STRATEGI RADIO REPUBLIK INDONESIA (RRI) BANTEN DALAM MEMBANGUN EKSISTENSI
SEBAGAI LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Komunikasi pada Konsentrasi Humas Program Studi Ilmu Komunikasi
Oleh:
Annisa Nurprabandari
NIM. 6662102364
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
BANTEN
PERNYATAAN ORISINALITAS
Yang bertandatangan di bawah ini:
Nama : Annisa Nurprabandari
NIM : 6662102364
Tempat Tanggal Lahir : Tangerang, 7 Mei 1992
Program Studi : Ilmu Komunikasi
Menyatakan bahwa skripsi yang berjudul STRATEGI RADIO REPUBLIK
INDONESIA (RRI) BANTEN DALAM MEMBANGUN EKSISTENSI
SEBAGAI LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK adalah hasil karya saya sendiri,
dan seluruh sumber yang dikutip maupun yang dirujuk telah saya nyatakan
dengan benar. Apabila dikemudian hari skripsi ini terbukti mengandung unsur
plagiat, maka gelar kesarjanaan saya bisa dicabut.
Serang, Juni 2014
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada
kemudahan”
(Q.S. Al-Insyirah : 6)
Tanpa D-U-I-T (Doa-Usaha-Ikhtiar-Tawakal) Tidak Akan
Ada Suatu Keberkahan dan Keberhasilan Untuk Mencapai
Suatu Cita-cita
(Annisa Nurprabandari)
Skripsi ini kupersembahkan untuk Ibunda tercinta dan adikku tersayang,
vi
telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan
judul “STRATEGI RADIO REPUBLIK INDONESIA (RRI) BANTEN DALAM
MEMBANGUN EKSISTENSI SEBAGAI LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK”.
Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana
Ilmu Komunikasi pada konsentrasi Ilmu Humas program studi Ilmu Komunikasi
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
Perlu disebutkan pula bahwa selesainya penyusunan skripsi ini tidak
terlepas dari bantuan moril maupun materiil dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu kelancaran penulisan skripsi ini, antara lain kepada:
1. Bapak Dr. Agus Sjafari, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa beserta Wakil Dekan I, II, III.
2. Ibu Neka Fitriyah, S.Sos., M.Si selaku Ketua Program Studi Ilmu
Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan
Ageng Tirtayasa.
3. Ibu Puspita Asri Praceka, S.Sos., M.I.Kom selaku Sekretaris Program
Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
vii
5. Ibu Andin Nesia, S.IK., M.I.Kom selaku dosen pembimbing II yang
dengan sabar telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam
penyusunan skripsi ini hingga selesai.
6. Kepada Bapak Darwis Sagita, S.I.Kom selaku dosen pembimbing
akademik dan kepada seluruh dosen Program Studi Ilmu Komunikasi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa,
terima kasih atas bimbingan dan pengetahuan yang telah diberikan kepada
penulis selama melaksanakan perkuliahan
7. Kepada pihak RRI khususnya Bapak Zahral Mutzaini, Bapak Engkay
Karsila, Pak Ardan, Mba Gita, Mas Dede Firdaus yang telah membantu
memberikan data dan informasi yang diperlukan penulis dalam menyusun
skripsi ini.
8. Terima kasih untuk orang tuaku yang tersayang, Ibu Sri Hardiyati, serta
adikku Ichsan Nurfajri Baihaqy yang telah mencurahkan kasih sayangnya,
mendukung, baik moril maupun materiil dan memberikan doa serta
motivasi kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini. Tanpa doa dan
dukungan dari kalian penulis tidak akan berhasil seperti ini, sayang kalian
selalu.
9. Sepupuku Dini Iftita Insani, Sabila Fikri Hanifa, si kecil mungil Khalisa
viii
motivasi kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.
11.Teman – temanku, Rosa, Vitha, Maya Maul, Puput, Septa, Widi, Sarah,
Amel, Indra, Putri Delia. Kekonyolan dan kekompakan kalian takkan
pernah terlupa. Sahabatku yang selalu bersama-sama bimbingan skripsi
dan menjadi teman sharing dalam penyusunan skripsi, Ifat, Dede, Lulu,
Ara, Geby, Nurhamidah, Maya Lestari, Okta Zikriani, Tika, Ade Irfan
terima kasih sudah menjadi teman yang baik. Seluruh teman-teman
seperjuangan Humas & Jurnalistik baik reguler maupun nonreguler
angkatan 2010 yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu yang telah
memberikan semangat dengan lelucon-leluconnya dan akan menjadi
kenangan yang tak terlupakan.
12.Terimakasih untuk teman-teman kosanku di blok C3 No.17, ka Novi, teh
Merry, teh Wulan, teh Tanti, Aulia, Suci yang selalu memberikan
semangat, perhatian, saran, menjadi teman saat suka maupun duka,
berbagi keluh kesah. Kalian yang terbaik bagiku, sayang kalian semua.
Ayo kita karaokean dan menggila lagi kawan...!
13.Terimakasih untuk kakakku, Teh Silvi, Teh Isti walupun kita beda jurusan
kalian selalu memberikan semangat, perhatian kepada penulis. Untuk Teh
Thia, Teh Astri (Ante), Teh Anis Nisfu, Teh Fitri Febrianti, Teh Salsa, Teh
ix
15.Semua pihak yang telah membantu dalam kelancaran proses penyusunan
skripsi ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Penulis
menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, mengingat
keterbatasan waktu, tenaga, dan pikiran penulis saat penyusunan skripsi
ini. Kritik serta saran yang membangun penulis harapkan sebagai bahan
masukan demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata, semoga skripsi ini
bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.
Serang, Juni 2014
x
PERNYATAAN ORISINALITAS ... ii
LEMBAR PERSETUJUAN ... iii
LEMBAR PENGESAHAN ... iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v
KATAPENGANTAR ... vi
DAFTARISI ... x
DAFTAR TABEL... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
ABSTRAK ... xvi
ABSTRACT ...xvii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Rumusaan Masalah ... 6
1.3. Identifikasi Masalah ... 6
1.4. Tujuan Penelitian ... 6
1.5. Manfaat Penelitian ... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8
2.1. Tinjauan Konseptual ... 8
2.1.1 Pengertian komunikasi ... 8
xi
2.4. Eksistensi RRI Banten Sebagai Lembaga Pers ... 27
2.5. Kerangka Berpikir ... 31
2.6. Penelitian Terdahulu ... 32
BAB III METODELOGI PENELITIAN ... 36
3.1. Pendekatan Penelitian ... 36
3.2. Paradigma Pospositivistis ... 37
3.3. Metode Penelitian ... 38
3.4. Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data... 40
3.4.1. Observasi ... 40
3.4.2. Wawancara ... 40
3.4.2.1Kriteria dan Teknik Pemilihan Informan ... 42
3.4.3 Discussion Research (Riset Diskusi) ... 44
3.4.4 Dokumentasi ... 45
3.5. Uji Validitas ... 45
3.6. Teknik Analisis Data ... 47
3.7. Lokasi dan Jadwal Penelitian ... 49
3.7.1 Lokasi Penelitian ... 49
3.7.2 Jadwal Penelitian ... 49
BAB IV HASIL PENELITIAN ... 50
xii –
4.1.4 Aplikasi Visi – Misi RRI ... 54
4.1.5 Program Siaran RRI Banten ... 57
4.2 Personalia ... 58
4.3 Deskripsi Informan ... 59
4.3.1 H. Engkay Karsila.,SE ... 59
4.3.2 Drs. H. Zahral Mutzaini ... 60
4.3.3 Agus Ardan Maulana.,SH ... 60
4.4 Analisis dan Pembahasan ... 60
4.4.1 SWOT RRI Banten ... 61
4.4.1.1 Kekuatan (Strength) RRI Banten ... 62
4.4.1.2 Kelemahan (Weakness) RRI Banten ... 65
4.4.1.3 Peluang (Opportunities) RRI Banten ... 66
4.4.1.4 Ancaman (Threath) RRI Banten ... 67
4.4.2 SWOT Sebagai Cara Membentuk Strategi ... 68
4.4.2.1Strategi menggunakan kekuatan untuk membangun eksistensi ... 68
4.4.2.2Strategi meminimalkan kelemahan untuk membangun eksistensi ... 69
xiii
Media) ... 74
4.4.4 Eksistensi RRI Banten ... 78
BAB V PENUTUP ... 81
5.1Kesimpulan ... 81
5.2Saran ... 83
5.2.1 Saran Teoritis ... 83
5.2.2 Saran Praktis... 84
xiv
Tabel 2.1 : Matriks SWOT Penentuan Strategi ... 23
Tabel 2.2 : Penelitian Terdahulu ... 34
Tabel 3.7 : Jadwal Penelitian ... 49
Tabel 4.1 : Kekuatan RRI Banten ... 64
Tabel 4.2 : Kelemahan RRI Banten ... 65
Tabel 4.3 : Peluang RRI Banten ... 65
Tabel 4.4 : Ancaman RRI Banten ... 67
xiv
Lampiran 3 : Sejarah RRI Banten
Lampiran 4 : Struktur Organisasi RRI Banten
Lampiran 5 : Program Acara RRI Banten
Lampiran 6 : Data Informan Penelitian
Lampiran 7 : Pedoman Wawancara
Lampiran 8 : Hasil Wawancara
Lampiran 9 : Dokumentasi Foto
Lampiran 10 : Foto copy kartu bimbingan
