BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1Lokasi Penelitian
Penelitian ini akandilaksanakan di Laboratorium Proses Industri Kimia, Fakultas
Teknik, Universitas Sumatera Utara, Medan.
3.2 Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah labu leher tiga, long glass tube, kondensor, labu destilasi, hot plate, magnetic stirrer, oven, neraca analitik dan
alat-alat gelas. Peralatan yang digunakan untuk analisis adalah GCMS, FTIR dan
reagen anilin asetat.
Bahan-bahan yang digunakan adalah sembung rambat, belimbing wuluh,
Natrium Klorida (NaCl),asam sulfat (H2SO4) dan akuades. Sembung rambat yang
digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari kebun pisang di titipapan dan tanah
kosong di delitua. Belimbing wuluh diperoleh dari Lautadur Indrapura.
3.3 Rancangan Penelitian
Pada penelitian ini digunakan beberapa variabel, di antaranya:
a. Suhu dalam pembuatan fufural (80, 100, 120, 140 dan 160 oC)
b. Waktu pengambilan destilat (30, 60, 90, 120, 150,180, 210, 240, 270, 300 dan
330 menit)
Kondisi yang dipertahankan adalah:
a. Massa tepung sembung rambat : 50 g
b. Massa Natrium Klorida (NaCl) : 50 g
c. Ukuran partikel tepung sembung rambat : 70-100 mesh
d. Volume Asam belimbing wuluh : 600 ml
e. Volume total : 750 ml
Sebagai acuan dalam pembuatan furfural dilakukan pembanding dengan
menggunakan asam kuat yaitu asam sulfat 20% pada suhu 120˚C. Rancangan
penelitian dapat dilihat pada tabel 3.1 dibawah ini.
Tabel 3.1 Rancangan Penelitian Pembuatan Furfural
Tabel 3.1 Rancangan Penelitian Pembuatan Furfural (Lanjutan)
Untuk analisis hasil penelitian dilakukan sebagai berikut:
a. Analisis kadar air sembung rambat dengan cara sembung rambat dikeringkan
dengan menggunakan oven sampai berat konstan.
b. Analisis kadar pentosan sembung rambat.
c. Identifikasi furfural dengan uji warna dengan pereaksi anilin asetat (1:1).
d. Identifikasifurfural dengan GCMS Shimidzu.
e. Analisis gugus fungsi furfural dengan FTIR dengan alat spektofotometer infra
FTIR Shimidzu.
3.4 Prosedur Penelitian
Penelitian ini terdiri dari beberapa tahapan dimulai dari persiapan bahan baku,
sintesis dan karakterisasi furfural. Berikut ini adalah prosedur sistematis dari
3.4.1 Preparasi Sampel
Preparasi sampel menggunakan prosedur yang dilaporkan oleh Ko et al. (2013)
dengan sedikit modifikasi. Sembung rambat dibersihkan dengan air sampai pH air
konstan, kemudian dikecilkan ukuran sembung rambat dengan mengunakan pisau.
Setelah itu dikeringkan dengan menggunakan oven atau sinar matahari. kemudian
sembung rambat dihaluskan dengan menggunakan ball mill. Untuk menyeragamkan ukuran partikel tepung dilakukan pengayakan dengan menggunakan ayakan 100-70
mesh.
3.4.2 Prosedur Pembuatan Ekstrak Belimbing Wuluh
Pembuatan ekstrak belimbing wuluh menggunakan prosedur yang dilaporkan
oleh Thamizhselvam et al. (2015). Pada tahapan ini belimbing wuluh dibersihkan
dengan menggunakan air sampai pH konstan, kemudian belimbing wuluh digiling
dengan menggunakan blender agar didapatkan cairan beimbing wuluh. Kemudian cairan belimbing wuluh disaring dengan kertas whatman nomor 41. Filtrat belimbing
wuluh disimpan dalam lemari es.
