• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II SISTEM JARINGAN DISTRIBUSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II SISTEM JARINGAN DISTRIBUSI"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

SISTEM JARINGAN DISTRIBUSI

2.1SISTEM JARINGAN DISTRIBUSI PLN

Di Indonesia jaringan listrik yang ada dikelola dan diatur oleh PT Perusahaan Listrik Negara (persero) atau disingkat PT PLN (persero). Seperti sistem tenaga listrik lain, sistem tenaga listrik PT PLN (persero) ini memiliki 3 bagian utama, yaitu :

a. Pusat pembangkit tenaga listrik, merupakan tempat yang digunakan untuk menghasilkan tenaga listrik. Dimana alat utama untuk menghasilkan tenaga listrik ini adalah turbin dan generator. Setelah generator menghasilkan tenaga listrik, akan di atur pada gardu induk yang akan menghubungkan pembangkit dengan jaringan distribusi listrik yang telah ada.

b. Saluran transmisi, berfungsi menyalurkan tenaga listrik dari gardu induk atau pembangkit ke gardu induk yang lain dengan jarak yang jauh.

c. Saluran distribusi, berfungsi menyalurkan dan mendistribusikan tenaga listrik dari pusat tenaga (gardu induk) ke pusat atau kelompok-kelompok beban (gardu/ trafo distribusi) dan konsumen dengan mutu yang baik.

Gambar 2.1. berikut merupakan blok diagram dan skema Sistem Tenaga Listrik

(2)

2.1.1 Sistem Jaringan Distribusi

Seperti yang telah dijelaskan diatas, sistem distribusi merupakan salah satu komponen penting dalam penyaluran energi listrik. Secara umum sistem distribusi yang lengkap terdiri dari bagian-bagian berikut :

1. Gardu induk (GI)

2. Saluran distribusi primer 3. Gardu bagi/ hubung 4. Gardu distribusi

5. Saluran distribusi sekunder

2.1.1.1. Gardu induk

Gardu induk (GI) merupakan tempat yang digunakan sebagai penghubung antara sistem transmisi dengan sistem distribusi. Peralatan-peralatan yang ada pada GI umumnya berkapasitas besar. Peralatan yang ada pada gardu induk antara lain : a. Pemisah (PMT)

b. Pemutus (PMS)

c. Load Break Switch (LBS)

d. Rel

e. Transformator penurun tegangan f. Arester

2.1.1.2. Jaringan distribusi primer ( Jaringan distribusi tegangan menengah) Jaringan distribusi primer (JTM) merupakan suatu jaringan yang letaknya sebelum gardu distribusi, berfungsi menyalurkan tenaga listrik bertegangan menengah umumnya 20 kV. Penghantar yang digunakan dapat berupa kabel tanah ataupun kabel saluran udara yang menghubungkan gardu induk (sisi sekunder transformator) dengan gardu distribusi atau gardu hubung.

Berdasarkan konfigurasi jaringan, sistem jaringan distribusi dikelompokkan menjadi tiga macam, yaitu :

a. Jaringan Distribusi Radial b. Jaringan Distribusi Loop c. Jaringan Distribusi Spindel

(3)

2.1.1.2.1. Jaringan distribusi radial

Jaringan jenis ini memiliki bentuk yang paling sederhana, banyak digunakan dan biaya investasi yang rendah. Gambar 2.2 berikut contoh sistem distribusi radial.

Gambar 2.2. Sistem distribusi radial

Catu daya sistem distribusi ini hanya didapat dari satu titik sumber dan karena adanya pencabangan-pencabangan tersebut, maka arus beban yang mengalir sepanjang saluran menjadi tidak sama. Sehingga luas penampang konduktor pada jaringan sistem radial tidak sama antara ujung awal jaringan hingga ujung akhir jaringan. Hal ini dikarenakan arus pada ujung awal merupakan jumlah total arus yang mengalir pada jaringan, sedangkan ujung akhir jaringan biasanya memakai penghantar yang lebih kecil karena hanya dilalui arus untuk ujung akhir jaringan.

Beberapa kelebihan dan kekurangan sistem ini antara lain : a. Memiliki bentuk yang sederhana

b. Biaya investasi rendah

c. Kualitas pelayanan daya relatif buruk, karena rugi tegangan dan rugi daya yang terjadi pada jaringan relatif besar.

d. Kontinyuitas/ kelangsungan pelayanan daya kurang terjamin, karena antara titik sumber hingga titik beban hanya menggunakan satu sumber jaringan. Sehingga apabila terjadi gangguan pada satu titik saluran maka akan mengharuskan seluruh jaringan dipadamkan.

(4)

4 1

2

5 3

2.1.1.2.2. Jaringan distribusi loop

Jaringan jenis ini merupakan sisten tertutup atau ring. Susunan jaringan ini berbentuk ring yang memungkinkan titik beban dilayani dari dua arah jaringan, sehingga kelangsungan pelayanan daya lebih terjamin, serta kualitas dayanya menjadi lebih baik, karena jatuh tegangan dan rugi daya pada saluran lebih kecil daripada sistem radial. Gambar 2.3 menunjukkan sistem jaringan distribusi loop.

