SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi Pada Konsentrasi Public Relations
Program Studi Ilmu Komunikasi
Oleh :
SAYUDA ANGGORO ASIH NIM.6662111132
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
iv Merenung sebentar hanya untuk berpikir
Bertindak secepat mungkin untuk mencapai tujuan dalam perubahan
Tidak pernah ada kata telat
Jangan takut salah
Kesempurnaan hanya milik ALLAH SWT
Agent of change tidak pernah tidur
Agent of social control selalu memikirkan keadaan
Salam DEMOKRASI KEDAULATAN
Skripsi ini kupersembahkan untuk DEMOKRASI INDONESIA
Keluarga Terhebat,
Bapak Budi Riyanto, Ibu Sayu Budi Griyani, Sayudi Asmoro, S.Kom
Kekasih seperjuangan Lisna Fajrianti
Seluruh Masyarakat Serang, Banten
v
Tentang Aksi Borong Partai Politik pada Pilkada Kabupaten Serang. Ikhsan Ahmad, S.Ip., M.Si; Darwis Sagita, S.Ikom., M.Ikom.
Penelitian ini membahas persepsi masyarakat tentang aksi borong partai politik yang terjadi pada pilkada kabupaten Serang 2015. Pilkada yang berjalan tidak sesuai dengan prinsip demokrasi yakni kedaulatan masyarakat. Pilkada yang berjalan hanya mementingkan kepentingan golongan tertentu dalam kekuasaannya. Adanya Aksi borong partai yang dilakukan salah satu pasangan kandidat calon inkamben pada pilkada kabupaten Serang 2015 yang berjalan tanpa hambatan. Praktik dominasi parpol dan hegemoni kekuasaan dilakukan demi tercapainya kemenangan dalam pilkada. 8 partai politik berhasil dirangkul untuk mendukungnya pada proses kontestasi pilkada tersebut. Calon kompetitor lainnya hanya bermodal 3 partai politik untuk mengikuti kontestasi pilkada tersebut. Tidak adanya regulasi yang mengatur praktik borong parpol. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui seperti apa persepsi masyarakat tentang aksi borong partai politik pada pilkada kabupaten Serang. Penulis menggunakan teori komunikasi S-O-R dalam penelitian ini karena untuk mengetahui seperti apa stimulus dari aksi borong parpol menimbulkan respon dari masyarakat sebagai organism. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif deskriptif. Data yang dikumpulkan dengan kuesioner kepada 100 masyarakat responden di 29 kecamatan
pada kabupaten Serang. Teknik sampling yang digunakan yakni proporsional
stratified random sampling dengan toleransi kesalahan 10% menggunakan rumus sampling taro yamane. Hasil penelitian ini menunjukkan pada proses pembentukan persepsi masyarakat yakni proses seleksi, organisasi, interpretasi. Pada proses seleksi mendapatkan hasil 88,65% tergolong sangat baik. Pada proses organisasi mendapatkan hasil 87,97% tergolong sangat baik. Pada proses interpretasi mendapatkan hasil 86,50% tergolong sangat baik.
vi
about the Action of the entire Political Parties in District Election Serang. Ikhsan Ahmad, S.Ip., M.Si; Darwis Sagita, S.Ikom., M.Ikom.
This research discussed the action of the entire stock of political parties that occur in Serang district elections 2015. Elections are running not in accordance with democratic principles that the sovereignty of the people. Elections are running only concerned with the interests of certain groups in power. Their entire stock of party action undertaken one partner candidates incumbent in Serang district elections in 2015 that it runs without a hitch. The practice of political party domination and hegemony done in order to achieve victory in the elections. 8 political parties are successfully embraced to support the process of the election contestation. Prospective competitors capital only three political parties to participate in the election contestation. The absence of regulations governing the practice of the entire stock of political parties. The purpose of this study to determine how the public perception of the action of the entire stock of political parties in Serang district elections. The author uses the theory of communication S-O-R in this study due to find out how the stimulus of action the entire parties cause a response from the public as an organism. The method used in this research is quantitative descriptive. Data were collected by questionnaires to 100 public respondents in 29 districts in Serang district. The sampling technique that is proportional stratified random sampling with an error tolerance of 10% using a sampling formula Yamane taro. The results of this study indicate the formation process of the public perception that the selection process, organization, interpretation. In the selection process to get the results of 88.65% as very good. In the process of getting the organization 87.97% as very good. In the interpretation process to get the 86,50% as very good.
vii
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Segala puji kita panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Pencipta alam
semesta yang menjadikan bumi dan lainnya dengan begitu sempurna. Tuhan yang
menjadikan setiap apa yang ada di bumi sebagai penjelajah bagi kaum yang berfikir.
Dan sungguh berkat limpahan Rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan
penyusunan Skripsi yang berjudul “persepsi masyarakat tentang aksi borong
partai politik pada pilkada kabupaten Serang”.
Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana persepsi
masyarakat tentang aksi borong partai politik yang dilakukan oleh salah satu
kandidat pasangan calon pada pilkada kabupaten Serang. Penulis memaparkan hasil
penelitian pada bagian skripsi ini. Pilkada yang berjalan dengan aksi borong parpol
tidak lagi memikirkan kedaulatan masyarakat, yang ditonjolkan hanya kepentingan
politik suatu golongan. Seharusnya pilkada selalu beriringan dengan demokrasi
bagi pemaknaan kedaulatan masyarakat. Penulis tertarik dan menjadikan hal
tersebut menjadi gagasan utama dalam penelitian ini.
Penyusunan Skripsi ini dapat terselesaikan berkat bantuan dari berbagai
pihak, oleh Karena itu penulis mengucapkan banyak terimakasih. Dalam
kesempatan ini penulis mempersembahkan ucapan terimakasih kepada pihak-pihak
viii
2. Baginda Rasul Muhammad SAW, yang telah memberikan panutan
bagaimana menjadi seorang insan yang hidup dalam dunia gemerlap ilmu
pengetahuan dan panutan serta idola penulis di dunia dan akhirat
3. Bapak Prof. Dr. H. Sholeh Hidyat, M.Pd, Selaku Rektor Universitas
Sultan Ageng Tirtayasa
4. Bapak Dr. Agus Sjafari, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
5. Ibu Rahmawati, S.Sos., M.Si, Selaku Wakil Dekan I Bidang
Akademik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
6. Bapak Iman Mukhroman, S.Sos., M.Si, Selaku Wakil Dekan II
bidang Akademik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan
Ageng Tirtayasa
7. Bapak Kandung Sapto Nugroho, M.Si ,Selaku Wakil Dekan III
Bidang Kemahasiswaan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Sultan Ageng Tirtayasa
8. Ibu Dr. Rahmi Winangsih, M.Si, Selaku Ketua Jurusan Program
Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Sultan Ageng Tirtayasa
9. Bapak Darwis Sagita, M.Ikom Selaku Sekretaris Jurusan Program
ix
10. Bapak Ikhsan Ahmad, S.Ip., M.Si, Selaku Pembimbing I Skripsi
yang telah dengan sabar membimbing dan meluangkan waktunya dalam
proses penyelesaian penulisan skripsi ini
11. Seluruh dosen pengajar di program studi ilmu komunikasi atas
semua sumbangsih ilmu dan didikannya selama menjadi mahasiswa
12. Seluruh staf dan pegawai di jurusan Komunikasi atas bantuan
administrasinya untuk kepentingan perkuliahan selama ini maupun
kepentingan penyusunan skripsi
13. Seluruh keluarga besar penulis, terkhusus mama, bapak dan kakak
tercinta yang selalu memberikan motivasi dan tak hentinya memberikan doa
kepada penulis, sehingga menjadikan setiap kesulitan dalam penulisan
menjadi lebih mudah
14. Bapak Dr. Rangga Galura, selaku dosen pembimbing akademik
15. Ibu Neka Fitriyah, M.Si, selaku ketua penguji sidang skripsi
16. Bapak Teguh Iman Prasetya, M.Si, selaku anggota penguji sidang
skripsi
