• Tidak ada hasil yang ditemukan

Please refer as: M. Fani Indarto dan Bondan T. Sofyan, Pengaruh Temperatur dan Waktu Tahan Perlakuan Pelarutan Terhadap Pengerasan Penuaan Paduan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Please refer as: M. Fani Indarto dan Bondan T. Sofyan, Pengaruh Temperatur dan Waktu Tahan Perlakuan Pelarutan Terhadap Pengerasan Penuaan Paduan"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Please refer as:

M. Fani Indarto dan Bondan T. Sofyan, Pengaruh Temperatur

dan Waktu Tahan Perlakuan Pelarutan Terhadap Pengerasan

Penuaan Paduan AC4B dengan Kandungan 0.078 wt % Ti

dan 0.02 wt.% Sr, Prosiding Seminar Nasional Metalurgi dan

Material IV, Untirta Cilegon, 14-15 Juli 2010.

(2)
(3)
(4)

1

Pengaruh Temperatur dan Waktu Tahan Perlakuan Pelarutan

Terhadap Pengerasan Penuaan Paduan AC4B dengan Kandungan

0.078 wt % Ti dan 0.02 wt.% Sr

M. Fani Indarto dan Bondan T. Sofyan *)

Departemen Teknik Metalurgi dan Material, Fakultas Teknik Universitas Indonesia, Kampus UI Depok 16424

*) corresponding author: bondan@eng.ui.ac.id

ABSTRAK

Penambahan penghalus butir dan modifier pada paduan aluminium AC4B dapat menghaluskan butir menjadi lebih kecil dan memodifikasi morfologi silikon yang kasar menjadi lebih halus, yang akan mempengaruhi kemampuan paduan untuk dikeraskan. Penelitian ini mempelajari pengaruh temperatur dan waktu perlakuan pelarutan terhadap pengerasan penuaan paduan AC4B dengan kandungan 0.078 wt % Ti dan 0.02 wt % Sr. Dengan temperatur yang lebih tinggi, yakni 520 oC dan waktu tahan 30 menit perlakuan pelarutan mendapatkan kekerasan puncak tertinggi sebesar 63.32 HRB. Waktu tahan yang lebih lama akan lebih melarutkan fasa interdendritik dalam paduan sehingga lebih halus dan tersebar dalam matrik Al.

Kata Kunci : AC4B, penghalus butir, modifier, Ti, Sr, perlakuan pelarutan, pengerasan penuaan.

1. Pendahuluan

Paduan Al-Si-Cu merupakan material yang sering digunakan pada pembuatan komponen otomotif seperti cylinder head. Paduan yang sering digunakan untuk komponen tersebut salah satunya adalah paduan AC4B atau setara dengan A.333.0. Komponen tersebut dihasilkan dengan metode pengecoran Low Pressure Die Casting

(LPDC). Pengecoran menggunakan metode ini sering terdapat cacat, diantaranya penyusutan, porositas, misrun. Penambahan penghalus butir (Ti) dan modifier (Sr) dapat mengurangi cacat tersebut (Fallah, 2009). Setelah hasil pengecoran dengan penambhan penghalus butir dan modifier dilakukan proses T6 temper diharapkan untuk meningkatkan kekuatan dari paduan tersebut. Dengan proses T6, pada perlakuan pelarutan akan membantu untuk memerangkap vacancy serta melarutkan fasa-fasa yang terdapat pada paduan tersebut terutama Cu. Selain itu, adanya unsur Sr dalam paduan akan membantu melarutkan fasa-fasa menjadi lebih cepat (Samuel et al, 2003). Pada perlakuan pelarutan temperatur yang lebih tinggi dan waktu yang lebih lama akan lebih mudah melarut dan mendistribusikan fasa interdendritik kedalam matrik Al.

Proses pengerasan penuaan akan membentuk presipitat dari fasa yang terlarut tersebut. Pada paduan Al-Si-Cu akan membentuk presipitat Al2Cu pada matriks Al. Selain itu dengan adanya penambahan Ti akan meningkatkan kekuatan pada paduan setelah dilakukan proses penuaan (Golbahar, 2008). Dengan terebentuknya presipitat akan mengatkan padauan teresebut dengan menghalangi dislokasi yang ada. Kekerasan hasil pengerasan penuaan tergantung dari sifat koherensi dari presipitat. Dimana dengan presipitat yang koheren akan memiliki kekerasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan presipitat inkoheren (Smallman, 1991). Pada penelitian ini mempelajari pengaruh temperatur dan waktu perlakuan pelarutan terhadap pengerasan penuaan pada paduan AC4B dengan kandungan 0.078 wt. % Ti dan 0.002 wt. % Sr, dengan mengamati kekerasan dan perubahan struktur mikro yang terjadi.