Keterangan:

1. Bus substation distribusi tegangan menengah

2. Feeder Primer

3. Transformator Distribusi 4. Pemutus Tenaga

5. Fuse

Gambar 2.3. Sistem distribusi loop

Bentuk sistem jaringan distribusi loop ada dua macam, yaitu :

a. Open loop, bila dilengkapi dengan normally open switch yang terletak pada salah satu bagian diantara gardu distribusi, dalam keadaan normal jaringan selalu dalam keadaan terbuka.

b. Close loop, bila dilengkapi dengan normally close switch yang terletak pada

salah satu bagian diantara gardu distribusi, dalam keadaan normal jaringan selalu dalam keadaan tertutup.

Sistem jaringan ini merupakan gabungan dari dua buah sistem radial, yang pada ujung dari dua jaringan dipasang sebuah pemutus (PMT) atau pemisah (PMS). Pada saat terjadi gangguan, setelah gangguan dilokalisir, maka pemutus atau pemisah ditutup sesuai dengan kondisi jaringan. Sehingga daya listrik ke bagian jaringan yang tidak terganggu tetap mendapatkan suplai daya listrik.

(5)

Sistem jaringan loop ini memiliki kelebihan dan kekurangan sebagai berikut: a. Biaya infestasi lebih mahal

b. Kelangsungan pelayanan lebih baik c. Jatuh tegangan lebih kecil

d. Untuk kebutuhan perluasan jaringan cukup baik

e. Dapat melayani beban dengan kerapatan beban yang cukup tinggi 2.1.1.2.3. Jaringan distribusi spindel

Jaringan distribusi spindel merupakan susunan suatu sistem jaringan distribusi primer. Sistem ini merupakan interkoneksi dari beberapa feeder primer yang disuplai oleh dua atau lebih rangkaian substation melalui beberapa distribution substation. Gambar 2.4 berikut contoh jaringan distribusi spindel.

Express feeder Gardu Hubung Trafo Distribusi Gardu Induk PMT

Gambar 2.4. Sistem distribusi spindel

Sistem jaringan distribusi ini banyak digunakan untuk daerah yang mempunyai kerapatan beban sangat tinggi. Dimana kebutuhan kelangsungan pelayanan listrik baik sekali.

Sistem jaringan distribusi spindel ini memiliki beberapa karakteristik sebagai berikut:

a. Investasi mahal

b. Kelangsungan pelayanan paling baik dari sistem lain c. Keandalan tinggi

(6)

2.1.1.3. Gardu hubung/ bagi

Gardu hubung atau bagi merupakan salah satu komponen jaringan yang digunakan untuk mengatur aliran listrik pada jaringan distribusi, sesuai dengan tujuan agar kelangsungan pelayanan listrik tetap terjaga. Gardu hubung merupakan penghubung antara gardu induk dengan jaringan distribusi primer. Pada gardu hubung ini terdapat beberapa peralatan yang digunakan, antara lain :

a. Pemisah (PMT) b. Pemutus (PMS)

c. Fuse Cut Out

2.1.1.4. Gardu distribusi

Pada jaringan distribusi, gardu distribusi merupakan ujung akhir menuju konsumen. Gardu distribusi merupakan penghubung antara jaringan distribusi primer dengan jaringan distribusi sekunder. Peralatan-peralatan yang ada pada gardu distribusi antara lain :

a. Transformator penurun tegangan (trafo distribusi) b. Arester

c. Pemisah (PMT) d. Pemutus (PMS)

e. Fuse Cut Out

2.1.1.5. Jaringan distribusi sekunder (Jaringan distribusi tegangan rendah) Jaringan distribusi sekunder (JTR) merupakan suatu jaringan yang terletak setelah gardu distribusi, berfungsi menyalurkan tenaga listrik bertegangan rendah (220/380V). Hantaran berupa kabel tanah atau kabel saluran udara yang menghubungkan gardu distribusi menuju konsumen.

2.2PENGHANTAR

Penghantar adalah suatu media yang berfungsi untuk menyalurkan arus listrik dari sumber ke beban. Penghantar yang digunakan untuk instalasi listrik adalah penghantar berisolasi yang dapat berupa kawat berisolasi atau kabel. Ada juga penghantar tidak berisolasi seperti BC (Bare Conductor), penghantar berlubang (Hollow Conductor), ACSR (Aluminium Conductor Steel Reinforced), dan ACAR (Aluminium Conductor Alloy Reinforced).

(7)

2.2.1 Jenis Penghantar

Dilihat dari bahannya, penghantar yang ada adalah dari jenis dengan bahan alumunium dan tembaga. Kedua bahan ini mempunyai sifat yang berbeda, tabel 2.1 berikut adalah perbandingannya:[2]

Tabel 2.1 Perbandingan antara aluminium dan tembaga

Sifat Tembaga Aluminium

Massa Jenis Kekuatan Tarik Daya Tahan Jenis Daya Hantar Jenis

2,7 g/cm3 20 – 30 kg/cm2 0,0175 A.m/mm2 56 mm2/A.m 8,96 g/cm3 40 kg/cm2 0,029 A.m/mm2 35 mm2/A.m

Penghantar yang digunakan untuk instalasi listrik adalah penghantar yang berjenis kabel berisolasi. Kabel ini dapat dibedakan berdasarkan kegunaannya, antara lain:

1. Kabel instalasi, adalah kabel yang berfungsi untuk instalasi listrik yang biasanya dari jenis NYA atau NYM.

2. Kabel tanah, adalah kabel yang berfungsi untuk penghantar tenaga listrik yang dipasang di luar ruangan / di dalam tanah. Kabel tanah ini biasanya dari jenis NYY dan NYFGbY.