17. Keluarga besar DPM FISIP UNTIRTA 2014
18. Keluarga KKM 93 Kramat Watu
19. Kekasih tercinta Lisna Fajrianti yang selalu mendukung dan
x penulis dalam support yang diberikan
21. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah
membantu penulis menyelesaikan penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Skripsi ini masih banyak
terdapat kekurangan, sehingga dengan segala kerendahan hati penulis
mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi lebih baiknya
kinerja penulis yang akan datang, semoga Skripsi ini dapat memberikan tambahan
ilmu pengetahuan dan informasi yang bermanfaat bagi semua pihak, khususnya
dalam bidang Ilmu komunikasi politik dan terwujudnya demokrasi sesungguhnya.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Serang, 30 Juni 2016
Penulis
xi
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS ... i
LEMBAR PERSETUJUAN ... ii
LEMBAR PENGESAHAN ... iii
LEMBAR PERSEMBAHAN ... iv
ABSTRAK ... v
ABSTRACT ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... xix
DAFTAR DIAGRAM ... xxv
DAFTAR GAMBAR ... xxvii
DAFTAR LAMPIRAN ... xxviii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 19
1.3 Identifikasi Masalah ... 19
1.4 Tujuan Penelitian ... 20
1.5 Manfaat Penelitian ... 20
BAB II LANDASAN TEORI ... 22
2.1 Ilmu Komunikasi ... 22
xii
2.1.4 Model Komunikasi ... 25
2.1.5 Tradisi Sosiopsikologis ... 26
2.1.6 Psikologi Komunikasi ... 27
2.1.7 Efek Kognitif Komunikasi massa ... 28
2.1.8 Teori Komunikasi S-O-R ... 28
2.1.9 Persepsi ... 31
2.2 Teori Perseptual ... 39
2.3 Komunikasi Politik ... 40
2.3.1 Definisi Komunikasi Politik ... 40
2.3.2 Media Massa dalam Komunikasi Politik ... 40
2.3.3 Kepribadian dan Politik ... 41
2.3.4 Kampanye Politik ... 42
2.3.5 Kekuasaan ... 43
2.3.6 Demokrasi ... 44
2.3.7 Hegemoni ... 46
2.4 Pilkada ... 49
2.4.1 Makna Pilkada ... 49
2.4.2 Manfaat Kekuasaan ... 50
2.4.3 Proses Uji Publik ... 51
2.5 Partai Politik ... 53
xiii
2.7 Kerangka Berpikir ... 57
2.8 Kerangka Operasional Variabel ... 60
2.9 Penelitian Terdahulu ... 64
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 69
3.1 Metode Penelitian... 69
3.2 Sifat Penelitian ... 70
3.3 Teknik Penelitian ... 71
3.3.1 Metode Survai ... 71
3.3.2 Survai Deskriptif ... 72
3.3.3 Expose Facto ... 73
3.3.4 Ukuran Ordinal ... 73
3.4 Paradigma Penelitian ... 74
3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 76
3.5.1 Kuesioner ... 77
3.5.2 Dokumentasi ... 78
3.6 Populasi dan Sampel Penelitian ... 79
3.6.1 Populasi ... 79
3.6.2 Sampel ... 79
3.7 Teknik Sampling ... 82
3.7.1 Sampling Area ... 83
xiv
3.10.1 Uji Validitas ... 92
3.10.2 Uji Realibilitas Data ... 94
3.11 Lokasi dan Jadwal Penelitian ... 97
BAB IV HASIL PENELITIAN ... 99
4.1 Deskripsi Objek Penelitian ... 99
4.1.1 Definisi Masyarakat ... 99
4.1.2 Profil Kabupaten Serang ... 100
4.1.3 Profil KPU Kabupaten Serang ... 103
4.1.4 Profil Pasangan Calon ... 110
4.1.4.1 Hj. Ratu Tatu Chasanah, S.E., M.Ak ... 110
4.1.4.2 Pandji Tirtayasa, M.si ... 112
4.1.4.3 Ahmad Syarif Madzkurullah, SH ... 113
4.1.4.4 Aep Syaefulloh ... 114
4.2 Deskripsi Data Penelitian ... 115
4.2.1 Deskripsi Objek Penelitian ... 115
4.2.2 Karakteristik Responden ... 115
4.3 Deskripsi Hasil Penelitian ... 117
4.3.1 Tanggapan Responden Terhadap Pernyataan Berdasarkan Indikator Perhatian Spontan Pernyataan 1 ... 131
xv
4.3.4 Tanggapan Responden Terhadap Pernyataan Berdasarkan Indikator
Perhatian Reflektif Pernyataan 4 ... 139
4.3.5 Tanggapan Responden Terhadap Pernyataan Berdasarkan Indikator
Perhatian Reflektif Pernyataan 5 ... 142
4.3.6 Tanggapan Responden Terhadap Pernyataan Berdasarkan Indikator
Perhatian Reflektif Pernyataan 6 ... 148
4.3.7 Tanggapan Responden Terhadap Pernyataan Berdasarkan Indikator
Perhatian Reflektif Pernyataan 7 ... 151
4.3.8 Tanggapan Responden Terhadap Pernyataan Berdasarkan Indikator
Perhatian Reflektif Pernyataan 8 ... 154
4.3.9 Tanggapan Responden Terhadap Pernyataan Berdasarkan Indikator
Perhatian Reflektif Pernyataan 9 ... 157
4.3.10 Tanggapan Responden Terhadap Pernyataan Berdasarkan Indikator
Perhatian Reflektif Pernyataan 10 ... 161
4.3.11 Tanggapan Responden Terhadap Pernyataan Berdasarkan Indikator
Perhatian Reflektif Pernyataan 11 ... 164
4.3.12 Tanggapan Responden Terhadap Pernyataan Berdasarkan Indikator
Perhatian Reflektif Pernyataan 12 ... 168
4.3.13 Tanggapan Responden Terhadap Pernyataan Berdasarkan Indikator
xvi
4.3.15 Tanggapan Responden Terhadap Pernyataan Berdasarkan Indikator
Perhatian Reflektif Pernyataan 15 ... 181
4.3.16 Tanggapan Responden Terhadap Pernyataan Berdasarkan Indikator
Perhatian statis Pernyataan 16 ... 186
4.3.17 Tanggapan Responden Terhadap Pernyataan Berdasarkan Indikator
Perhatian statis Pernyataan 17 ... 190
4.3.18 Tanggapan Responden Terhadap Pernyataan Berdasarkan Indikator
Perhatian Dinamis Pernyataan 18 ... 194
4.3.19 Tanggapan Responden Terhadap Pernyataan Berdasarkan Indikator
Perhatian Dinamis Pernyataan 19 ... 203
4.3.20 Tanggapan Responden Terhadap Pernyataan Berdasarkan Indikator
Perhatian Dinamis Pernyataan 20 ... 207
4.3.21 Tanggapan Responden terhadap Pernyataan Berdasarkan Indikator
Organisasi Poin frame of reference Pernyataan 21 ... 212
4.3.22 Tanggapan Responden terhadap Pernyataan Berdasarkan Indikator
Organisasi Poin frame of reference Pernyataan 22 ... 217
4.3.23 Tanggapan Responden terhadap Pernyataan Berdasarkan Indikator
Organisasi Poin frame of reference Pernyataan 23 ... 224
4.3.24 Tanggapan Responden terhadap Pernyataan Berdasarkan Indikator
xvii
4.3.26 Tanggapan Responden terhadap Pernyataan Berdasarkan Indikator
Organisasi Poin frame of experience Pernyataan 26 ... 240
4.3.27 Tanggapan Responden terhadap Pernyataan Berdasarkan Indikator
Organisasi Poin frame of experience Pernyataan 27 ... 243
4.3.28 Tanggapan Responden terhadap Pernyataan Berdasarkan Indikator
Organisasi Poin frame of experience Pernyataan 28 ... 246
4.3.29 Tanggapan Responden terhadap Pernyataan Berdasarkan Indikator
Organisasi Poin frame of experience Pernyataan 29 ... 249
4.3.30 Tanggapan Responden terhadap Pernyataan Berdasarkan Indikator
Interpretasi Poin Pembentukan Makna Pernyataan 30 ... 254
4.3.31 Tanggapan Responden terhadap Pernyataan Berdasarkan Indikator
Interpretasi Poin Pembentukan Makna Pernyataan 31 ... 258
4.3.32 Tanggapan Responden terhadap Pernyataan Berdasarkan Indikator
Interpretasi Poin Pembentukan Makna Pernyataan 32 ... 264
4.3.33 Tanggapan Responden terhadap Pernyataan Berdasarkan Indikator
Interpretasi Poin Pembentukan Makna Pernyataan 33 ... 268
4.3.34 Tanggapan Responden terhadap Pernyataan Berdasarkan Indikator
Interpretasi Poin Pembentukan Ekspresi Pernyataan 34 ... 271
4.3.35 Tanggapan Responden terhadap Pernyataan Berdasarkan Indikator
xviii
4.3.37 Tanggapan Responden terhadap Pernyataan Berdasarkan Indikator
Interpretasi Poin Pembentukan Ekspresi Pernyataan 37 ... 287
4.4 Hasil Analisis Deskriptif ... 291
4.4.1 Analisis Deskriptif Indikator Seleksi ... 295
4.4.2 Analisis Deskriptif Indikator Organisasi ... 309
4.4.3 Analisis Deskriptif Indikator Interpretasi ... 317
4.5 Pembahasan Hasil Penelitian ... 325
4.5.1 Persepsi Masyarakat Tentang Aksi Borong Parpol pada Tahapan Seleksi ... 331
4.5.2 Persepsi Masyarakat Tentang Aksi Borong Parpol pada Tahapan Organisasi ... 336
4.5.3 Persepsi Masyarakat Tentang Aksi Borong Parpol pada Tahapan Interpretasi ... 340
4.6 Kelemahan Penelitian... 350
BAB V PENUTUP ... 352
5.1 Kesimpulan Penelitian ... 352
xix
2.1 Kerangka Operasional Variabel ... 61
2.2 Nilai Dalam Skala Likert ... 64
2.3 Penelitian Terdahulu ... 67
3.1 Penilaian Skala Likert ... 78
3.2 Kerangka Sampling ... 86
3.3 Hasil Kuesioner Pre-Test 30 Responden ... 93
3.4 Hasil Uji Validitas 30 Responden ... 93
3.5 Tingkat Reabilitas Berdasarkan Nilai Alpha... 95
3.6 Hasil Uji Realibilitas Pre-Test ... 96
3.7 Jadwal Penelitian ... 97
4.1 Jenis Kelamin Responden ... 116