3.4.3 Prosedur Pembuatan Furfural
Tahapan ini dilakukan dengan menggunakan prosedur yang dilaporkan oleh
shafeeq et al. (2015) dengan modifikasi. Pada tahap ini tepung sembung rambat
dimasukkan kedalam labu leher tiga sebanyak 50 g dengan menambahkan filtrat
total sebanyak 750 ml dengan menambahkan akuades. Labu leher tiga disambungkan
dengan long vertikal tube yang terhubung dengan air pendingin. Setelah rangkaian
selesai, dihidupkan pemanas dan pengadukan dengan magnetic stirrer. Proses dijalankan dengan variasi suhu (80, 100, 120, 140 dan 160 oC) dengan waktu (30, 60,
90, 120, 150, 180, 210, 240, 270, 300 dan 330 menit). Uap furfural dan air yang
terbentuk dikumpulkan dalam labu destilasi yang berisi kloroform sebanyak 50 ml.
Hasil campuran kloroform, air dan furfural dicatat volumenya. Setelah itu dilakukan
prosedur ekstraksi dengan menggunakan prosedur yang telah dilaporkan oleh
Hidajati, Nur (2006). Furfural yang berada dalam lapisan air dan kloroform yang
ditampung dalam labu destilasi diekstraksi dalam corong pisah yang sebelumnya
dikocok terlebih dahulu agar furfural terikat dengan kloroform, setelah itu dibiarkan
selama 10 menit sehingga akan terjadi dua lapisan, lapisan atas mengandung air dan
lapisan bawah mengandung kloroform dan furfural. Lapisan bawah yang
mengandung kloroform dan furfural didestilasi dengan suhu 60-70 oC untuk
3.5 Flowchart
3.5.1 Flowchart Preparasi Sampel
Preparasi sampel menggunakan prosedur yang dilaporkan oleh Ko et al. (2013).
Flowchart preparasi sampel dapat dilihat pada gambar 3.1 di bawah ini.
Mulai
Mulai
Sembung rambat diambil
Sembung rambat diambil
Dibersihkan dengan air sampai pH konstan
Dibersihkan dengan air sampai pH konstan
Dipotong – potong dengan pisau
Dipotong – potong dengan pisau
Dikeringkan dalam oven
Dikeringkan dalam oven
Disimpan pada suhu ruang
Disimpan pada suhu ruang
Selesai
Selesai
Dihaluskan dengan ball mill
Dihaluskan dengan ball mill
Diayak dengan ukuran 70 mesh
Diayak dengan ukuran 70 mesh
3.5.2 Flowchart Pembuatan Ekstrak Belimbing Wuluh
Pembuatan ekstrak belimbing wuluh menggunakan prosedur yang dilaporkan
oleh Thamizhselvam et al. (2015). Flowchart pembuatan ekstrak belimbing wuluh dapat dilihat pada gambar 3.2.
Mulai
Sebanyak 100 g Belimbing wuluh diambil
Dibersihkan dengan air sampai pH konstan
Digiling dengan blender
Disaring dengan kertas Whatman No.41
Filtrat disimpan dalam lemari es
Selesai
3.5.3 Flowchart Pembuatan Furfural
Tahapan ini dilakukan dengan menggunakan prosedur yang dilaporkan oleh
shafeeq et al. (2015) dengan modifikasi. Flowchart pembuatan furfural dapat dilihat pada gambar 3.3 di bawah ini.
Mulai
Mulai
Sebanyak 50 g tepung sembung rambat dimasukkan ke dalam labu leher tiga
Sebanyak 50 g tepung sembung rambat dimasukkan ke dalam labu leher tiga
Disiapkan rangkaian peralatan destilasi
Disiapkan rangkaian peralatan destilasi
Dihidupkan pemanas, pengaduk dan pendingin balik
Dihidupkan pemanas, pengaduk dan pendingin balik
Diatur volume total sebanyak 750 ml dengan penambahan aquades
Diatur volume total sebanyak 750 ml dengan penambahan aquades
Diatur temperatur (80, 100, 120, 140 dan 160) oC
Diatur temperatur (80, 100, 120, 140 dan 160) oC
Destilat dikumpulkan dalam erlenmeyer yang telah berisi kloroform 50 ml dengan waktu (30,
60, 90, 120, 150, 180, 210 dan 240) menit
Apakah ada variasi lain?
Selesai
Selesai
Campuran dipisahkan dengan corong pisah untuk didapat lapisan bawah
Campuran dipisahkan dengan corong pisah untuk didapat lapisan bawah
Lapisan bawah diuapkan untuk menguapkan kloroform sehingga didapat furfural
Lapisan bawah diuapkan untuk menguapkan kloroform sehingga didapat furfural
Apakah ada variasi lain?