3. Kabel fleksibel, adalah kabel yang berfungsi untuk kontrol-kontrol listrik, biasanya kabel ini berjenis NYAF atau NYYHY.

2.2.2 Kemampuan Hantar Arus (KHA)

Setiap kabel yang memiliki nilai tahanan (R) akan mempunyai rugi rugi berupa panas jika kabel tersebut dialiri arus listrik (I) selama waktu (t) detik. Panas yang dihasilkan akan dilepas keluar pada lapisan terluar penghantar. Panas yang timbul pada penghantar ini tidak hanya ditimbulkan oleh aliran arus listrik yang terus menerus, tetapi juga dipengaruhi oleh suhu sekitar penghantar atau suhu ruang.

Dalam memilih penampang penghantar, salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah KHA dari penghantar. Untuk menentukan besar arus yang akan melewati penghantar yang akan dipasang, dapat dihitung dengan rumus 2.1,2.2 dan 2.3 berikut:

1. Untuk arus searah :

V P

(8)

2. Untuk arus bolak balik 1 fasa : cos . K V P I = (A) (2.2)

3. Untuk arus bolak balik 3 fasa :

cos . . 73 , 1 K V P I = (A) (2.3) dimana :

I = arus beban (Ampere)

P = daya yang diperlukan (Watt) VK = tegangan kerja (Volt)

cos F= faktor daya

Tabel 2.2 menerangkan KHA terus menerus untuk kabel tanah berinti tunggal, berpenghantar tembaga, berisolasi dan berselubung PVC, dipasang pada sistem a.s. dengan tegangan kerja maksimum 1,8 kV; serta untuk kabel tanah berinti dua, tiga dan empat berpenghantar tembaga, berisolasi dan berselubung PVC yang dipasang pada sistem a.b. fasa tiga dengan tegangan pengenal 0,6/1 kV (1,2 kV), pada suhu keliling 30HC.[8]

Tabel 2.2. KHA terus menerus kabel tanah

Jenis Kabel

Luas Penampang

(mm2)

KHA terus menerus Berinti

tunggal

Berinti dua Berinti tiga dan empat Di tanah A Di udara A Di tanah A Di udara A Di tanah A Di udara A NYY NYBY NYFGbY NYRGbY NYCY NYCWY NYSY NYCEY NYSEY NYHSY NYKY NYKBY NYKFGbY NYKRGbY 1,5 2,5 4 6 10 16 25 35 50 70 95 120 150 185 240 300 400 40 54 70 90 122 160 206 249 296 365 438 499 561 637 743 843 986 26 35 46 58 79 105 140 174 212 269 331 386 442 511 612 707 859 31 41 54 68 92 121 153 187 222 272 328 375 419 475 550 525 605 20 27 37 48 66 89 118 145 176 224 271 314 361 412 484 590 710 26 34 44 56 75 98 128 157 185 228 275 313 353 399 364 524 600 18,5 25 34 43 60 80 106 131 159 202 244 282 324 371 436 481 560

(9)

Panas dari penampang penghantar yang melewati batas kemampuan penghantar dapat menyebabkan KHA dari penghantar berkurang, jika KHA penghantar pada suhu normal tidak dikurangi, maka dapat mengakibatkan kerusakan pada isolasi penghantar. Dengan demikian KHA suatu penghantar dapat dinyatakan sebagai kemampuan maksimum penghantar untuk dilalui arus secara terus menerus tanpa menyebabkan kerusakan pada penghantar tersebut. Kenaikan suhu yang diijinkan pada setiap penghantar tidak sama, tergantung pada bahan isolasi dan selubung penghantarnya. Misal, penghantar berpelindung XLPE adalah 90H C sedangkan pada penghantar berisolasi kertas adalah sebesar 80HC.

Untuk pemilihan penghantar, KHA penghantar harus lebih besar atau sama dengan arus yang akan melewatinya. Pengaruh arus beban (I) terhadap kenaikan suhu pada penghantar dapat dinyatakan pada persamaan 2.4 berikut ini:[2]

2 . = n n I I T T (2.4) dimana : T= suhu baru (HK)

Tn= suhu pada keadaan normal (HK)

In= KHA pada keadaan normal (Amp)

Tabel 2.3 memperlihatkan KHA terus menerus yang diperbolehkan dan proteksi untuk kabel instalasi berisolasi dan berselubung PVC, serta kabel fleksibel dengan tegangan pengenal 230/400 (300) volt dan 300/500 (400) volt pada suhu keliling 30HC dan suhu penghantar maksimum 70HC.[8]

(10)

Tabel 2.3. KHA kabel dan gawai proteksi

Jenis Kabel Luas Penampang mm2

KHA terus menerus A KHA pengenal gawai proteksi A NYIF NYIFY NYPLYW NYM/NYM-O NYRAMZ NYRUZY NYRUZYr NYBUY NYLRZY, dan kabel fleksibel berisolasi PVC 1,5 2,5 4 6 10 16 25 35 50 70 95 120 150 185 240 300 400 500 18 26 34 44 61 82 108 135 168 207 250 292 335 382 453 504 -10 20 25 35 50 63 80 100 125 160 200 250 250 315 400 400 -2.2.3 Pemilihan Penghantar

Untuk menentukan jenis penghantar, harus ditentukan berdasarkan pertimbangan teknis yang meliputi tegangan nominalnya, konstruksi (luas penampang), dan KHA.