4.2 Daftar Pernyataan Pada Indikator ... 118
4.3 Hasil Kuesioner 100 Responden ... 119
4.4 Uji Tendensi Sentral 100 Responden ... 120
4.5 Uji Jumlah N Pernyataan 1 ... 131
4.6 Frekuensi Jawaban Pada Pernyataan 1 ... 131
4.7 Data Koalisi Parpol ... 133
4.8 Uji Jumlah N Pernyataan 2 ... 135
4.9 Frekuensi Jawaban Pada Pernyataan 2 ... 135
4.10 Uji Jumlah N Pernyataan 3 ... 137
xx
4.14 Uji Jumlah N Pernyataan 5 ... 143
4.15 Frekuensi Jawaban Pada Pernyataan 5 ... 143
4.16 Uji N Pernyataan 6 ... 148
4.17 Frekuensi Jawaban Pada Pernyataan 6 ... 149
4.18 Uji N Pernyataan 7 ... 152
4.19 Frekuensi Jawaban Pada Pernyataan 7 ... 152
4.20 Uji N Pernyataan 8 ... 155
4.21 Frekuensi Jawaban Pada Pernyataan 8 ... 155
4.22 Uji N Pernyataan 9 ... 158
4.23 Frekuensi Jawaban Pada Pernyataan 9 ... 158
4.24 Uji N Pernyataan 10 ... 162
4.25 Frekuensi Jawaban Pada Pernyataan 10 ... 162
4.26 Uji N Pernyataan 11 ... 165
4.27 Frekuensi Jawaban Pada Pernyataan 11 ... 165
4.28 Uji N Pernyataan 12 ... 168
4.29 Frekuensi Jawaban Pada Pernyataan 12 ... 169
4.30 Uji N Pernyataan 13 ... 173
4.31 Frekuensi Jawaban Pada Pernyataan 13 ... 173
4.32 Uji N Pernyataan 14 ... 177
4.33 Frekuensi Jawaban Pada Pernyataan 14 ... 178
xxi
4.37 Frekuensi Jawaban Pada Pernyataan 16 ... 187
4.38 Uji Jumlah N Pernyataan 17 ... 191
4.39 Frekuensi Jawaban Pada Pernyataan 17 ... 191
4.40 Keadaan Koalisi Parpol ... 192
4.41 Uji Jumlah N Pernyataan 18 ... 195
4.42 Frekuensi Jawaban Pada Pernyataan 18 ... 195
4.43 Koalisi Pilpres 2014 ... 197
4.44 Pemborongan KMP Dan KIH ... 202
4.45 Uji Jumlah N Pernyataan 19 ... 204
4.46 Frekuensi Jawaban Pada Pernyataan 19 ... 204
4.47 Uji Jumlah N Pernyataan 20 ... 208
4.48 Frekuensi Jawaban Pada Pernyataan 20 ... 208
4.49 Uji Jumlah N Pernyataan 21 ... 212
4.50 Frekuensi Jawaban Pada Pernyataan 21 ... 213
4.51 Uji Jumlah N Pernyataan 22 ... 217
4.52 Frekuensi Jawaban Pada Pernyataan 22 ... 218
4.53 Uji Jumlah N Pernyataan 23 ... 225
4.54 Frekuensi Jawaban Pada Pernyataan 23 ... 225
4.55 Uji Jumlah N Pernyataan 24 ... 231
4.56 Frekuensi Jawaban Pada Pernyataan 24 ... 231
xxii
4.60 Frekuensi Jawaban Pada Pernyataan 26 ... 241
4.61 Uji Jumlah N Pernyaan 27 ... 244
4.62 Frekuensi Jawaban Pada Pernyataan 27 ... 244
4.63 Uji Jumlah N Pernyataan 28 ... 247
4.64 Frekuensi Jawaban Pada Pernyataan 28 ... 247
4.65 Uji Jumlah N Pernyataan 29 ... 250
4.66 Frekuensi Jawaban Pada Pernyataan 29 ... 250
4.67 Uji Jumlah N Pernyataan 30 ... 254
4.68 Frekuensi Jawaban Pada Pernyataan 30 ... 254
4.69 Uji Jumlah N Pernyataan 31 ... 258
4.70 Frekuensi Jawaban Pada Pernyataan 31 ... 259
4.71 Uji Jumlah N Pernyataan 32 ... 265
4.72 Frekuensi Jawaban Pada Pernyataan 32 ... 265
4.73 Uji Jumlah N Pernyataan 33 ... 268
4.74 Frekuensi Jawaban Pada Pernyataan 33 ... 269
4.75 Uji Jumlah N Pernyataan 34 ... 272
4.76 Frekuensi Jawaban Pada Pernyataan 34 ... 272
4.77 Uji Jumlah N Pernyataan 35 ... 277
4.78 Frekuensi Jawaban Pada Pernyataan 35 ... 278
4.79 Uji Jumlah N Pernyataan 36 ... 282
xxiii
4.83 Kriteria Analisis Deskriptif Persentase ... 292
4.84 Hasil Analisis Deskriptif Spss 21 ... 294
4.85 Akumulasi Frekuensi Jawaban Responden Pada Indikator Seleksi ... 299
4.86 Akumulasi Frekuensi Jawaban Responden Pada Indikator Seleksi Poin
Perhatian Spontan... 302
4.87 Akumulasi Frekuensi Jawaban Responden Pada Indikator Seleksi Poin
Perhatian Reflektif ... 304
4.88 Akumulasi Frekuensi Jawaban Responden Pada Indikator Seleksi Poin
Perhatian Statis ... 306
4.89 Akumulasi Frekuensi Jawaban Responden Pada Indikator Seleksi Poin
Perhatian Dinamis ... 308
4.90 Akumulasi Frekuensi Jawaban Responden Pada Indikator Organisasi .... 312
4.91 Akumulasi Frekuensi Jawaban Responden Pada Indikator Organisasi Poin
Frame Of Reference ... 314
4.92 Akumulasi Frekuensi Jawaban Responden Pada Indikator Organisasi Poin
Frame Of Experience ... 316
4.93 Akumulasi Frekuensi Jawaban Responden Pada Indikator Interpretasi ... 319
4.94 Akumulasi Frekuensi Jawaban Responden Pada Indikator Interpretasi Poin
Pembentukan Makna ... 322
4.95 Akumulasi Frekuensi Jawaban Responden Pada Indikator Interpretasi Poin
xxiv
Diagram 2.1 Kerangka Berpikir ... 59
Diagram 4.1 Jenis Kelamin Responden ... 116
Diagram 4.2 Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 1 ... 132
Diagram 4.3 Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 2 ... 136
Diagram 4.4 frekuensi jawaban pada pernyataan 3 ... 138
Diagram 4.5 Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 4 ... 141
Diagram 4.6 Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 5 ... 143
Diagram 4.7 Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 6 ... 149
Diagram 4.8 Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 7 ... 153
Diagram 4.9 Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 8 ... 155
Diagram 4.10 Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 9 ... 158
Diagram 4.11 Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 10 ... 162
Diagram 4.12 Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 11 ... 165
Diagram 4.13 Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 12 ... 169
Diagram 4.14 Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 13 ... 173
Diagram 4.15 Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 14 ... 178
Diagram 4.16 Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 15 ... 183
Diagram 4.17 Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 16 ... 187
Diagram 4.18 Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 17 ... 191
Diagram 4.19 Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 18 ... 195
xxv
Diagram 4.23 Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 22 ... 218
Diagram 4.24 Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 23 ... 225
Diagram 4.25 Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 24 ... 232
Diagram 4.26 Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 25 ... 235
Diagram 4.27 Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 26 ... 241
Diagram 4.28 Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 27 ... 245
Diagram 4.29 Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 28 ... 247
Diagram 4.30 Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 29 ... 250
Diagram 4.31 Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 30 ... 255
Diagram 4.32 Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 31 ... 259
Diagram 4.33 Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 32 ... 266
Diagram 4.34 Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 33 ... 269
Diagram 4.35 Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 34 ... 272
Diagram 4.36 Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 35 ... 278
Diagram 4.37 Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 36 ... 283
xxvi
Gambar 2.1 Model S-O-R ... 25
Gambar 4.1 Peta Kabupaten Serang... 100
Gambar 4.2 Foto Hj. Ratu Tatu Chasanah, S.E., M.Ak ... 110
Gambar 4.3 Foto Pandji Tirtayasa, M.si ... 112
Gambar 4.4 Foto Ahmad Syarif Madzkurullah, SH ... 113
xxvii
LAMPIRAN 1 Surat Ijin Penelitian ... 362
LAMPIRAN 2 Surat Edaran KPU Kabupaten Serang ... 363
LAMPIRAN 3 Bentuk Kuesioner ... 366
LAMPIRAN 4 Hasil Pre-test Kuesioner ... 367
LAMPIRAN 5 Hasil Kuesioner Penelitian ... 368
LAMPIRAN 6 Bukti Bimbingan Skripsi ... 369
LAMPIRAN 7 Lokasi Penelitian ... 370
LAMPIRAN 8 Foto Proses Penelitian ... 387
1
1.1 Latar Belakang Masalah
Indonesia sebagai salah satu negara penganut trias politica dari
montesquieu yang memiliki 3 unsur lembaga kenegaraan, yakni legislatif (pembuat
undang-undang), eksekutif (pelaksana pemerintahan), dan yudikatif (peradilan
negara).1 Sejalan dengan teori montesquieu, pasal 2 UUD 1945 membagi
kelembagaan menjadi 3 pula, lembaga legislatif terdiri dari Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan Dewan
Perwakilan Daerah (DPD). Keanggotaan MPR terdiri dari anggota DPR dan DPD
yang dipilih melalui pemilihan umum.