2. Metode Penelitian

Sampel dipotong dari komponen cylinder head hasil LPDC pada bagian tipis. Terdapat dua jenis komposisi paduan yang digunakan yang ditunjukkan pada Tabel 1. Sampel dilakukan perlakuan pelarutan pada temperatur 480 oC, 500 oC, dan 520 oC dengan waktu tahan masing-masing 30 dan 120 menit pada dapur Carbolite. Setelah itu,

(5)

2 sampel dicelup pada media air dengan temperatur 30 + 2 oC, dan mengalami penuaan pada temperatur 200 oC selama 96 jam dengan dapur Naberthem seperti yang diilustrasikan pada Gambar 1. Perubahan kekerasan selama penuaan diamati pada kondisi as-quenched, 0.083, 0.25, 0.5, 1, 2, 4, 6, 8, 24, 48, 72, 96 jam dengan menggunakan metode Rokwell B dengan diameter bola baja 1/16 inch beban sebesar 100 kgf sesuai dengan ASTM E18. Struktur mikro diamati dengan mikroskop optik dengan preparasi standar menggunakan etsa Tucker (45 ml HCl + 15 ml HNO3 + 15 ml HF (48%) + 25 ml H2O). Juga dilakukan pengamatan struktur mikro menggunakan

Scanning Electron Microscope (SEM) / Energy Dispersive X-Ray Analysis (EDX).

Tabel 1. Komposisi (dalam wt. %) paduan yang dipakai pada penelitian ini

Paduan Si Cu Mg Fe Mn Ni Ti Pb Sn Cr Sr Al AC4B (Sampel A) 9.58 2.78 0.261 0.746 0.307 0.068 0.028 0.05 0.023 0.018 - sisa

AC4B + Ti + Sr

(Sampel B) 9.28 2.61 0.223 0.668 0.258 0.065 0.078 0.057 0.03 0.019 0.019 sisa

Gambar 1. Skema perlakuan panas 3. Hasil Penelitian dan Pembahasan

Pengaruh Temperatur dan Waktu Tahan Perlakuan Pelarutan Terhadap Pengerasan Penuaan Paduan AC4B Sebelum dan Sesudah Penambahan dengan Kandungan 0.078

wt. % Ti dan 0.019 wt. % Sr.

Gambar 2 menunjukkan pengaruh temperatur dan waktu tahan terhadap kurva pengerasan penuaan, dimana kekerasan as-cast dari sampel A dan B, masing-masing sebesar 41.86 HRB dan 48.32 HRB. Dari kurva tersebut terlihat kenaikan kekerasan pada tiap kondisi setelah dilakukan proses pengerasan penuaan. Pada Gambar 2(a) temperatur 480 oC terlihat pada waktu tahan yang lebih lama memiliki kekerasan yang lebih tinggi. Hal ini dimungkinkan pada kondisi ini perlakuan pelarutan waktu tahan yang singkat kurang untuk memerangkap vacancy dan melarutkan fasa yang kaya akan Cu. Gambar 2 (b dan c) menunjukkan bahwa dengan temperatur yang lebih tinggi yakni 500 dan 520 oC kekerasan didapatkan lebih tinggi pada waktu tahan yang lebih singkat yaitu 30 menit, yakni sampel A masing-masing 59.20 HRB dan 59.58 HRB, pada sampel B masing-masing 62.28 HRB dan 63.22 HRB. Hal tersebut dapat dibandingkan pada penelitian sebelumnya dengan paduan aluminium AC8A dengan perlakuan pelarutan waktu tahan yang lebih singkat pada temperatur 520 oC memiliki kekerasan yang lebih tinggi setelah dilakukan penuaan (Eidhed, 2008). Sedangkan pada waktu tahan pelarutan yang lebih lama memiliki kekerasan yang lebih rendah, karena dengan waktu tahan yang lebih lama akan lebih melarutkan fasa interdendritik dan mengubah bentuk morfologi dari silikon menjadi halus dan dapat meningkatkan keuletan(Zhang et al, 2002).

(6)

3 Temperatur yang lebih tinggi dan waktu tahan yang lebih singkat (Gambar 2 (b, c)) memiliki kekerasan yang lebih tinggi, dan pengaruhnya lebih dominan pada sampel dengan kandungan Ti dan Sr. Hal ini karena Sr memodifikasi bentuk silikon dari tajam dan kasar menjadi lebih bulat dan halus, sehingga luas permukaan dari silikon yang telah termodifikasi menjadi lebih kecil dan pada temperatur yang lebih tinggi, pelarutan menjadi lebih cepat (Eidhed, 2008). Akibatnya, kandungan unsur terlarut di dalam dendrit menjadi lebih tinggi dan meningkatkan jumlah presipitat yang terbentuk saat penuaan.