Konstruksi kabel juga dapat mempengaruhi tegangan nominal dan KHA kabel. Konstruksi atau luas penampang dari penghantar juga dapat ditentukan dengan melihat rapat arus nominal suatu penghantar. Pada dasarnya, penentuan rapat arus ini berhubungan dengan suhu maksimum penghantar yang akan ditimbulkan oleh aliran arus. Rapat arus ini dapat dinyatakan pada persamaan 2.5:[2]

A I

S = [ampere/mm2] (2.5)

dimana :

S= rapat arus (A/mm2)

A= luas penampang penghantar (mm2)

Rapat arus yang lebih tinggi akan menimbulkan suhu yang lebih tinggi pula, misal 2 buah penghantar yang terbuat dari bahan yang sama dialiri arus yang sama sebesar 3 A. Penghantar X memiliki luas penampang 1 , sedangkan penampng Y

(11)

memiliki luas penampang 0,5 . Maka rapat arus dari penampang Y akan 2 kali lebih besar dari rapat arus penampang X. Sudah jelas penampang Y akan lebih tinggi suhunya dari pada penampang X. Ilustrasinya dapat dilihat pada gambar 2.5 berikut:

Gambar 2.5 Gambaran rapat arus dua buah penghantar

Dari pernyataan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa rapat arus tidak hanya ditentukan oleh jenis penghantar kabel, tetapi juga oleh luas penghantar itu sendiri. Untuk menentukan besarnya penghantar yang dibutuhkan dengan menggunakan persamaan 2.6 hingga 2.8: [2]

cos 2 × × × × = Va I A l atau cos 73 , 1 × × × × = Va I

A l untuk fasa tiga (2.6)

Atau jika diketahui dayanya adalah sebagai berikut V Va P A × × × × = 2 l atau V Va P A × × ×

= l untuk fasa tiga (2.7)

Besarnya rugi tegangan dapat dihitung menggunakan persamaan berikut: Va= A I × × ×l 2 atau A I

Va=1,73×l× × xcosFuntuk fasa tiga (2.8) dimana :

Va = Rugi tegangan (V)

(12)

x = Daya hantar bahan (m/K .mm2), cu=56; al=35 l = Panjang penghantar (m)

Rumus 2.9 adalah rugi tegangan dalam persen. [2] % 100 x V Va a= (2.9) dimana :

a = Rugi tegangan dalam persen (%)

Besarnya rugi tegangan diatas diusahakan sekecil mungkin. Besarnya rugi tegangan yang diijinkan adalah:[2]

a. 0,5% untuk penghantar dari jala-jala ke metering (APP) b. 1,5% dari APP ke peralatan listrik/ beban.

c. 3,0% dari APP ke motor-motor listrik/ rangkaian daya.

Berdasarkan PUIL2000 sub bab 4.2.3.1 tentang susut tegangan, penurunan tegangan antara terminal konsumen dan sembarang titik instalasi tidak boleh melebihi 5% dari tegangan pengenal pada terminal konsumen bila semua penghantar dari instalasi dialiri arus. Untuk sirkit dengan panjang jalur tidak lebih dari 25 m, susut tegangan di sirkit akhir dapat diabaikan. Dan untuk sirkit dengan panjang lebih dari 25 m, susut tegangan di sirkit akhir harus ditentukan dengan menggunakan arus 50% dari nilai arus gawai proteksi yang dipasang.

2.3PENGAMAN

Pengaman adalah peralatan atau sistem yang bertujuan untuk melindungi manusia dan peralatan yang tersambung pada instalasi jika terjadi arus gangguan akibat dari keadaan yang tidak normal. Peralatan pengaman biasanya berupa gawai pengaman seperti CB (Circuit Breaker) dan fuse, sedangkan sistem keamanan berupa IP (International Protection).

2.3.1. International Protection (IP)

IP adalah sistem kode untuk menunjukan tingkat proteksi yang diberikan oleh pelindung (body) dari sentuh langsung ke bagian yang berbahaya, dari masuknya benda asing padat atau cair dan untuk memberikan informasi tambahan dalam hubungannya dengan proteksi tersebut.

(13)

Kode IP terdiri dari 2 digit yang harus digantikan dengan huruf X jika angka karakteristiknya tidak dipersyaratkan, dan 2 digit huruf sebagai tambahan (opsional) yang dapat dihilangkan tanpa penggantian. Tabel 2.4. berikut elemen kode IP.[8]

Tabel 2.4 Eleman kode IP Elemen

Angka atau huruf

Artinya untuk proteksi perlengkapan

Artinya untuk proteksi manusia

Kode huruf IP

Dari masuknya benda

asing padat Dari sentuh langsung ke bagian berbahaya dengan : Angka karakteristik pertama 0 1 2 3 4 5 6 (tanpa proteksi) diameter M50 mm diameter M12,5 mm diameter M2,5 mm diameter M1,0 mm debu kedap debu (tanpa proteksi)

belakang telapak tangan jari

perkakas kawat kawat kawat Dari masuknya air

dengan efek merusak Angka karakteristik kedua 0 1 2 3 4 5 6 7 8 (tanpa proteksi)

tetesan air secara vertikal tetesan air (miring 15º) semprotan dengan butir air halus

semprotan dengan butir air lebih besar

pancaran air

pancaran air yang kuat perendaman sementara perendaman kontinu

Dari sentuh langsung ke bagian berbahaya dengan : Huruf tambahan (opsi) A B C D

belakang telapak tangan jari perkakas kawat Informasi suplemen khusus untuk Huruf tambahan (opsi) H M S W