Lampiran 11 : Foto copy kartu sit-in sidang
Lampiran 12 : Foto copy sertifikat TOEFL
xv Pembimbing II: Andin Nesia, S.IK., M.Ikom
RRI Banten merupakan RRI termuda dari seluruh RRI di Indonesia yang mulai mengudara pada tahun 2012 dan siaran produksinya di bawah naungan atau binaan RRI Jakarta. Beroperasi pada frekuensi 94,9 FM di daerah Karundang, Serang, RRI Banten merupakan Programma 1 (PRO 1) yang merupakan kanal pemberdayaan masyarakat, yang segmentasi program siarannya digolongkan untuk semua golongan atau usia, sehingga manajemennya masih diawasi oleh pusat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui strategi RRI Banten dalam membangun eksistensi sebagai lembaga penyiaran publik. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif menggunakan beberapa langkah yaitu: Observasi, wawancara, riset diskusi, dokumentasi, uji validitas dan penarikan kesimpulan. Berdasarkan analisis SWOT, penelitian ini menemukan bahwa Radio Republik Indonesia Banten 94,9 FM mempunyai kekuatan diantaranya RRI Banten merupakan bagian dari pemerintah sehingga permodalan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Kelemahan, yaitu Kekurangan personil dalam struktur organisasi. Peluang, Segmentasi siaran yang dibidik oleh RRI adalah masyarakat-masyarakat yang tidak terjangkau oleh hiburan-hiburan seperti halnya TV dan radio-radio swasta lainnya di pelosok-pelosok daerah. Ancaman, Banyaknya kompetitor seperti radio swasta, televisi, dan koran. Dari kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman tersebut, dapat ditentukan strategi yaitu, memaksimalkan akses yang dimiliki untuk kerjasama serta merangkul pemerintah untuk memudahkan perluasan jaringan, meningkatkan kualitas SDM karyawan dengan promosi ke lain daerah, rotasi dan memberi reward, menambah segmentasi PRO 2 yang kontennya untuk anak muda/remaja serta melengkapi sistem siaran dengan audio dan video streaming.
xvi
RRI banten is the youngest RRI in Indonesia that begin the on air in 2012 and the broadcast production is under the guidance RRI Jakarta. It’s operate on 94.9 FM
in Karundang, Serang. RRI Banten is the Programma (PRO 1) that’s the channel
of society empowerment, the broadcast segmentation it self is include for universal category or universal age, so the management of 94.9 FM RRI Banten is still under control RRI Jakarta (Central RRI). The purpose of this research is to know the strategy of RRI Banten in building the existence as the public broadcast institution. This research use qualitative approach with descriptive method that needed some steps like: observation, interview, discussion research, documentation, validity test, and make a conclusion. Based on the SWOT analytical, the researcher found that 94.9 FM RRI Banten has a strength, such as: RRI Banten is the part of the government, so the financial capital is come from the calculation income and state expenditure or calculation income and region expenditure. The weakness of the RRI Banten is lack of the staffin the organization structure. The opportunity of RRI Banten is the broadcast segmentation that focus
on the communities that can’t reach by the other entertainment on the TV station
and the private Radios in the outlying region. Threat, its so many competitor such private radio, television, and newspaper. From the strength, weakness, opportunity and the threat above, the researcher found the strategy: maximizing the access that RRI Banten have to work together and huddle up the government to make the network expansion easier, increasing the quality of the employee human resource with promote to the other region, rotation and give a reward, adding the PRO 2 segmentation which is the contain is exclusive for the young people/teenager and also completing the broadcast system with the audio and video streaming.
1 1.1 Latar Belakang
Di Indonesia, radio merupakan alat komunikasi penting sejak negara ini
baru berdiri. RRI adalah salah satu radio tertua di Indonesia yang berdiri pada
tahun 1945 dan menurut UU No. 32/2002 tentang penyiaran, RRI adalah
Lembaga penyiaran publik (LPP), yang merupakan stasiun penyiaran yang
mendapatkan anggaran operasional dari APBN untuk stasiun pusat yang
berkedudukan di ibukota Jakarta dan APBD untuk stasiun daerah. Disamping itu,
dana operasionalnya dapat juga berasal dari iuran masyarakat serta usaha-usaha
stasiun tersebut yang sah.
Salah satu jaringan radio RRI pusat yaitu RRI Banten yang merupakan
stasiun tipe C atau stasiun siaran kelas C, yang berkedudukan di wilayah kota,
yang siaran produksinya di bawah naungan atau binaan RRI Jakarta, yang
beroperasi pada frekuensi 94,9 FM di daerah Karundang, Serang. Dengan
pemancar berkekuatan 5 Kwh RRI Banten mencoba memberikan siaran
berita/informasi, siaran pendidikan/budaya, dan hiburan untuk lingkup siaran
wilayah Kota/Kab Serang, Kota Cilegon, Kab. Pandeglang, Cikupa, dan Balaraja.
Dengan ditunjang karyawan yang berjumlah 14 orang, sebagai lembaga
penyiaran yang mengutamakan kepentingan publik, RRI Banten tetap beroperasi
dan terus membangun dan mengembangkan siaran, dan memperluas jaringan
dan efisien sesuai dengan visi dan misi yang diemban oleh RRI. Terkait dengan
RRI Banten yang merupakan stasiun di bawah naungan RRI Jakarta, maka, segala
sesuatu yang berhubungan dengan konten siaran, pendistribusian berita, bahkan
pembiayaan operasional masih membutuhkan subsidi anggaran dari pusat oleh
karena itu, sebagai lembaga penyiaran publik, yang berjaringan terluas, RRI
Banten masih berupaya terus membangun dan megembangkan siarannya.
Disadari atau tidak, banyaknya kompetitor juga merupakan suatu kendala
bagi RRI. Sekarang ini khususnya masyarakat di Banten lebih cenderung memilih
televisi dengan programnya yang cukup menarik dan variatif. Dan selain itu
masyarakat juga membagi porsi terhadap media massa, seperti koran, majalah,
media online. Namun hal tersebut merupakan kendala yang sehat, karena dengan
penggunaan gaya bahasa yang komunikatif oleh penyiar RRI saat berinteraksi
dengan pendengarnya tidak membuat RRI kehilangan popularitas hingga saat ini
RRI Banten masih terus tetap eksis, tetap ada pendengar spesial.
RRI Banten merupakan RRI termuda dari seluruh RRI di Indonesia yang
mulai mengudara pada tahun 2012. RRI Banten merupakan Programma 1 (PRO 1)
yang merupakan kanal pemberdayaan masyarakat, yang segmentasi program
siarannya digolongkan untuk semua golongan atau usia, sehingga manajemennya
masih diawasi oleh pusat.
Sebagai radio publik yang berada di daerah Banten, RRI Banten terus
mencoba membangun eksistensi, mengembangkan dan memperluas jaringan
yang merupakan pusat kreatifitas anak muda yang segmentasi dan seluruh
siarannya ditujukan untuk anak muda.
Dengan menerapkan secara baik dan konsisten strategi manajemen
penyiaran tersebut, kiranya lembaga penyiaran publik RRI Banten akan mampu
membangun dan mengembangkan eksistensi di daerahnya, dan diharapkan RRI
Banten dapat berubah menjadi stasiun tipe B atau stasiun siaran kelas B.1
Manajemen media penyiaran diterapkan untuk membangun eksistensinya sebagai
radio penyiaran publik. Berdasarkan pra penelitian yang dilakukan oleh penulis
sebelumnya, RRI Banten memiliki beberapa posisi yang tergabung dalam tim
penyiar, reporter, teknik, maupun layanan usaha. Satu hal yang menarik dengan
keterbatasan jumlah awak kru tersebut, RRI Banten menerapkan sistem
multifungsional bagi setiap karyawannya. Posisi yang ada dalam struktur
organisasi setiap karyawan memiliki peran ganda untuk tetap menjalankan
manajemennya. Seperti contohnya posisi penyiar diperkenankan merangkap
menjadi reporter. Hal ini menjadi sesuatu yang tidak biasa dalam pengelolaan
suatu media penyiaran. Oleh karena itu, manajemen media penyiaran merupakan
manajemen yang unik dan tidak biasa dibandingkan dengan manajemen yang
lainnya.
