• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Serapan Anggaran Skpd Di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2014-2015 Dengan Silpa Sebagai Variabel Moderating

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Serapan Anggaran Skpd Di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2014-2015 Dengan Silpa Sebagai Variabel Moderating"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian

Fenomena anggaran yang kurang terserap diawal tahun, namun dipaksakan

serapannya pada akhir tahun kerap terjadi. Hal ini menjadi bahasan menarik

karena serapan anggaran secara umum hanya memiliki akselerasi tinggi pada saat

akhir tahun. Sedangkan diawal tahun, umumnya sulit direalisasikan sebagaimana

yang diharapkan publik. Serapan anggaran yang rendah tentunya berimplikasi

buruk terhadap kinerja suatu Pemerintah Daerah (Pemda).

Dari berbagai literasi terlihat ada beberapa faktor permasalahan rendahnya

serapan anggaran. Pertama, adanya ketakutan yang berlebihan (dampak hukum)

dari masing-masing aparatur diberbagai institusi terkait dengan penggunaan

anggaran. Kedua, sejumlah institusi banyak yang tidak memiliki konsep

perencanaan yang matang, jelas dan terukur. Ketiga, kurangnya pemahaman

aparatur diberbagai institusi terkait dengan mekanisme penggunaan anggaran dan

model pertanggungjawabannya.

Untuk wilayah Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprovsu) serapan

Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) seperti yang diungkapkan oleh

(Fuad Ahmad, kabiro keuangan setda provsu) pada tahun 2014-2015, realisasi

APBD secara fisik mencapai 89,80%. Pencapaian realisasi tersebut lebih rendah

4,02% jika dibandingkan pada periode yang sama pada tahun 2015,

(2)

Pada periode yang sama secara implisit sangat mengkhawatirkan, dapat

dilihat dari progres serapan anggaran pada Pemprovsu.

Tabel 1.1

Persentase Serapan Anggaran Pemerintah Provinsi Sumut TA 2014-2015

NO BULAN TAHUN 2014 TAHUN 2015 KENAIKAN/

Sumber : Biro Keuangan Sekda Provsu Tahun 2015(data diolah)

Seiring dengan bergulirnya era otonomi daerah hingga sekarang

(2001-2016), fenomena minimnya serapan APBD di sebagian besar wilayah Indonesia,

baik di tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota semakin menggejala. Minimnya

serapan anggaran tersebut muncul ditengah tuntutan agar pengelolaan dan

tanggung jawab keuangan negara dan daerah semakin transparan, akuntabel,

efektif dan efisien (good governance).

Anggaran memiliki fungsi sebagai alat perencanaan dan sebagai alat

pengendalian. Anggaran sebagai alat perencanaan mengindikasikan target yang

harus dicapai oleh pemerintah, sedangkan anggaran sebagai alat pengendalian

mengindikasikan alokasi sumber dana publik yang disetujui legislatif untuk

dibelanjakan. APBD merupakan sumber pendanaan yang digunakan oleh

(3)

yang terdapat dalam anggaran belanja lembaga/organisasi pemerintah, dapat

dilihat apakah anggaran yang telah ditetapkan dapat berperan sebagai pengendali

terhadap pelaksanaan kegiatan Pemda.

Sebagai negara yang sedang giat membangun, peran pemerintah sangat

dibutuhkan untuk memberikan dorongan yang lebih kuat dan cepat bagi

pergerakan roda perekonomian (stimulus). Peran pemerintah disini dapat

dinyatakan dalam bentuk mengoptimalkan pengelolaan potensi daerah dan

sumber daya manusia yang memberikan manfaat terhadap masyarakat. Hal

tersebut dapat terlaksana jika segala sesuatunya dilakukan secara efektif dan

efisien. Namun kenyataannya masih banyak hal yang diharapkan oleh

masyarakat terhadap pemerintah untuk peningkatan kesejahteraan tidak dapat

terpenuhi.