(a)

(b)

(c)

Gambar 2. Perbandingan kurva pengerasan penuaan paduan AC4B (sampel A)dan dengan kandungan 0.078 wt. % Ti dan 0.02 wt. % Sr (sampel B) pada perlakuan pelarutan temperatur (a) 480 oC, (b) 500 oC,

dan (c) 520 oC. As-quenched

As-quenched

(7)

4 Pengamatan Struktur Mikro

Gambar 3 menunjukkan struktur mikro as-quenched pada sampel A dan B pada perlakuan pelarutan 500 oC dan waktu tahan 30 dan 120 menit. pada Gambar 3(a) terlihat struktur mikro yang kaya akan matrik Al dan fasa-fasa interdendritik yang terdapat pada paduan tersebar dan kasar. Hal ini ini dikarenakan pada waktu tahan yang singkat pada paduan AC4B tanpa penambahan tidak melarutkan fasa interdendritik secara signifikan.

Gambar 3. Struktur mikro kondisi as-quenched paduan aluminum AC4B (sampel A) tanpa dan dengan kandungan 0.078 wt. % Ti dan 0.02 wt. % Sr (sampel B) pada perlakuan pelarutan (a,b) 30 menit (c,d)

dan 120 menit.

Dibandingkan dengan sampel A, penambahan Ti dan Sr pada perlakuan pelarutan selama 30 menit (Gambar 3 b), menyebabkan fasa interdendritik berubah menjadi lebih halus dan tersebar di dalam matriks Al. Fenomena yang sama ditemukan dengan penambahan waktu pelarutan menjadi 120 menit, yang semakin melarutkan fasa interdendritik, dan fenomenanya diperkuat dengan penambahan Ti dan Sr (Gambar 3 c dan d). Terjadi sphereodisasi dan fragmentasi fasa interdendritik yang menjadikannya lebih halus serta terdistribusi pada matrik Al (Tillova, 2008). Dengan makin halusnya fasa interdendritik maka akan menurunkan kekerasan dan akan meningkatkan keuletan paduan aluminium.

Gambar 4 menunjukkan evolusi struktur mikro sampel A dan B selama proses penuaan dengan perlakuan pelarutan pada temperatur 500 oC dan waktu tahan 30 menit, dimana diambil pada kondisi under-aged, peak-aged, dan over aged. Pada sampel A kondisi tersebut diamati pada penuaan selama 30 menit, 8 jam dan 72 jam. Dengan pengamatan mikroskop optik hanya dapat dilihat perubahan struktur dendrit dan fasa interdendritik. Pada Gambar 4(a) kondisi under-aged terlihat dengan bentuk dendrit Al yang memiliki ukuran yang besar dan fasa-interdendritik yang kasar pada matrik Al. Pada Gambar 4(b) kondisi peak-aged struktur dendrit lebih kecil dan fasa-fasa interdendritik menjadi halus dan terdistribusi pada paduan, sesuai dengan penelitian oleh Baskoro (2005).

50μm

a b

c d

(8)

5

Under-aged Peak-aged Over-aged

Gambar 4. Evolusi struktur mikro selama proses penuaan pada temperatur perlakuan pelarutan 500 oC

waktu tahan 30 menit pada paduan (a-c) AC4B dan (d-f) AC4B dengan kandungan 0.078 wt. % Ti dan 0.02 wt. % Sr

Pada sampel B tidak jauh berbeda perubahan struktur mikro dengan sampel A. Pada kondisi over-aged dengan waktu penuaan 72 jam (Gambar 4 f) terlihat dendrit menjadi lebih besar dan terlihat jarak lengan dendrit lebih besar dibandingkan dengan kondisi

under-aged dan peak-aged. Nilai kekerasan juga dipengaruhi oleh presipitat yang terbentuk dalam paduan selama proses penuaan. Kenaikan kekerasan paduan dipengaruhi oleh koherensi presipitat. Diperkirakan pada kondisi peak-aged yang memiliki kekerasan tertinggi, yakni 62.28 HRB untuk sampel B pada perlakuan pelarutan 500 oC selama 30 menit, berkorelasi dengan keberadaan presipitat semikoheren. Pada pengamatan struktur mikro menggunakan mikroskop optik tidak dapat diamati keberadaan presipitat. Pengamatan presipitat dapat dilakukan dengan menggunakan Transmission Electron Microscope (TEM).