Ya
Tidak Dimasukkan asam belimbing wuluh sebanyak 600
ml kedalam labu leher tiga
Dimasukkan NaCl 1:1 dengan berat sampel
Dimasukkan NaCl 1:1 dengan berat sampel
Ya Tidak
3.6 Analisis Penelitian
Keberhasilan suatu penelitian diukur melalui beberapa analisis yang dilakukan
terhadap suatu hasil penelitian. Berikut adalah analisis yang dilakukan dalam
penelitian ini.
3.6.1 Analisis Kadar Air Sembung Rambat
Tahapan ini dilakukan dengan prosedur yang dilakukan oleh Ko et al (2013).
Sembung rambat yang masih segar ditimbang sebanyak 20 g, kemudian dikeringkan
dengan oven dengan suhu 100oC sampai berat konstan. Kemudian dihitung kadar air
sembung rambat.
3.6.2 Analisis Kadar PentosanSembung Rambat
Tahapan ini dilakukan dengan prosedur yang diperoleh dari Griffin (1927).
Sebanyak 5 g tepung sembung rambat dimasukkan kedalam labu leher tiga, kemudian
dimasukkan larutan HCl 12 % sebanyak 100 ml, kemudian dipanaskan. Pemanasan
mula-mula dijalankan secara perlahan. Setelah itu diambil hasil sulingan sebanyak 30
ml, lalu ke dalam labu destilasi dimasukkan larutan HCl 12% sebanyak 30 ml dan
proses dijalankan kembali hingga didapatkan volume destilat sebanyak 360 ml.
Distilat yang terkumpul ditambahkan 1 gram phlorogucinol dan ditambahkan HCl 12
% hingga volumenya menjadi 400 ml. Larutan tersebut dibiarkan satu malam hingga
didapatkan endapan bewarna hitam (furfural phlorogucid). Kemudian dilakukan
penyaringan dengan saringan hisap dan dicuci dengan 150 ml akuades. Endapan yang
Setelah kering, lalu bahan didinginkan dan ditimbang. Pengeringan dan penimbangan
dilakukan berulang-ulang sampai berat konstan.
3.6.3 Analisis Uji Warna Dengan Pereaksi Anilin Asetat (1:1)
Cara sederhana yang dapat dilakukan untuk mengidentifikasi furfural adalah
dengan menggunakan anilin asetat (1:1). Adanya furfrural ditandai dengan
berubahnya warna cairan yang mengandung furfural menjadi warna merah tua setelah
direaksikan dengan reagen anilin asetat.
3.6.4 Penentuan gugus-gugus fungsi dengan spektrofotometer infra merah (IR)
Identifikasi senyawa furfural dapat dilakukan dengan alat spektrofotometer infra
merah (FTIR). Menurut Fessenden dan Fessenden, 1982), inti-inti atom yang terikat
oleh ikatan kovalen mengalami getaran vibrasi yang bersifat asimetrik atau merubah
kepolaran saja yang aktif pada inframerah, energi yang diserap menyebabkan
kenaikan dalam amplitudo getaran atom-atom yang terikat. Jadi, molekul ini berada
dalam keadaan vibrasi yang tereksitasi. Vibrasi dalam molekul dapat berupa vibrasi
ulur (ritme gerakan sepanjang sumbu ikatan sebagai interaksi pertambahan atau
penggurangan jarak atom) atau vibrasi tekuk menggambarkan suatu perubahan sudut
ikatan antara ikatan-ikatan dengan suatu atom). Analisis ini dilakukan di pusat
3.6.5 Identifikasi Dengan Kromatografi Gas Massa Spektrokopi (GCMS)
Identifikasi senyawa furfural ini dapat dilakukan dengan kromatografi.
Identifikasi merupakan salah satu metode analitik untuk pemurnian atau pemisahan
senyawa-senyawa organik dan anorganik sehingga senyawa tersebut dapat dianalisis.
Metode kromatografi adalah cara pemisahan dua atau lebih senyawa atau ion
berdasarkan perbedaan migrasi dan distribusi senyawa atau ion-ion tersebut didalam
fasa yang berbeda. Dalam kromatografi gas, fase geraknya adalah gas dan komponen
sampel pada fase uap(Rahman, 2009). Suhu kolom awal diatur pada suhu 100oC
selama 10 menit dan ditingkatkan ke 300oC dengan laju 10oC. Suhu port injeksi
diatur 300oC. Tekanan 100 kPa, Aliran total 29,0 mL/min, aliran kolom 1,33
mL/min.Analisis furfural menggunakan Gas Kromatografi Massa Spektrokopi
(GCMS) Shimidzu R_Brand 108 yang dilakukan di Pusat Penelitian Kelapa sawit
(PPKS) Medan.