Kenyataan tersebut salah satunya ditandai dengan besarnya Sisa Lebih

Perhitungan Anggaran (Silpa) pada akhir tahun yang akan menjadi penerimaan

pada awal tahun anggaran berikutnya merupakan indikator dalam menilai

kualitas penganggaran pada Pemda. Sisa anggaran mencerminkan kemampuan

Pemda dalam merealisasikan anggarannya serta keakurasian dalam melakukan

estimasi atas pendapatan, belanja dan pembiayaan yang ditetapkan sebelum

pelaksanaan anggaran.

Sisa anggaran yang besar menunjukkan rendahnya daya serap anggaran

untuk belanja dan atau tingginya kemampuan Pemda dalam merealisasikan

pendapatannya di atas target yang telah ditetapkan. Namun, di sisi lain, sisa

(4)

“menganggur” yang tidak teralokasikan secara efektif selama tahun anggaran

berjalan.

Faktanya, sulit untuk merealisasikan seluruh anggaran belanja yang telah

ditetapkan. Seluruh Pemda di Indonesia selalu melaporkan adanya sisa anggaran

atau anggaran tidak terserap seratus persen pada akhir tahun. Sisa anggaran yang

besar mencerminkan daya serap anggaran yang rendah. Para ekonom melihat

tingkat serapan anggaran yang rendah sebagai salah satu indikator kegagalan

birokrasi di daerah dalam melaksanakan fungsinya, yang dapat menghambat

pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat (BPKP, 2011).

Secara Nasional Provinsi Sumatera Utara merupakan salah satu Provinsi

dengan daya serap dibawah 90 % pada tahun 2014 (Sumber: Ditjen Perimbangan

Keuangan Kemenkeu, 2015 ). Hal tersebut disebabkan oleh kebijakan dari kepala

daerah untuk merasioanalisasikan anggaran yang sudah ditetapkan dan sudah

dijalankan hingga triwulan ke II melalui surat edaran sehingga seluruh SKPD

hanya boleh merealisasikan penggunaan anggaran belanja di bawah 90 %.

Kaharuddin (2011) menunjukan bahwa faktor regulasi yang meliputi peraturan

yang sering berubah dapat mempengaruhi penyerapan belanja, hal ini berbeda

dengan penelitian Arif (2011) perubahan regulasi yang terjadi tidak selalu bisa

dijalankan secara langsung, hal ini dikarenakan pihak penyelenggara juga butuh

waktu untuk mempelajari dan memahaminya.

Iklim politik di Sumatera Utara sangat cenderung berpengaruh terhadap

pelaksanaan APBD. APBD Provinsi Sumatera Utara sesungguhnya sejak tahun

2013 sudah mengalami turbulance akibat perencanaan target penerimaan tidak

(5)

pemilihan Gubernur, dimana calon petahana maju sebagai calon Gubernur

periode 2013-2018. Dengan target penerimaan sebesar 9 Trilyun faktanya

penerimaan hanya mencapai 7 Trilyun sehingga terjadi mark up hingga 2 Trilyun

(Sumber: RPJMD Pemrovsu 2013).

Penerimaan tersebut terlihat tidak tercapai pada triwulan ke III, maka

pada Perubahan APBD (PAPBD) tahun 2013 dilakukan rasionalisasi berbagai

kegiatan di Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) termasuk penundaan utang

bagi hasil pajak yang semestinya menjadi hak bagi kabupaten/kota.

Ketidaksesuaian tersebut menyebabkan uang yang akan dibelanjakan tidak ada

sehingga APBD yang telah dijalankan harus dihentikan. Kondisi tersebut

berlanjut di tahun 2014 dan 2015.

Arif (2011) faktor politik penganggaran merupakan salah satu faktor yang

menyebabkan terjadinya minimnya serapan anggaran daerah. Sinkronisasi antara

dokumen APBD dengan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas Plafon

Anggaran Sementara (PPAS) umum terjadi di setiap Pemerintah Daerah,

indikator yang mempengaruhi sinkronisasi antara dokumen tersebut salah

satunya yaitu politik anggaran.