RRI pada awalnya merupakan lembaga yang dibawah naungan
Departemen Penerangan yang status karyawannya adalah pegawai negeri sipil
atau PNS. Dan setelah RRI tidak bernaung lagi dengan Departemen Penerangan,
yang sekarang menjadi Kementerian Komunikasi dan Informasi, RRI menjadi
1
LPP dan pegawai lama yang dulu masih dalam naungan Departemen Penerangan
tersebut, statusnya Pegawai Negeri Sipil. Sementara untuk pegawai yang baru,
disebut Pegawai Bukan Pegawai Negeri Sipil atau PBPNS. Perekrutan karyawan
baru, ditentukan kemampuan dan disesuaikan dengan kebutuhan dari tiap-tiap
stasiun.
RRI menduduki posisi penting pada era awal pembangunan nasional di
masyarakat maupun media massa. RRI tidak lagi menjadi media penyiaran tanpa
saingan, karena semakin bermunculan radio siaran swasta maupun televisi.
Namun hal tersebut tidak menyurutkan eksistensi RRI hingga sekarang. Dengan
program-program yang disajikan RRI yang meliputi siaran pendidikan, seni
budaya, musik dan hiburan, berita, dan lain-lain. Dengan berbagai program yang
disajikan tersebut RRI mencoba tetap eksis di media penyiaran di tengah
persaingan yang begitu ketat, dengan cara terus memperbaiki mutu program agar
tetap diminati oleh masyarakat.
Hingga saat ini RRI mempunyai 250 stasiun di seluruh Indonesia dan
RRI menggunakan frekuensi AM (Amplitude Modulation) untuk di luar kota, FM
(Frekuansi Modulation) untuk di dalam kota, dan SW (Short Wave) untuk diluar
negeri. Salah satu keunggulan RRI adalah menggunakan satelit Palapa C2 untuk
sistem komunikasinya, sehingga bisa siaran dimana saja dan jangkauannya luas.
Sebagai upaya untuk menyiasati agar RRI semakin berkembang, maka
RRI mengembangkan siarannya yang dulu RRI hanya audio fining saja, tetapi
audio streaming dan video streaming. Bahkan ada fasilitas di Smartphone
Android yaitu RRI Play yang bisa didengarkan di mana saja.
Berbeda dengan radio lainnya, RRI adalah lembaga penyiaran publik,
satu-satunya radio yang menyandang nama negara, siarannya ditujukan untuk
kepentingan publik seluruh lapisan masyarakat di seluruh wilayah negara
kesatuan Republik Indonesia bahkan di daerah perbatasan dan pelosok-pelosok di
Indonesia.
Di setiap stasiun RRI, minimal mempunyai empat programma (PRO)
meliputi kanal PRO 1 Pusat siaran pemberdayaan masyarakat, PRO 2 Pusat
siaran kreatifitas anak muda, PRO 3 Pusat siaran jaringan berita nasional, PRO 4
Pusat siaran budaya dan pendidikan, dan Voice of Indonesia (VOI) siaran luar
negeri dengan 8 bahasa asing.
Strategi manajemen media radio seperti RRI, tidak dapat dilepaskan dari
strategi program, manajemen, dan pemrograman dari stasiun secara keseluruhan.
Dalam hal ini, radio penyiaran publik seperti RRI mempunyai kekuatan tersendiri
yaitu RRI sebagai fasilitas lembaga pemerintahan untuk memberikan aspirasi
yang tidak mungkin disaingi oleh stasiun radio swasta niaga sebagai pesaing
terberat stasiun RRI. Selain itu RRI merupakan jaringan dengan frekuensi yang
luas, mempunyai kanal-kanal tersendiri dengan frekuensi yang berbeda disetiap
programmanya. Persoalannya tinggal bagaimana mengelola perusahaan agar dapat
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis merasa tertarik dan mencoba
untuk mengangkat sebagai topik penelitian dengan judul “Strategi RRI Banten
Dalam Membangun Eksistensi Sebagai Lembaga Penyiaran Publik”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis merumuskan masalah sebagai
berikut:
“Bagaimana strategi RRI Banten dalam membangun eksistensi sebagai lembaga
penyiaran publik.”
1.3 Identifikasi Penelitian
1. Bagaimana strategi RRI Banten menggunakan kekuatan (strength) untuk
membangun eksistensi sebagai lembaga penyiaran publik?
2. Bagaimana strategi RRI Banten meminimalkan kelemahan (weakness)
untuk membangun eksistensi sebagai lembaga penyiaran publik?
3. Bagaimana strategi RRI Banten memanfaatkan peluang (opportunities)
untuk membangun eksistensi sebagai lembaga penyiaran publik?
4. Bagaimana strategi RRI Banten menghindari ancaman (threat) untuk
membangun eksistensi sebagai lembaga penyiaran publik?
1.4 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui bagaimana strategi RRI Banten menggunakan kekuatan
2. Untuk mengetahui bagaimana strategi RRI Banten meminimalkan
kelemahan (weakness) untuk membangun eksistensi sebagai lembaga
penyiaran publik.
3. Untuk mengetahui bagaimana strategi RRI Banten memanfaatkan peluang
(opportunities) untuk membangun eksistensi sebagai lembaga penyiaran
publik.
4. Untuk mengetahui bagaimana strategi RRI Banten menghindari ancaman
(threat) untuk membangun eksistensi sebagai lembaga penyiaran publik.
1.5 Manfaat Penelitian
Aspek Teoritis
Diharapkan penulis dapat mengaplikasikan materi-materi pengajaran
mengenai ilmu komunikasi khususnya mengenai komunikasi massa dan
organisasi serta dapat memberikan sumbangan pemikiran guna melakukan
pengembangan teori-teori komunikasi dan dapat memberi wawasan baru dalam
studi komunikasi, khususnya studi kehumasan.
Aspek Praktis
Dengan adanya penelitian ini, diharapkan dapat menjadi masukan
khususnya bagi RRI agar dapat lebih menjaga eksistensinya. Dan penelitian ini
juga diharapkan agar penulis mendapatkan pengetahuan lebih mengenai teori yang
dipelajari serta fakta yang terdapat di lapangan, serta menerapkan ilmu yang
8 2.1 Tinjauan Konseptual
2.1.1 Pengertian Komunikasi
Kata komunikasi atau communication dalam bahasa inggris berasal dari
kata Latin Communis yang berarti “sama”, communico, communicatio, atau
communicare yang berarti “membuat sama” (to make common). Istilah pertama
(communis adalah istilah yang paling sering disebut sebagai asal-usul kata
komunikasi yang merupakan akar dari kata-kata Latin lainnya yang mirip.
Komunikasi menyarankan bahwa suatu pikiran, suatu makna, atau suatu pesan
dianut secara sama. Akan tetapi definisi-definisi kontemporer menyarankan
bahwa komunikasi merujuk pada cara berbagi hal-hal tersebut, seperti dalam
kalimat “kita berbagi pikiran”, “kita mendiskusikan makna”, dan “kita
mengirimkan pesan”2
Komunikasi adalah penyampaian informasi dan pengertian dari
seseorang kepada orang lain. Komunikasi akan dapat berhasil baik apabila timbul
saling pengertian, yaitu jika kedua belah pihak si pengirim dan penerima
informasi dapat memahami.3
2
Mulyana, Deddy, 2005, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, Bandung : Remaja Rosdakarya. hal.41 3
Adapun beberapa definisi komunikasi yang dikutip dari Riswandi adalah
sebagai berikut:4
1. Komunikasi adalah suatu proses melalui dimana seseorang komunikator menyampaikan stimulus (biasanya dalam bentuk kata-kata) dengan tujuan mengubah atau membentuk perilaku orang lainnya atau khalayak (Carl Hovland & Kelley).
2. Komunikasi pada dasarnya merupakan suatu proses yang menjelaskan siapa, mengatakan apa, dengan saluran apa, kepada siapa dan dengan akibat apa atau hasilnya apa, (Who says what in which channel to whom and with what effect) (Harrold Lasswell).
3. Komunikasi adalah suatu proses penyampaian informasi, gagasan, emosi, keahlian dan lain-lain melalui penggunaan simbol-simnol seperti kata-kata, gambar, angka-angka, dan lain-lain (Bernard Berelson & Gary A. Steiner).
4. Komunikasi adalah seluruh prosedur melalui mana pikiran seseorang dapat mempengaruhi pikiran orang lainnya (Weaver).
5. Komunikasi adalah suatu proses yang membuat sesuatu dari semula yang dimiliki oleh seseorang (monopoli seseorang) menjadi dimiliki oleh dua orang atau lebih (Gode).