Pengamatan Struktur Mikro menggunakan SEM / EDX

Gambar 5 merupakan pengamatan struktur mikro pada sampel A dan B pada kondisi peak-aged dengan perlakuan pelarutan 500 oC selama 30 menit, sementara hasil analisis mikro menggunakan EDX ditampilkan pada Tabel 2. Pada Gambar 5 (a) hasil pengamatan pada sampel A pada fasa nomor 2 dan 3 diindikasikan sebagai fasa intermetalik Al(Fe,Mn)Si, sesuai dengan bentuk jarumnya dengan kandungan Fe yang cukup besar yakni, 20.92 wt % Fe. Sementara fasa nomor 4 diindikasikan sebagai Al2Cu, sesuai kandungan dan morfologinya yang agak bulat. Fasa nomor 6 adalah fasa 50μm

a b c

(9)

6 silikon eutektik dilihat dari komposisi dan dengan bentuk panjang dengan warna abu-abu gelap.

Sementara itu pada Gambar 5(b) terlihat pada titik 1, 2, dan 3 terdapat kandungan Ti. Penting untuk mengetahui kandungan Ti dalam paduan, karena Ti akan meningkatkan kekuatan paduan setelah dilakukan proses pengerasan penuaan (Golbahar, 2008). Kandungan Sr pada hasil pengamatan tidak terindentifikasi, hal ini dimungkinkan karena kandungan Sr yang sangat kecil serta tidak adanya interaksi kimia antara Al dan Sr, sesuai indikasi dari diagram fasa Al-Sr. Secara umum, jenis fasa intermetalik identik dengan fasa yang terdapat pada paduan dasar AC4B. Kembali, presipitat tidak dapat diamati, kecuali menggunakan TEM.

(a) (b)

Gambar 5. Struktur mikro (SEM) kondisi peak-aged setalah perlakuan pelarutan pada temperatur 500 oC

dengan waktu tahan 30 menit pada paduan (a) AC4B dan (b) AC4B dengan kandungan 0.078 wt. % Ti dan 0.02 wt. % Sr.

Tabel. 2 Hasil analisis komposisi EDX Gambar 5 (a) paduan AC4B dan (b) AC4B dengan kandungan 0.078 wt. % Ti dan 0.02 wt. % Sr No Komposisi Warna Fasa yang Mungkin Terbentuk Sampel Gambar Al Si Cu Ti Fe Mn C O A a 1 25.80 73.20 - - - 0.96 abu-abu Al-Si 2 58.50 5.38 9.20 - 19.10 6.45 - 1.42 abu-abu muda Al(Fe,Mn)Si 3 56.10 5.68 8.23 - 20.90 7.44 0.94 0.65 abu-abu muda

berbentuk jarum

Al(Fe,Mn)Si, FeMnAl6 4 88.50 1.56 5.37 1.38 - 0.91 1.43 0.87 abu-abu muda Al2Cu, Al3Ti 5 85.40 1.48 7.06 - - - 1.68 4.34 abu-abu muda Al2Cu 6 13.10 75.70 9.48 - - - - 1.26 abu-abu tua silikon eutektik

B b

1 74.81 1.21 15.51 4.41 - - - 5.05 abu-abu muda Al2Cu, Al3Ti 2 45.70 12.30 16.27 1.26 17.21 4.06 - 3.20 abu-abu muda Al(Fe,Mn)Si,

AlFeSi 3 92.67 1.48 3.21 1.48 - - - 1.82 abu-abu tua Matriks Al 4 64.94 3.54 15.29 - 10.67 3.75 - 1.78 putih, abu-abu

muda

Al2Cu, Al(Fe,Mn)Si 5 50.45 10.02 16.31 - 17.17 4.47 - 1.58 abu-abu muda Al2Cu,

Al(Fe,Mn)Si 6 20.98 75.32 - - - 3.71 abu-abu muda AlSi, Si

eutektik

4. Kesimpulan

1. Pada paduan AC4B dengan kandungan 0.078 wt. % Ti dan 0.02 wt. % Sr meningkatnya temperatur perlakuan pelarutan mempercepat untuk mendapatkan kekerasan puncak pada proses penuaan

(10)

7 T = 500 oC kekerasan puncak didapat pada waktu penuaan 1 jam.

T = 520 oC kekerasan puncak didapat pada waktu penuaan 30 menit.