Aparat tegangan tinggi Gerakan selama uji air Stationer selama uji air Kondis cuaca

(14)

Dalam memasang kode IP, ada aturan tentang cara penyusunannya. PUIL 2000 memberikan aturan tentang cara penyusunan tersebut, berikut adalah contoh penyusunannya:

IP 2 3 C H

Huruf kode

(International Protection) Angka karakteristik pertama (angka 0 – 6, atau huruf X) Angka karakteristik kedua (angka 0 – 8, atau huruf X) Huruf tambahan (opsional) (Huruf A, B, C, D)

Huruf suplemen (opsional) (Huruf H, M, S, W)

Jika akan digunakan lebih dari satu huruf opsional, maka urutan yang digunakan harus berdasarkan urutan abjad. Contoh berikut dapat memberikan informasi yang lebih jelas tentang kode IP dan penyusunannya.

a. IP12C

Angka pertama (angka 1) : dipersyaratkan untuk proteksi dari masuknya benda asing padat dengan diameter M 50 mm dan proteksi manusia dari sentuh langsung dengan bagian belakang telapak tangan ke bagian berbahaya.

Angka kedua (angka 2) : dipersyaratkan untuk proteksi dari masuknya air dengan tetesan air (miring 15º).

Huruf C dipersyaratkan untuk proteksi manusia dari sentuh langsung dengan perkakas ke bagian berbahaya.

b. IP4X

Angka pertama (angka 4) : dipersyaratkan untuk proteksi dari masuknya benda asing padat dengan diameter M1,0 mm dan proteksi manusia dari sentuh langsung dengan kawat ke bagian berbahaya.

Angka kedua diganti dengan huruf X : tidak ada persyaratan untuk proteksi dari masuknya air.

(15)

2.3.2. Jenis-jenis Pengaman 2.3.2.1. Circuit Breaker (CB)

Circuit breaker sering kita jumpai, baik di rumah, di kantor ataupun di tempat-tempat lain yang menggunakan energi listrik. Circuit breaker ini menggunakan bahan bimetal. Bimetal ini digunakan untuk mendeteksi besar kecilnya arus yan mengalir. Pada pengaman yang berkapasitas besar, sering digunakan gas atau vacum, yang berfungsi untuk mengurangi ataupun menghilangkan timbulnya percikan api saat terjadi pemutusan dan penghubungan. Dibawah ini diterangkan beberapa jenis circuit breaker.

2.3.2.1.1. Miniature Circuit Breaker (MCB)

MCB berfungsi untuk mengamankan peralatan listrik dari beban lebih atau arus hubung singkat. Saat terjadi arus beban lebih atau hubung singkat, maka MCB akan memutuskan rangkaian dari sumber.

MCB digunakan untuk mengamankan beban lebih dan pembatas arus yang mengalir. Menggunakan bahan dwilogam sedangkan untuk mengamankan arus hubung-singkat adalah elektro magnet. MCB dibuat dengan kutub tunggal untuk pengaman fasa satu dan kutub banyak untuk pengaman fasa tiga. Jika tiga buah MCB fasa satu digunakan untuk mengamankan beban fasa tiga, maka tuas MCB harus disatukan (dikopel).

Gambar 2.6 (a) MCB jenis N.MCB 1 kutub, (b) MCB 2 kutub, (c) MCB 3 kutub, dan (d) MCB 4 kutub yang dilengkapi pemutusan untuk netral.

Berdasarkan pada penggunaan dan daerah kerjanya, MCB dapat digolongkan menjadi 5 jenis, yaitu :

a. Ciri Z (rating dan breaking capacity kecil), digunakan untuk pengamanan rangkaian semikonduktor dan trafo-trafo tegangan yang peka.

b. Ciri K (rating dan breaking capacity kecil), digunakan untuk pengamanan alat-alat rumah tangga (home-appliance).

(16)

c. Ciri G (rating besar) untuk pangaman motor.

d. Ciri L (rating besar) untuk pengaman kabel atau jaringan. e. Ciri H untuk pengaman instalasi penerangan bangunan. 2.3.2.1.2. Moulded Case Circuit Breaker (MCCB)

MCCB (Moulded Case Circuit Breaker) merupakan salah satu jenis alat pengaman jenis CB (Circuit Breaker), dimana MCCB ini dapat difungsikan sebagai pengaman terhadap arus hubung singkat dan pembatas terhadap arus beban lebih. Kelebihan dara MCCB ini adalah mempunyai rating arus yang relatif tinggi dibandingkan dengan MCB (Miniature Circuit Breaker)

2.3.2.1.3. Air Circuit Breaker (ACB)

ACB (Air Circuit Breaker) merupakan alat pengaman jenis CB (Circuit Breaker) dengan rating arus yang tinggi. ACB banyak dipakai pada panel distribusi utama LVMDP (Low Voltage Main Distribution Panel), yang membutuhkan tingkat pengamanan tinggi. Udara pada tekanan ruang atmosfer digunakan sebagai peredam bunga api yang akan timbul pada proses switching maupun gangguan. Pengoperasian dari mekanik ACB dapat dilakukan dengan selenoid, motor, atau pneumatik.