Sedangkan pasal 3 UUD 1945 menyatakan bahwa MPR berwenang
mengubah dan menetapkan undang-undang dasar yang merupakan kewenangan
lembaga legislatif. Sedangkan lembaga eksekutif, presiden dan wakil serta para
menterinya menjalankan proses pemerintahan berdasar kepada UUD 1945 sesuai
pasal 4 UUD 1945 yang menyatakan bahwa Presiden RI memegang kekuasaan
pemerintahan. Kemudian lembaga yudikatif, yakni mahkamah agung sebagai
pengadilan tinggi negara dan mahkamah konstitusi sebagai lembaga peradilan
konstitusional negara.
Pada pemerintahan daerah diatur dalam pasal 18 UUD 1945 yang terdiri dari
provinsi, kabupaten, dan kota. Pada lembaga legislatif terdiri dari Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) tingkat provinsi, kabupaten, dan kota.
Sedangkan pada lembaga eksekutif terdiri dari Gubernur, Bupati dan Walikota.
Dan lembaga yang berwenang sebagai yudikatif adalah pengadilan negeri yang
berkoordinasi dengan Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi.
Dalam proses sirkulasi kepemimpinan di pemerintahan daerah yakni DPRD,
Gubernur, Bupati dan Walikota dipilih secara demokratis melalui pemilihan umum
(PEMILU) secara langsung oleh masyarakat sebagai wujud demokrasi yang
mengedepankan kedaulatan rakyat. Kedaulatan rakyat ini diatur dalam pasal 1 UUD
1945. Dan pasal 22E UUD 1945 tentang pemilu yang menyatakan bahwa pemilihan
umum diselenggarakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil
setiap lima tahun sekali, dan diselenggarakan oleh komisi pemilihan umum (KPU)
yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri.
Pemilu dan demokrasi merupakan hal yang sangat korelatif. Demokrasi
dipercayai sebagai gagasan universal yang dapat diterima dalam beragam
perspektif. Hampir di seluruh belahan dunia, gerakan demokratisasi dalam
kehidupan politik telah menjadi fenomena yang tak terelakkan dalam mengubah
persepsi sejarah tentang bagaimana menyelenggarakan kekuasaan secara etis,
rasional, dan bertanggung jawab. Jelas bahwa demokrasi mempunyai potensi untuk
individu dalam menghadapi kekuasaan-kekuasaan yang lebih perkasa, seperti
kekuasaan negara dan pemerintah.2
Hak individu yang dimaksud oleh demokrasi adalah kedaulatan rakyat.
Secara umum sebenarnya prinsip kedaulatan rakyat atau demokrasi ini hendak
mengatakan bahwa rakyat sendiri yang berwenang untuk menentukan bagaimana
ia mau dipimpin oleh siapa. Karena semua anggota masyarakat sama kedudukannya
sebagai manusia dan warga negara, dan berdasarkan keyakinan bahwa tidak ada
orang atau kelompok orang yang begitu saja berhak untuk memerintah orang lain,
wewenang untuk memerintah masyarakat harus berdasarkan penugasan dan
persetujuan para warga masyarakat sendiri.
Prinsip ini berdasarkan hak setiap orang untuk turut serta dalam proses
pengambilan keputusan yang menyangkut seluruh masyarakat.3 Hal ini sejalan
dengan prinsip demokrasi yang memiliki cita-cita untuk mengedepankan
kedaulatan rakyat dalam menentukan pimpinannya, dalam hal ini sistem yang
memfasilitasi demokrasi adalah pemilu.
Pemilu secara substansial dalam ajaran demokrasi merupakan ajang
kontestasi, sarana sirkulasi kepemimpinan dan penegakan kedaulatan rakyat.
Dalam ajang kontestasi, partai politik (parpol) adalah satu-satunya organisasi yang
diamanatkan undang-undang untuk melakukan kaderisasi bagi kepemimpinan
publik. Dalam konteks ini, parpol diharapkan menawarkan dan memberi pilihan
calon pemimpin politik yang memiliki visi kepemimpinan yang kuat yang didukung
oleh sistem dan mekanisme seleksi kepemimpinan internal parpol yang berkualitas
dan kompetitif untuk dikompetisikan dengan calon lain dari parpol lain.
Disisi lain, pemilu merupakan momentum mempertahankan atau merebut
kekuasaan. Pasal 1 undang-undang nomor 2 tahun 2008 tentang partai politik yang
menjelaskan esensi partai politik yakni memperjuangkan dan membela kepentingan
politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara dan pasal 29 poin 1 undang-undang
nomor 2 tahun 2008 yang menyatakan bahwa parpol membuka pendaftaran
terhadap warga negara indonesia untuk menjadi anggota parpol, bakal calon DPR
dan DPRD, bakal calon kepala daerah dan wakil kepala daerah, bakal calon
presiden RI dan wakil presiden RI. Dari undang-undang tersebut secara normatif,
dapat dikatakan bahwa partai politik dapat memfasilitasi pencalonan dalam
kontestasi pemilu.
Sebagai organisasi politik, parpol memiliki regulasi yang dirumuskan oleh
anggota parpol tersebut. Aturan dasar ini disebut anggaran dasar (AD) dan anggaran
rumah tangga (ART). Hal ini juga dijelaskan dalam pasal 1 poin 2 tentang AD
adalah peraturan dasar partai politik dan poin 3 tentang ART adalah peraturan yang
dibentuk sebagai penjabaran AD.
Dalam pasal 2 poin 4 undang-undang nomor 2 tahun 2008 dijelaskan bahwa
AD memuat asas dan ciri parpol, visi dan misi, nama, lambang, gambar, tujuan dan
fungsi, organisasi tempat pengambilan keputusan, kepengurusan parpol,
mekanisme rekruitmen keanggotaan dan jabatan politik, sistem kaderisasi,
pendidikan politik, keuangan politik, dan mekanisme penyelesaian konflik internal
parpol.
Parpol dalam prinsip dasarnya memiliki fungsi yakni: fungsi pertama parpol
sebagai koalisi, yakni membentuk koalisi dari berbagai kepentingan untuk
membangun kekuatan mayoritas; fungsi kedua parpol sebagai organisasi, untuk
menjadi institusi yang eksis, dinamis, dan berkelanjutan partai politik harus
dikelola.
Partai harus dibina dan dibesarkan sehingga mampu menarik dan menjadi
wadah perjuangan, sekaligus representasi dari sejumlah orang atau kelompok.
Tugasnya adalah mencalonkan anggota untuk pemilu dengan label partai. Fungsi
ketiga parpol sebagai pembuat kebijakan, partai politik mendukung secara kongkret
para calon yang mereka ajukan untuk menduduki jabatan-jabatan publik. Dari
posisi ini mereka memiliki kekuasaan untuk memengaruhi atau mengangkat
petugas dan pegawai dalam lingkup kekuasaannya, bahkan turut memberi pengaruh
dalam pengambilan kebijakan di Kementerian dimana kader partai menduduki
posisi yang sama melalui kolegitas partai.4
Untuk mewujudkan prinsipnya, parpol dapat memilih dan menentukan
calon untuk jabatan legislatif dan eksekutif.5 Dalam penentuan calon, idealnya
parpol melihat dari sejauhmana calon itu dapat diterima oleh para pemilih, serta
dedikasi calon terhadap partai melalui pengabdian dan pengalaman yang diberikan
kepada partai. Seorang calon biasanya didasarkan atas pertimbangan ketokohan.
Ketokohan ini diperoleh menurut kredibilitas, yakni sejauhmana calon yang
bersangkutan memiliki reputasi. Reputasi bisa diperoleh karena adanya kompetensi
dan kredibilitas.
Beberapa penilaian tentang calon pada proses seleksi parpol sinergis dengan
proses uji publik dalam tahapan penentuan calon. Proses ini dikawal rapih oleh
KPU daerahnya. Dalam sistematikanya mengacu kepada PERPPU.
