2  3  20  Sedang 2  4  4  3  3  2  4  22  Sedang 3  4  4  4  3  2  4  24  Tinggi  1  3  4  4 4 3 3 22 Sedang 3  3  4  3  3  2  4  22  Sedang 2  2  4  4 4 1 3 20 Sedang 1  3  4  3  3  2  4  20  Sedang 3  3  3  4  3  3  3  22  Sedang 2  3  3  3 3 3 3 20 Sedang 2  4  4  4  3  1  4  22  Sedang 3  2  3  3 3 3 4 21 Sedang 2  4  4  4  3  1  4  22  Sedang 2  3  4  3  3  2  3  20  Sedang   Mean  21  Std.Deviasi 

(62)

    Tinngi  X > 23  Sedang  20‐23  Rendah  X < 20                                             

Gambar

Tabel 3.1. Cara Penilaian Skala Penerimaan
Tabel 3.2. Blue print Skala Penerimaan Sebelum Uji Coba
Tabel 3.3. Nilai dan Makna Korelasi Spearman
Tabel 3.5. Hasil Uji Reliabilitas Tiap Domain
+7

Referensi

Dokumen terkait

dia HP adalah segalanya dalam berkomunikasi dan melakukan transaksi. Atminah salah satu Nasabah Bank BNI Syariah Kudus dan menggunakan layanan E-Banking yaitu SMS

POWER PURCHASE AGREEMENT BOJONEGARA FINANCE LEASE AGREEMENT PLTU TANJUNG JATI B HUB.HUKUM PARA PIHAK PT PLN (Persero) sebagai buyer , IPP sebagai seller PT PLN

Dengan menggunakan model Creative Problem Solving siswa diharapkan mampu belajar secara mandiri dan dapat memecahkan permasalahan yang ada pada proses pembelajaran

Ambil larutan A secukupnya masukkan kedalam plat tetes kemudian uji larutan tersebut dengan kertas lakmus merah dan kertas lakmus biru.. Lakukan pemeriksaan yang sama

Location of the brain lesions that are correlated with selective defcits in naming persons, animals, or,

Sampai dengan batas akhir Pembuktian Kualifikasi Penyedia Barang/Jasa tersebut tidak hadir sehingga POKJA menyatakan Paket Pekerjaan Pengadaan Generator Set (Genset,

Pada penelitian ini mendapatkan hasil hubungan status gizi menurut BB/U dengan prestasi belajar siswa yaitu siswa yang mempunyai status gizi baik dan prestasi

Tujuan penelitian untuk memahami pengetahuan tentang perilaku vandalisme bahan pustaka, memahami motivasi perilaku vandalisme bahan pustaka dan memahami efek perilaku