2.3.2.2. Sekering (Fuse)

Fuse adalah salah satu jenis pengaman yang berfungsi untuk mengamankan instalasi dari gangguan arus hubung singkat. Jika suatu fuse dilewati arus diatas arus kerja, maka pada waktu tertentu fuse tersebut akan melebur (putus).

Berdasarkan daerah pemakaian, fuse dibedakan menjadi tiga yaitu D (Diazed), DO (Neozed), dan HRC (High Repturing Capacity) atau disebut juga NH (Niede Hochlestuup). Jenis D dan DO merupakan fuse jenis ulir, sedangkan HRC merupakan fuse jenis plug in.

2.3.2.2.1. Fuse jenis ulir.

Fuse jenis ini terdiri dari beberapa elemen yang menyusunnya sehingga menjadi satu kesatuan seperti pada gambar 2.7 dibawah. Bagian dasar dan atas fuse terbuat dari logam karena bagian ini berfungsi sebagai penyalur arus.

(17)

(a) (b) (c) (c) (e)

Gambar 2.7 Konstruksi fuse Diazed (atas) dan Neozed (bawah)

Keterangan : (a), penutup fuse; (b), elemen lebur; (c), adaptor; (d), pelindung (cover); (e), dasar rumah fuse.

Ukuran adaptor juga disesuaikan dengan arus kerja fuse, sehingga untuk fuse dengan arus kerja yang lebih tinggi tidak bisa masuk ke dalam adaptor fuse yang mempunyai arus kerja lebih rendah. Fuse Neozed, konstruksinya sama dengan fuse Diazed, seperti ditunjukan pada gambar 2.3 diatas.

Untuk mengetahui arus kerja fuse dari jenis ulir ini, dapat dilihat pada warna penandaannya, baik pada fuse maupun pada adaptornya. Berikut pada tabel 2.5 penandaan warna dari fuse jenis ulir.[2]

Tabel 2.5 Penandaan warna pada adaptor dan fuse D dan DO Ukuran Fuse

Diazed

Arus kerja

(ampere) Tanda warna

Ukuran Fuse Neozed D II 2 4 6 10 16 20 25

Merah muda (Pink) Coklat Hijau Merah Abu-abu Biru Kuning D 01 D III 35 50 63 Hitam Putih Tembaga D 02 D IV 80 100 Perak Merah D 03

(18)

2.3.2.2.2. Fuse HRC (High Repturing Capacity) atau NH (Niede Hochlestuup)

Fuse HRC ini berfungsi sama seperti pengaman lainnya, yaitu untuk melindungi dari gangguan arus hubung singkat dengan memutuskan rangkaian dari sumber dengan cepat. Berikut ini pada tabel 2.6 tentang ukuran fuse HRC.[2]

Tabel 2.6 Ukuran fuse HRC

Ukuran Arus kerja

00 0 1 2 3 4a 6 sampai 160 6 sampai 160 35 sampai 350 80 sampai 400 315 sampai 630 500 sampai 1250 2.4PROTEKSI HUBUNG SINGKAT

Untuk menciptakan suatu sistem yang handal, maka perlu di lakukan perhitungan arus hubung singkat agar dapat ditentukan besarnya magnitude arus hubung singkat maksimum dan minimum yang akan timbul pada setiap titik dalam suatu sistem jika terjadi gangguan. Adapun tujuan dilakukannya perhitungan arus hubung singkat ini adalah :

a. Meng-koordinasikan operasi kerja dari perlatan proteksi dalam suatu sistem. b. Menentukan besar breaking capacity dari suatu peralatan pengaman (Circuit

Breaker (CB) atau Fuse).

2.4.1. Karakteristik Arus Hubung Singkat.

Arus hubung singkat hanya akan berkembang secara simetris pada zero line (sumbu 0) jika faktor daya mendekati satu atau jika daya di “On”kan selama zero crossing. Arus hubung singkat simetris merupakan superposisi dari komponen DC yang Decaying (berkarakteristik semakin menurun), karakteristik time constant ditentukan oleh perbandingan antara reaktansi induktif dengan reaktansi resistif. Gambar 2.8 dan 2.9 berikut, kurva karakteristik arus hubung singkat suatu generator.[1]

(19)

Gambar 2.8 Hubung singkat dekat dengan generator

Gambar 2.9 Hubung singkat jauh dengan generator

Jenis terjadinya hubung singkat ada beberapa macam, antara lain : a. Hubung singkat fasa tiga

b. Hubung singkat dua fasa

c. Hubung singkat satu fasa dengan netral d. Hubung singkat satu fasa dengan tanah 2.4.2. Perhitungan Arus Hubung Singkat.

Berdasarkan hokum ohm, arus hubung singkat dapat kita hitung dengan rumus 2.10:

2 2 . 3 . 3 R X U Z U ISC + = = (A) (2.10)

Jadi untuk menetukan arus hubung singkat ini dibutuhkan data atau nilai resistansi dan reaktansi dari masing-masing komponen mulai dari tempat terjadinya hubung singkat sampai ke peralatan pengaman. Gambar 2.10 berikut dapat kita jadikan acuan dalam perhitungannya:

(20)

dimana: Z1 = Impendansi transformator Z2 = Impendansi bus bar/rel Z3 = Impendansi penghantar Z4 = Impendansi fuse Z5 = Impendansi kontaktor Z6 = Impendansi penghantar A,B,C,D = Titik gangguan ZA = Z1

ZB = Z1+Z2 ZC = Z1+Z2+Z3

ZD = Z1+Z2+Z3+Z4+Z5

Gambar 2.10 Diagram rangkaian distribusi tegangan rendah.