Komunikasi adalah proses penyampaian informasi dari komunikator
kepada komunikan. Proses komunikasi tentunya tidak dapat terlepas dari
kehidupan manusia. Karena memang pada dasarnya manusia adalah makhluk
sosial yang perlu bersosialisasi dengan sesama untuk memenuhi kebutuhannya.
Dalam hal ini, penulis mendeskripsikan bahwa komunikasi akan dapat berhasil
baik apabila pihak si pengirim dan si penerima informasi dapat memahami. Hal
ini tidak berarti bahwa kedua belah pihak harus menyetujui suatu gagasan
tersebut, yang penting adalah kedua belah pihak sama-sama memahami gagasan
tersebut. Dalam hal seperti inilah baru dapat dikatakan bahwa komunikasi telah
berhasil dengan baik.
4
Dari sini dapat disimpulkan bahwa proses komunikasi dapat berhasil
dengan baik apabila ada saling pengertian dan pemahaman makna antara pihak
komunikator (pemberi informasi) dan pihak komunikan (penerima informasi).
Informasi tersebut dapat berupa rencana-rencana, instruksi-instruksi,
petunjuk-petunjuk, saran-saran, dan sebagainya.
2.1.2 Komunikasi Massa dan Media Massa
Banyak definisi tentang komunikasi massa, yang telah dikemukakan para
ahli komunikasi. Banyak ragam dan titik tekan yang dikemukakannya. Namun,
dari sekian banyak definisi itu, ada benang merah kesamaan definisi satu sama
lain. Pada dasarnya komunikasi massa adalah komunikasi melalui media massa
(media cetak dan elektronik). Sebab awal perkembangannya saja, komunikasi
massa berasal pengembangan kata media of mass communication (media
komunikasi massa). Media massa apa? Media massa (atau saluran) yang
dihasilkan oleh teknologi modern. Hal ini perlu ditekankan sebab ada media yang
bukan media massa yakni media tradisional seperti kentongan, angklung,
gamelan, dan lain-lain. Jadi, disini jelas media massa menunjuk pada hasil produk
teknologi modern sebagai saluran dalam komunikasi massa.
Lalu apa media massa dalam komunikasi massa? Ada banyak versi juga
tentang bentuk ini. Namun, dari sekian banyak definisi bisa dikatakan media
massa bentuknya antara lain media elektronik (televisi, radio), media cetak (surat
kabar, majalah, tabloid), buku, dan film. Dalam perkembangan komunikasi massa
massa, yakni ditemukannya internet. Belum ada, untuk tidak mengatakan tidak
ada, bentuk media dari definisi komunikasi massa yang memasukkan internet
dalam media massa. Padahal jika ditinjau dari ciri, fungsi dan elemennya, internet
jelas masuk dalam bentuk komunikasi massa. Dengan demikian, bentuk
komunikasi massa bisa ditambah dengan internet.5
Komunikasi massa dapat diartikan dalam dua cara, yakni, pertama,
komunikasi oleh media, dan kedua, komunikasi untuk massa, namun ini tidak
berarti komunikasi massa adalah komunikasi untuk setiap orang. Media tetap
cenderung memilih khalayak, dan demikian pula sebaliknya khalayak pun
memlih-milih media.
Komunikasi massa memiliki beberapa karekteristik. Karakteristik
terpenting pertama komunikasi massa adalah sifatnya yang satu arah. Memang
ada televisi atau radio yang mengadakan dialog interaktif yang melibatkan
khalayak secara langsung, namun itu hanya untuk keperluan terbatas. Kedua,
selalu ada proses seleksi.6
Industri media massa menggambarkan delapan jenis usaha atau bisnis
media massa. Kata industri ketika dipakai untuk menggambarkan usaha/bisnis
media, menekankan tujuan utama dari media massa untuk menghasilkan uang.
Kedelapan industri media tersebut adalah buku, surat kabar, majalah, rekaman,
radio, film, televisi, dan internet.7
5
Nurudin, M.Si, Pengantar Komunikasi Massa, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2007 hal.3-5 6
Rivers, WL, Jensen JW, Peterseon, Theodore, 2003, Media Massa dan Masyarakat Modern Edisi Kedua, Jakarta: Prenada Media.hal. 18-19
7
Media massa dalam pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua kategori,
yakni media massa cetak dan media elektronik. Media elektronik yang yang
memenuhi kriteria media massa adalah radio siaran, televisi, film, media online
(internet).8
Radio adalah media massa elektronik tertua dan sangat luwes. Selama
hampir satu abad lebih keberadaannya radio siaran telah berhasil mengatasi
persaingan keras dengan bioskop, rekaman kaset, televisi, televisi kabel,
elektronic games, dan personal casset players.9
2.1.3 Media Penyiaran
Penyiaran atau dalam bahasa Inggris dikenal sebagai Broadcasting,
adalah keseluruhan proses penyampaian siaran yang dimulai dari penyiapan
materi produksi, produksi, penyiapan bahan siaran, kemudian pemancaran sampai
kepada penerimaan siaran tersebut oleh pendengar/pemirsa di satu tempat.10
Perkembangan media komunikasi modern dewasa ini telah
memungkinkan orang di seluruh dunia untuk dapat saling berkomunikasi. Hal ini
dimungkinkan karena adanya berbagai media (channel) yang dapat digunakan
sebagai sarana penyampaian pesan. Media penyiaran, yaitu radio dan televisi
merupakan salah satu bentuk media massa yang efisien dalam mencapai
audiensnya dalam jumlah yang sangat banyak. Karenanya media penyiaran
8
Ardianto, Elvinaro, Drs, Msi., Komala, Lukiati, Dra, Msi., Karlimah, Siti,Dra,M.Si, 2007,
Komunikasi Massa Suatu Pengantar, hal. 103 9
Ibid. Hal. 123 10
memegang peranan yang sangat penting dalam ilmu komunikasi pada umumnya
dan khususnya ilmu komunikasi massa.
Kemampuan media penyiaran untuk menyampaikan pesan kepada
khalayak luas menjadikan media penyiaran sebagai objek penelitian penting
dalam ilmu komunikasi massa, disamping ilmu komunikasi lainnya yaitu ilmu
komunikasi antar pribadi, komunikasi kelompok dann komunikasi organisasi.
Media penyiaran merupakan organisasi yang menyebarkan informasi
yang berupa produk budaya atau pesan yang mempengaruhi dan mencerminkan
budaya dalam masyarakat. Oleh karena itu, seperti politik atau ekonomi, media
massa khususnya media penyiaran merupakan suatu sistem tersendiri yang
merupakan bagian dari sistem kemasyarakatan yang lebih luas.11
Diambil dari kajian literatur kepenyiaran, Chester, Garrison, dan Willis
dalam bukunya “television and radio” (dalam Harley Prayudha, 2005:23)
menyatakan bahwa “penyiaran sebagai pancaran melalui ruang angkasa oleh
sumber frekuansi dengan sinyal yang mampu diterima di telinga atau di dengar
dan dilihat oleh publik”. Beberapa tipe penyiaran: penyiaran bunyi standar AM
(Amplitude Modulation) dan penyiaran FM (Frekuansi Modulation) bentuk
ketepatan tinggi dari bunyi pancaran, televisi, pancaran dari gambar dan bunyi.
Media penyiaran dapat diklasifikasikan jenisnya menurut UU No.
32/2002 tentang penyiaran, yaitu sebagai lembaga penyiaran yang terdiri dari jasa
penyiaran radio dan televisi. Dalam hal ini, media penyiaran dapat
dikalsifikasikan sebagai (Pasal 13 UU tersebut):
11
1. Lembaga penyiaran publik (LPP), merupakan stasiun penyiaran yang
mendapatkan anggaran operasional dari APBN untuk stasiun pusat yang
berkedudukan di ibukota Jakarta dan APBD untuk stasiun daerah.
Disamping itu, dana operasionalnya dapat juga berasal dari iuran
masyarakat serta usaha-usaha stasiun tersebut yang sah. LPP yang
dimaksudkan adalah RRI dan TVRI.
2. Lembaga Penyiaran Swasta (LPS), merupakan stasiun penyiaran yang
mendapatkan anggaran operasional secara swadaya melalui potensi siaran
iklan dan jasa-jasa lain seperti pembuatan produksi yang terkait dengan
penyelenggaraan penyiaran. Mempunyai wilayah siaran secara lokal dan
berjaringan secara terbatas. Berjaringan secara terbatas diatur mengikuti
skema tertentu, yaitu berdasarkan potensi ekonomi satu daerah yang
masuk dalam jaringannya. Penentuan skema ini didasarkan pada asas
keadilan, sehingga masing-masing LPS tidak saling dirugikan.