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik
Indonesia (PERPPU) nomor 1 tahun 2014 tentang pemilihan Gubernur, Bupati dan
Walikota menjelaskan bahwa aspek kapabilitas dan integritas calon menjadi
landasan proses uji publik. Fokus pada BAB IV pasal 38 PERPPU 1 2014 yang
mengatur tentang bagimana prosesi uji publik calon kepala daerah. Terdapat
perubahan mendasar di dalam Perppu Pemilihan Kepala Daerah, jika dibandingkan
ketentuan sebelumnya. Salah satu di antaranya adanya tahapan uji publik sebagai
persyaratan yang harus dilalui oleh setiap orang yang akan menjadi calon kepala
daerah. Namun demikian, uji publik tidak bersifat menggugurkan. Uji publik
dilaksanakan sebelum pendaftaran calon kepala daerah.
Setiap orang yang mengikuti uji publik akan mendapatkan surat keterangan
telah mengikuti uji publik. Surat ini menjadi salah satu persyaratan pada saat
mendaftar sebagai calon kepala daerah. Artinya, uji publik tidak bersifat
menggugurkan, tidak ada pernyataan lulus atau tidak lulus uji publik. Terdapat
tentang uji publik. Pertama, uji publik merupakan pengujian kompetensi dan
integritas.
Kedua, uji publik dilaksanakan secara terbuka. Ketiga, uji publik
dilaksanakan oleh panitia yang bersifat mandiri yang dibentuk oleh komisi
pemilihan umum provinsi atau kabupaten/kota. Tujuan uji publik menurut
penjelasan umum Perppu adalah untuk menciptakan kualitas kepala daerah yang
memiliki kompetensi, integritas, kapabilitas, serta memenuhi unsur akseptabilitas.
Kapabilitas sudah terangkum dalam unsur kompetensi yang telah ditegaskan
dalam ketentuan umum. Karena itu, tujuan uji publik sesungguhnya meliputi tiga
aspek, yaitu kompetensi, integritas, dan akseptabilitas.
Komisioner KPU, Arief Budiman menambahkan, uji publik dilakukan
untuk mengukur 2 hal utama, yakni kompetensi dan integritas sang bakal calon
kepala daerah. Tujuannya, agar bisa dinilai langsung oleh masyarakat.
Untuk mencapai tujuan uji publik dan menjawab permasalahan yang
muncul, mekanisme uji publik dapat dilakukan dalam tiga tahapan. Pertama, semua
bakal calon menyampaikan riwayat hidup yang memuat rekam jejak. Panitia
mengumumkan secara luas riwayat hidup dan rekam jejak kepada seluruh
masyarakat. Kedua, masyarakat dipersilahkan memberikan masukan dan informasi
terkait dengan rekam jejak kapasitas dan integritas bakal calon.6
6http://nasional.sindonews.com/read/960822/18/uji-publik-dalam-pilkada-1423193635/3
Dalam Pasal 38 ayat 2 Perppu nomor 1 tahun 2014 disebutkan, partai politik
atau gabungan dapat mengusulkan lebih dari 1 bakal calon Gubernur, Bupati, dan
Walikota untuk dilakukan uji publik. Lalu ayat 4 menyatakan, panitia uji publik
beranggotakan 5 orang yang terdiri dari 2 orang dari unsur akademisi, 2 orang dari
tokoh masyarakat, dan 1 orang anggota KPU Provinsi/kabupaten/kota.7
Uji publik bukanlah penentu lolos tidaknya calon tersebut dalam proses itu.
Namun uji publik hanya bertujuan untuk supaya masyarakat publik mengenal calon
lebih komprehensif lagi. Uji publik dengan sistem seperti ini melemahkan
PERPPU. Hasil uji publik yang tidak menggugurkan pencalonan menjadi
kelemahan Perppu. Menurut Dr. Ari Junaedi, M.Si ahli komunikasi politik
berpendapat bahwa uji publik yang seharusnya menjadi penentu dalam tahapan
pilkada akhirnya menjadi sekedar asesoris. Sinergis dengan pendapat tersebut,
Djohermansyah menyatakan bahwa lewat uji publik, partai dapat memilih calon
yang rekam jejaknya bagus, dan memiliki visi yang kuat untuk memajukan daerah.8
Beberapa aspek tersebut merupakan nilai-nilai demokrasi yang harus
diperhatikan oleh lembaga terkait pemilihan. Hal ini bertujuan untuk
mengedepankan kepentingan masyarakat dalam demokrasi. Proses penjaringan
calon oleh parpol dan uji publik idealnya bukan merupakan hal formalistik.
7
http://news.liputan6.com/read/2143926/gambaran-uji-publik-kepala-daerah-pada-pilkada-serentak-2015 diakses pada 27 Juni 2016, pukul 23.07 WIB
8 http://www.kpu.go.id/koleksigambar/Suara_KPU_Desember_2014_Upload_1.pdf diakses pada
Membahas kembali terkait parpol pada tiga prinsip dasar parpol
memproyeksikan tujuan untuk kekuasaan dan kekuatan serta pengaruh yang tinggi
terhadap jalannya pemerintahan. Parpol berkompetisi untuk mewujudkan tujuan
ini. Di kalangan partai dominan, konflik biasanya terjadi secara internal, terutama
dalam hal penyusunan calon dan pengambilan kebijakan prioritas program. Sangat
jarang terjadi konflik dengan oposisi sebab selain partai oposisi tidak diberi peluang
untuk bergerak banyak, juga tidak memiliki kekuatan yang berarti.9 Hal ini juga
merupakan indikasi munculnya aksi borong parpol dengan tujuan tidak
memberikan peluang bagi oposisi untuk memenangkan kontestasi pemilu.
Dalam sejarah pemerintahan, umumnya negara yang menganut sistem
multipartai, roda pemerintahannya dibangun atas koalisi sejumlah partai politik.
Koalisi adalah praktik yang sangat lumrah terjadi dalam perpolitikan sebuah negara
demokrasi. Membangun koalisi partai idealnya harus memiliki perhitungan yang
rasional, misalnya seberapa besar kekuatan yang dimiliki partai dan partai apa yang
akan diajak berkoalisi, bagaimana ideologi, kekuatan, serta apa tantangan dan
keuntungan yang dapat diperoleh dengan cara koalisi. Koalisi diyakini merupakan
salah satu cara untuk kekuatan dan menggalang dukungan politik dari masyarakat
(suara). Koalisi sangat memperhatikan akan representasi karakteristik calon
pemimpin.
Masyarakat sebagai pemilih menjadi sasaran utama dalam memperoleh
suara. Pemilih yang tak punya kesadaran bahwa memilih adalah menetukan masa
depan mereka lima tahun kedepan, dan pemilih yang tak mengetahui mengapa dan
bagaimana mereka selayaknya berpartisipasi akan sangat mudah dimobilisasi.
Dalam posisi tersebut, mereka hanya akan menjadi supporters tanpa
terbangun kesadarannya, bahwa pilihan-pilihan mereka bisa digunakan oleh
kelompok tertentu untuk membuat masa depan daerah menjadi mainan elit semata.
Dalam keadaan partisipasi yang termobilisasi pemilih tak lagi menentukan.10 Pada
realitasnya, hal ini dapat memunculkan aksi borong parpol yang dilakukan calon
untuk memobilisasi suara pemilih. Dengan dirangkulnya partai-partai yang menjadi
peserta kontestasi pemilu ini, maka semakin mudah akses untuk memobilisasi suara
masyarakat.
Dalam nuansa politik demokrasi ini, di satu sisi orang berteriak untuk
menegakkan demokrasi, sedangkan di pihak lain mereka tidak siap menerima
kekalahan. Parpol dan koalisinya menghalalkan segala cara untuk bersaing dan
mendapatkan kemenangan dalam kontestasi pilkada. Termasuk dalam hal ini
melakukan aksi borong parpol. Dengan melakukan borong parpol, dukungan dalam
pencalonan akan semakin kuat. Dalam kondisi ini, sangat mudah untuk
memperoleh suara terbanyak dan kemenangan pemilu.
Pada konsepsi pilkada seperti ini, pilkada hanya dijadikan ajang perebutan
kekuasaan oleh segelintir elit lokal untuk mendapatkan kekuasaan dalam
pemerintahan. Menurut J. Kristiadi dan Amiruddin (2006), partai politik yang
seharusnya menjadi instrumen untuk menilai calon yang paling baik bagi
masyarakat, cenderung lebih mementingkan calon-calon yang loyal kepada parpol
daripada calon di luar partai yang memungkinkan dianggap masyarakat lebih
berkualitas dan pantas menjadi kepala daerah.
Dengan menguasai lembaga tersebut tanpa peduli kepada pemegang sejati
kedaulatan rakyat, yaitu rakyat itu sendiri, partai politik pada dasarnya sebagaian
besar feodalistik dan pragmatis akan semakin kehilangan roh dan relevansinya bagi
perkembangan demokrasi.11 Dengan sistem feodalistik, calon menginginkan
kekuasaan yang absolut dengan mempertahankan diri dan memperluas
kekuasaannya. Didukung dengan modal serta investasi politik dari hasil koalisi
yang menjadikan parpol memiliki pola pragmatis. Parpol tidak lagi menjalankan
demokrasi normatif, tapi hanya menonjolkan kepentingan pragmatis dan membuka
peluang untuk calon melakukan aksi borong parpol.
