BAHASA ISYARAT DALAM PROGRAM BERITA TELEVISI DI
TVONE DAN TVRI
SKRIPSI
Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi Konsentrasi Jurnalistik Program Studi Ilmu Komunikasi
Disusun oleh :
NURKHIKMAH YULIASTUTI NIM. 6662130534
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
ABSTRAK
Nurkhikmah Yuliastuti. NIM. 6662130534. Skripsi. Translasi Bahasa Isyarat dalam Program Berita di TVONE dan TVRI. Pembimbing I: Puspita Asri Praceka, M.I.Kom. Pembimbing II: Ari Pandu Witantra, M.I.Kom
Informasi menjadi kebutuhan manusia dalam kehidupan sehari – hari, dengan
terpenuhinya informasi maka manusia akan lebih banyak menerima pengetahuan dan berita terbaru yang terjadi pada hari ini. Informasi saat ini bisa didapatkan dari berbagai media massa, baik media elektronik, cetak, maupun dalam jaringan (daring). Meskipun media massa disajikan dengan berbagai macam jenis, namun televisi masih menjadi medium nomor 1 di Indonesia yang dipilih masyarakat untuk mendapatkan informasi setiap harinya. Televisi merupakan media yang mempunyai peran besar dalam proses komunikasi dan penyampaian informasi/pesan. Setiap masyarakat Indonesia memiliki hak yang sama dalam menerima informasi, hiburan serta pengetahuan dari televisi. Mudah bagi khalayak dengan berpendengaran normal untuk dapat menerima pesan dari televisi, namun sulit bagi khalayak tunarungu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana kebijakan penggunaan translasi bahasa isyarat, untuk mengetahui proses pelaksanaan translasi bahasa isyarat serta untuk mengetahui bagaimana tanggapan khalayak. Peneliti menggunakan
metode penelitian kualitatif dengan paradigma postpositivisme. Perolehan data
penelitian ini berasal dari wawancara, observasi, studi pustaka dan dokumentasi. Hasil penelitian ini yaitu dalam kebijakan pelaksanaan, TVOne menggunakan translasi bahasa isyarat sesuai dengan arahan Komisi Penyiaran Indonesia sedangkan TVRI sesuai dengan perjanjian kontrak dengan Kemensos. Dalam proses pelaksanaan petugas translasi diantaranya interpreter, PIT dan tandem menjadi faktor penting dalam keberhasilan menyampaikan pesan kepada khalayak tunarungu.
ABSTRACT
Nurkhikmah Yuliastuti. NIM. 6662130534. Thesis. The Translation of Sign Language in News Program at TVONE and TVRI. Advisor I: Puspita Asri Praceka, M.I.Kom. Advisor II: Ari Pandu Witantra, M.I.Kom
Information came as human’s need in their daily life. By gaining the information,
human found out the knowledge and the newest news that were currently happening. Although mass media were presented in various sorts, but television still became the foremost media at Indonesia that was chosen by public to obtain information in everyday. Television was a media that played a great role in communication process and information/message delivery. Each of public owned the same right in receiving information, entertainment, and knowledge through television. It would be easy for the public with normal hearing ability to receive message through television, but it would be quite complicated for the deaf. This reserach was intended to see how the wisdom for sign language translation use was, to see the process of sign language
translation, and to see the public’s response. This study used a qualitative methods with the post positivism paradigm. Data collection techniques used researchers namely interviews, observation, literature study and documentation. The result inferred that in the wisdom for implementation, TVOne used sign language
translation as Indonesian Broadcasting Commision’s directive, while TVRI used sign language translation as contractual agreement with social ministry. In
implementation process, translation functionaries such as interpreter, interpreter’s
adviser, and communicator between both of them were the important factors for the success of message delivery to the deaf.
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat
dan hidayah-Nya Skripsi dengan judul “Translasi Bahasa Isyarat dalam Program
Berita di TVONE dan TVRI” dapat penulis selesaikan dengan baik, tanpa menemukan hambatan dan kesulitan yang berarti. Penulisan Skripsi ini diajukan
untuk memenuhi salah satu syarat untuk meraih gelar kesarjanaan strata (S1) pada
Program Studi Ilmu Komunikasi Konsentrasi Jurnalistik Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih
yang sebesar-besarnya atas bantuan, bimbingan serta dukungan yang telah penulis
terima selama penyusunan Skripsi ini kepada :
1. Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Ibu Dr. Rahmi Winangsih,
M.Si.
2. Sekretaris Prodi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Bapak Darwis Sagita, M.I.Kom.
3. Ketua penguji I, Ibu Rahmi Winangsih, M.Si
4. Ketua penguji II, Ibu Uliviana Restu, S.Sos, M.I.Kom
5. Ketua Penguji III, Ibu Puspita Asri Praceka, M.I.Kom
6. Dosen Pembimbing I, Ibu Puspita Asri Praceka, S.Sos. M.Ikom., yang dengan
penuh kesabaran menghadapi penulis, meluangkan waktu, memberikan
penjelasan mengenai hal – hal yang belum penulis pahami, memberikan
masukan serta arahan sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
penuh kesabaran menghadapi penulis, meluangkan waktu, memberikan
penjelasan mengenai hal – hal yang belum penulis pahami, memberikan
masukan serta arahan sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
8. Dosen pembimbing akademik, Bapak Muhammad Jaiz, M.Pd
9. Seluruh Dosen Prodi Ilmu Komunikasi yang memberikan ilmu selama
penulis berada di bangku perkuliahan
10.Seluruh Staff perpustakaan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang selama
ini telah banyak membantu peneliti
11.Bapak Muhammad Yusuf Produser Eksekutif Pemberitaan selaku informan
kunci dalam penelitian ini
12.Bang Rafli/Abdul Muiz Sutaji S.I.Kom Produser Kabar Pagi TVONE selaku
informan kunci dalam penelitian ini
13.Ibu Simping Purwanti, S.Pd dan Ibu Suminah sebagai Interpreter bahasa
isyarat program Indonesia Malam TVRI selaku informan kunci
14.Bang Frans Susanto Interpreter Bisindo Program Kabar Pagi TVONE selaku
informan kunci dalam penelitian ini
15.Bapak Langgeng Setiawan, A.KS Kepala Seksi Monitoring Evaluasi di
Kementerian Sosial Republik Indonesia selaku informan kunci
16.Ibu Dewi Setyarini, M.Si Komisioner KPI Pusat bidang pengawasan isi siaran
sebagai informan pendukung
18.Kedua orang tua penulis Neneng Astinah dan Syarief Muhammad Mabrur yang telah banyak mendo’akan dan memberikan semangat selama ini
19.Kakak penulis yang tersayang Iis Sofiana dan Yusuf serta Adik penulis
Muhammad Azizi Rido Setiawan yang selama ini memberikan semangat
serta dukungannya
20.Teman – Teman terbaik yang selalu memberikan semangat serta menghibur
dikala sedih dan lelah selama kuliah, Mike Amalia, Eliana Pratiwi, Resti
Nurfadhillah, Richa Rahayu, Siti Novit Wahdah, Agnes Tiurma, Pernita
Hestin, Tri Yulia Nengsih, Lestari Eflina, Nopita, Ida Afriyanti, Sardewe.
21.Keluarga KKM kelompok 36 yang telah memberikan banyak pelajaran hidup
serta menjadi bagian tak terlupakan bagi penulis, Teti Sukmawati, Maya Siti
Humaeroh, Fitri Chairunnisa, Siti Kurniasari, Luli Kholifah, Rochmat Fauza
R, Achmad Dicky S, Algi Firmansah, M. Fazri Aprilianto, serta seluruh
masyarakat Desa Gunungcupu Kampung Kadulomber.
22.Keluarga besar organisasi FISIP UNTIRTA (LPM ORANGE dan Fosmai)
yang telah memberikan banyak ilmu dan pelajaran untuk penulis
23.Teman – teman ilmu komunikasi angkatan 2013
24.Serta pihak – pihak yang tidak dapat penulis sebut namanya satu persatu yang
telah membantu penulis selama ini
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna,
maka segala kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan.
Semoga penelitian ini dapat berguna bagi kita semua.