3. Lembaga Penyiaran Komunitas (LPK), merupakan stasiun penyiaran yang
mendapatkan anggaran operasional secara swadaya yaitu dari
pengumpulan donasi komunitasnya atau pihak-pihak yang bersimpati.
Dalam UU penyiaran, LPK dilarang untuk mendapatkan dana dari siaran
iklan. Mempunyai wilayah siaran yang terbatas (radius 2,5 km) dan
berdaya pancar maksimum 50 watt (Pasal 5 PP No. 51/2002). Menurut
dalam wilayah tertentu, bersifat independen, tidak komersial, dan hanya
untuk melayani kepentingan komunitasnya.12
Perkembangan media penyiaran di Indonesia semakin pesat, jenisnya pun
semakin beragam, yakni televisi, radio, internet, dan juga media cetak. Diantara
media-media tersebut, radio menjadi salah satu media penyiaran yang cukup
menarik dan juga unik.
Menurut Dodi Mawardi (2007) radio adalah media auditif, yang hanya
bisa dinikmati dengan alat pendengaran. Radio menjadi media penyampai
gagasan, ide dan pesan melalui gelombang elektromagnetik, berupa sinyal-sinyal
audio.
Sedangkan penyiaran radio menurut Undang-undang Penyiaran
No.32/2002 adalah kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaran
dan/atau sarana transmisi di darat, di laut atau di antariksa dengan menggunakan
spektrum frekuensi radio melalui udara, kabel, dan/atau media lainnya untuk
dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat
penerima siaran, yang dilakukan secara teratur dan berkesinambungan.
Radio sebagai media komunikasi berjenis-jenis, tetapi hanya radio siaran
(radio broadcast) yang merupakan media massa, tidak demikian radio telegrafi,
radio telefoni seperti radio CB (Citizen Band), dan lain-lain, yang sifatnya
interpersonal.
Sebagai unsur dari proses komunikasi, dalam hal ini sebagai media
massa, radio siaran mempunyai ciri dan sifat yang berbeda dengan media massa
12
lainnya. Jelas berbeda dengan surat kabar yang merupakan media cetak, juga
dengan film yang bersifat mekanik optik. Dengan televisi, kalaupun ada
persamaannya dalam sifatnya yang elektronik, terdapat perbedaan, yakni radio
sifatnya audial, televisi audio visual.
Penyampaian pesan melaui radio siaran dilakukan dengan menggunakan
bahasa lisan, kalaupun ada lambang-lambang nirverbal, yang dipergunakan
jumlahnya sangat minim, umpamanya, tanda waktu pada saat akan memulai acara
warta berita dalam bentuk bunyi telegrafi atau bunyi salah satu alat musik.
Keuntungan radio siaran bagi komunikan adalah sifatnya auditori dan
santai untuk didengarkan, lebih mudah orang menyampaikan pesan dalam bentuk
acara yang menarik, dan orang bisa menikmati acara siaran radio sambil makan,
sambil tidur-tiduran, sambil bekerja, bahkan sambil mengemudikan mobil.
Namun, dengan sifatnya yang lain, yakni “sekilas dengar”, pesan yang
sampai kepada khalayak hanya sekilas saja, begitu terdengar, begitu hilang. Arus
balik tidak mungkin pada saat itu. Pendengar yang tidak mengerti atau ingin
memperoleh penjelasan lebih jauh, tak mungkin meminta kepada penyiar untuk
mengulang lagi.
Karena kelemahan itulah, maka radio siaran banyak dipelajari dan diteliti
untuk mencari teknik-teknik yang dapat mengatasi kelemahan-kelemahan tersebut
sehingga komunikasi melalui radio siaran lebih efektif.13
Perkembangan radio siaran di Indonesia dimulai dari masa penjajahan
Belanda, penjajahan Jepang, zaman kemerdekaan dan zaman orde baru. Dengan
13
peralatan siaran peninggalan Belanda dan Jepang, Radio Republik Indonesia
(RRI) diresmikan berdirinya pada tanggal 11 September 1945, yaitu hari yang
bertepatan dengan pertemuan terakhir dari beberapa pertemuan yang membahas
visi dan misi RRI selaku lembaga penyiaran negara yang merdeka.14
Di zaman orde baru, sampai akhir tahun 1966, RRI adalah satu-satunya
radio siaran di Indonesia yang dikuasai dan dimiliki oleh pemerintahan. Peran dan
fungsi radio siaran ditingkatkan. Selain berfungsi sebagai media informasi dan
hiburan, pada masa orde baru, radio siaran melalui RRI menyajikan acara
pendidikan dan persuasi. Acara pendidikan yang berhasil adalah “Siaran
Pedesaan” yang mulai diudarakan pada bulan September 1969 oleh stasiun RRI
regional. Selanjutnya, stasiun RRI regional juga membantu menginformasikan
program-program pemerintahan, seperti Keluarga Berencana, transmigrasi,
kebersihan lingkungan, imunisasi ibu hamil dan balita.15
RRI merupakan radio yang mempunyai jaringan siaran terbesar di
Indonesia, yaitu 60 stasiun dengan 191 program di Indonesia. Berdasarkan
penelitian yang diselenggarakan Universitas Indonesia pada 2003, RRI telah
menjangkau 83 persen penduduk Indonesia.
RRI mempunyai format stasiun seperti pengaturan sebelumnya, hanya
saja mengalami perubahan sebutan. Stasiun Pusat Jakarta menjadi stasiun Cabang
Utama, Stasiun I menjadi Stasiun Cabang madya, dan Stasiun
Regional-II menjadi stasiun Cabang Pratama. Tetapi dengan diundangkannya PP No.
14
Djamal, Hidajanto dan Fachruddin, Andi, 2011, Dasar-dasar Penyiaran: Sejarah, Organisasi, Operasional, dan Regulasi. Jakarta: Kencana. Hal. 17
15
Ardianto, Elvinaro, Drs, Msi., Komala, Lukiati, Dra, Msi., Karlimah, Siti,Dra,M.Si, 2007,
12/2005 tentang Lembaga Penyiaran Publik RRI, maka stasiun RRI ini menjadi
kelas-A, Kelas-B, Kelas-C. Sementara kewajiban wilayah jangkauan serta level
pejabatnya dalam tataran kepegawaian negeri sesuai dengan pengaturan
sebelumnya.16
Menurut kelas dalam jaringan nasional, berarti dari strata dalam
organisasi lembaga penyiaran tersebut. Nomenklatur kelas ini dicantumkan dalam
peraturan pemerintah No. 12/2005 tentang LPP RRI pasal 18. Dalam hal ini,
media penyiaran dapat diklasifikasikan sebagai:
1. Media penyiaran kelas A, merupakan stasiun pusat yang berkedudukan di
ibukota Jakarta
2. Media penyiaran kelas B, merupakan stasiun daerah yang berkedudukan di
ibukota Provinsi
3. Media penyiaran kelas C, merupakan stasiun daerah yang berkedudukan di
ibukota wilayah kota (walikota)17
Setelah kurang lebih selama 60 tahun RRI menjadi corong pemerintah,
maka berdasar UU No.32 tahun 2002, tentang Penyiaran, PP 11 tahun 2005
tentang Lembaga Penyiaran Publik, serta PP 12 tahun 2005, RRI dikukuhkan
sebagai satu-satunya lembaga penyiaran publik yang dapat berjaringan secara
nasional dan dapat bekerja sama dalam siaran dengan lembaga penyiaran Asing.
Lembaga Penyiaran Publik (LPP) Radio Republik Indonesia adalah
lembaga penyiaran yang berbentuk badan hukum yang didirikan oleh negara,
bersifat independen, netral dan tidak bersifat komersial yang tugasnya adalah
16
Djamal, Hidajanto dan Fachruddin, Andi, 2011, Dasar-dasar Penyiaran: Sejarah, Organisasi, Operasional, dan Regulasi. Jakarta: Kencana. Hal. 21
17
memberikan pelayanan untuk kepentingan masyarakat yang siarannya berupa
siaran informasi, pelestarian budaya, pendidikan, hiburan yang sehat, kontrol
sosial dan menjaga citra positif bangsa di dunia Internasional.
Maraknya kemunculan stasiun radio siaran swasta niaga yang semakin
lama semakain banyak itu menyadari betapa pentingnya kedudukannya dan
fungsinya di masyarakat, tetapi di lain pihak menyadari pula betapa banyaknya
dan sulitnya hambatan yang harus diterjang dan masalah yang harus dipecahkan.
Karena itu stasiun-stasiun radio swasta niaga sejak 1974 berhimpun dalam satu
wadah yang dinamakannya Persatuan Radio Siaran Swasta Niaga Indonesia,
disingkat PRSSNI.