3.7 Jadwal Pelaksanaan
Pelaksanaan penelitian dimulai dari penyusunan proposal, pelaksanaan
penelitian, penyusunan laporan hasil penelitian dan seminar. Penyusunan proposal
dari bulan september sampai november 2015. Pelaksanaan penelitian dari bulan
agustus 2016 sampai bulan november 2016. Rincian Jadwal penelitian ini dapat
Tabel 3.2 Jadwal Penelitian
Kegiatan
Bulan I Bulan II Bulan III Bulan IV Bulan V Bulan VI Bulan VII
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Studi Literatur x x x x
Persiapan Bahan & Alat
x x x x x x x x
Pelaksanaan
Penelitian x x x x x x x x x x x x x x x x
Analisis Data x x x x x x x x
Penyusunan
Laporan x x x x x x x x
Penyusunan Jurnal x x
Seminar Hasil x x
Ujian Tesis x x
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada penelitian ini bahan baku yang digunakan untuk pembuatan furfural berasal
dari sembung rambat. Sumber pentosan yang terdapat pada sembung rambat ini
dimanfaatkan dalam pembuatan furfural.
4.1Hasil Analisis Awal kondisi Sembung Rambat
Analisiskondisi awal meliputi analisis kadar air dan kadar pentosan. Detail hasil
analisis tersebut dilampirkan di lampiran A. Adapun hasil analisis tersebut dirangkum
dalam Tabel 4.1.
Tabel 4.1. Rangkuman Hasil Analisis Awal Sembung Rambat
Keterangan Nilai
Kadar air batang sembung rambat 84,10%
Kadar air daun sembung rambat 90,01%
Kadar pentosan sembung rambat 49,54 %
Hasil analisis kandungan air sembung rambat menunjukkan bahwa sembung
rambat banyak mengandung air. Untuk kadar pentosan didapat 49,54 % yang hampir
mendekati kadar pentosan dari literatur 56,04 ± 0,86 % (Ko et al. 2013)
4.2 Pengaruh Waktu Terhadap Yield Furfural
Proses pembuatan furfural pada penelitian ini menggunakan sembung rambat
sebagai sampel dan asam belimbing wuluh sebagai katalis asam. Dalam penelitian ini
variasi waktu (30, 60, 90, 120, 150 dan 180) untuk menentukan volume asam
belimbing wuluh yang akan digunakan, yang dapat dilihat pada tabel 4.2 dibawah ini.
Tabel 4.2 Penelitian Pendahuluan Dalam Menentukan Volume Katalis Belimbing Wuluh
Massa
Sampel Volume
Waktu (menit)
30 60 90 120 150 180
50 g
50 ml Gagal Gagal Gagal Gagal Gagal Gagal 400 ml Gagal Gagal Gagal Gagal Gagal Gagal 500 ml Gagal Gagal Gagal Gagal Gagal Gagal 600 ml Gagal Gagal Gagal Gagal Gagal Berhasil
Dari tabel 4.2 maka digunakan volume 600 ml dengan suhu (80, 120, 140 dan
160˚C) dan variasi waktu (30, 60, 90, 120, 140, 160, 180, 210, 240, 270, 300 dan 330
menit). Sebagai acuan dalam pembuatan furfural dari sembung rambat ini digunakan
katalis yang umum dipakai yaitu asam sulfat (H2SO4), untuk dibandingkan dengan
katalis asam belimbing wuluh. Pada penelitian ini digunakan suhu 120oC dan
kosentrasi asam sulfat 20% karena yield furfural yang dihasilkan tinggi sesuai dengan laporan dari shafeeq et al. (2015). Dalam penelitian perbandingan antara bahan baku
dan pelarut 1:5 dan ditambahkan NaCl (1:1) dengan berat sampel, volume total 750
Gambar 4.1 Pengaruh Yield Furfural Terhadap Waktu Pada Berbagai Suhu
Dari gambar 4.1 untuk katalis belimbing wuluh dapat dilihat pada waktu 30
sampai 120 menit pada berbagai suhu tidak terjadi reaksi pembentukan furfural. Hal
ini disebabkan karena penggunaan asam belimbing wuluh dengan pH ± 2,1 dengan
bilangan asam 13,99 g/g (0,1462 N) sehingga membutuhkan waktu yang lama agar
terjadi reaksi pembentukan furfural bila dibandingkan dengan penggunaan asam