Serang, 2017
4.3.1 Kebijakan Penggunaan Translasi Bahasa Isyarat …….…….. 60
4.3.2 Proses Pelaksanaan Translasi Bahasa Isyarat ………. 72
4.3.3 Tanggapan Khalayak tentang Penggunaan Translasi Bahasa Isyarat di Televisi ... 90
4.4 Pembahasan ... 94
4.4.1 Translasi bahasa isyarat dalam program berita di TVOne dan TVRI ... 94
BAB V PENUTUP 5.1 Simpulan ………...…………... 100
5.2 Saran ………...…………...…….. 101
5.2.1 Saran Praktis ………...……... 102
5.2.2 Saran Teoritis ………...………... 103
DAFTAR PUSTAKA ……….… 104
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 ... 28
Tabel 3.1 ... 36
Tabel 3.2 ... 36
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Informasi dan komunikasi merupakan hal yang penting bagi kehidupan
manusia. Informasi menjadi kebutuhan yang diperlukan manusia dalam kehidupan
sehari – hari, dengan terpenuhinya informasi maka manusia akan lebih banyak
menerima pengetahuan baru dalam hidupnya maupun mendapatkan berita terbaru
yang terjadi pada hari ini. Informasi, kini telah menjadi suatu kebutuhan dasar bagi
manusia. Informasi menjadi perangkat dasar yang digunakan seseorang untuk
mengetahui segala sesuatu dalam hal pengembangan potensi dirinya dalam segala
aspek kehidupan.1 Informasi saat ini bisa didapatkan dari berbagai media massa, baik
media elektronik, cetak, maupun dalam jaringan (daring). Meskipun media massa
disajikan dengan berbagai macam jenis, namun televisi masih menjadi medium
nomor 1 di Indonesia yang dipilih masyarakat untuk mendapatkan informasi sehari –
harinya. Dikutip dari www.nielsen.com sebuah lembaga penghitung rating televisi
pada pukul 08:34 WIB (14/03) :
“Konsumsi media di kota-kota baik di Jawa maupun Luar Jawa menunjukkan bahwa Televisi masih menjadi medium utama yang dikonsumsi masyarakat
Indonesia (95%), disusul oleh Internet (33%), Radio (20%), Suratkabar
(12%), Tabloid (6%) dan Majalah (5%).”2
Televisi merupakan media yang mempunyai peran besar dalam proses
penyampaian informasi/pesan serta melakukan komunikasi. Televisi berperan aktif
bagi kelangsungan serta perkembangan pengetahuan dan sikap masyarakat karena
menjadi sarana informasi, edukasi, hiburan, politik, kebudayaan dan lain sebagainya.
Mudahnya media televisi dalam menyampaikan sebuah informasi karena televisi
memiliki keunggulan dalam audio visual, sehingga tayangan yang disajikan akan jauh
lebih mudah dipahami dan mudah ditiru oleh penonton.
Setiap masyarakat Indonesia memiliki hak yang sama dalam menerima
informasi, hiburan serta pengetahuan. Namun bagaimana jika terdapat masyarakat
Indonesia yang tidak bisa menerima informasi dengan baik dari medium nomor 1 di
Indonesia. Sangat mudah bagi masyarakat dengan berpendengaran normal yang tidak
memiliki keterbatasan fisik untuk dapat menerima tayangan dari televisi, Namun
bagaimana dengan masyarakat yang memiliki keterbatasan fisik seperti penyandang
tunarungu. Tentu khalayak tunarungu sangat sulit untuk dapat menerima dan
memahami informasi yang disajikan dalam program televisi. Sudah disebutkan diatas
bahwa setiap masyarakat Indonesia memiliki hak yang sama untuk menerima
informasi tanpa terkecuali, seperti yang tertuang dalam Undang – Undang No.32
2
Tahun 2002 pasal 39 ayat (3) tentang penyiaran yang berbunyi : “Bahasa isyarat
dapat digunakan dalam mata acara tertentu untuk khalayak tuna rungu”
Bunyi pasal diatas menandakan bahwa bahasa isyarat atau SIBI (Sistem
Isyarat Bahasa Indonesia) yang merupakan bahasa legal keluaran pemerintah untuk
translasi program siaran di televisi bagi penyandang tuna rungu) dan Bisindo
seharusnya dapat digunakan dalam berbagai program di televisi yang tentunya
memiliki nilai informasi, edukasi maupun hiburan. Di Indonesia sendiri jumlah
penyandang tunarungu mencapai angka 400 ribu penduduk. Dikutip dari
www.kemsos.go.id pada pukul 09.33 WIB (10/04) :
“Menurut hasil Survey Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang dilaksanakan
Biro Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2012,jumlah penyandang disabilitas di Indonesia sebanyak 6.008.661 orang. Dari jumlah tersebut sekitar 472.855 orang penyandang disabilitas rungu wicara.”3
Tidak hanya dalam Undang – Undang No. 32 Tahun 2002 saja, namun
mengenai hak mendapatkan informasi bagi disabilitas kembali diuraikan dalam
Undang – Undang No. 8 Tahun 2016 pasal 24 diantaranya :
a. Memiliki kebebasan berekspresi dan berpendapat;
b. Mendapatkan informasi dan berkomunikasi melalui media yang mudah
diakses dan;
c. Menggunakan dan memperoleh fasilitas informasi dan komunikasi berupa
bahasa isyarat, braille dan komunikasi argumentatif dalam interaksi resmi.
Pasal diatas menjelaskan kaum disabilitas (termasuk tunarungu) mendapatkan
informasi dan berkomunikasi melalui media yang mudah diakses. Televisi dalam hal
ini merupakan media yang mudah diakses karena saat ini rata – rata masyarakat
Indonesia memiliki televisi di setiap rumahnya. Selain itu, dalam penggunaannya kita
tidak memerlukan biaya yang banyak untuk dapat menggunakan televisi. Berbeda
jika kita ingin mengakses informasi melalui media daring yang tentunya harus
memiliki gawai (termasuk didalamnya Komputer, Laptop, Handphone) ditambah
dengan harus tersedianya internet yang tentunya itu bukanlah hal yang murah untuk
dipakai sehari – hari, serta tidak semua golongan masyarakat dapat menggunakan
media daring untuk mengakses informasi sehari – hari.
Media televisi ada di setiap keluarga Indonesia, baik di desa maupun di kota.
Televisi merupakan salah satu media massa audio visual yang diasumsikan dapat
mempengaruhi pemirsa lewat tayangan acaranya. TV mampu menyampaikan pesan
yang seolah langsung antara komunikator (pembawa acara) dengan komunikan
(pemirsa). Tayangan acara televisi yang berulang – ulang dapat mempengaruhi
kehidupan masyarakat.4 Pasal lain mengenai komunikasi dan informasi Pasal 123
yaitu :
(1) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib menjamin akses atas informasi untuk
penyandang disabilitas;
(2) Akses atas informasi untuk penyandang disabilitas sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dalam bentuk audio visual.
Berbicara mengenai penyandang tunarungu yang juga memiliki hak yang
sama dengan masyarakat lainnya untuk bisa mendapatkan informasi dari televisi,
tentu sangat sulit untuk bisa diterima karena masih minimnya penyediaan translasi
dalam program siaran televisi. Translasi program siaran merupakan hal yang harus
tersedia dalam program televisi, karena dengan adanya translasi program siaran akan
memudahkan khalayak tunarungu dalam memahami informasi yang disampaikan
program di televisi.
