• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bola Panas Putusan Pengujian Undang-Undang Pengesahan Piagam ASEAN oleh: Ade Irawan Taufik *

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Bola Panas Putusan Pengujian Undang-Undang Pengesahan Piagam ASEAN oleh: Ade Irawan Taufik *"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Bola Panas Putusan Pengujian Undang-Undang Pengesahan Piagam ASEAN oleh:

Ade Irawan Taufik*

Penantian panjang hampir dua tahun, terjawab sudah pada hari Selasa, tanggal 26 Februari 2013 kemarin. Mahkamah Konstitusi (MK) akhirnya membacakan putusan perkara permohonan pengujian UU No. 38 Tahun 2008 tentang

Pengesahan Charter of the Association of

Southeast Asian Nations (Piagam

Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia

Tenggara) atau lebih dikenal dengan Piagam ASEAN atau ASEAN Charter.

Dalam putusan tersebut, MK

berwenang untuk menguji UU

Pengesahan Piagam ASEAN, namun dalam pokok perkaranya, MK berpendapat dalil-dalil pemohon yang menyatakan Piagam ASEAN bertentangan dengan UUD 1945 tidak beralasan menurut hukum. Putusan MK tersebut telah lama dinanti oleh

bangsa ini dan bahkan dunia

internasional, karena dalam perkara ini,

MK kembali diuji apakah mampu

membuat suatu terobosan hukum yang menjadi politik hukum Indonesia terkait perjanjian internasional. Putusan ini juga telah lama dinanti, karena terjadi

perbedaan pendapat dikalangan

akademisi dan praktisi, mengenai

berwenang tidaknya UU Pengesahan Piagam ASEAN diuji oleh MK, dan akhirnya perbedaan pendapat (dissenting opinion) ini juga terjadi di dalam putusan MK, Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati dan

Hamdan Zoelva memiliki pendapat

berbeda (dissenting opinion), yang

berpendapat bahwa UU Pengesahan Piagam ASEAN bukan merupakan objek pengujian undang-undang terhadap UUD 1945 yang menjadi wewenang MK.

Bola Panas Putusan MK

Terlepas dari perbedaan pendapat tersebut di atas, putusan MK telah menciptakan politik (arah) hukum baru di Indonesia terkait perjanjian internasional. Hal ini tentunya dapat pula tercipta dampak turunannya berupa multipotensi bola panas. Setidaknya ada tiga potensi bola panas yang harus ditangkap oleh

lembaga ekesekutif, legislatif dan

yudikatif.

Bola panas pertama yaitu, dengan berwenangnya MK untuk menguji UU Pengesahan Piagam ASEAN, berarti MK

(2)

telah membuka peluang pula terhadap

diterimanya perkara permohonan

pengujian undang-undang lainnya yang meratifikasi atau mengesahkan perjanjian internasional. Saat ini terdapat lebih dari 50 undang-undang yang mengesahkan perjanjian internasional dan sampai dengan saat ini pula kita masih bernafas lega, MK memutuskan Pasal 1 angka (5) dan Pasal 2 ayat (2) huruf n Piagam ASEAN tidak bertentangan dengan UUD 1945, namun tidak tertutup kemungkinan pula, apabila nanti ada permohonan pengujian undang-undang pengesahan perjanjian internasional lainnya dan MK dalam

putusannya menyatakan perjanjian

internasional tersebut bertentangan

dengan UUD 1945. Terhadap potensi bola panas ini, pemerintah dan DPR harus lebih dini mempersiapkan dan membangun justifikasi tindakan pengesahan perjanjian internasional yang telah dilakukan.

Bola panas kedua yaitu, berdasarkan Pasal 9 ayat (2) UU No. 24 Tahun 2000

tentang Perjanjian Internasional,

pengesahan suatu perjanjian internasional bukan hanya ranah dari undang-undang, namun juga merupakan ranah dari

Keputusan Presiden (Keppres) atau

Peraturan Presiden (di dalam UU No. 24 Tahun 2000 disebutkan dengan ‘keppres’,

namun sejak berlakunya UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, keppres bukan lagi

merupakan lagi produk peraturan

perundang-undangan yang bersifat

mengatur). Berdasarkan UU No. 3 Tahun 2009 tentang MA dan juga UU No. 48

Tahun 2009 tentang Kekuasaan

Kehakiman serta UU No. 12 Tahun 2011

tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-undangan, MA diberikan

kewenangan untuk menguji peraturan perundangan di bawah undang-undang yang diduga bertentangan dengan

undang-undang. Dengan kedudukan

hierarki Keppres dan Perpres yang berada

di bawah undang-undang, maka

perjanjian-perjanjian internasional yang disahkan dengan Keppres atau Perpres dapat diuji di MA.