sulfat 20% dengan pH ± 0,2 dengan bilangan asam 222,83 g/g (2,2695 N) yang
hanya memerlukan waktu 30 menit untuk memproduksi furfural. Perbandingan
Tabel 4.3 Perbandingan Katalis Yang Digunakan Dalam Pembuatan Furfural
Dari tabel 4.3 dapat dilihat bahwa bilangan asam pada asam sulfat 15 kali lebih
besar dibandingkan dengan bilangan asam pada belimbing wuluh. Menurut laporan
(Arroxales, et. al. 2001) pH asam belimbing wuluh berkisar 0,9-1,5 dengan bilangan
asam 11,2-14,7 g/g. Bilangan asam belimbing wuluh yang rendah menyebabkan
furfural mulai terbentuk pada waktu 150 menit untuk suhu 80˚C dengan yield 0,464%
dan 100˚C dengan yield 0,696%. Pada waktu 180 menit untuk suhu (80, 100, 120,
150 dan 180)˚C menunjukkan terjadi reaksi pembentukan furfuraldan terus meningkat
sampai waktu 300 menit dengan yield tertinggi 7,192% pada suhu 100˚C.
Pada suhu tetap yield furfural meningkat dengan waktu, ini disebabkan adanya kontak antara zat-zat yang bereaksi dapat lebih lama, sehingga reaksi pembentukan
furfural sempurna (Griffin, 1971). Peningkatan waktu akan menyebabkan pH
hidrolisat menurun sehingga laju pembentukan furfural meningkat karena
terbentuknya asam asetat yang berfungsi sebagai katalisator internal. Pada suhu
100˚C dengan waktu 240 menit sampai 300 menit, yield furfural hanya meningkat
akibat terjadinya proses degradasi furfural menjadi senyawa-senyawa organik
lainnya, seperti asam asetat (CH3COOH) dan metanol (CH3OH) (Andaka, 2011).
Menurut Andaka, (2011) dalam reaksi pembuatan furfural suhu yang tinggi dapat
mempercepat reaksi pembentukan furfural. Menurut Arrhenius semakin besar suhu,
maka kecepatan reaksi juga semakin besar. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian karena suhu yang tinggi tidak dapat mempercepat reaksi pembentukan furfural. Suhu
yang tinggi (120, 140 dan 160˚C) hanya mempercepat air menguap, dibandingkan
dengan kecepatan reaksi pembentukan furfural. Dari penelitian sebelumnya, suhu
optimum untuk melakukan hidrolisis adalah 100˚C(Andaka, 2011). Dalam penelitian
ini asam-asam organik yang terdapat dalam belimbing wuluh memerlukan waktu
yang tinggi yaitu 5 jam untuk menghidrolisis pentosan yang ada pada sembung
rambat dengan yield tertinggi7,192% pada suhu 100˚C.
Penggunaan katalis asam sulfat lebih cepat menghasilkan furfural, hal ini
ditunjukkan pada waktu 30 menit furfural sudah terbentuk dan terus meningkat
dengan bertambahnya waktu.Katalis 20% asam sulfat merupakan asam kuat dengan
pH ± 0,2 dengan bilangan asam 222,83 g/g (2,2695 N) dan memiliki lebih banyak ion
H+ untuk menghidrolisis pentosan dibandingan dengan asam belimbing wuluh.Yield
tertinggi terdapat pada waktu 150 menit dengan nilai 11,13%. Pada waktu 180 menit
terjadi penurunan yield furfural karena konsentrasi asam telah mencapai batas yang
optimum menjadi asam furoat sebagai hasil dari pemecahan gugus aldehid dan
Pada penelitian ini, pembuatan furfural dari sembung rambat menggunakan
katalis asam sulfat 20% menghasilkan yield sebesar 11,13 % yang lebih tinggi
dibandingkan dengan yield yang dihasilkan pada penelitian Shafeeq, et al. (2015) sebesar 8,3% dengan kondisi yang sama yaitu suhu 120oC dan menggunakan katalis
asam sulfat 20%, hal ini menunjukkan bahwa kadar pentosan pada sembung rambat
lebih tinggi dibandingkan dengan kadar pentosan pada tongkol jagung.