Koalisi memang tidak dilarang dalam pemilu, namun fungsi parpol yang
menjadi sarana pendidikan politik bagi warga negara seharusnya tidak hanya
mengakomodir suara rakyat dalam pemilihan guna kepentingan parpol. Sebab
rakyat dalam demokrasi yang partisipatif memiliki hak yang sama dan diberikan
kebebasan dalam pemilihan. Masyarakat juga sangat mengharapkan memiliki
pemimpin yang bisa mengatasi permasalahan kependudukan dan menjunjung tinggi
prinsip demokrasi.
Hal ini menjadi kesalahpahaman konsep demokrasi bukan lagi
mementingkan rakyat tapi hanya mementingkan kekuasaan koalisi parpol dalam
jatah kekuasaan serta pola pragmatis yang dilakukan. Parpol saling merapat dan
bergabung dalam koalisi pemenangan calon yang borong parpol dan tentunya
memiliki modal logistik yang besar dan memiliki tujuan pemenangan pemilu serta
kekuasaan.
Motif kekuasaan menjadi landasan dalam aksi borong parpol, dengan
proyeksi pemenangan tanpa tandingan. Calon yang melakukan borong parpol tidak
memberikan ruang bagi calon lain. Dan calon tersebut tidak akan memberi peluang
kemenangan sama sekali bagi kompetitor dalam pemilihan. Mereka memiliki
strategi merapatkan barisan. Proyeksi tujuan ini tentunya kemenangan yang harus
diraih dalam pemilu dan kelanggengan kekuasaan.
Demokrasi pada kenyataannya hanya berorientasi pada pemilik modal atau
siapa yang berkekuatan logistik yang besar. Hal ini memang menjadi masukan dana
bagi parpol yang bergabung dalam koalisi borong parpol. Logistik yang besar ini
seakan dapat membayar sejumlah parpol untuk bergabung dalam aksi borong
parpol. Calon yang memiliki logistik yang besar dapat melakukan aksi borong
parpol dengan mudah dan tanpa larangan karena tidak adanya kejelasan aturan dan
Dengan mengemasnya dalam koalisi, borong parpol nampak jelas terlihat
sebagai strategi yang dijalankan oleh calon yang melakukan borong parpol. Selain
profit logistik yang akan didapatkan parpol dalam borong parpol ini, pembagian
kekuasaan juga menjadi tujuan bergabungnya parpol dalam borong parpol ini.
Calon yang menjalankan strategi ini tentunya setelah menang akan membicarakan
terkait bagaimana dan siapa saja yang mendapatkan kekuasaan dan jabatan strategis
sebagai kepala birokrasi di unit-unit pemerintahannya sebagai kontribusi balas jasa.
Parpol dalam aktivitasnya memang membutuhkan logistik dan uang sebagai
penunjang segala kegiatan parpol. Dari segi perekonomian parpol, momen pilkada
bisa menjadi momen untuk mencari profit. Pola gerak parpol menjadi pragmatis,
dan tidak lagi mengedepankan demokrasi atas kedaulatan rakyat. Parpol akan
memihak kepada calon yang menjanjikan profit serta jatah kekuasaan, hal ini dapat
dikatakan bahwa calon tersebut akan loyal dengan parpol pendukungnya serta
berkontribusi positif bagi parpol tersebut. Calon yang borong parpol akan
melakukan transaksi dukungan parpol dengan membayarkan sejumlah biaya
dukungan parpol dan parpol tersebut siap mengusungnya sebagai calon.
Setiap parpol pastinya memiliki anggota dan partisipan yang siap
memberikan suara mereka ketika ada instruksi dari pimpinan parpol tentang kepada
siapa mereka memihak dan memberikan suaranya. Fenomena ini tentunya sangat
disayangkan karena tidak mengedepankan demokrasi yang menjunjung kedaulatan
rakyat. Seharusnya parpol mendengar harapan masyarakat bukan hanya sekedar
dari fungsinya sebagai pembelajaran politik bagi masyarakat. Parpol juga lepas dari
substansi fungsional parpol sebagai representasi masyarakat dalam pemerintahan.
Anggota Komisi II DPR RI Yandri Susanto berharap, ada regulasi yang jelas
mengatur praktik borong parpol. Hal itu untuk mengantisipasi munculnya calon
tunggal saat pilkada. Ia pun mengusulkan agar batasan koalisi partai dimasukkan
dalam agenda revisi UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada.12
Menurut Toto Sugiarto (Pengamat politik dari PARA Syndicate), calon
tunggal dalam Pilkada serentak mengindikasikan adanya politik transaksional dan
indikasi adanya politisi yang memborong parpol untuk menggalang dukungan
dalam Pilkada serentak.13
Pada tanggal 9 Desember 2015, Kabupaten Serang melaksanakan pemilihan
kepala daerah (pilkada) serentak untuk memilih Bupati dan Wakil Bupati Serang.
Pilkada ini juga merupakan wujud demokrasi yang tercantum dalam UU No. 27
Tahun 2007 tentang penyelenggaraan pemilu.
Berdasarkan pengumuman KPU kabupaten Serang nomor
131/313/KPU.kab.srg-015.436395/VIII/Tahun 2015 tentang penetapan nomor urut
pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati tahun 2015 pasangan calon dengan nomor
12
http://pilkada-serentak-2015.liputan6.com/read/2289001/fenomena-calon-tunggal-begini-solusi-antisipasi-borong-parpol media berita online, diakses pada 28 Oktober 2015 pukul 22.45 WIB
13
urut 1 yakni HJ. Ratu Tatu Chasanah, SE., M.Ak dan Drs. H. Pandji Tirtayasa, M.si.
pasangan nomor urut 2 yakni Ahmad Syarif Madzkurullah, SH dan Aep Syaefullah.
Dalam pilkada ini, partai politik membentuk koalisi atau bergabung dengan
partai politik lainnya guna menyatukan tujuan untuk mengusung calon Bupati dan
wakilnya. Koalisi ini dengan tujuan mendapatkan dukungan suara terbanyak untuk
proyeksi tujuan pemenangan pemilu, kekuasaan, dan pragmatis.
Pasangan dengan nomor urut 1 diusung oleh koalisi beberapa partai yakni
Golkar, PDI-P, PKS, Nasdem, Demokrat, PAN, PPP, PKB. Pasangan nomor urut 2
diusung oleh partai Gerindra, Hanura, dan PBB. Dari realitas ini, pasangan nomor
urut 1 terindikasi melakukan aksi borong parpol.
Ketua KPU-RI memberikan tanggapan atas aksi borong parpol ini bahwa
ada calon kepala daerah di Serang, Banten, borong parpol dalam pilkada serentak
gelombang pertama pada 2015. Pada fenomena ini, sepasang bakal calon kepala
daerah memborong seluruh parpol dari Koalisi Merah Putih (KMP) maupun Koalisi
Indonesia Hebat (KIH).14
Meski hal itu tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang,
namun ketua KPU Husni Kamil Malik berharap kondisi ini tidak dilupakan begitu
saja oleh pemerintah dan DPR RI untuk menjadi materi pembahasan terkait dengan
regulasi bagi penyelenggara pemilu ke depan.15
14http://news.liputan6.com/read/2281561/kpu-borong-parpol-bisa-undur-pilkada-serentak
diakses pada 11 oktober 2015 14.30 WIB
15http://indalber.com/waspadai-borong-parpol-di-pilkada/ diakses pada 11 oktober 2015 23.57
Selanjutnya Husni juga menjelaskan tentang regulasi pilkada bahwa yang
punya kewenangan untuk membuat regulasi itu pemerintah dan DPR. Fenomena
memborong parpol itu tidak demokratis, tapi kalau diberlakukan batasan dukungan
maksimal partai, juga tidak demokratis. Pada akhirnya, partai politik yang akan
menjadi kunci dalam terwujudnya pilkada itu demokratis atau tidak.16
Namun, pada realitasnya parpol tidak lagi melakukan demokrasi yang
diharapkan oleh rakyat. Parpol justru fokus dengan bagaimana memenangkan
kontestasi pemilu, jatah kekuasaan dan pragmatis. Fenomena ini sebagai rasa takut
akan kekalahan para bakal calon borong partai yang biasanya merupakan inkamben
atau petahana. Para calon inkamben ini dianggap tidak ingin memberi peluang
kepada lawan (oposisi) untuk mendapat dukungan parpol. Mereka berupaya untuk
menang dalam pilkada dan melanggengkan kekuasaan mereka dengan hegemoni
pemborongan parpol yang dilakukan.