Sampai pada tahun 2017 dari sejak puluhan tahun lalu berdirinya stasiun
televisi swasta nasional Indonesia, translasi program siaran belum banyak digunakan
pada program siaran di televisi. Data yang peneliti dapat sampai pada tahun 2014
terdapat 394 stasiun televisi di Indonesia, terdiri dari stasiun televisi lokal maupun
nasional. Dikutip dari selingan.klikbekasi.co sebuah portal berita daring pada pukul
16:28 WIB (01/04) :
“Menurut dewan pers yang pernah melakukan pendataan jumlah stasiun
televisi di Indonesia, jumlah stasiun televisi yang beroperasi sampai 2014 mencapai 394 stasiun televisi. Jumlah yang cukup banyak memang”5
5 Selingan Bekasi. Jumlah Stasiun Televisi Di Indonesia Capai 394.
Meskipun penggunaan translasi bahasa isyarat masih minim, namun sejak
agustus 2017 terjadi peningkatan penggunaan translasi bahasa isyarat. Dari
sebelumnya hanya TVRI yang secara konsisten menggunakan translasi bahasa
isyarat, lalu disusul oleh ANTV. Sejak Agustus 2017 stasiun televisi swasta sudah
mulai menggunakan translasi bahasa isyarat diantaranya Kompas TV, NET TV,
Metro TV,Trans7, RCTI, TV One. Berikut ini potongan gambar dari berita dalam
program Kabar Pagi yang diunggah TVONE dalam channel youtube pada Kamis, 05
Oktober 2017 :
Gambar 1.1
Potongan gambar dari video Program Acara Kabar Pagi TVONE
Sumber : Youtube6
Jika dilihat langkah tersebut merupakan langkah positif yang telah dilakukan
oleh media untuk kesejahteraan informasi tunarungu. Namun penggunaan translasi
bahasa isyarat yang hanya digunakan dalam program berita saja belum cukup bagi
khalayak tuna rungu, karena informasi yang dibutuhkan khalayak tunarungu tidak
hanya bersumber dari berita, tetapi lebih beragam dari itu. Informasi mengenai
budaya, kriminal, keagamaan, dokumenter sampai dengan acara hiburan juga menjadi
kebutuhan yang seharusnya dapat disaksikan setiap harinya.
Dalam hal ini stasiun televisi mempunyai peran besar dalam membantu
merealisasikan penggunaan translasi program siaran, karena pihak televisi sendiri
yang menggunakan translasi bahasa isyarat untuk setiap programnya. Sudah
seharusnya pihak televisi membantu khalayak tunarungu untuk dapat menyaksikan
dan menerima informasi, edukasi serta hiburan yang selama ini sulit untuk mereka
terima. Sebagai stasiun televisi yang menggunakan frekuensi publik, sudah
seharusnya stasiun televisi menyediakan segala kebutuhan (informasi, edukasi dan
hiburan) untuk khalayak dengan cara yang mudah untuk digunakan dan diterima.
Hal tersebut harus diteliti dengan alasan untuk mengetahui bagaimana
kebijakan media serta proses penggunaan translasi bahasa isyarat dalam program
siaran pada stasiun televisi nasional di Indonesia. Jika dilihat selama ini terdapat
beberapa keluhan dari beberapa pihak dari khalayak tunarungu yang menginginkan
tersedianya translasi program siaran pada stasiun televisi nasional guna memudahkan
penerimaan serta pemahaman dari tayangan televisi yang berisi mengenai informasi,
edukasi serta hiburan yang dibutuhkan. Dikutip dari m.jpnn.com pada pukul 10.23
“Dari Amerika, Surya yang juga seorang tunarungu mengaku kesal karena
anak – anak tuli di Indonesia tidak bisa menikmati menonton televisi dalam negeri
karena tidak ada subtitle atau akses bahasa isyarat”7
Peneliti berharap dengan adanya penelitian ini stasiun televisi dan beberapa
pihak yang mampu mengubah kebijakan mengenai penggunaan translasi bahasa
isyarat dalam program siaran televisi dapat segera merubah kebijakan tersebut
sehingga terealisasi translasi program siaran guna terpenuhinya hak informasi
penyandang tuna rungu.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan oleh peneliti, maka permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :
“Bagaimana translasi bahasa isyarat dalam program berita untuk khalayak tuna rungu di TVOne dan TVRI”
1.3 Identifikasi Masalah
1. Bagaimana kebijakan media dalam menggunakan translasi Bahasa isyarat
dalam program berita di TVOne dan TVRI?
2. Bagaimana proses pelaksanaan bahasa isyarat dalam program berita di
TVOne dan TVRI?
3. Bagaimana tanggapan khalayak tuna rungu tentang translasi bahasa isyarat
dalam program berita di TVOne dan TVRI?
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini untuk :
1. Bagaimana kebijakan media dalam menggunakan translasi bahasa isyarat
dalam program berita di TVOne dan TVRI?
2. Bagaimana proses pelaksanaan bahasa isyarat dalam program berita di
TVOne dan TVRI?
3. Bagaimana tanggapan khalayak tuna rungu tentang translasi bahasa isyarat
dalam program berita di TVOne dan TVRI?
1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat Teoritis
1. Bermanfaat sebagai referensi teoritis untuk perkembangan komunikasi
terutama dalam ranah komunikasi massa.
2. Bermanfaat sebagai rujukan penyelesaian masalah mengenai kelancaran
proses komunikasi massa khalayak tuna rungu guna memenuhi kebutuhan
informasi melalui televisi.
1.5.2Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan serta menjadi
isyarat dalam program berita guna terpenuhinya kebutuhan informasi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Komunikasi Massa
Komunikasi massa adalah bentuk komunikasi yang menggunakan saluran
(media) untuk menghubungan komunikator dengan komunikan secara massal,
berjumlah banyak, bertempat tinggal jauh, sangat heterogen dan menimbulkan efek –
efek tertentu.8 Pada dasarnya komunikasi massa adalah komunikasi melalui media
massa (media cetak dan elektronik). Sebab, awal perkembangannya saja, komunikasi
massa berasal dari pengembangan kata media of mass communication (media
komunikasi massa). media massa bentuknya antara lain media elektronik (televise,
radio) media cetak (surat kabar, majalah, tabloid) buku, dan film.9
Joseph A. DeVito merumuskan definisi komunikasi massa yang pada intinya
merupakan penjelasan tentang pengertian massa, serta tentang media yang
digunakannya. Ia mengemukakan definisinya dalam dua item, yakni “pertama,
komunikasi massa adalah komunikasi yang ditujukan kepada massa, kepada khalayak
yang luar biasa banyak. Kedua, komunikasi massa adalah komunikasi yang
disalurkan oleh pemancar – pemancar yang audio dan/visual.10
Menurut Wright (1956) Komunikasi massa didefinisikan dalam tiga ciri:11
a. Komunikasi massa diarahkan kepada audiens yang relatif besar, heterogen
dan anonim.
b. Pesan – pesan yang disebarkan secara umum, sering dijadualkan untuk
mencapai sebanyak mungkin anggota audiens secara serempak dan sifatnya
sementara.
c. Komunikator cenderung berada atau beroperasi dalam sebuah organisasi yang
komplek yang mungkin membutuhkan biaya yang besar.
Jika diterjemahkan secara bebas bisa berarti, “Pertama, komunikasi massa adalah
komunikasi yang ditujukan kepada massa, kepada khalayak yang luar biasa
banyaknya. Ini tidak berarti bahwa khalayak meliputi seluruh penduduk atau semua
orang yang membaca atau semua orang yang menonton televisi, agaknya ini tidak
berarti pula bahwa khalayak itu besar dan pada umumnya agak sukar untuk
didefinisikan. Kedua, komunikasi massa adalah komunikasi yang disalurkan oleh
pemancar – pemancar yang audio dan atau visual. Komunikasi massa barangkali akan
lebih mudah dan lebih logis bila didefinisikan menurut bentuknya (televisi,
radio,surat kabar, majalah, film, buku dan pita).12
2.1.1 Karakteristik Komunikasi Massa
Komunikasi massa berbeda dengan komunikasi lainnya, seperti komunikasi
antarpersona dan komunikasi kelompok. Perbedaan itu meliputi komponen –
komponen yang terlibat di dalamnya, juga proses berlangsungnya komunikasi
tersebut. Namun, agar karakteristik komunikasi massa itu tampak jelas, maka
pembahasannya perlu dibandingkan dengan komunikasi antarpersona. Karakteristik
komunikasi massa adalah sebagai berikut:13
a. Komunikator terlembagakan
Dengan mengingat kembali pendapat Wright, bahwa komunikasi massa itu
melibatkan lembaga, dan komunikatornya bergerak dalam organisasi yang
kompleks. Apabila media komunikasi yang digunakan adalah televisi, tentu
akan banyak lagi melibatkan orang, seperti juru kamera (lebih dari satu), juru
lampu, pengarah acara, bagian make up, floor manager, dan lain – lain. Selain
itu, peralatan yang digunakan lebih banyak serta dana ang diperlukan lebih
besar.
b. Pesan bersifat umum
Komunikasi massa itu bersifat terbuka, artinya komunikasi massa itu
ditujukan untuk semua orang dan tidak ditujukan untuk sekelompok orang
tertentu. Oleh karenanya, pesan komunikasi massa bersifat umum.