Pengaruh waktu dalam pembuatan furfural mempunyai trend yang sama, yaitu
setelah mencapai titik maksimum maka akan terjadi penurunan. Trend penelitian pembuatan furfural dari sembung rambat dengan menggunakan katalis asam
belimbing wuluh dan asam sulfat dengan pengaruh waktu dapat dilihat pada gambar
4.2 di bawah ini.
Gambar 4.2 Trend Pengaruh Waktu Terhadap Yield Furfural
Dari Gambar 4.2 dapat dilihat yield furfural pada pembuatan furfural dari sembung rambat menggunakan katalis asam belimbing wuluh lebih rendah
dibandingkan dengan pembuatan furfural dari sembung rambat dengan katalis asam
sulfat. Hal ini menunjukan bahwa ion H+ pada asam sulfat lebih tinggi dibandingkan
dengan ion H+ pada belimbing wuluh. Persamaan matematis untuk pembuatan
sembun rambat dengan katalis asam sulfat yaitu : y = -0,0001x2 + 0,0901x - 0,2766
dengan R2 =0,963 dengan y adalah yield furfural dan x adalah waktu (menit).
Pada penggunaan katalis belimbing wuluh pada suhu 100oC pembentukan
furfural baru terjadi pada waktu 150 menit.Yield furfural dari sembung rambat dengan
katalis asam belimbing wuluh sebesar 7,192% pada waktu 330 menit. Katalis
belimbing wuluh memerlukan waktu lebih lama dalam menghidrolisis pentosan
karena belimbing wuluh mengandung banyak air, sehingga dengan menguapnya air
maka konsentrasi asam belimbing semakin pekat sehingga pH semakin turun dan
ion-ion H+ lebih cepat menghidrolisis pentosan dalam membentuk furfural. Persamaan
matematis pembuatan furfural dari sembung rambat dengan katalis belimbing wuluh
yaitu: y = -0,0003x2 + 0,1902x – 21,0457 dengan R2= 0,968.
Sembung rambat mengandung pentosan yang tinggi dibandingkan dengan
penggunaan bahan baku ampas tebu dan tongkol jagung dengan penggunaan katalis
asma sulfat. Untuk katalis belimbing wuluh memerlukan waktu yang lebih lama,
karena asam belimbing wuluh banyak mengandung air sehingga memerlukan waktu
Mekanisme untuk pembentukan furfural dengan metode yang umum dilakukan
yaitu dengan penggunaan katalis asam ini masih menjadi subyek perdebatan
(Vinueza, et. al. 2014). Mekanisme pembentukan furfural paling mungkin dimulai
dengan bentuk siklik dari xylose (bentuk siklik dari xylose, piranosa, disajikan
berdasarkan studi mekanisme yang merupakan dalam persetujuan dengan studi
kinetik konversi xylose menjadi furfural. Mekanisme reaksi pembentukan furfural dimulai dari hidrolisis sembung rambat yang merupakan tumbuhan mengandung
karbohidrat dengan senyawa penyusunnya adalah holoselulosa, lignin dan pentosan.
Pentosan pada sembung rambat dihidrolisis dengan ion H+ dari asam organik pada
belimbing wuluh menghasilkan pentosa. Pentosa dihidrolisis dengan ion H+
membentuk senyawa 1,2 enediol. Senyawa 1,2 enediol ini dihidrolisis lagi oleh ion
H+ menghasilkan xylose dan air.Xylose dihirolisis kembali oleh ion H+ menghasilkan
furfural dan air. Ion H+ berfungsi sebagai ion transfer dalam pembentukan furfural.