Ditengah perhelatan politik ini, mahasiswa melakukan aksi dengan isu
borong parpol. Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Kabupaten
Serang menilai pilkada serentak Kabupaten Serang hanya sekedar formalitas dan
basa basi. Menurut Koordinator aksi Sukatno bahwa ada sebuah keganjilan terjadi
dalam proses pilkada serentak ini karena aksi borong partai sangat banyak terjadi
dan ini menjangkiti partai-partai kontestan pilkada Kabupaten Serang.17
16Pernyataan Husni Kamil Malik pada http://indalber.com/waspadai-borong-parpol-di-pilkada/
diakses pada 11 oktober 2015 23.59 WIB
17
Dirinya menambahkan meskipun satu pasang boneka tersebut diusung oleh
partai namun terlihat jelas hanya kamuflase saja, sehingga pilkada serentak dapat
dilakukan. Selanjutnya sukatno menyatakan bahwa hal ini menjatuhkan nilai
demokrasi, tidak hanya itu parpol tidak memiliki itikad baik dalam membangun
Banten karena semua parpol berbondong bondong merapat ke salah satu petahan
yang kami lihat tidak layak memimpin Kabupaten Serang.18
Parpol tidak mempertimbangkan kapabilitas dan kemampuan dari calon
tersebut, tapi hanya memikirkan bagaimana kemenangan bisa diraih kembali dan
anggota parpolnya dapat menduduki jabatan strategis dalam birokrasi pemerintahan
calon tersebut serta biaya yang diberikan calon untuk parpol tersebut dalam
memberikan dukungan kepada calon tersebut dan memperlancar proses pilkada.
Pasangan Ratu Tatu dan Pandji Tirtayasa menjadi calon bupati dan wakil
bupati tunggal yang diusung oleh 8 partai politik hingga masa pendaftaran habis
pada tanggal 28 Juli lalu, sementara satu pasang calon lainnya Syarief dan Aep yang
diusung oleh 3 parpol gagal dan ditolak karena tidak lulus verifikasi. Namun
pendaftaran kembali diperpanjang karena hanya ada satu pasang calon yang
terdaftar di KPU Kabupaten Serang, yang pada akhirnya pasangan Syarif dan Aep
kembali mendaftar dan lulus verifikasi.
18Pernyataan koordinator aksi KAMMI UNTIRTA, dikutip dari
Secara politik, hukum rimba dan sikap aji mumpung sangat kental
mewarnai. Akibatnya, kepentingan kelompok dan golongan lebih diutamakan
daripada kepentingan bangsa dan masyarakat. Esensi demokrasi the winner takes
all tidak berlaku, karena kekalahan merupakan sesuatu yang memalukan sehingga
suburlah budaya tandingan dan/atau memutus silaturahmi.19
Keadaan politik tersebut dikaji lebih lanjut dalam penelitian ini. Penelitian
ini merupakan studi komunikasi politik. Studi komunikasi politik menjadi studi
yang bersifat ilmiah, sekaligus bisa pula diterapkan untuk kajian praktis yang
berkait dengan strategi memengaruhi persepsi hingga voting behavior. Pada aspek
psikologi sosial, kajian ini digunakan untuk memahami aspek komunikasi pada
individu, seperti perubahan sikap, efek pesan politik lewat media, dan persepsi
politik.20 Seperti yang dikaji dalam penelitian ini yakni bagaimana persepsi
masyarakat tentang aksi borong parpol pada pilkada kabupaten Serang 2015.
Aksi borong parpol ini menjadi trend tersendiri dalam kontestasi pilkada,
khususnya pilkada di Kabupaten Serang. Penulis tertarik untuk mencari data dan
analisis hasil data dalam penelitian ini terkait persepsi masyarakat tentang aksi
borong partai politik pada pilkada kabupaten Serang. Dalam penelitian ini,
penulis memilih responden masyarakat pemilih karena memiliki hak suara dalam
pilkada kabupaten Serang 2015. Fenomena ini merupakan kajian yang sangat
19Henry Subaktio. 2014. Komunikasi politik, Media, dan Demokrasi. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, halaman 38
penting melihat fenomena komunikasi politik yang semakin rumit dan sulit
dipahami dan aksi borong parpol yang terjadi secara alamiah dalam berpolitik.
1.2 Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang, rumusan masalah dalam penulisan ini adalah:
“Seperti Apa Persepsi Masyarakat tentang Aksi Borong Partai Politik pada Pilkada Kabupaten Serang?”
1.3 Identifikasi Masalah
Untuk lebih mudah dalam analisis data, penulis merumuskan identifikasi
masalah dalam penulisan ini yaitu :
1. Seberapa besar tahapan seleksi dalam pembentukan persepsi
masyarakat tentang aksi borong partai politik pada pilkada kabupaten
Serang?
2. Seberapa besar tahapan organisasi dalam pembentukan persepsi
masyarakat tentang aksi borong partai politik pada pilkada kabupaten
Serang?
3. Seberapa besar interpretasi masyarakat tentang aksi borong partai
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk :
1. Mengetahui seberapa besar tahapan seleksi dalam pembentukan
persepsi masyarakat tentang aksi borong partai politik pada pilkada
kabupaten Serang?
2. Mengetahui seberapa besar tahapan organisasi dalam pembentukan
persepsi masyarakat tentang aksi borong partai politik pada pilkada
kabupaten Serang?
3. Mengetahui seberapa besar interpretasi masyarakat tentang aksi borong
partai politik pada pilkada kabupaten Serang?
1.5 Manfaat Penelitian
Penulis berharap, hasil dari penelitian ini dapat menjadi studi literatur
tentang komunikasi politik, dan ilmu sosial politik. Juga menjadi landasan kritik
membangun bagi gerakan tertib politik. Hal ini bertujuan sebagai perwujudan
nilai demokrasi. Dan penelitian ini memberikan manfaat yakni :
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diperuntukkan untuk dapat dijadikan studi literatur
sebagai pengembangan ilmu komunikasi politik tentang pengukuran persepsi
dan analisisnya. Dan juga menjadi studi politik bagi masyarakat negara
Indonesia dan masyarakat Serang khususnya dalam upaya mewujudkan
pemerintahan yang demokratis dan kedaulatan masyarakat yang utuh. Penulis
DPRD, Mahkamah Konstitusi, bersama Presiden untuk mengamandemen
Undang-Undang pelaksanaan pemilu yang lebih demokratis dan menjunjung
tinggi demokrasi normatif yang kompetitif.
2. Manfaat Praktis
Hasil dari penelitian ini akan berkontribusi bagi masyarakat pemilih dalam
partisipasi politik mereka. Selain itu, penelitian ini juga dapat menjadi
pertimbangan Komisi Pemilihan Umum-Republik Indonesia, khususnya KPU
Kabupaten Serang untuk merubah regulasi dan ketetapan aturan pilkada. Dan juga
dapat menjadi pertimbangan pemerintah dalam membuat aturan terkait pilkada dan
perwujudan demokrasi di Indonesia, termasuk Kabupaten Serang, Banten. Penulis
juga menginginkan gerakan tertib politik bagi masyarakat Negara Indonesia,
khususnya Serang Banten. Dan juga untuk mewujudkan kesadaran politik
22
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Ilmu Komunikasi
Menurut William I Gorden, komunikasi secara ringkas dapat didefinisikan
sebagai transaksi dinamis yang melibatkan gagasan dan perasaan. Dalam
komunikasi transaksional, komunikasi dianggap telah berlangsung bila seseorang
telah menafsirkan perilaku orang lain, baik perilaku verbal maupun nonverbalnya.
Seperti yang dikemukakan oleh Burgoon, yang menekankan variabel-variabel yang
berbeda, yakni penerima dan makna pesan bagi penerima, hanya saja makna pesan
itu juga berlangsung dua arah.21
Dalam berkomunikasi, orang-orang akan meramalkan efek perilaku
komunikasi mereka. Artinya, orang-orang memilih strategi tertentu berdasarkan
bagaimana orang yang menerima pesan akan merespons. Prediksi ini tidak selalu
disadari, dan sering berlangsung cepat. Prediksi ini muncul dari proses pemahaman
perilaku komunikasi orang lain berdasarkan peran sosialnya.22
21 Deddy mulyana, 2008. Ilmu komunikasi suatu pengantar, Bandung, PT. Remaja rosdakarya, halaman 74-76
Pada hakikatnya, komunikasi adalah proses pernyataan antarmanusia. Yang
dinyatakan itu adalah pikiran atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan
menggunakan bahasa sebagai penyalurnya.23 Bahasa komunikasi dinamakan pesan,
orang yang menyampaikan pesan tersebut disebut komunikator, dan yang
menerima pesan adalah komunikan. Lebih tegasnya, komunikasi berarti proses
penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan. Pesan komunikasi terdiri
dari dua aspek, pertama isi pesan, kedua adalah lambang. Isi pesan merupakan
pikiran atau perasaan, lambang adalah bahasa.
2.1.1 Jenis Komunikasi
Berdasarkan jenisnya, komunikasi dibagi menjadi komunikasi
pribadi, komunikasi kelompok, dan komunikasi massa. Dalam penelitian ini
menggunakan kajian komunikasi massa dan komunikasi politik. Yang
dimaksudkan komunikasi massa adalah komunikasi melalui media massa
modern, yang meliputi surat kabar, siaran radio, berita online, dan televisi
yang ditujukan kepada khalayak umum.
Komunikasi massa menyiarkan informasi, gagasan dan sikap kepada
komunikan yang beragam dalam jumlah yang banyak dengan menggunakan
media. Seorang politikus dapat mencapai jauh lebih banyak komunikan
dengan sekali uraian pada media massa.24
23 Onong uchjana effendy, 2007. Ilmu, teori dan filsafat komunikasi, Bandung :PT. Citra Adithya Bakti, halaman 28
Berita terkait perkembangan proses pilkada Kabupaten Serang 2015
dipublikasikan di media. Masyarakat pemilih dapat memantau
perkembangan terkini berita pilkada Kabupaten Serang. Penulis menyimak
berita di media dan menjadikan referensi yang relevan dalam penelitian ini.