Bagi RRI, PRSSNI ini tidak merupakan saingan, bahkan dianggapnya
sebagai mitra dalam memanfaatkan media elektronik itu dalam melancarkan
pembangunan nasional di seluruh nusantara.
Radio swasta niaga yang menghimpun diri pada PRSSNI itu dalam
operasinya menghibur, mendidik, dan menyajikan informasi kepada masyarakat,
tampak berkembang kendati tidak sedikit hambatan yang harus dihadapi. Paling
tidak terdapat tiga masalah yang perlu segera di diatasinya. Menurut mingguan
Tempo No. 41 Tahun XIX-9 Desember 1989, halaman 26, masalah tersebut,
pertama, perizinannya yang harus diperbaharui setahun sekali; kedua, tunggakan
biro iklan; ketiga, diberlakukannya UU Hak Cipta bagi setiap lagu yang disiarkan
stasiun radio.
Dalam perkembangannya, untuk mempertahankan kelangsungan
dituntut untuk lebih kreatif, sebab sebagai radio komersial yang hidup dari iklan,
kehilangan pelanggan merupakan masalah yang tidak mudah diatasi.
Dalam hal itu RRI sendiri sebagai stasiun radio siaran milik pemerintah,
satu-satunya radio siaran yang mempunyai jaringan di seluruh Indonesia,
meskipun pembiayaan dijamin pemerintah, tidak berarti boleh pasif dalam
kreatifitas. Kenyataan menunjukkan diakui atau tidak oleh insan-insan RRI
pendengar di kota-kota besar sering lebih tertarik oleh stasiun-stasiun radio swasta
niaga karena acaranya yang bervariasi dan yang memenuhi selera khalayak.18
2.2 SWOT Sebagai Cara Membentuk Strategi
Strategi diperlukan untuk mencapai apa yang dikehendaki. Termasuk
RRI dalam membangun eksistensinya agar dapat mencapai visi misinya sebagai
media radio penyiaran publik. Strategi pada hakikatnya adalah perencanaan
(planning) dan manajemen (management) untuk mencapai tujuan.19 Strategi juga
merupakan arah yang dipilih organisasi untuk diikuti dalam mencapai misinya.
Pengertian strategi juga di ungkapkan Arifin sebagai keseluruhan keputusan
kondisional tentang tindakan yang akan dijalankan guna mencapai tujuan.20
Berdasarkan pengertian tersebut, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa
strategi adalah perencanaan tentang tindakan yang akan dilakukan untuk mencapai
tujuan tertentu.
18
Efendy, Onong Uchjana. 1990. Radio Siaran, Teori dan Praktek. Bandung, CV. Mandar Maju. Hal. 67-69
19
Effendi, Onong Uchjana. 2007, Komunikasi : Teori dan Praktek, Bandung: Remaja Rosdakarya. Hal. 32
20
Salah satu teknik yang digunakan untuk melihat kekuatan, kelemahan,
peluang dan ancaman yang akan dihadapi oleh perusahaan adalah teknik analisis
SWOT. Teknik analisis SWOT dibuat oleh Albert Humphrey, yang memimpin
proyek riset pada Universitas Stanford pada dasawarsa 1960an dan 1970an
dengan menggunakan data dari perusahaan-perusahaan fortune 500. Pada awal
mulanya, analisis SWOT digunakan untuk manajemen organisasi bisnis,
kemudian digunakan juga untuk organisasi lain dan juga individu.
Analisis SWOT menurut Albert Humphrey (1970) adalah metode
perencanaan strategis yang digunakan untuk mengevaluasi kekuatan, kelemahan,
peluang, dan ancaman dalam suatu proyek atau suatu spekulasi bisnis. Proses ini
melibatkan penentuan tujuan yang spesifik dari spekulasi bisnis atau proyek dan
mengidentifikasi faktor internal dan eksternal yang mendukung dan yang tidak
dalam mencapai tujuan tersebut.21
Dalam manajemen strategis, analisis utama merupakan awal proses
perumusan strategi. Selain itu, analisis strategi juga mengharuskan para pimpinan
perusahaan untuk menemukan kesesuaian strategis antara peluang-peluang
eksternal dan kekuatan-kekuatan internal, disamping memperhatikan
ancaman-ancaman eksternal dan kelemahan-kelemahan internal. Mengingat bahwa SWOT
adalah akronim untuk Strength (kekuatan), Weakness (kelemahan), Opportunities
(peluang), dan Threat (ancaman) dan sebuah organisasi, yang semuanya
merupakan faktor-faktor strategis.
21
Analisis SWOT merupakan kerangka pilihan karena kesederhanaannya
dan kemampuannya untuk menggambarkan esensi dari formulasi strategi yang
baik, menyesuaikan peluang dan ancaman suatu perusahaan dengan kekuatan dan
kelemahannya. Tetapi analisis SWOT merupakan pendekatan konseptual yang
sangat luas, sehingga rentan terhadap beberapa kelemahan utama dan keterbatasan
analisis SWOT itu sendiri yaitu, (1) analisis SWOT dapat terlalu menekankan
kekuatan internal dan menganggap remeh ancaman eksternal; (2) analisis SWOT
dapat bersifat statis dan beresiko mengabaikan kondisi yang berubah; (3) analisis
SWOT dapat terlalu menekankan pada satu kekuatan atau elemen strategi; (4)
suatu kekuatan tidak selalu menjadi keunggulan kompetitif.
Secara ringkas, analisis SWOT merupakan suatu pendekatan tradisional
yang sudah lama digunakan oleh para pembuat strategi untuk melakukan analisis
internal. Analisis ini menawarkan usaha umum untuk menilai kapabilitas internal
dengan mempertimbangkan faktor eksternal, terutama peluang dan ancaman
utama. Analisis ini memiliki keterbatasan yang harus dipertimbangkan jika akan
digunakan sebagai landasan bagi proses pengambilan keputusan strategis
perusahaan.22
Hunger dan Wheelen menggambarkan alur analisis SWOT yang menjadi
cara untuk membentuk strategi dalam sebuah sistem manajemen. Pemetaan
strategi-strategi tersebut secara jelas dan terperinci dapat dilihat pada bagan
berikut.
22
Tabel 2.1
Matriks SWOT Penentuan Strategi
Sumber: Hunger dan Wheelen, (1996: 231)
Berdasarkan bagan, maka penjelasan dari matriks SWOT (Strength,
Weakness, Opportunities, dan Threats) tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Pada blok berlabel (SO), berisi peluang eksternal dalam lingkungan
perusahaan saat ini dan yang akan datang. Peluang merupakan situasi yang
sangat menguntungkan. Perusahaan tersebut memiliki peluang dan
kekuatan sehingga dapat memanfaatkan peluang yang ada. Strategi yang
harus diterapkan dalam kondisi ini adalah mendukung kebijakan
pertumbuhan yang agresif.
2. Pada blok berlabel (ST), berisi ancaman eksternal yang dihadapi
perusahaan saat ini dan yang akan datang. Perusahaan menghadapi
berbagai ancaman, tetapi perusahaan masih memliki kekuatan dari segi
internal. Strategi yang harus diterapkan adalah dengan menggunakan
kekuatan untuk memanfaatkan peluang jangka panjang dengan cara
strategi diversifikasi (produk/pasar).
3. Pada blok berlabel (WO), berisi bidang-bidang khusus kekuatan
perusahaan saat ini dan yang akan datang. Perusahaan menghadapi
peluang pasar yang sangat besar, tetapi di lain pihak, perusahaan
menghadapi beberapa kendala/kelemahan internal. Fokus strategi
perusahaan adalah meminimalkan masalah-masalah internal perusahaan
sehingga dapat merebut peluang yang lebih baik.
4. Pada blok berlabel (WT), berisi bidang-bidang khusus kelemahan
perusahaan saat ini dan yang akan datang. Merupakan situasi yang sangat
tidak menguntungkan, perusahaan tersebut menghadapi berbagai ancaman
dan kelemahan internal.23
Selanjutnya dibuatlah sekumpulan strategi berdasarkan kombinasi
tertentu dari empat kumpulan faktor strategi tersebut. Jadi, analisis SWOT dapat
menjadi alat untuk mengidentifikasi kapabilitas atau kemampuan suatu
perusahaan tersebut. Oleh karena itu, RRI harus memiliki strategi-strategi untuk
mengetahui sejauh mana manajemen itu dapat berfungsi dengan baik. Dengan
kata lain, SWOT akan menjadi sebuah instrumen atau alat yang digunakan untuk
mengetahui strategi manajemen RRI dalam membangun eksistensinya sebagai
lembaga penyiaran publik.