Nilai impedansi dari tiap komponen rangkaian distribusi tegangan rendah ini tidak sama nilainya dan berbeda cara dalam menentukannya. Berikut cara menentukan nilai impedansi tiap komponen dari rangkaian distribusi tegangan rendah.

2.4.2.1. Transformator

Impedansi, resistansi dan reaktansi dari tansformator ini dapat kita tentukan dengan rumus 2.11 hingga 2.13: [3] eT eT Ke T S U U Z . 100 . 2 = (2.11) eT eT T S U U R . 100 . 2 Re = (2.12) 2 2 T T T Z R X = (2.13) dimana : ZT= impedansi transformator (A) RT= resistansi transformator (A) XT= reaktansi transformator (A) UeT = tegangan terminal (V)

UKe = jatuh tegangan hub. Singkat (%)

URe= jatuh tegangan resistansi (%)

(21)

Impedansi dari transformator ini biasanya sudah ditentukan oleh pabrik pembuatnya. Atau jika tidak terdapat data teknis tersebut, nilai impedansi suatu transformator diambil dari standart nasional maupun internasional yang telah ada. 2.4.2.2. Bus Bar/Rel

Besarnya reaktansi busbar sebesar 0,15mK /m.[1] Sedangkan untuk menentukan nilai resistansi dari bus bar ini, dapat kita gunakan rumus 2.14 berikut:

A l

R= × (2.14)

2.4.2.3. Kabel penghantar

Dalam menentukan nilai resistansi dari kabel penghantar ini, dapat kita gunakan juga persamaan (2.15). Nilai impedansi dari kabel penghantar biasanya ditentukan oleh pabrik pembuatnya, tetapi jika spesifikasinya tidak diketahui, maka tabel 2.7 berikut dapat kita gunakan.[7]

Tabel 2.7. Karakteristik kelistrikan kabel Kabel NYM,NYY (Cu)

Penampang (mm2) 1 kawat 2,3,4,5 kawat R (mA/m) X (mA/m) R (mA/m) X (mA/m) 2.5 4 6 10 7.120 4.450 2.967 1.780 0.114 0.107 0.100 0.094 7.280 4.560 3.030 1.810 0.104 0.100 0.094 0.088 16 25 35 50 1.112 0.712 0.508 0.356 0.090 0.086 0.083 0.083 1.150 0.727 0.524 0.387 0.083 0.080 0.077 0.077 70 95 120 150 0.254 0.187 0.148 0.118 0.082 0.082 0.080 0.080 0.268 0.193 0.153 0.134 0.074 0.074 0.072 0.072 185 240 300 0.096 0.074 0.059 0.080 0.079 0.079 0.099 0.075 0.060 0.072 0.072 0.072 2.4.2.4. Kontaktor

Sama seperti transformator dan kabel penghantar, nilai impedansi dari kontaktor ini biasanya telah ditentukan oleh pabrik pembuatnya. Tabel 2.8 berikut adalah contoh spesifikasi dari kontaktor.[9]

(22)

Tabel 2.8 Data kelistrikan kontaktor

Type of contactor LC1-D09 LC1-D12 LC1-D18 LC1-D25

Number of poles 3 3 or 4 3 3 or 4

Rated operating current (Ie) (Ue £ 440 V)

AC-3 9 12 18 25

AC-1 25 25 32 40

Rated operating voltage (Ue) Up to 690 690 690 690 Average impedance per pole

At Ith and 50 Hz mK 2.5 2.5 2.5 2

Power dissipation per pole for the above operating

currents

AC-3 0.20 0.36 0.8 1.25

AC-1 1.56 1.56 2.5 3.2

2.4.2.5. Thermal Overload Relays (TOR)

Nilai impedansi dari TOR ini sangat kecil sekali, ordenya dalam µA, sehingga impedansi dari TOR ini diaggap tidak ada atau bernilai nol.[6]

2.4.2.6. Pengaman Fuse

Nilai resistansi dari fuse dapat ditentukan dengan rumus 2.15: [2]

e d I P R= (A) (2.15) dimana :

R= nilai resistansi fuse (A) Pd= daya fuse (W)

Ie= arus nominal fuse (A)

Sedangkan nilai reaktansi fuse dapat di abaikan. 2.4.2.7. Pengaman CB

Nilai reaktansi dari CB bernilai 0,15mK , sedangkan nilai resistansi CB dapat di abaikan.[6]

2.5KOMPENSASI TENAGA LISTRIK

Kompensasi tenaga listrik ini dilakukan dengan cara menekan besarnya daya reaktif yang ditimbulkan oleh beban induktif. Kompensasi dilakukan dengan memasang kapasitor yang diparalel dengan beban induktif secara langsung atau dilakukan secara terpusat dengan bank kapasitor.