c. Komunikannya anonim dan heterogen
Dalam komunikasi massa, komunikator tidak mengenal komunikan (anonim),
karena komunikatornya menggunakan media dan tidak bertatap muka. Di
samping anonim, komunikan komunikasi massa adalah heterogen, karena
terdiri dari berbagai lapisan masyarakat yang berbeda, yang dapat
dikelompokkan berdasarkan faktor: usia, jenis kelamin, pendidikan,
pekerjaan, latar belakang budaya, agama dan tingkat ekonomi.
d. Media massa menimbulkan keserempakan
Kelebihan komunikasi massa dibandingkan dengan komunikasi lainnya,
adalah jumlah sasaran khalayak atau komunikan yang dicapainya relatif
banyak dan tidak terbatas. Bahkan lebih dari itu, komunikan yang banyak
tersebut secara serempak pada waktu yang bersamaan memperoleh pesan
yang sama pula.
e. Komunikasi mengutamakan isi ketimbang hubungan
Setiap komunikasi melibatkan unsur isi dan unsur hubungan sekaligus. Dalam
tertentu dan disesuaikan dengan karakteristik media massa yang akan
digunakan.
f. Komunikasi massa bersifat satu arah
Karena melalui media massa maka komunikator dan komunikannya tidak
dapat melakukan kontak langsung. Komunikator aktif menyampaikan pesan,
komunikan pun aktif menerima pesan, namun diantara keduanya tidak dapat
melakukan dialog sebagaimana halnya terjadi dalam komunikasi
antarpersona.
g. Stimulasi alat indra “Terbatas”
Dalam komunikasi massa, stimulasi alat indra bergantung pada jenis media
massa. Pada surat kabar dan majalah, pembaca hanya melihat pada radio
siaran dan rekaman auditif, khalayak hanya mendengar, sedangkan pada
media televisi dan film, kita menggunakan indra penglihatan dan
pendengaran.
h. Umpan balik tertunda (Delayed)
Efektifitas komunikasi seringkali dapat dilihat dari feedback yang
disampaikan oleh komunikan.
2.2 Televisi
Televisi, merupakan perkembangan medium berikutnya setelah radio yang
teknologi pertelevisian tersebut adalah Paul Nipkow dari jerman yang dilakukannya
pada tahun 1884. Ia menemukan sebuah alat yang kemudian disebut sebagai Jantra
Nipkow atau Nipkow Sheibe. Penemuannya tersebut melahirkan electrische atau
televisi elektris.14
Televisi sebagai salah satu media komunikasi massa yang bisa dilihat dan
didengar, memang memiliki keistimewaan tersendiri. Tayangan TV mudah diingat.
Pemirsa TV juga tidak dibatasi pada golongan tertentu. Siapa saja bisa menikmatinya,
tanpa ada batas jenis kelamin, usia maupun status sosial ekonominya. Cakupan
tayangan televisi jauh lebih luas diabndingkan dengan media lain. Dalam hal ini,
tayangan televisi harus dilihat secara kritis.15
Televisi merupakan suatu media yang dapat digunakan sebagai sarana
terhadap terbentuknya ruang publik, dengan adanya televisi masyarakat tentunya
dapat menyalurkan aspirasi, gagasan, dan argumen-argumen mereka terhadap hal-hal
politik ataupun isu-isu lainnya.16 Televisi adalah salah satu media hiburan dan
informasi yang berkembang pesat di Indonesia dan di dunia. TV menyuguhkan
visualisasi yang tidak dapat diberikan media massa lain seperti radio dan surat kabar.
Kelebihan ini menyebabkan perkembangan industri media televisi menjadi demand
bagi masyarakat pemirsa. Televisi merupakan salah satu media massa yang
mempunyai jangkauan komunikasi yang spektakuler dalm sepuluh tahun terakhir ini,
karena kekuatannya bukan hanya menyajikan acara dalam bentuk suara dan gambar,
tetapi juga telah melahirkan konsep – konsep tayangan jurnalisme investigasi dalam
setiap pemberitaan atau reportasenya. Media televisi mampu menjadi alat untuk
menyelidiki berbagai kasus yang sedang terjadi di masyarakat.17
2.2.1 Karakteristik Televisi
Karakteristik media televisi adalah sebagai berikut:18
a. Media pandang dengar (audio-visual)
Televisi adalah media pandang sekaligus media dengar. Televisi berbeda
dengan media cetak, yang lebih merupakan media pandang. Televisi juga
berbeda dengan radio, yang merupakan media dengar. Orang memandang
gambar yang ditayangkan di televisi, sekaligus mendengar atau mencerna
narasi atau naskah dari gambar tersebut.
b. Mengutamakan gambar
Kekuatan televisi terletak lebih pada gambar. Gambar dalam hal ini gambar
hidup membuat televisi lebih menarik disbanding media cetak. Narasi atau
naskah bersifat mendukung gambar.
c. Mengutamakan kecepatan
Jika deadline media cetak 1x 24 jam, deadline atau tenggat televisi bisa
disebut setiap detik. Televisi mengutamakan kecepatan. Kecepatan bahkan
menjadi salah satu unsur yang menjadikan berita televisi bernilai. Berita
17 Wawan Kuswandi, Op.cit.,2008
paling menarik atau menonjol dalam rentang waktu tertentu, pasti akan
ditayangkan paling cepat atau paling awal oleh televisi.
d. Bersifat sekilas
Jika media cetak mengutamakan dimensi ruang, televisi menguatamakan
dimensi waktu atau durasi. Berita televisi bersifat sekilas, tidak mendalam,
dan dengan durasi tayang terbatas.
e. Bersifat satu arah
Televisi bersifat satu arah, dalam arti pemirsa tidak bisa pada saat itu juga
memberi respons balik terhadap berita televisi yang ditayangkan, kecuali pada
beberapa program interaktif. Pemirsa hanya punya satu kesempatan untuk
memahami berita televisi. Pemirsa tidak bisa, misalnya meminta presenter
membacakan ulang kembali berita televisi karena pemirsa tersebut belum
memahami atau ingin lebih memahami berita tersebut.
f. Daya jangkau luas
Televisi memiliki daya jangkau luas. Ini berarti televisi menjangkau segala
lapisan masyarakat, dengan berbagai latar belakang sosial ekonomi. Orang
buta huruf tidak mungkin bisa membaca berita media cetak, tetapi ia bisa
menonton berita televisi. Siaran atau berita televisi harus dapat menjangkau
2.3 Kebijakan Penggunaan Translasi Bahasa Isyarat
Kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan
rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan.19 Kebijakan dalam hal ini adalah
keputusan dari stasiun televisi yang menggunakan SIBI dan Bisindo sebagai upaya
untuk mentranslasikan materi berita televisi yang disampaikan oleh
interpreter/penerjemah kepada khalayak tunarungu. kebijakan penggunaan translasi
bahasa isyarat sangat penting mengingat Undang – Undang yang telah peneliti
jabarkan diatas yang mengatur tentang akses informasi yang perlu khalayak
tunarungu dapatkan.
2.4 Proses Pelaksanaan Translasi Bahasa Isyarat
Proses adalah rangkaian tindakan, pembuatan atau pengolahan yang
menghasilkan suatu produk.20 Proses pelaksanaan translasi bahasa isyarat merupakan
kegiatan menterjemahkan materi berita di studio, dimana dalam hal ini petugas
didalamnya adalah interpreter (peraga bahasa isyarat), Penasehat Interpreter (PIT),
serta tandem.
2.5 Khalayak
Khalayak biasa disebut dengan istilah penerima, sasaran, pembaca,
pendengar, pemirsa, audience, decoder atau komunikan. Khalayak adalah salah satu
aktor dari proses komunikasi. Karena itu unsur khalayak tidak boleh diabaikan, sebab
berhasil tidaknya suatu proses komunikasi sangat ditentukan oleh khalayak. Khalayak
dalam studi komunikasi bisa berupa individu, kelompok dan masyarakat. Menjadi
tugas seorang komunikator untuk mengetahui siapa yang akan menjadi khaayaknya
sebelum proses komunikasi berlangsung.21 Berkaitan dengan komunikasi, dalam
proses komunikasi juga ada prinsip “kenali khalayakmu, agar komunikasi berhasil”.