23
2.3. Teori Niche (Ekologi Media)
Teori Niche muncul dari disiplin Ekologi. Ekologi merupakan konsep
sentral dalam penelitian tentang kompetisi antar industri media. Ekologi
berkenaan dengan hubungan timbal balik antara mahkluk hidup dengan
lingkungan di sekitarnya (Rachmat Kriyantono, 2006:272).
Teori Niche sebenarnya bukanlah teori yang baru. Teori ini sudah
dikembangkan sejak tahun 1960-an oleh para ahli ekologi seperti S.A. Levins
(1957), R. Levins (1968), Ricklefs (1979) E.R. Pianka (1975) dan R.H. Whittaker
(1973). Niche dapat diartikan sebagai “ceruk”, “relung” atau “ruang kehidupan”.
Fokus pembahasannya adalah mengenai proses, ciri-ciri, hubungan dan interaksi
antar populasi dalam upaya mempertahankan kehidupannya (Sendjaja, 1993).
Teori niche dapat digunakan untuk riset tingkat kompetisi antar media
massa, baik surat kabar, radio maupun televisi. Teori ini juga dapat digunakan
untuk mengukur persaingan antar program PR beberapa perusahaan. Bagi praktisi
PR, riset ini berguna sebagai upaya melakukan monitoring lingkungan eksternal,
misalnya untuk mengukur persaingan dengan kompetitor.
Dan teori ini bila diaplikasikan pada media massa bisa disebut sebagai
“ekologi media”. Ekologi Media (Teori Niche) berkenaan dengan hubungan
timbal balik antara media massa dengan lingkungan penunjangnya. Media
berinteraksi dengan lingkungannya. Kondisi ini sama dengan hubungan yang
terjadi antara mahkluk hidup dengan lingkungan tempatnya hidup. Dalam proses
interaksi ini memungkinkan terjadi kompetisi dalam mempertahankan
media-media yang secara tidak langsung membentuk suatu kelompok yang hidup dari
sumber daya yang sama. Misalnya populasi surat kabar, populasi radio atau
populasi televisi (Rachmat Kriyantono, 2006:271-272). Dan kompetisi antar
sesama warga populasi cenderung lebih ketat dibandingkan dengan kompetisi
antar populasi seperti antar surat kabar (Tevfik Dalgic, 2007:90).
Lewin (dalam Sendjaja, 1993) mengatakan bahwa sifat interaksi antar
makhluk hidup yang tinggal di suatu lingkungan, tergantung pada tiga faktor
yaitu:
1. Niche Breadth : daerah atau ruang sumber penunjang kehidupan yang
ditempati oleh masing-masing individu atau tingkat hubungan antara
populasi dengan sumber penunjang.
2. Niche Overlap : penggunaan sumber penunjang kehidupan yang sama dan
terbatas oleh dua mahkluk hidup atau lebih sehingga terjadi tumpang
tindih atau derajat persamaan ekologis atau kompetisi antar populasi
dalam memperebutkan sumber penunjang.
3. Jumlah seluruh sumber daya yang dapat digunakan oleh seluruh populasi.
Selanjutnya, kompetisi antar industri media adalah kompetisi untuk
memperebutkan sumber penunjang kehidupan. Menurut John W. Dimmick dan
Eric Rohtenbuhler (1984) mengatakan bahwa sumber penunjang kehidupan media
ada tiga yaitu :
1. Pertama, capital, yang meliputi struktur permodalan dan pemasukan iklan.
2. Kedua, types of content, yang menunjukkan aspek program dan atau jenis
bersangkutan, hal tersebut dapat dilihat dari berbagai rubrikasi/program
acara yang ada.
3. Ketiga, types of audience, yang menunjukkan jenis khalayak sasaran atau
target audien. Faktor audien pada dasarnya dapat dilihat melalui dua hal
yaitu dari data asumsi/profil media yang bersangkutan atau dari penelitian
khusus untuk mengetahui profle khalayak dan kebutuhan konsumsi media
mereka.
Ketiga sumber penunjang tersebut merupakan tiga tiang utama yang
menjadi penyangga –sekaligus sumber “makanan” bagi media agar dapat survive
dan mengembangkan dirinya dalam situasi kompetisi yang ketat.24
2.4 Eksistensi RRI Banten Sebagai Lembaga Penyiaran
Berbicara mengenai eksistensi RRI, sampai sekarang RRI masih eksis
karena segmentasi yang di bidik oleh RRI itu adalah bukan hanya dalam kota
tetapi justru yang paling jauh itu di daerah-daerah makanya RRI Banten itu sangat
direspon oleh gubernur karena Banten itu kan bentuknya masih terpencil-pencil,
dan informasi yang paling cepat disampaikan kepada masyarakat adalah radio.
RRI merupakan Lembaga publik, tidak boleh komersial atau menjadi
pesaing radio swasta, tapi perlu diingat peran publiknya jangan sampai diambil
radio swasta. Ketika radio swasta hanya melayani daerah-daerah komersial yang
berpotensi secara ekonomi seperti di kota-kota besar di segmen-segmen yang
memang laku dijual, laku iklannya, maka LPP harus memberikan layanan yang
24
bukan sekedar "yang laku", bukan melihat apa yang diinginkan publik, tapi apa
yang dibutuhkan publik. Seperti halnya berita terkait pemilu, yang harus
dipertahankan RRI adalah sisi edukatifnya, bukan emosional, sensasional, dan
konfliknya.
Sehingga, tantangan bagi RRI Pro 1 FM Banten adalah tercapainya
keberhasilan untuk meraih target pendengar sesuai dengan segmentasi dan meraih
eksistensi sebagai radio publik sehingga dapat bersaing dengan radio-radio lain
yang mempunyai kesamaan acara dan segmentasi pendengar. Selain itu, RRI Pro
1 FM juga dapat merubah pandangan masyarakat tentang image RRI yang baru
dan berbeda dengan RRI yang lama pada persepsi masyarakat secara luas dengan
tetap bertanggung jawab sebagai lembaga penyiaran publik yang independen,
netral dan tidak komersial yang berfungsi memberikan pelayanan siaran
informasi, pendidikan, hiburan yang sehat, kontrol sosial, serta menjaga citra
positif bangsa di dunia internasional melalui UU No. 32 tahun 2002 tentang
Penyiaran, serta PPRI 12 tahun 2005.
Menurut kamus besar Bahasa Indonesia Eksistensi adalah
keberadaan, kehadiran yang mengandung unsur bertahan. Sedangkan menurut
Abidin Zaenal (2007:16):
“Eksistensi adalah suatu proses yang dinamis, suatu menjadi atau mengada. Ini sesuai dengan asal kata eksistensi itu sendiri, yakni exsistere, yang artinya keluar dari, melampaui atau mengatasi. Jadi eksistensi tidak bersifat kaku dan terhenti, melainkan lentur atau kenyal dan mengalami perkembangan atau sebaliknya kemunduran, tergantung pada kemampuan dalam mengaktualisasikan potensi-potensinya.”25
25
Dari definisi tersebut dapat dilihat bahwa pada dasarnya RRI Pro 1 FM
Banten tidak akan mengalami kemunduran, terutama dalam hal keuangan. Hal ini
dikarenakan RRI Pro 1 FM Banten adalah bagian dari lembaga penyiaran publik
yang mendapatkan dana operasional langsung dari pemerintah. Sesuai dengan UU
no. 32 tahun 2002 tentang Penyiaran pasal 15, sumber pembiayaannya berasal
dari: iuran penyiaran, APBN atau APBD, sumbangan masyarakat, siaran iklan,
dan usaha lain yang sah terkait dengan penyelenggaraan penyiaran. RRI Pro 1 FM
Banten pada dasarnya tidak memerlukan adanya perubahan segmentasi, karena
RRI Pro 1 FM Banten tidak bersifat komersial dan tidak bergantung pada
masuknya iklan dari pihak lain yang membutuhkan kreativitas dan target jumlah
pendengar dalam beriklan. Tetapi pada implementasinya, RRI Pro 1 FM Banten
tetap berusaha menyejajarkan diri dengan radio swasta lainnya yang memiliki
beberapa kesamaan dengan melakukan strategi perubahan segmentasi
pendengarnya.
Tantangan untuk RRI Banten sekarang ialah bagaimana menformat
kontennya agar menarik, tidak hanya untuk golongan usia dewasa, namun juga
untuk anak muda yang notabene merupakan generasi penerus bangsa. Namun di
samping itu, RRI Banten harus tetap konsisten untuk tetap menjaga kualitas
siarannya agar sesuai dengan visi misi sebelumnya yaitu sebagai radio yang
membangun karakter bangsa berkelas dunia. Karena itu RRI Banten kemudian
mulai mengembangkan RRI pro 2 yang memang format acaranya ditujukan bagi
pemicu dan penggerak hati pendengar agar dapat berpikir dan berbuat lebih untuk
bangsa ini.