Bola panas ketiga, yaitu adanya sikap MK yang terkesan dilematis dan ragu-ragu dalam memutus perkara tersebut, yaitu di satu sisi MK berpendapat berwenang untuk menguji Piagam ASEAN karena merupakan lampiran dan bagian tidak terpisahkan dengan UU No. 38 Tahun 2008, namun di lain sisi, MK dalam pertimbangannya berpendapat bahwa pilihan bentuk hukum ratifikasi perjanjian

(3)

undang-undang, khususnya Piagam ASEAN yang disahkan dengan UU No. 38 Tahun 2008 perlu ditinjau kembali. Sikap dilematis MK tersebut didasarkan pada

Pasal 11 UUD 1945 yang tidak

menyebutkan bahwa bentuk hukum perjanjian internasional adalah undang-undang, tetapi menyebutkan bahwa

Presiden dengan persetujuan DPR

membuat perjanjian internasional,

sehingga apabila dikaitkan dengan

pembuatan undang-undang, memang undang-undang adalah bentuk hukum yang dibuat oleh Presiden bersama DPR, namun hal demikian tidak berarti bahwa setiap produk hukum yang dibuat

Presiden bersama DPR berbentuk

Undang-Undang.

Dualisme Pengesahan Perjanjian Internasional

Pengesahan perjanjian internasional yang dapat dilakukan dengan undang-undang dan juga dengan keppres atau

perpres membawa masing-masing

konsekuensi hukum. UU No. 24 Tahun

2000 mensyaratkan pengesahan

perjanjian internasional dilakukan dengan

undang-undang apabila berkenaan

dengan: a) masalah politik, perdamaian, pertahanan, dan keamanan negara; b)

perubahan wilayah atau penetapan batas wilayah negara Republik Indonesia; c) kedaulatan atau hak berdaulat negara; d) hak asasi manusia dan lingkungan hidup; e) pembentukan kaidah hukum baru; dan f) pinjaman dan/atau hibah luar negeri. Perjanjian internasional yang materi muatannya di luar hal-hal tersebut, maka pengesahannya dilakukan melalui keppres

atau perpres. Konsekuensi dari

disahkannya perjanjian internasional

dengan keppres atau perpres tersebut adalah adanya kewajiban pemerintah untuk melaporkan setiap keppres atau perpres yang mengesahkan perjanjian internasional kepada DPR untuk dievaluasi (Pasal 11 ayat (2) UU No. 24 tahun 2000), namun di dalam Penjelasan pasal tersebut timbul norma baru (yang bukan hanya sekedar penjelasan suatu pasal), yaitu DPR dapat meminta pemerintah untuk

membatalkan suatu perjanjian

internasional apabila dipandang

merugikan kepentingan nasional.

Penjelasan pasal tersebut berarti, DPR memiliki wewenang untuk mengevaluasi atau dengan kata lain dapat menguji materi dari perjanjian internasional yang telah disahkan oleh pemerintah, sehingga apabila perjanjian internasional tersebut dipandang dapat merugikan kepentingan

(4)

nasional, DPR dapat meminta pembatalan perjanjian tersebut. Evaluasi atau kontrol yang dilakukan DPR ini menjadi penting

untuk dilakukan apabila dilakukan

sebelum pengesahan perjanjian

internasional, namun perlu dipikirkan kembali dampak pembatalan perjanjian internasional.

Permasalahan mendasar lainnya yang perlu dikaji adalah, bagaimana dengan perjanjian internasional dengan materi muatan yang memenuhi kualifikasi harus mendapatkan persetujuan DPR, namun perjanjian internasional tersebut tidak mensyaratkan suatu pengesahan untuk syarat berlakunya dan langsung mengikat para pihak.