Artinya berhasil tidaknya pesan dipahami dalam proses komunikasi tergantung
bagaimana komunikator memahami komunikan. Dalam komunikasi juga ada prinsip
yang tak kalah pentingnya, begini; jika ada dua orang yang berbeda pendidikan maka
seseorang yang berpendidikan tinggi harus menyesuaikan kemampuan yang
berpendidikan rendah. Jika dibalik, maka tidak ada terjadi proses komunikasi
efektif.22
2.6 Translasi Bahasa Isyarat
Translasi bahasa isyarat merupakan terjemahan dari program acara di televisi
ke bahasa isyarat yang digunakanan oleh penyandang tunarungu untuk menerima dan
memahami isi dari siaran yang ditampilkan. Bahasa isyarat merupakan salah satu
bagian dari jenis komunikasi yaitu komunikasi non verbal.
Secara sederhana, pesan nonverbal adalah semua isyarat yang bukan kata –
kata. Menurut Larry A. Samovar dan Richard E. Porter, komunikasi nonverbal
mencakup semua rangsangan (kecuali rangsangan verbal) dalam suatu setting
komunikasi, yang dihasilkan oleh individu dan penggunaan lingkungan oleh individu,
yang mempunyai nilai pesan potensial bagi pengirim atau penerima; jadi definisi ini
mencakup perilaku yang disengaja juga tidak disengaja sebagai bagian dari peristiwa
komunikasi secara secara keseluruhan.23 Stasiun televisi saat ini menggunakan Sistem
Isyarat Bahasa Indonesia (SIBI) sebagai translasi program siarannya, SIBI merupakan
bahasa isyarat resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk digunakan penyandang
tuna rungu dalam melakukan komunikasi.
Kita dapat mengklasifikasikan pesan – pesan nonverbal ini dengan berbagai
cara. Jurgen Ruesch mengklasifikasikan isyarat nonverbal menjadi tiga bagian.
Pertama, bahasa tanda (sign language) acungan jempol untuk numpang mobil secara
gratis; bahasa isyarat tuna rungu; kedua, bahasa tindakan (action language) semua
gerakan tubuh yang tidak digunakan secara eksklusif untuk memberikan sinyal,
misalnya berjalan dan ketiga, bahasa objek (object language) pertunjukan benda,
pakaian, dan lambang nonverbal bersifat publik lainnya seperti ukuran ruangan,
bendera, gambar (lukisan), musik (misalnya marching band).24
Perkembangan penting komunikasi dalam era ini adalah digunakannya bahasa
tanda dan isyarat sebagai alat komunikasi. Munculnya tanda dan isyarat sebagai alat
komunikasi berasal dari penyempurnaan penggunaan suara (geraman, tangisan, dan
jeritan) sebagai alat komunikasi pada generasi sebelumnya. Penggunaan tanda dan
23 Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi suatu pengantar, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2002, hal 308
isyarat itu tidak berarti bahwa manusia pada zaman tersebut tidak dapat
berkomunikasi. Gerak isyarat dan tanda itu dalam komunikasi dikenal dengan
komunikasi nonverbal. Hal itu tetap bisa dikatakan berkomunikasi meskipun dengan
dengan “bahasa” dan kemampuannya sendiri. Ringkasnya, mereka mengadakan
komunikasi dengan sederhana sekali. System tanda dengan menggunakan tangan dan
jari – jari seperti yang biasa digunakan oleh orang tuli ketika berbicara-cukup sebagai
pengganti bahasa percakapan. Jadi, sistem tanda dan sinyal terbatas pada isyarat dan
tanda seperti yang bisa dilihat pada orang tuli.25
2.6.1 Sistem Isyarat Bahasa Indonesia (SIBI)
Sistem isyarat Bahasa Indonesia (SIBI) yang dibakukan itu merupakan salah
satu media yang membantu komunikasi sesama kaum tunarungu di dalam masyarakat
yang lebih luas. Wujudnya adalah tatanan yang sistematis tentang seperangkat isyarat
jari, tangan, dan berbagai gerak yang melambangkan kosa kata bahasa Indonesia.
Isyarat pokok ialah isyarat yang melambangkan sebuah kata atau konsep. Isyarat ini
bentuk dengan pelbagai macam penampil, tempat, arah dan frekuensi sebagaimana
telah diuraikan diatas.26 Singkatnya, SIBI merupakan bahasa isyarat legal yang
dikeluarkan oleh pemerintah serta dibuat oleh orang mendengar (hearing people),
SIBI biasanya digunakan untuk kegiatan belajar mengajar di pendidikan formal
seperti Sekolah khusus/SLB.
2.6.2 Bahasa Isyarat Indonesia (Bisindo)
Bahasa isyarat Indonesia atau yang biasa dikenal Bisindo adalah bahasa yang
menggunakan gerakan 2 tangan dan ekspresi wajah yang mencakup kata – kata
sederhana yang kosa katanya lebih terbatas dari pada Komtal SIBI. Bisindo ini
berawal dari bahasa ibu penyandang tunarungu, yang kemudian digunakan dalam
berkomunikasi secara umum27
2.7 Program Siaran
Program siaran televisi di Indonesia pada umumnya diproduksi oleh stasiun
televisi yang bersangkutan. Di Indonesia kecenderungan televisi swasta sudah mulai
mengarah kepada sistem di Amerika. Ini dimulai dari garapan – garapan sinetron,
kuis dan beberapa acara hiburan lainnya. Berbeda dengan TVRI. Stasiun televisi
milik pemerintah tersebut memang memiliki latar belakang sejarah yang spesifik.
jenis program siaran tersebut bukanlah sesuatu yang mutlak harus ada semuanya.
Acara – acara tersebut sangat bergantung dari kepentingan masing – masing stasiun
penyiaran televisi yang bersangkutan. Pada umumnya memang sebagian besar adalah
acara – acara yang disiarkan oleh stasiun penyiaran televisi.28 Program siaran televisi
dapat didefenisikan sebagai satu bagian atau segmen dari isi siaran radio atau televisi
secara keseluruhan. Sehingga memberikan pengertian bahwa, dalam siaran
keseluruhan terdapat beberapa program yang diudarakan. Atau dapat dikatakan
27 Jurnal Penelitian oleh ko Wicaksono, Diyah Fatmawati, Quwwatun Azimah
28
bahwa, siaran keseluruhan satu stasiun penyiaran tersusun dari beberapa program
siaran29
Pengertian program televisi yaitu kata “program” itu sendiri berasal dari
bahasa inggris proggramme atau program yang berarti acara atau rencana. Undang –
undang penyiaran Indonesia tidak menggunakan kata program untuk acara, tetapi
menggunakan istilah “siaran” yang didefinisikan sebagai pesan yang disajikan dalam
berbagai bentuk. Namun kata “program” lebih sering digunakan dalam dunia
penyiaran di Indonesia dari pada kata “siaran” untuk mengacu kepada pengertian
acara. Program adalah segala hal yang ditampilkan stasiun penyiaran untuk
memenuhi kebutuhan audiencenya.30
2.8 Kerangka Berfikir
Dalam penelitian ini peneliti ingin menjelaskan bagaimana kebijakan
penggunaan translasi bahasa isyarat, menjelaskan bagaimana proses penggunaan
translasi bahasa isyarat dalam program acara di televisi dan tanggapan khalayak
tunarungu dengan adanya penggunaan translasi bahasa isyarat dalam program
televisi.
Gambar 2.1 Kerangka Berfikir
2.9 Penelitian Terdahulu
Penelitian pertama oleh Hafidza Rizqa Febrina dari Universitas Islam Negeri
Sunan Kalijaga yang berjudul “PENGGUNAAN BAHASA ISYARAT SEBAGAI
KOMUNIKASI (Studi Efektifitas Komunikasi Non Verbal dan Non Vokal Pada
Siaran Berita TVRI Nasional Terhadap Penyandang Tunarungu SLB PGRI Minggir,
Sleman, Yogyakarta)” bertujuan untuk mengetahui efektifitas penggunaan bahasa
Undang – Undang No.32
Translasi Bahasa Isyarat dalam Program Siaran Televisi di Indonesia Televisi
isyarat sebagai komunikasi dalam siaran berita di TVRI pada penyandang tunarungu
di SLB PGRI Minggir, Sleman, Yogyakarta.
Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu “Seberapa efektifkah
penggunaan bahasa isyarat sebagai komunikasi non verbal dan non vokal dalam
siaran berita di TVRI efektif jika diukur dengan menggunakan Direct Rating Method
(DRM)?”.