Belimbing Wuluh
Sembung Rambat
Gambar 4.3 Mekanisme Reaksi Pembentukan Furfural[(A) Chemspider, 2013 (B) Vinueza, et al. 2015)]
H+ Asam Asetat (A)
Asam Formiat (A)
Asam Sitrat (A)
Asam Oksalat (A)
Pentosan Pentosan
Furfural
1,2 enediol Xylose
Xylulose
H+
H+
H+ H+
-H2O
H+ -2H2O
Hidrolisis
4.3 Identifikasi Furfural Yang dihasilkanDengan Uji Warna
Furfural yang dihasilkan kemudian diindentifikasi dengan uji kualitatif dengan
menggunakan pereaksi anilin asetat dengan perbandingan (1:1). Furfural
diidentifikasi dengan adanya perubahan warna menjadi merah bata. Pada penelitian
ini dilakukan pengujian pada penggunaan katalis asam belimbing wuluh dan asam
sulfat (H2SO4).
4.3.1 Indentifikasi Furfural Dengan Uji Warna Untuk Katalis Asam Belimbing Wuluh
Furfural yang dihasilkan dari sembung rambat dengan katalis belimbing wuluh
diindentifikasi dengan menggunakan pereaksi anilin asetat. Hasil uji warna furfural
dengan reagen anilin asetat dapat dilihat pada gambar 4.4 di bawah ini.
Gambar 4.4 Uji Warna Furfural Dengan Katalis Asam Belimbing Wuluh Pada Suhu 120˚C
Dari gambar 4.4 dapat dilihat pada waktu 30 menit sampai 150 menit tidak
terjadi perubahan warna menjadi merah tua. Perubahan warna hanya menjadi kuning
seperti warna reagen anilin asetat. Hal ini menunjukkan tidak terjadi pembentukan
furfural sehingga furfural tidak terkondensasi dengan anilin membentuk senyawa
dianil hidroksiglukoat dialdehida dan tidak terjadi pemecahan cincin furfural
membentuk aldehida. Pada waktu 180 menit (3 jam) terbentuk warna merah tua yang
mengindikasikan terbentuknya furfural.
4.3.2 Indentifikasi Furfural Dengan Uji Warna Untuk Katalis Asam Sulfat Furfural yang dihasilkan dari sembung rambat dengan katalis asam sulfat
diindentifikasi dengan menggunakan pereaksi anilin asetat. Hasil uji warna furfural
dengan reagen anilin asetat dapat dilihat pada gambar 4.5 di bawah ini.
Gambar 4.5 Perubahan Warna Furfural dengan Katalis Asam Sulfat Pada Suhu 120˚C
Dari gambar 4.5 dapat dilihat dari waktu 30 menit sampai 180 menit terjadi
perubahan warna menjadi merah tua, hal ini menunjukkan furfural sudah terbentuk
pada waktu 30 menit. Hal ini menunjukkan pentosan pada sembung rambat dapat
cepat dihirolisis oleh H+ dari asam sulfat (H2SO4), sehingga tidak membutuhkan
waktu yang lama untuk terjadinya reaksi pembentukan furfural.
Untuk memperkuat hasil yang didapat adalah furfural maka dapat dianalisis
dengan FTIR. FTIR berfungsi untuk penentuan gugus-gugus fungsi yang terdapat
dalam senyawa, sehingga dapat diketahui senyawayang dihasilkan adalah furfural.
4.4 Identifikasi Furfural dengan FTIR
Analisis FTIR untuk menentukan gugus-gugus fungsi untuk memperkuat destilat
yang dihasilkan merupakan furfural. Hasil FTIR dapat dilihat pada gambar 4.6 di
bawah ini.
Gambar 4.6 Hasil Analisis FTIR Furfural dengan Katalis Asam Belimbing Wuluhdan Asam Sulfat
Berdasarkan spektra IR dapat dinyatakan bahwa adanya gugus aldehid dalam
furfural didukung oleh adanya puncak vibrasi ulur C=O (1600 – 1700 cm-1) dan C-H
aldehid (2800 – 2860cm-1) masing-masing pada puncak 1674,52 cm-1 serta 2851,07
cm-1baik untuk katalis asam sulfat dan katalis asam belimbing wuluh. Adanya ikatan
C=C aromatik ditunjukkan oleh munculnya vibrasi ulur C=C aromatik (1475 – 1600
cm-1) pada daerah sekitar 1521,45 cm-1. Puncak vibrasi ulur pada daerah sekitar
1166,00 pada katalis asam belimbing wuluh mendukung adanya ikatan C-O-C (1100–
1200 cm-1), begitu juga untuk katalis asam sulfat puncak vibrasi pada 1176 cm-1
mendukung adanya ikatan C-O-C dalam struktur molekul furfural. Untuk nilai vibrasi
furfural standar dapat dilihat pada tabel 4.4 dibawah ini.