Proses yang panjang dalam pengadaan barang dan jasa tentunya harus

didasari oleh regulasi atau aturan agar tidak terjadi kesalahan dan kecurangan.

Pedoman pelaksanaan teknis pengadaan barang dan jasa dijabarkan dalam

Perpres No. 70 tahun 2012 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Priatno

dan Khusaini (2013) membuktikan adanya pengaruh yang signifikan terhadap

(6)

jasa secara signifikan mempengaruhi penumpukan penyerapan anggaran di akhir

tahun anggaran.

Komitmen organisasi merupakan perjanjian bersama antara kepala daerah

dan pimpinan SKPD dalam hal menetapkan target kinerja agar serapan anggaran

dapat tercapai sesuai target yang telah disepakati. Hal ini dituangkan dalam

Perjanjian Kinerja (PK) yang diatur dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan

Aparatur Negara (Permenpan) No. 53 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis

Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja dan Tata Cara Review Atas Laporan

Kinerja Instansi Pemerintah.

Program kegiatan yang tertuang dalam PK harus dapat dilaksanakan oleh

pimpinan SKPD. Evaluasi terhadap PK tidak pernah dilakukan, hal ini ditandai

dengan tidak adanya reward ataupun punishment bagi pimpinan SKPD yang

tidak mencapai target yang telah ditetapkan dalam PK. Kegagalan target serapan

anggaran memang akan berakibat hilangnya manfaat belanja. Karena dana yang

telah dialokasikan ternyata tidak semuanya termanfaatkan (idle money).

Apabila pengalokasian anggaran dilakukan secara efisien, walaupun

adanya keterbatasan sumber dana, negara masih dapat mengoptimalkan

pendanaan pada kegiatan strategis lainnya. Priatno (2013) menemukan faktor

perencanaan dan penggadaan barang/jasa mempunyai pengaruh signifikan

terhadap serapan anggaran pada Satuan Kerja (Satker).

Herryanto (2012) menyebutkan faktor utama yang mempengaruhi

penyerapan anggaran belanja di Kementerian/Lembaga yakni (a) perencanaan,

(b) Adminstrasi, (c) sumber daya manusia, (d) dokumen pengadaan, (e) ganti

(7)

mempengaruhi keterlambatan penyerapan anggaran belanja pada

Kementerian/Lembaga yaitu (a) perencanaan anggaran, (b) pelaksanaan

anggaran, (c) pengadaan barang dan jasa, (d) faktor internal Satker.

Hal ini berbeda dengan hasil penelitian Abdullah (2012) yang

menyebutkan sisa anggaran tahun sebelumnya berpengaruh negatif terhadap

serapan anggaran sementara waktu penetapan dan perubahan anggaran tidak

berpengaruh. Penelitian Arif (2011) juga menyebutkan faktor yang berbeda

penyebab minimnya penyerapan anggaran belanja daerah yakni (a) faktor

regulasi (b) faktor politik (c) faktor tender/lelang (d) faktor komitmen organisasi.

Purtanto (2015) menyebutkan bahwa komitmen manajemen dan

perencanaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap penyerapan anggaran.

Monitoring dan evaluasi berpengaruh positif namun kurang signifikan. Sedang

kan kompetensi SDM dan pengaruh lingkungan ekternal tidak berpengaruh

positif dan kurang signifikan terhadap penyerapan anggaran.

Sukadi (2012) dalam penelitiannya menyebutkan faktor perencanaan

anggaran, faktor pelaksanaan anggaran, faktor pengadaan barang dan jasa dan

faktor internal satuan kerja signifikan mempengaruhi penumpukan penyerapan

anggaran belanja pada akhir tahun anggaran sedangkan faktor – faktor lain tidak

signifikan mempengaruhi penumpukan penyerapan anggaran.