Untuk dapat memperoleh awareness dan perhatian dari masyarakat, RRI
Banten sebagai radio nasional dapat menjaga dan mempertahankan
keberadaannya, diperlukan langkah-langkah yang lebih efektif dan intensif,
diperlukan adanya kerjasama antar semua pihak yang ada didalam RRI Banten.
Menciptakan iklim kondusif yang nyaman juga merupakan salah satu
strategi yang harus diwujudkan, agar hasil kerja yang maksimal dapat dicapai
demi mendapatkan informasi yang actual dan berkualitas dan masyarakat
cenderung memilih mendengarkan siaran RRI Banten apabila hal tersebut dapat
diwujudkan dengan baik dan memperoleh pencitraan yang positif di mata
masyarakat serta dapat terus menjaga eksistensi atau keberadaanya
ditengah-tengah arus persaingan dengan kompetitornya.26
Dari penjelasan tersebut di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa RRI
Banten sebagai lembaga penyiaran publik masih dapat dikatakan eksis apabila ada
kerjasama antar semua pihak yang ada di dalam RRI Banten. Untuk pemaparan
eksistensi secara lebih mendalam, penulis akan memaparkan hasil penelitian yang
dilakukan oleh penulis di bab IV.
26
2.6 Penelitian Terdahulu
Terdapat tiga penelitian yang dianggap relevan dan ada keterkaitan
dengan penelitian yang telah dilakukan penulis. Penelitian yang pertama berjudul
“Sejarah Radio Republik Indonesia Wilayah Semarang Tahun 1945-1998” oleh
Deddi Wahyu Wijaya. Penelitian yang dilakukan tahun 2012 dengan
menggunakan metode penelitian sejarah, yang meliputi empat tahap, yaitu:
Heuristik, kritik sumber, interpretasi, dan histografi. Penelitian tersebut Terfokus
pada perkembangan RRI dan peran RRI terhadap penyampaian informasi kepada
masyarakat. Deddy melihat Peran RRI Semarang bagi masyarakat dalam
penyampaian informasi. Masyarakat Semarang bisa mengetahui beberapa
peristiwa-peristiwa penting melalui RRI disetiap zamannya. Pada masa
kemerdekaan RRI sendiri berfungsi sebagai alat propaganda kemerdekaan, pada
masa orde lama sampai orde baru RRI berfungsi sebagai alat untuk menyuarakan
program-program atau kebijakan pemerintah, sedangkan pada akhir tahun 1998
RRI berfungsi sebagai alat aspirasi mahasiswa dalam aksi-aksinya untuk
meruntuhkan rezim orde baru yang penuh dengan penyimpangan. Berbeda dengan
penelitian ini yang bertujuan untuk mengetahui bagaimana strategi RRI Banten
dalam membangun eksistensi sebagai lembaga penyiaran publik.
Penelitian selanjutnya yakni “Strategi Perubahan Segmentasi Pendengar
RRI PRO 2 FM Surabaya” yang telah diteliti oleh Ditty Heppyanti Lulu. Ditty
lebih memfokuskan strategi perubahan segmentasi pendengar Radio Republik
Indonesia Programa Dua Surabaya (RRI PRO 2 FM Surabaya) sebagai salah satu
media. Berbeda dengan penelitian ini yang akan memfokuskan pada bagaimana
peran RRI Banten dalam membangun eksistensi sebagai lembaga penyiaran
publik.
Penelitian lain yang dianggap relevan adalah “Analisis Strategi
Manajemen Penyiaran Carlita TV Dalam Mempertahankan Eksistensinya Sebagai
Media Televisi Lokal”. Penelitian ini bertujuan Mengetahui Strategi manajemen
redaksi Carlita TV dalam mempertahankan eksistensinya dan menghasilkan
Strategi yang dilakukan Carlita TV dalam mempertahankan eksistensinya sebagai
media televisi lokal dengan memberdayakan minimnya tenaga kerja yang ada.
Penelitian ini mendapati bahwa Carlita TV perlu membenahi beberapa bidang
dalam manajemennya yaitu dengan memisahkan antara ruang redaksi dengan
tugas pemasaran. Dengan demikian Carlita TV dapat mempertahankan
eksistensinya sebagai media televisi lokal yang ada di Kabupaten Pandeglang
hingga saat ini. Berbeda dengan penelitian ini yang bertujuan bagaimana cara
manajemen produksi RRI Banten dalam membangun eksistensi sebagai lembaga
penyiaran publik.
Untuk lebih jelas perbedaan dan persamaan penelitian ini dengan
Tabel 2.2
Penelitian Sebelumnya
No Item Deddy Wahyu Wijaya Universitas Negeri Semarang, Vol. 1 No. 1
Ditty Heppyanti Lulu Wilayah Semarang Tahun 1945-1998 keberadaan RRI Semarang sebagai stasiun radio milik negara yang bersifat netral dan selalu tulus melayani masyarakat dalam situasi apapun, walaupun RRI pada masa orde lama dan orde baru dijuluki
sebagai “corong pemerintah”. RRI
4 Metode/ Paradigma
Penelitian ini menggunakan metode penelitian sejarah, yang meliputi empat tahap, yaitu: Heuristik, kritik sebagai alat untuk menyuarakan program-program atau kebijakan pemerintah, sedangkan pada akhir tahun 1998 RRI berfungsi sebagai alat aspirasi mahasiswa dalam aksi-aksinya untuk meruntuhkan rezim orde baru yang penuh dengan
Director, hingga penyiar yang aktif berinteraksi
6 Persamaan Terfokus pada perkembangan RRI dan peran RRI terhadap
36 3.1Pendekatan Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan kualitatif.
Penelitian kualitatif merupakan sebuah penelitian yang digunakan untuk
memastikan kebenaran data. Data sosial sering sulit dipastikan kebenarannya.
Dengan metode kualitatif, melalui teknik pengumpulan data secara
triangulasi/gabungan (karena dengan teknik pengumpulan data tertentu belum
dapat menemukan apa yang dituju, maka ganti teknik lain), maka kepastian akan
lebih terjamin. Selain itu dengan metode kualitatif, data yang diperoleh diuji
kredibilitasnya, dan penelitian berakhir setelah data itu jenuh, maka kepastian data
dapat diperoleh. Ibarat mencari siapa yang menjadi provokator, maka sebelum
ditemukan siapa provokator yang dimaksud maka penelitian dinyatakan belum
selesai.27
Dalam hal ini penulis memperoleh informasi secara menyeluruh
mengenai strategi RRI Banten dalam mempertahankan eksistensi sebagai lembaga
penyiaran publik. Pendekatan ini dipilih agar penulis mendapat pemahaman sesuai
dengan permasalahan yang ada. Dengan digunakannya pendekatan kualitatif,
maka data di dapat akan lebih lengkap, lebih mendalam, kredibel dan bermakna,
sehingga tujuan penelitian dapat tercapai.
27
Pendekatan kualitatif adalah suatu pendekatan dalam melakukan
penelitian yang bersifat alamiah dimana penulis harus melakukan observasi
lapangan, wawancara, dan pengumpulan data. Sehingga hasil penelitian yang
dikaji bersifat konkrit dan sesuai dengan permasalahan yang diteliti.
3.2Paradigma Pospositivistis
Paradigma pospositivistis berbicara bukan hanya yang terlihat, terasa,
dan teraba saja tetapi mencoba memahami makna dibalik yang ada. Realitas sosial
menurut paradigma ini adalah suatu gejala yang utuh yang terikat dengan konteks,
bersifat kompleks, dinamis dan penuh makna oleh karena itu, mengetahui
keberadaannya tidak dalam bentuk ukuran akan tetapi dalam bentuk eksplorasi
untuk dapat mendeskripsikannya secara utuh.
Paradigma pospositivitis atau naturalistik melahirkan pendekatan
penelitian kualitatif yang cenderung pada penggunaan kata-kata untuk
menarasikan suatu fenomena/gejala.28
Bagi pospositivis (kualitatif) realitas disikapi sebagai fakta yang bersifat
ganda, dapat disistematisasikan, mengemban ciri, konsepsi, dan hubungan secara
asosiataif, dan mesti dipahami secara alamiah, kontekstual, dan holistik.
Ditinjau dari perspektif pospositivis, misi atau tujuan penelitian kualitatif
mungkin bersifat: (a) eksploratif: memahami fenomena secara garis besar tanpa
mengabaikan kemungkinan pilihan fokus tertentu secara khusus. (b) eksplanatif:
memahami ciri dan hubungan sistemis fenomena berdasarkan faktanya (c) teoritis:
28Satori, Djam’an & Komariah, Aan,