Tabel 4.4 Vibrasi Furfural Standar (Ong et al. 2007) No. Vibrasi Furfural Standar (cm-1)
1. Streching C-H aromatis 3134,61 2. Stretching C-H aldehida 2851,05 2714,40 3. Stretching C=O aldehida 1674,36 4. Stretching C=C aromatis 1568,27 1521,97 5. Stretching C-aldehida 1329,73
6. Stretching C-O-C 1157,79
Berdasarkan nilai vibrasi standar furfural dapat disimpulkan bahwa senyawa
yang dihasilkan dari hidrolisis sembung rambat adalah furfural karena menunjukkan
spektra yang hampir identik dengan vibrasi furfural standar.Berdasarkan nilai vibrasi
standar furfural dapat disimpulkan bahwa senyawa yang dihasilkan dari hidrolisis
sembung rambat adalah furfural karena menunjukkan spektra yang identik dengan
furfural pembanding. Untuk memperkuat hasil destilasi yang didapat adalah furfural
4.5 Identifikasi Furfural dengan Gas Kromatografi Massa Spektrokopi (GCMS)
Analisis Gas Kromatografi Massa Spektrokopi (GCMS) untuk menentukan
waktu retensi komponen furfural. Hasil GCMS dapat dilihat pada gambar 4.7
dibawah ini.
Gambar 4.7 Hasil Analisis GCMS Furfural dengan Katalis Asam Belimbing Wuluhdan Asam Sulfat
Analisis dengan menggunakan kromatografi gas memperkuat bahwa senyawa
hasil hidrolisis merupakan furfural. Senyawa furfural untuk katalis belimbing wuluh
ditunjukkan pada peak 2, retention time 3,386 dengan senyawa yang terindentifikasi yaitu 2,5 furandione, 3-ethyl-4-methyl yang menunjukkan golongan furfural. Untuk
katalis asam sulfat, senyawa furfural ditunjukkan pada peak 3 dengan retention time
3,283 dengan senyawa yang terindentifikasi yaitu 2,5 furandione. Data dari hasil gas
kromatografi dapat dilihat di Lampiran B tabel B.3 dan B.4. Furandione termasuk
golongan furfural, hal ini menunjukkan hasil yang didapat adalah furfural.
Pada katalis belimbing wuluh peak paling tinggi terdapat pada peak 23 yang
diindentifikasi adanya senyawa tetratetracontane yang merupakan senyawa volatile
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah:
1. Kondisi terbaik yang diperoleh dalam mensintesis sembung rambat menjadi
furfural dengan menggunakan katalis asam belimbing wuluh pada suhu 100oC
dengan waktu 300 menit dengan yield furfural 7,192%.
2. Penggunaan katalis asam sulfat menghasilkan yield yang lebih tinggi
dibandingkan dengan penggunaan katalis asam belimbing wuluh yaitu
11,13%.
3. Pengujian karakteristik furfural dilakukan dengan menggunakan uji warna
dengan reagen anilin asetat yang menghasilkan warna merah tua yang
mengindikasikan adanya furfural.
4. Pengujian karakteristik furfural dengan FTIR menunjukkan adanya gugus
aldehid yang merupakan indikasi adanya senyawa furfural yaitu pada vibrasi
1674,52 cm-1 dan 2851,07 cm-1 yang sesuai dengan standar internasional.
5. Pengujian dengan Gas Chromatografi Massa Spektofotometer (GCMS)
menunjukkan adanya senyawa furandione yang termasuk golongan furfural
pada peak 3,386 untuk katalis asam belimbing wuluh dan 3,283 untuk katalis
5.2Saran
Adapun saran untuk penelitian selanjutnya adalah:
1. Untuk katalis asam belimbing wuluh perlu dilakukan perlakuan awal seperti
memekatkan cairan asam belimbing wuluh atau dengan mengekstraksi
asam-asam yang ada pada belimbing wuluh.
2. Melakukan penelitian untuk mengisolasi tetratetracontane dari daun sembung
digunakan sebagai antiinflamasi dan antianalgesik.
3. Melakukan penelitian degradasi furfural dalam pembuatan asam furoat yang