Hasil penelitian tersebut adalah penggunaan bahasa isyarat sebagai
komunikasi memiliki hasil yang efektif dengan hasil skor total 75,95 dimana hasil
tersebut berada pada rentang nilai efektif. Hasil tersebut membuktikan bahwa
hipotesis dari penelitian ini yaitu Ha atau hipotesis kerja diterima.
Penelitian kedua oleh Nurul Maulia dari Universitas Islam Negeri Walisongo
yang berjudul “PENGARUH PENGGUNAAN SISTEM ISYARAT BAHASA
INDONESIA PADA SIARAN BERITA INDONESIA MALAM DI TVRI
TERHADAP PEMAHAMAN INFORMASI SISWA PENYANDANG
TUNARUNGU (Studi Pada Siswa SMPLB dan SMALB Penyandang Tunarungu di
SLB-PKK Provinsi Lampung) bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan
Sistem Isyarat Bahasa Indonesia pada siaran berita Indonesia Malam di TVRI
terhadap pemahaman informasi siswa SMPLB dan SMALB penyandang tunarungu di
SLB-PKK Provinsi Lampung.
Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu “Bagaimana pengaruh
TVRI terhadap pemahaman informasi siswa SMPLB dan SMALB penyandang
tunarungu di SLB-PKK Provinsi Lampung?”
Hasil penelitian tersebut adalah terdapat pengaruh yang positif dan kuat antara
penggunaan Bahasa Isyarat Bahasa Indonesia (SIBI) terhadap pemahaman informasi
penyandang tunarungu, serta penggunaan Sistem Isyarat Bahasa Indonesia (SIBI)
sesuai dengan gerakan yang mereka ketahui sehingga dapat membantu mereka dalam
mendapatkan informasi berita dengan adanya bantuan dari Sistem Isyarat Bahasa
Indonesia (SIBI).
Penelitian terakhir yaitu oleh Dina Febriyana dari Universitas Mulawarman
yang berjudul “PROSES PRODUKSI PROGRAM TALKSHOW “REDAKSI 8”
PADA TELEVISI LOKAL TEPIAN TV SAMARINDA” bertujuan untuk memahami
proses produksi program talk show“Redaksi 8” pada televisi lokal tepian TV
Samarinda, serta mengetahui faktor pendukung dan faktor penghambat proses
produksi program talk show “Redaksi 8” pada televisi lokal tepian Samarinda TV.
Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif deskriptif. Rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana proses produksi program talk show
“Redaksi 8” pada televisi lokal tepian TV Samarinda serta faktor apa saja yang
menjadi pendukung dan penghambat dalam proses produksi tersebut?”. Hasil dari
penelitian tersebut adalah bahwa proses produksi program talk show “Redaksi 8”
memilliki beberapa tahapan yang telah sesuai dengan SOP proses produksi program
Tabel 2.2
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, metode penelititian kualitatif
adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang
alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai
instrument kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara trianggulasi (gabungan),
analisis data bersifat induktif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna
dari pada generalisasi.31 Metode kualitatif digunakan untuk mendapatkan data yang
mendalam, suatu data yang mengandung makna. Makna adalah data yang sebenarnya,
data yang pasti yang merupakan suatu nilai di balik data yang tampak. Oleh karena
itu dalam penelitian kualitatif tidak menekankan pada makna. Generalisasi dalam
penelitian kualitatif dinamakan transferability, artinya hasil penelitian tersebut
memiliki karakteristik yang tidak jauh berbeda.32 Bogdan dan Taylor (1975:5)
mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan
data deskriptif berupa kata – kata tertulis atau lisan dari orang – orang dan perilaku
yang dapat diamati.33
Peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif karena pertanyaan/
rumusan masalah dalam penelitian ini membutuhkan metode kualitatif. Dimana
peneliti akan menjelaskan bagaimana proses pelaksanaan translasi bahasa isyarat di
televisi serta bagaimana kebijakan tersebut dilaksanakan. Tentunya hal tersebut perlu
penguraian, penjelasan melalui metode kualitatif dan hasil penelitian ini tidak bisa
ditafsirkan melalui angka – angka (kuantitatif).
Disamping itu penelitian ini bersifat deskriptif, tipe penelitian ini didasarkan
pada pertanyaan dasar yang kedua, yaitu bagaimana. Kita tidak puas bila hanya
mengetahui apa masalahnya secara eksploratif, tetapi ingin mengetahui juga
bagaimana peristiwa tersebut terjadi. Dengan demikian, temuan – temuan dari
penelitian deskriptif lebih luas dan lebih terperinci dari pada penelitian eksploratif.
Dikatakan lebih luas karena kita meneliti tidak hanya masalahnya sendiri, tetapi juga
variabel – variabel lain yang berhubungan dengan masalah itu. Lebih terperinci
karena variabel – variabel tersebut diuraikan atas faktor – faktornya.34
3.2 Paradigma Penelitian
Penelitian ini menggunakan paradigma Postpositivisme. Post positivism
merupakan aliran yang ingin memperbaiki kelemahan positivisme yang hanya
mengandalkan kemampuan pengamatan langsung terhadap objek yang diteliti.
Dengan menggunakan paradigma postpositivisme, peneliti ingin mendeskripsikan
mengenai kebijakan media dalam menggunakan translasi bahasa isyarat serta
menjelaskan proses pelaksanaannya. Sehingga penelitian ini dapat menggambarkan
secara jelas bagaimana televisi dalam memutuskan menggunakan translasi bahasa
isyarat, proses pelaksanaannya serta menjelaskan tanggapan khalayak tunarungu
terhadap penggunaan translasi bahasa isyarat pada program di televisi. Dalam
metodologi penelitian, paradigma merujuk pada seperangkat pranata kepercayaan
bersama metode – metode yang menyertainya. Selain berperan sebagai rujukan dan
sudut pandang, paradigma juga berperan sebagai pembatas ruang dan gerak peneliti.
3.3 Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti memberikan batasan agar tidak terjadi salah
tafsir terhadap penelitian ini. Adapun batasan masalah dalam penelitian ini yaitu :
1. Peneliti menggali informasi dari pihak televisi untuk mencari informasi
bagaimana kebijakan dan proses pelaksanaan translasi bahasa isyarat
2. Peneliti menggali informasi mengenai tanggapan khalayak terhadap
penggunaan bahasa isyarat dalam program acara di televisi
3.4 Lokasi Penelitian
Dalam hal ini peneliti tidak hanya melakukan penelitian di satu tempat,
melainkan di berbagai tempat yang dapat memberikan informasi yang jelas dan
mendalam mengenai permasalahan yang sedang diteliti. Peneliti akan melakukan
penelitian di stasiun televisi yang telah menggunakan translasi bahasa isyarat dalam
program siarannya, tentunya televisi yang akan dipilih adalah stasiun televisi yang
Penelitian ini dilakukan di Kantor TVRI Pusat yang beralamat di Jl. Gerbang
Pemuda, Senayan, Jakarta Pusat Daerah Khusus Ibukota Jakarta dan di Kantor Pusat
TVOne Jl. Rawa Terate II No. 2 Kawasan Industri Pulogadung Jakarta dengan
pertimbangan sebagai berikut :
a. Peneliti ingin mengetahui bagaimana proses pelaksanaan kegiatan
translasi program siaran di televisi yang dilaksanakan oleh petugas
translasi
b. Untuk mencari dokumen atau data yang dapat menunjang kelancaran
proses penelitian yang berkaitan dengan translasi program siaran televisi.
3.5 Instrumen Penelitian
Irawan (2006:15) menjelaskan bahwa satu – satunya instrumen penting dalam
penelitian kualitatif adalah peneliti itu sendiri. Peneliti mungkin menggunakan alat –
alat bantu untuk mengumpulkan data seperti tape recorder, video kaset, atau kamera.
Tetapi alat – alat ini benar – benar tergantung pada peneliti untuk menggunakannya.
Peneliti sebagaimana instrument ini (disebut “participant-observer”) disamping
memiliki kelebihan – kelebihan, juga mengandung beberapa kelemahan.35
Instrumen dalam penelitian ini adalah Peneliti sendiri. Dalam penelitian oleh
karena itu peneliti sebagai instrument juga harus “divalidasi” seberapa jauh peneliti
kualitatif siap melakukan penelitian yang selanjutnya terjun ke lapangan. Dengan
demikian dengan penelitian kualitatif ini belum dapat dikembangkan instrumen
penelitian sebelum masalah yang diteliti jelas sama sekali. Jadi dalam kualitatif,
peneliti sebagai instrumen kunci.