Melihat latar belakang dan perbedaan hasil penelitian di atas yang tidak

konsisten maka memberikan motivasi bagi peneliti untuk meneliti kembali

mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi serapan anggaran SKPD di Provinsi

(8)

Peneliti mengambil objek penelitian di Sumatera Utara (Sumut) karena

Pemrovsu sebelum tahun 2015 memperoleh opini Disclaimer dan Wajar Dengan

Pengecualian (WDP) oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Selain itu berbagai

isu terkait dengan kebocoran penggelolaan keuangan yang tidak akuntabel dan

tranparan telah menjadi perhatian publik hingga munculnya berbagai gejolak di

masyarakat dengan menyampaikan pengaduan-pengaduan atas pengelolaan

keuangan yang tidak baik ke aparat penegak hukum.

Ketika BPK penyampaikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas

Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) tahun 2014 dan 2015 Pemrovsu

bersama DPRD Sumatera Utara diharuskan oleh Menteri Dalam Negeri

(Mendagri) untuk melakukan perubahan struktur APBD 2014-2015 karena target

penerimaan tidak tercapai sehingga harus dilakukan rasionalisasi.

Selanjutnya rekomendasi BPK dan Mendagri terhadap Peraturan Daerah

(Perda) APBD tahun 2014-2015 tidak dilaksanakan seperti kewajiban untuk

membayar hutang bagi hasil pajak kepada kabupaten/kota. Hal ini menyebabkan

Perda APBD tahun 2015 mengalami perubahan sebanyak dua kali. Permasalahan

tersebut disebabkan karena perencanaan yang tidak matang dan pengalokasian

anggaran yang tidak berdasarkan skala prioritas anggaran.

Peneliti menggunakan regulasi, politik, proses pengadaan barang dan jasa

dan komitmen organisasi karena adanya perbedaan hasil penelitian yang

dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Peneliti menambah Silpa sebagai variabel

moderating karena melihat adanya pengaruh Silpa terhadap penyerapan anggaran

(9)

penerimaan internal Pemda yang dapat digunakan untuk mendanai

kegiatan-kegiatan tahun berjalan.

Semakin besar jumlah Silpa pada tahun anggaran akan berdampak

terhadap pemenuhan komposisi jumlah belanja daerah pada periode berikutnya.

Selain itu pemenuhan cukup tidaknya belanja daerah ditentukan oleh besarnya

pembiayaan yang dilakukan. Peran Silpa sangat penting dalam menutupi defisit

anggaran sehingga dapat mempengaruhi penyerapan anggaran (Simamora, 2014).

Seiring dengan diterapkannya Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang

Otonomi Daerah dan Undang-undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan

Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, terjadi pergeseran dan

pengelolaan keuangan publik di Indonesia. Oleh karena itu, dilaksanakan

reformasi segala bidang meliputi reformasi kelembagaan dan reformasi

manajemen sektor publik terutama yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan

publik untuk mendukung terciptanya good governance.

1.2 Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah dijelaskan sebelumnya,

maka rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Apakah regulasi, politik, proses pengadaan barang/jasa dan komitmen

organisasi berpengaruh secara simultan dan parsial terhadap serapan

anggaran SKPD di Provinsi Sumatera Utara tahun 2014 – 2015.

2. Apakah Silpa dapat memoderasi hubungan regulasi, politik, proses

pengadaan barang/jasa dan komitmen organisasi dengan serapan anggaran

(10)

1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah diatas maka tujuan penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Untuk menganalisis pengaruh regulasi, politik, proses pengadaan

barang/jasa dan komitmen organisasi secara simultan dan parsial terhadap

serapan anggaran SKPD di Provinsi Sumatera Utara tahun 2014 - 2015

2. Untuk menganalisis Silpa sebagai pemoderasi hubungan antara regulasi,

politik, proses pengadaan barang/jasa dan komitmen organisasi dengan

serapan anggaran SKPD di Provinsi Sumatera Utara tahun 2014 – 2015

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

1) Bagi Pemda Provinsi Sumatera Utara, hasil penelitian ini diharapkan

nantinya dapat memberikan sumbangsih dalam rangka mengevaluasi

kinerja Pemda Provinsi Sumatera Utara terutama kaitannya dengan

perencanaan pembangunan dan pengambilan keputusan dalam rangka

memaksimalkan serapan anggaran.