(23)

2.5.1. Daya Listrik

Didalam sistem ketenaga listrikan dikenal tiga jenis daya listrik, yang masing-masing daya ini saling berhubungan dan dipengaruhi oleh besarnya nilai factor daya (Cos 3). Sebuah sumber listrik arus bolak-balik (AC), mengeluarkan daya listrik dalam bentuk daya aktif dan daya reaktif. Daya reaktif ini hanya ada jika bebannya berupa beban induktif atau beban kapasitif. Ketiga bentuk daya tersebut adalah :

2.5.1.1. Daya aktif

Daya ini dinyatakan dengan simbol P dengan satuan Watt atau kW. Daya aktif ini diperlukan untuk diubah kedalam bentuk daya lain, misalnya: energi panas, cahaya, dan sebagainya. Besar dari daya aktif ini, dinyatakan dengan rumus 2.16 dan 2.17:

Cos I V P= . . (2.16) atau Cos I U P= 3. . . (2.17) dimana :

P= Daya nyata (Watt) U= Tegangan 3F(Volt) V= Tegangan 1F(Volt) cos 3= Faktor daya 2.5.1.2. Daya Reaktif

Daya reaktif dinyatakan dengan simbol Q dengan satuan VAR (Volt Ampere Reaktif) atau kVAR. Jenis daya ini diperlukan untuk keperluan pembentukan medan magnet pada peralatan yang bekerja dengan system electromagnet. Besar dari daya reaktif ini, dinyatakan dengan rumus 2.18 dan 2.19 :

Sin I V Q= . . (2.18) atau Sin I U Q= 3. . . (2.19) dimana :

Q = Daya reaktif (VAR)

(24)

2.5.1.3. Daya kompleks (Daya nyata)

Daya nyata adalah daya yang terbentuk dari daya aktif dan reaktif, daya ini dinyatakan dengan simbol S dengan satuan (Volt Ampere/VA). Daya nyata ini merupakan penjumlahan vektor dari daya aktif dan reaktif. Hubungan dari ketiga jenis daya ini dapat kita lihat pada segitiga daya berikut:

Persamaan 2.20 hingga 2.22. ini adalah untuk daya nyata: 2 2 Q P S = + (2.20) dimana S =V.I (2.21) atau S = 3.U.I (2.22) Gambar 2.11 Segitiga daya

2.5.2. Faktor daya (cos )

Faktor daya (Cos 3) merupakan sudut yang terbentuk antara daya nyata S dan daya aktif P. Hubungan antara kedua jenis daya dengan faktor daya ini, dapat ditentukan dari persamaan (2.16) dan (2.20). Kedua persamaan ini membentuk persamaan :

cos . S P= (2.23) Sehingga S P = cos (2.24)

Bila dilihat dari jenis bebannya, beban listrik itu terbagi kedalam tiga jenis kelompok beban yang berbeda, yaitu beban yang bersifat resistif, induktif dan kapasitif. Nilai dari faktor daya (cos 3) ini sangat ditentukan oleh jenis beban yang terpasang dalam instalasi.

Sebuah instalasi listrik akan optimal, baik dilihat dari segi teknis maupun dari segi akonomis jika instalasi yang terpasang tersebut memiliki faktor daya (cos 3) mendekati atau sama dengan satu.

2.6 SISTEM CATU DAYA CADANGAN

Dalam memenuhi kontinuitas pelayanan catu daya listrik, suatu bangunan komersial sangat diperlukan akan adanya catu daya cadangan. Fungsi dari sistem catu daya cadangan adalah untuk memback-up catu daya utama saat terjadi gangguan. Ada dua

F

P = Daya aktif (Watt)

S = Day a nyata (VA) Q = D ay a re ak tif (V A R )

(25)

tipe dasar dari catu daya cadangan jika dilihat dari kemampuannya mensuplai beban, yaitu:

2.6.1. Tiruan Sumber Daya Utama

Adalah catu daya pengganti yang mampu mensuplai tenaga listrik ke beban secara terus menerus dan penuh (seluruh beban). Sumber dari catu daya cadangan ini disuplai oleh transformator dan penyulang yang berbeda dengan sumber catu daya utama, saat terjadi gangguan pada catu daya utama maka trafo dari penyulang yang sama akan memback-up.

2.6.2. Emergency Stand-By Plant

Adalah catu daya pengganti yang mampu mensuplai tenaga listrik ke beban untuk sementara saja, dan hanya untuk beban-beban prioritas saja. Umumnya peralatan yang digunakan adalah generator set, penggerak yang sering digunakan meggunakan mesin diesel.

Gambar

Gambar 2.1. berikut merupakan blok diagram dan skema Sistem Tenaga Listrik
Gambar 2.2. Sistem distribusi radial
Gambar 2.3. Sistem distribusi loop
Gambar 2.4. Sistem distribusi spindel
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pemakaian bahan baku pada periode-periode yang lalu merupakan salah satu faktor yang perlu diperhatikan karena untuk keperluan proses produksi akan dipergunakan

10.2.2 Aspek Sosial pada Pelaksanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya Dalam pelaksanaan usaha dan kegiatan pembangunan di bidang Pekerjaan Umum adalah beberapa kegiatan

Rencana tersebut berisikan beberapa tujuan yang di tetapkan oleh Park Chung Hee dimulai pada awal tahun masa jabatannya, diantaranya seperti tujuan untuk

Dari hasil perhitungan diperoleh nilai koefisien determinasi (adjusted R 2 ) sebesar 0,341, hal ini berarti bahwa variabel independen dalam model (kapasitas sumber daya

[r]

(Upaya ibadah kepada Allah SWT dengan mengeluarkan hak yang wajib dan telah ditentukan oleh syara’ dari harta tertentu pada waktu yang telah ditentukan untuk

Oleh karena jadwal preventive maintenance yang dibuat adalah berdasarkan pada selang waktu penggantian komponen gabungan yang optimal dan dikerjakan di luar jam produksi