Dalam penelitian ini jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dan data
sekunder. Data primer yaitu data utama yang akan peneliti kumpulkan seperti hasil
dari wawancara yang telah peneliti lakukan. Sedangkan data sekunder yaitu data
seperti dokumen dari televisi untuk menunjang penelitian dan foto.
3.6 Informan Penelitian
Penelitian ini menggunakan purposive sampling dalam penelitian
informannya (sampel bertujuan). Dengan purposive sampling, peneliti akan
mendapatkan informasi yang jelas dan mendalam karena informannya berada di
lingkungan penelitian (dalam hal ini berada dalam produksi program televisi). Dalam
penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa informan yang terdiri dari pihak
televisi yang mengetahui kebijakan mengenai penggunaan translasi bahasa isyarat
(televisi yang menggunakan translasi bahasa isyarat secara terus – menerus hingga
penelitian ini dilaksanakan), informan selanjutnya yaitu dari penyedia translasi
bahasa isyarat, dalam hal ini adalah Kementerian Sosial Republik Indonesia.
Menurut Sugiyono (2008:218-219) Purposive Sampling yaitu informan –
informan yang peneliti tentukan, merupakan orang – orang yang menurut peneliti
memiliki informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini, karena mereka (informan)
teliti.36 Pada penelitian ini, peneliti akan menggunakan 2 macam jenis informan diantaranya :
1. Informan Kunci (Key Informan) yaitu informan yang banyak mengetahui/
menguasai pokok persoalan yang sedang diteliti. Selain itu informan kunci
merupakan seseorang yang telah lama/ berpengalaman dalam bidang yang
diteliti. Informan ini akan dimintai informasi/ keterangan yang paling banyak.
Kriteria informan kunci yaitu :
1. Laki – Laki/ Perempuan
2. Berada di lingkungan televisi (produksi program siaran)
3. Memiliki pengetahuan yang cukup baik (berkompeten) mengenai televisi
maupun translasi bahasa isyarat dalam program televisi
4. Mengetahui dengan jelas mengenai keputusan penggunaan translasi
bahasa isyarat dalam program televisi
2. Informan Pendukung
1. Mengetahui mengenai translasi bahasa isyarat dalam program siaran di
televisi
2. Khalayak tuna rungu yang menonton program yang menggunakan
translasi bahasa isyarat
3. Menggunakan bahasa isyarat baik SIBI atau Bisindo untuk komunikasi
sehari - hari.
Data informan tersebut dapat dilihat pada table dibawah ini
Tabel 3.1 Informan Kunci
No Nama Ket Instansi/Lembaga
1 Muhammad Yusuf
4 Simping Purwanti, S.Pd Interpreter SIBI
TVRI/Guru
6 Frans Susanto Interpreter Bisindo
Program Kabar Pagi
TVOne
Tabel 3.2 Informan Pendukung
No Nama Ket Instansi/Lembaga
1 Dewi Setyarini Komisioner Bidang
pengawas isi siaran
Komisi Penyiaran
Indonesia
2 Muhammad Imam Disabilitas rungu wicara khalayak
3.7Teknik Pengumpulan Data a. Wawancara
Wawancara merupakan metode yang digunakan untuk mengumpulkan data
atau keterangan lisan dari seseorang yang disebut responden melalui suatu
percakapan yang sistematis dan terorganisasi. Karena itu, wawancara merupakan
percakapan yang berlangsung secara sistematis yang dilakukan oleh peneliti sebagai
pewawancara (interviewer) dengan sejumlah orang sebagai responden atau yang
diwawancara (interviewee) untuk mendapatkan sejumlah informasi yang
berhubungan dengan masalah yang diteliti.37
Teknik pengumpulan data dengan wawancara ini dilakukan peneliti dengan
mewawancarai beberapa informan (narasumber) yang dapat memberikan penjelasan
atau mengetahui dengan jelas mengenai proses pelaksanaan translasi bahasa isyarat
serta untuk mengetahui bagaimana keputusan pemakaian bahasa isyarat dalam suatu
program di televisi. Peneliti akan menggunakan jenis wawancara semistruktur karena
peneliti berharap menemukan permasalahan secara terbuka.
Jenis wawancara semi struktur sudah termasuk dalam kategori in-dept
interview, dimana dalam pelaksanaannya lebih bebas bia dibandingkan dengan wawancara terstruktur. Tujuan dari wawancara jenis ini adalah untuk menemukan
permasalah secara lebih terbuka, di mana pihak yang diajak wawancara diminta
pendapat, dan ide – idenya.38
b. Observasi
Peneliti akan menggunakan jenis observasi nonpartisipan karena peneliti akan
datang ke kantor/ tempat pelaksanaan proses translasi program siaran di Televisi
namun peneliti tidak ikut terlibat dalam proses pelaksanaannya. Peneliti akan datang
langsung ke beberapa stasiun televisi untuk mengamati kegiatan translasi program
siaran serta mendapatkan beberapa dokumen dan wawancara. Dalam observasi
nonpartisipan peneliti tidak terlibat dan hanya sebagai pengamat independen.39
Peneliti merasa observasi penting dalam melakukan penelitian ini karena observasi
dapat memberikan gambaran mengenai bagaimana proses pelaksanaan translasi
program siaran di televisi. Selain itu observasi akan memberikan penemuan baru
yang sebelumnya peneliti tidak ketahui.
Menurut Sukardi (2003:78) dalam observasi ini peneliti lebih banyak
menggunakan salah satu dari pancaindranya yaitu indra penglihatan. Instrumen
observasi akan lebih efektif jika informasi yang hendak diambil berupa kondisi atau
fakta alami, tingkah laku dan hasil kerja responden dalam situasi alami.40 Observasi
dapat dilakukan melalui penglihatan, penciuman, pendengaran, peraba, dan pengecap.
Apa yang dikatakan ini sebenarnya adalah pengamatan langsung. Didalam artian
38 Kristin G Esterberg, Qualitative Methods in Social Research, Mc Graw Hill, New York, 2002 39 Basrowi dan Suwandi, Memahami penelitian kualitatif, Rineka Cipta, Jakarta, 2002
penelitian observasi dapat dilakukan dengan tes, kuesioner, rekaman, rekaman
gambar, rekaman suara. 41
c. Dokumentasi
Studi dokumentasi merupakan salah satu sumber data sekunder yang
diperlukan dalam sebuah penelitian. Studi dokumentasi adalah setiap bahan tertulis
ataupun film, gambar dan foto – foto yang dipersiapkan karena adanya permintaan
seorang peneliti.42
Peneliti menggunakan teknik pengumpulan dokumentasi karena dengan
teknik ini peneliti akan mendapatkan informasi yang jelas. Dokumen dapat
memberikan data yang diperlukan bahkan data di masa terdahulu. Karena proses
penggunaan translasi program siaran di beberapa televisi swasta hanya dilakukan saat
tertentu saja, misalnya seperti pada acara debat politik diantaranya debat calon
presiden sampai debat calon gubernur. Selain itu, menurut Sukardi pada teknik ini,
peneliti dimungkinkan memperoleh informasi dari bermacam – macam sumber
tertulis atau dokumen yang ada pada responden atau tempat, dimana responden
bertempat tinggal atau melakukan kehidupan sehari – hari.43
41 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, PT Rineka Cipta, Jakarta, hal 156-157
42 Anis fuad dan Kandung Sapto Nugroho, Panduan Praktis Penelitian Kualitatif, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2014, hal 61
d. Studi Pustaka
Peneliti menggunakan studi pustaka karena dalam penelitian ini dibutuhkan
beberapa data agar terpenuhinya kebutuhan data, diantaranya beberapa buku dan
jurnal penelitian. Studi pustaka yaitu teknik pengumpulan data dengan cara
memperoleh data dari karya ilmiah, media massa, teks book, dan masih banyak lagi
untuk menambah atau mendukung sumber informasi atau data yang diperlukan dalam
penelitian ini untuk memperkuat aspek validitas data yang dihasilkan.44
3.8Teknik Analisis Data
Analisis data merupakan bagian yang amat penting dalam metode ilmiah,
karena dengan analisislah, data tersebut dapat diberi arti dan makna yang berguna
dalam memecahkan masalah penelitian. Analisis adalah menglompokkan, membuat
sutau urutan, memanipulasi, serta menyingkatkan data sehingga mudah untuk
dibaca.45
Dalam penelitian ini mencari hal – hal pokok yang berhubungan dengan
masalah yang akan diteliti. Aktifitas analisis data yang akan dilaksanakan oleh
peneliti yaitu sebagai berikut :
1. Reduksi Data
Peneliti menggunakan reduksi data bertujuan agar data yang nantinya disajikan dapat
terarah, memilih hal – hal yang diperlukan dan membuang hal yang tidak perlu serta
dapat ditarik kesimpulan dengan mudah.
Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada
penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data “kasar” yang muncul dari
catatan – catatan tertulis di lapangan. Reduksi data bukanlah suatu hal yang terpisah
dari analisis. Ia merupakan bagian dari analisis. Secara sederhana dapat dijelaskan:
dengan “reduksi data” kita tidak perlu mengartikannya sebagai kuantifikasi. Data
kualitatif dapat disederhanakan dan ditransformasikan dalam dalam aneka macam
cara: melalui seleksi yang ketat, melalui ringkasan atau uraian singkat,
menggolongkannya dalam suatu pola yang lebih luas, dan sebagainya. 46
2. Penyajian Data
Peneliti menggunakan penyajian data bertujuan agar lebih mudah dalam menentukan
tindakan selanjutnya yang akan dilakukan.
Penyajian data membatasi suatu “penyajian” sebagai sekumpulan informasi
tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan
tindakan. Sebagaimana halnya dengan reduksi data, penciptaan dan penggunaan
penyajian data tidaklah terpisah dari analisis. Ia merupakan bagian dari analisis.47
46 Mattew B Miles dan A. Michael Huberman, Analisis Data Kualitatif:Buku Sumber Tentang Metode
– Metode Baru, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta, 2009, hal 16
3. Menarik kesimpulan/Verifikasi
Peneliti melakukan verifikasi bertujuan agar data yang telah didapat agar diuji
kebenarannya sehingga data yang didapat jelas kebenarannya.
Penarikan kesimpulan, dalam pandangan kami, hanyalah sebagian dari satu kegiatan
dari konfigurasi yang utuh. Kesimpulan – kesimpulan juga diverifikasi selama
BAB IV
televisi pertama yang diresmikan oleh presiden Republik Indonesia yaitu
Susilo Bambang Yudhoyono. TvOne secara progresif menginspirasi
masyarakat Indonesia yang berusia 15 tahun ke atas agar berpikiran maju dan
melakukan perbaikan bagi diri sendiri serta masyarakat sekitar melalui
berbagai program News and Sports baik Nasional dan Internasional yang
dimilikinya. Mengklasifikasikan program-programnya dalam kategori,
NEWS, Current Affairs dan SPORTS, tvOne membuktikan keseriusannya
dalam menerapkan strategi tersebut dengan menampilkan format-format yang
inovatif dalam hal pemberitaan dan penyajian program.
Diawal tahun berdirinya, tvOne mempunyai Tag Line "MEMANG
BEDA", karena menyajikan berbagai informasi yang dibutuhkan masyarakat
dengan penyajian yang berbeda dan belum pernah ada sebelumnya
seperti Apa Kabar Indonesia, yang merupakan program informasi dalam
bentuk diskusi ringan dengan topik-topik terhangat bersama para narasumber
disiarkan secara langsung pada pagi hari dari studio luar tvOne. Program
berita hardnews tvOne dikemas dengan judul : Kabar Terkini, Kabar Pagi,
Kabar Pasar, Kabar Siang, Kabar Petang dan Kabar Malam. Kemasan yang
berbeda juga disuguhkan oleh Kabar Petang.49
4.1.2 Televisi Republik Indonesia
Televisi Republik Indonesia (TVRI) merupakan lembaga penyiaran
yang menyandang nama negara mengandung arti bahwa dengan nama tersebut
siarannya ditujukan untuk kepentingan negara. Sejak berdirinya tanggal 24
Agustus 1962, TVRI mengemban tugas sebagai televisi yang mengangkat
citra bangsa melalui penyelenggaraan penyiaran peristiwa yang berskala
internasional, mendorong kemajuan kehidupan masyarakat serta sebagai
perekat sosial. Dinamika kehidupan TVRI adalah dinamika perjuangan bangsa
dalam proses belajar berdemokrasi. Pada tanggal 24 Agustus 1962 dalam era
Demokrasi Terpimpin, TVRI berbentuk Yayasan yang didirikan untuk
menyiarkan pembukaan Asian Games yang ke IV di Jakarta. Memasuki era
Demokrasi Pancasila pada tahun 1974, TVRI telah berubah menjadi salah satu
bagian dari organisasi dan tata kerja Departemen Penerangan dengan status
sebagai Direktorat yang bertanggungjawab Direktur Jenderal Radio, Televisi,
dan Film. Dalam era Reformasi terbitlah Peraturan Pemerintah RI Nomor 36
Tahun 2000 yang menetapkan status TVRI menjadi Perusahaan Jawatan di
bawah pembinaan Departemen Keuangan . Kemudian melalui Peraturan
Pemerintah Nomor 9 Tahun 2002 TVRI berubah statusnya menjadi PT. TVRI
(Persero) di bawah pembinaan Kantor Menteri Negara BUMN.
Selanjutnya, melalui Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32
Tahun 2002 tentang Penyiaran, TVRI ditetapkan sebagai Lembaga Penyiaran
Publik yang berbentuk badan hukum yang didirikan oleh Negara. Peraturan
Pemerintah RI Nomor 13 Tahun 2005 menetapkan bahwa tugas TVRI adalah
memberikan pelayanan informasi, pendidikan dan hiburan yang sehat, kontrol
dan perekat sosial, serta melestarikan budaya bangsa untuk kepentingan
seluruh lapisan masyarakat melalui penyelenggaraan penyiaran televisi yang
menjangkau seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
4.1.3 Translasi Bahasa Isyarat
penelitian ini berfokus pada kebijakan dalam penggunaan translasi
bahasa isyarat yaitu SIBI (Sistem Isyarat Bahasa Indonesia) dan Bisindo
(Bahasa Isyarat Indonesia) serta proses pelaksanaannya dalam televisi. SIBI
merupakan bahasa isyarat resmi dari pemerintah dan dibuat oleh orang –
orang non disabilitas rungu wicara (berpendengaran normal) yang biasanya
digunakan oleh beberapa program di televisi, sedangkan Bisindo yaitu bahasa
biasa disebut bahasa ibu mereka. Bisindo lebih banyak dan sering digunakan
oleh penyandang rungu wicara karena mudah digunakan untuk kegiatan sehari
– hari. Penggunaan Bisindo untuk kegiatan informal karena Bisindo tidak
menggunakan imbuhan awalan, akhiran dan sisipan seperti SIBI.
SIBI sering digunakan untuk kegiatan formal seperti kegiatan belajar
mengajar di sekolah, alasan digunakan SIBI untuk kegiatan formal karena
SIBI menggunakan ejaan yang sesuai dengan ejaan yang disempurnakan.
Selain itu SIBI menggunakan imbuhan awalan, akhiran dan sisipan. SIBI dan
Bisindo merupakan bagian dari komunikasi yang mana termasuk kedalam
bahasa non verbal. Menurut Larry A. Samovar dan Richard E. Porter,
komunikasi nonverbal mencakup semua rangsangan (kecuali rangsangan
verbal) dalam suatu setting komunikasi, yang dihasilkan oleh individu dan
penggunaan lingkungan oleh individu, yang mempunyai nilai pesan potensial
bagi pengirim atau penerima; jadi definisi ini mencakup perilaku yang
disengaja juga tidak disengaja sebagai bagian dari peristiwa komunikasi
secara secara keseluruhan50
Penggunaan translasi bahasa isyarat dalam program televisi di
Indonesia masih belum merata untuk setiap program informatif, sampai saat
ini yang sudah menggunakan translasi bahasa isyarat secara berkelanjutan
setiap hari yaitu televisi nasional TVRI dalam program Indonesia Malam,
50