2) Bagi peneliti, diharapkan penelitian ini dapat menambah pengetahuan

dalam hal pengembangan wawasan di bidang anggaran Pemda serta dapat

menjadi sumbangan pemikiran dalam pengembangan ilmu akademik.

3) Bagi peneliti selanjutnya, untuk peneliti selanjutnya agar dapat menambah

faktor-faktor lainnya yang menjadi penyebab minimnya serapan anggaran

(11)

1.5. Originalitas

Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian yang dilakukan Arif

(2011) dari Universitas Riau, yang melakukan penelitian tentang Identifikasi

Faktor-Faktor Penyebab Minimnya Penyerapan Anggaran Pendapatan dan

Belanja Daerah (APBD) Kabupaten/Kota di Provinsi Riau Tahun 2011. Perbedaan

penelitian ini dengan penelitian sebelumnya (Table 1.2) adalah :

1. Peneliti sebelumnya menggunakan faktor politik, regulasi,

tender/lelang dan komitmen organisasi sebagai variabel independen,

sementara penelitian ini menambah Silpa sebagai variabel moderating.

2. Penelitian sebelumnya menggunakan data APBD kabupaten/kota

Provinsi Riau tahun 2011. Pada penelitian ini menggunakan data

APBD Pemprovsu tahun 2014-2015.

3. Lokasi dan waktu penelitian yang digunakan pada penelitian

sebelumnya adalah Kabupaten/Kota di Provinsi Riau pada tahun 2011.

Pada penelitian

ini lokasinya adalah SKPD di Pemerintah Provinsi Sumatera Utara tahun

2014.

Tabel 1.2

Originalitas Penelitian

Uraian Penelitian Penelitian

Terdahulu Sekarang

(12)

Variabel Independen

1. Faktor Regulasi 1. Regulasi Keuangan Daerah

2. Faktor Politik 2. Politik Anggaran 3. Faktor Tender/Lelang 3. Proses Pengadaan

Barang dan Jasa 4. Komitmen Organisasi 4. Komitmen Organisasi

Variabel

Moderating Tidak Ada Silpa

Tahun

Penelitian 2011 2014-2015

Objek Penelitian

Kabupaten/Kota di Provinsi Riau

SKPD di Provinsi Sumatera Utara Teknik

Pengambilan Sample

Gambar

Tabel 1.1 Persentase Serapan Anggaran Pemerintah Provinsi Sumut TA 2014-2015
Tabel 1.2 Originalitas Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh luas lahan (X1), tenaga kerja (X2), pestisida (X3), pupuk (X4), dan benih (X5) terhadap pendapatan usaha tani padi di

15 ayat 1 program siaran wajib memperhatikan dan melindungi kepentingan anak-anak dan/ atau remaja. Program tidak mencantumkan himbauan mengingat episode ini

Isolat khamir yang telah terseleksi selanjutnya diuji kemampuannya mendegradasi selulosa murni dengan cara menginokulasikan isolat tersebut pada medium yang mengandung

Bali hanya ada 6 orang, kiranya perlu tambahan untuk bias terus memperluas obyek pemasaran. 2) Jadwal Sosialisasi, Jadwal sosilisasi ke sekolah – sekolah sering terjadi

Kodoatie, Robert J., 2002, Hidrolika Terapan Aliran Pada Saluran Terbuka dan Pipa, Penerbit Andi, Yogyakarta.. Soemitro, Herman Widodo, 1986, Mekanika Fluida dan Hidrolika Edisi

Oleh karena polutan yang paling berpengaruh terhadap kejadian lewat denyar pada suatu isolator adalah konduktivitas lapisan garam yang mencemari isolator dan garam tersebut

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan Indeks Massa Tubuh dengan onset usia menarke di SMP Santo Thomas 1 Medan1.

This article is written to find out whether there are any differences on brand image for each Online Chat Application such as: Blackberry Messenger, Whatsapp and LINE based