2. Adanyan kandungan Ti dan Sr pada paduan AC4B mempersingkat proses perlakuan pelarutan.

3. Waktu perlakuan pelarutan yang singkat dapat memiliki nilai kekerasan yang lebih tinggi pada paduan AC4B dengan kandungan 0.078 wt. % Ti dan 0.02 wt. % Sr seletah dilakuakn pproses penuaan.

4. waktu perlakuan pelarutan yang lebih lama akan membuat fasa-fasa interdenritik makin terlarut pada matriks Al.

5. Ucapan Terima Kasih

Penelitian ini dibiayai melalui skema Hibah Kompetensi Dikti tahun 2010. 6. Daftar Pustaka

Baskoro, Adhi. 2005. Studi Penambahan 0.1, 0.5, 1, dan 2 wt. % Sn Terhadap Proses Pengerasan Pengendapan Pada Paduan AC2B dengan Pengamatan Lebih Mendalam Pada 0.5 wt. % Sn. Departemen Metalurgi dan Material Universitas Indonesia.

Eidhed, Witthaya. 2008. Effects of Solution Treatment Time and Sr-Modification on Micostructure and Mechanical Properties of Al-Si Piston Alloy. Journal Material Science Technology Volume 24. 29- 32.

Falah, M. Azi. 2009. Studi Pengaruh Kombinasi Komposisi 0.02 wt. % Sr dan 0.063, 0.083 dan 0.108 wt. % Ti terhadap Karakteristik Paduan Aluminium AC4B Hasil Proses Low Pressure Die Casting. Depok : Departemen Teknik Metalurgi dan Material Universitas Indonesia.

Golbahar, Benham.. 2008. Effect of Grain Refinement – Modification Interaction on performance of A.356.2 Alloy. Canada : University of Quebec.

Samuel, A.M. Liu L. Samuel, F.H. Doty. Valtiera. 2003. Characteristic of α dendritic and eutectic

structure in Sr treated Al-Si containing Alloy. Journal of Material Science. 38. 4507 - 4522.

Smallman. R.E. 1991. Metalurgi Fisik Modern edisi keempat terjemahan Sriati Djaprie, Bustanul Arifin, Myrna A. Gramedia : Jakarta

Tillova, E, Panuskova. 2008. Effect of Solution Treatment on Intermetallic Phases Morphology in AlSi9Cu3 Cast Alloy. Metalurgija. 47. 207-210.

Zhang, D.L, L.H. Zheng, D.H. StJohn. 2002. Effect of Solution Treatment time on Microstructure and Mechanical Properties of Modified Al-7 wt. % Si – 0.3 wt. % Mg Alloy. Journal of Light Metals. 27-36

Gambar

Gambar 1. Skema perlakuan panas  3. Hasil Penelitian dan Pembahasan
Gambar 2. Perbandingan kurva pengerasan penuaan paduan AC4B (sampel A)dan dengan kandungan  0.078 wt
Gambar 3 menunjukkan struktur mikro as-quenched pada sampel A dan B pada  perlakuan pelarutan 500  o C dan waktu tahan 30 dan 120 menit
Gambar 4. Evolusi struktur mikro selama proses penuaan pada temperatur perlakuan pelarutan 500  o C
+2

Referensi

Dokumen terkait

Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa pada tanaman padi varietas Cisokan dan Batang Piaman yang disiram setiap hari (kontrol) mengalami peningkatan luas daun, hal

Fagan és Greenberg (1988) rámutat, hogy a korrekciós eljárások bármelyikét csak akkor szabad használni, ha más út nem járható, például nem lehetséges már kiegészít ő

Pemberian limbah padat biogas sapi secara tunggal mampu meningkatkan kandungan P tersedia tanah walaupun secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan

Jumlah pergerakan penumpang, pesawat udara, dan kargo tahun 2004 sampai dengan tahun 2013 seluruh bandar udara yang dikelola oleh PT Angkasa Pura II (Persero) dapat dilihat pada

Berdasarkan penelitian terdahulu, penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Dharmastuti dan Dwiprakasa, (2016) dan Putri dan Haryanto, (2014) yang menyatakan

Selain itu konsumen yang saling terhubung secara aktif meningkatkan nilai produk yang mereka konsumsi, sehingga perusahaan harus memberikan ruang gerak lebih luas bagi

Pada prinsipnya program ini terdiri dari beberapa tombol yang memiliki label sesuai dengan nama binatang yang jika tombol tersebut diklik maka akan muncul animasi pada program

Penelitian ini ada hubungan yang bermakna antara mean arterial pressure dengan kejadian mortalitas pada pasien stroke perdarahan intraserebral di RSUD Mardi Waluyo