Harmonisasi Perjanjian Internasional dan Peraturan Nasional

Guna mengantisipasi politik hukum perjanjian internasional yang tercipta dari putusan MK tersebut dan adanya multipotensi bola panas, maka perlu upaya yang bisa dioptimalkan sebelum

pemerintah Indonesia dan DPR

mengesahkan perjanjian internasional, yaitu proses harmonisasi materi muatan perjanjian internasional dengan UUD 1945 dan juga undang-undang. Harmonisasi

merupakan upaya menyelaraskan,

menyesuaikan, memantapkan dan

membulatkan konsepsi apakah suatu

perjanjian internasional tersebut

bertentangan atau tidak dengan UUD

1945 atau undang-undang. Proses

harmonisasi ini setidaknya dapat

dijalankan dalam proses penyusunan Naskah Akademis dan dalam proses penyusunan undang-undang dan perpres. Sejak diberlakukannya UU No. 12

Tahun 2011, Naskah Akademik

merupakan kewajiban yang harus

dipenuhi dalam setiap penyusunan

rancangan undang-undang dan rancangan peraturan daerah. Naskah akademik merupakan naskah hasil penelitian atau pengkajian hukum dan hasil penelitian lainnya terhadap suatu masalah tertentu

yang dapat dipertanggungjawabkan

secara ilmiah mengenai pengaturan masalah tersebut dalam suatu Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan

Daerah Provinsi, atau Rancangan

Peraturan Daerah Kabupaten/Kota

sebagai solusi terhadap permasalahan dan kebutuhan hukum masyarakat. Naskah

akademik dalam penyusunan RUU

Pengesahan Perjanjian Internasional

bukan hanya memuat alasan atau latar

belakang kenapa Indonesia perlu

(5)

namun Naskah Akademik yang benar dan baik adalah naskah akademik yang memuat: latar belakang dan tujuan yang ingin dicapai; kajian teoretis dan praktik empiris; pengkajian dan penyelarasan atau pengharmonisasian dengan UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan terkait; serta landasan filosofis, sosilogis dan yuridis. Terdapatnya naskah akademik yang baik dan benar setidaknya ada kesiapan dari pemerintah dan DPR ketika berhadapan dengan perkara permohonan

pengujian undang-undang yang

mengesahkan perjanjian internasional.

Sayangnya kewajiban persyaratan

adanya Naskah Akademik tidak terdapat dalam pengajuan rancangan peraturan presiden, namun UU No. 12 Tahun 2011

telah mewajibkan adanya

pengharmonisasian dalam proses

penyusunan perpres.

Lemparan bola panas dari MK tidak akan terasa panas, apabila pemerintah dan DPR dalam mengesahkan perjanjian internasional didorong pada kebutuhan bangsa ini akan perjanjian internasional ini tanpa harus mengabaikan UUD 1945.

*

Referensi

Dokumen terkait

Segala puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayahnya penulis bisa menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Perbandingan Penerapan

Dengan adanya program Mari Menabung yang dilaksanakan pada Jumat, 2 Agustus 2019 dan 3 Agustus 2019 di posko KKN Pende, Banjarharjo, Brebes dengan rangkaian

Mobile device sendiri pada umumnya diartikan sebagai perangkat yang memiliki ukuran fisik kecil, dapat dioperasikan dimana saja, perangkat bergerak dapat memberikan

Desain Interior Ruang Kreatif Media merupakan sebuah fasilitas yang dikembangkan sebagai media penyalur kreatifitas masyarakat serta memenuhi kebutuhan pengguna

Kekeluargaan yang terjalin di tengah- tengah pelaksanaan progam Majelis Mu’allimil Qur’an (MMQ) ditingkat kecamatan Batealit Jepara menjadikan para guru Qiraati

Puji syukur atas karunia yang Allah SWT berikan, atas limpahan rahmat dan kasih sayang-Nya, atas petunjuk dan bimbingan yang telah diberikan, sehingga penulis

Atas dasar hipotesa di atas maka pada penelitian ini dilaksanakan pengukuran posisi (koordinat X,Y) dari serangkaian titik-titik yang terletak di jaringan jalan

Besarnya nilai ekspor Kaliman- tan Timur bila diamati dari pelabuhan muat, maka pelabuhan Bontang meru- pakan pelabuhan terbesar untuk mengekspor barang-barang Kaliman- tan Timur