2.1.2 Proses Komunikasi
Terdapat dua perspektif proses komunikasi, yang pertama yakni
perspektif psikologis. Dalam perspektif psikologis, proses komunikasi ini
terjadi pada diri komunikator dan komunikan. Ketika komunikator berniat
untuk menyampaikan pesan kepada komunikan, maka dalam dirinya terjadi
suatu proses/decoding. Dan kemudian, pesan yang disampaikan akan
dimaknai oleh komunikan dalam proses penafsiran pesan/enconding.
Dan yang kedua perspektif mekanistis, proses komunikasi dibagi
lagi menjadi dua bagian. Bagian pertama yakni komunikasi secara primer,
yakni proses penyampaian pikiran dengan menggunakan lambang/simbol
sebagai media atau saluran. Proses selanjutnya yakni komunikasi sekunder,
yakni proses penyampaian pesan dengan menggunakan sarana atau media
kedua setelah lambang/simbol.25 Proses komunikasi mekanistis ini bersifat
situasional, bergantung pada situasi ketika komunikasi itu berlangsung.
2.1.3 Tujuan Komunikasi
Komunikasi memiliki tujuan untuk: mengubah sikap; mengubah
opini/pandangan/pendapat; mengubah perilaku; mengubah masyarakat.
Pada hakikatnya, komunikasi memiliki tujuan kesamaan makna pesan yang
disampaikan komunikator kepada komunikan dan terciptanya pengertian.
2.1.4 Model Komunikasi
Gambar 2.1 Model S-O-R 26
Model ini menunjukkan komunikasi sebagai proses aksi-reaksi yang
sangat sederhana. Pengembangan model ini yakni teori komunikasi S-O-R
(stimulus-organism-response).
26 Onong Uchjana Effendy, 2006. Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, halaman 253
Stimulus Organisme:
Seleksi
Organisasi
interpretasi
Respon
2.1.5 Tradisi Sosiopsikologis
Kajian individu sebagai makhluk sosial merupakan tujuan dari
tradisi sosiopsikologis. Berasal dari kajian psikologi sosial, tradisi ini
memiliki tradisi yang kuat dalam komunikasi. Teori-teori tradisi ini
berfokus pada perilaku sosial individu, variabel psikologis, efek individu,
kepribadian dan sifat, persepsi, serta kognisi.27 Seperti dalam penelitian ini
yakni meneliti bagaimana persepsi masyarakat tentang aksi borong parpol
pada pilkada kabupaten Serang. Penelitian ini termasuk tradisi
sosiopsikologis yang berfokus pada persepsi.
Pertanyaan-pertanyaan penting dalam penelitian area ini, termasuk
bagaimana persepsi dipresentasikan secara kognitif serta bagaimana
representasinya diproses melalui mekanisme yang memberikan perhatian,
ingatan, campur tangan, seleksi, motivasi, perencanaan, dan
pengorganisasian. Tradisi dalam sosiopsikologis dibagi kedalam tiga
cabang yakni : perilaku, kognitif, dan biologis. Dalam teori kognitif, teori
ini berpusat pada bentuk pemikiran, cabang ini berkonsentrasi pada
bagaimana individu memperoleh, menyimpan, dan memproses informasi
dalam cara yang mengarahkan output mereka. Dengan kata lain, apa yang
anda lakukan dalam situasi komunikasi bergantung tidak hanya pada bentuk
stimulus-response, melainkan pada operasi mental yang digunakan untuk
mengelola informasi.28 Penulis menerapkan teori S-O-R yakni
stimulus-organism-response. Pada tahapan organism atau subjek akan terjadi proses
kognitif yakni berpikir untuk mengolah informasi yang akan berujung pada
respons dan interpretasi dari individu tersebut.
2.1.6 Psikologi Komunikasi
Psikologi mencoba menganalisa seluruh komponen yang terlibat
dalam komunikasi. Pada diri komunikan, psikologi memberikan
karakteristik manusia komunikan serta faktor-faktor internal maupun
eksternal yang mempengaruhi perilaku komunikasinya. Pada saat pesan
sampai pada diri komunikan, psikologi melihat kedalam proses penerimaan
pesan, menganilisa faktor-faktor personal dan situasional yang
mempengaruhinya.29
Pada pilkada kabupaten Serang, individu masyarakat menerima
stimulus situasional dari suasana politik pilkada. Proses lanjutannya adalah
bagaimana mereka menerima informasi pilkada dan berproses kognitif
dalam pembentukan persepsi tentang aksi borong parpol.
George A Miller, mendefinisikan psikologi komunikasi yang
mencakup semuanya yakni psikologi komunikasi adalah ilmu yang
berusaha menguraikan, meramalkan, dan mengendalikan peristiwa mental
dan behavioral dalam komunikasi. Peristiwa mental adalah mediasi stimuli
28Ibid, halaman 64-65
sebagai akibat berlangsungnya komunikasi. Peristiwa behavioral adalah apa
yang nampak ketika orang berkomunikasi.30
2.1.7 Efek Kognitif Komunikasi Massa
Informasi yang diperoleh telah menstruktur atau mengorganisasikan
realitas. Realitas tersebut memiliki makna, bisa disebut sebagai citra. Citra
adalah gambaran tentang gambaran tentang realitas. Citra adalah dunia
menurut persepsi kita. Media massa bekerja untuk menyampaikan
informasi. Buat khalayak, informasi itu dapat membentuk,
mempertahankan, atau meredefinisikan citra.
Menurut McLuhan, media massa adalah perpanjangan dari alat
indera kita. Dengan media massa kita memperoleh informasi tentang benda,
orang, atau tempat yang tidak kita alami secara langsung. Media massa
datang untuk menyampaikan informasi tentang sosial dan politik.31
2.1.8 Teori Komunikasi S-O-R
Teori komunikasi dapat mengacu pada sebuah teori tunggal atau
dapat digunanakan untuk menandakan kearifan kolektif yang ditemukan
dalam seluruh kesatuan teori-teori yang berhubungan dengan komunikasi.32
Pada penelitian ini, penulis menggunakan teori komunikasi S-O-R
(stimulus-organism-response).
30 Jalaluddin Rakhmat, 2008. Psikologi komunikasi, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, halaman 9 31Ibid, halaman 224
Teori S-O-R masuk dalam tradisi sosiopsikologis, kajian individu
sebagai makhluk sosial merupakan tujuan dari tradisi ini. Berasal dari kajian
psikologi sosial, tradisi ini memiliki tradisi yang kuat dalam komunikasi.33
Menurut teori ini, efek yang ditimbulkan adalah reaksi khusus terhadap
stimulus khusus, sehingga seseorang dapat mengharapkan dan
memperkirakan kesesuaian antara pesan dan reaksi komunikan. Unsur
komunikasi pada teori ini yakni tentang pesan (stimulus), komunikan
(organism), dan efek (response).
Prof. Dr. Mar’at dalam bukunya sikap manusia, perubahan serta
pengukurannya, mengutip dari pendapat Hovland, Janis, dan Kelley yang
menyatakan bahwa dalam menalaah sikap yang baru ada tiga variabel
penting yaitu : perhatian; pengertian; penerimaan.34
Menurut model S-O-R ini, organisme menghasilkan perilaku
tertentu jika ada stimulus tertentu pula. Maka unsur-unsur dari teori ini
adalah Pesan (Stimulus, S), Komunikan (Organisme, O), Efek (Response,
R)35
Hovland (1953) mengatakan bahwa proses perubahan perilaku
pada hakekatnya sama dengan proses belajar. Proses perubahan perilaku
tersebut menggambarkan proses belajar pada individu yang terdiri dari:
33Ibid, halaman 63
34 Onong U effendy, halaman 254-256
a. Stimulus (rangsang) yang diberikan pada organisme dapat diterima atau
ditolak. Apabila stimulus tersebut tidak diterima atau ditolak, berarti
stimulus itu tidak efektif mempengaruhi perhatian individu dan
berhenti disini. Tetapi bila stimulus diterima oleh organisme, berarti
ada perhatian dari individu dan stimulus tersebut efektif.
b. Apabila stimulus telah mendapat perhatian dari organisme (diterima)
dan dimengerti, maka stimulus ini akan dilanjutkan kepada proses
berikutnya.
c. Organisme mengolah stimulus tersebut sehingga terjadi kesediaan
untuk betindak demi stimulus yang telah diterimanya (bersikap).
d. Akhirnya dengan dukungan fasilitas serta dorongan dari lingkungan,
maka stimulus tersebut mempunyai efek tindakan dari individu tersebut
(perubahan perilaku).
Selanjutnya teori ini mengatakan bahwa perilaku dapat berubah
hanya apabila stimulus yang diberikan benar-benar melebihi dari stimulus
semula. Peran stimulus adalah untuk meyakinkan organisme untuk
memberikan perhatian lebih. Dalam meyakinkan organisme ini, faktor