BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Sembung rambat (Mikania micrantha) adalah gulma penyerang yang berasal dari
Amerika Tengah dan Selatan yang memberikan dampak serius pada pertanian,
perkebunan buah, padang rumput, hutan Asia dan hutan Afrika. Sembung rambat
disebut sebagai gulma “mile-a-minute” dan terdaftar menjadi salah satu dari 10
gulma ganas tertinggi di dunia, karena sifat sembung rambat yang mudah beradaptasi,
pertumbuhan yang cepat dan merajalela (Holm et al. 1997). Untuk mengendalikan
sembung rambat dapat dilakukan dengan metode fisik, kimia dan biologi (Chen et al.
2003; Cock et al. 2000). Metode fisik seperti pemangkasan berkala adalah salah satu
cara yang mudah dan efektif, tetapi jika metode ini dilakukan terus menerus maka
akan banyak limbah yang terkumpul. Limbah pada bagian batang yang tidak diolah
dengan baik akan tumbuh kembali secara vegetatif dan dapat menyerang lebih ganas
ke ekosistem. Untuk menyelesaikan masalah ini dapat dilakukan dengan
memanfaatkan limbah lignoselulosa dari sembung rambat tersebut (Reddy dan Yang,
2008; Chen et al. 2012).
Transformasi biomassa lignoselulosa menjadi biofuel dan bahan-bahan kimia
yang bernilai memberikan potensi ekonomi dan keuntungan sosial yang baik.
holoselulosa dan pentosan (Ko, et al. 2013). Secara spesifik, pengolahan limbah
hemiselulosa lebih baik dilakukan secara kimia katalitik, karena pengolahan
hemiselulosa secara biologi menjadi selulosa tidak efisien. Di antara turunan kimia
hemiselulosa, furfural adalah pilihan yang menjanjikan, karena merupakan salah satu
kunci dalam industri kimia dengan penerapan yang banyak dalam industri (seperti
dalam industri kilang minyak, plastik, farmasi, dan agrokimia), dan dalam generasi
selanjutnya furfural akan dikembangkan menjadi biofuel dan bioplastik (Mamman et
al. 2008; Xing et al. 2011; Zhang et al, 2013).
Penelitian-penelitian terdahulu mengenai furfural beserta penelitian lain yang
dijadikan sebagai acuan dalam penelitian ini diringkas pada tabel 1.1. Pada tabel 1.1
dapat dilihat bahwa pembuatan furfural terbatas pada bahan baku tongkol jagung,
kulit biji matahari, jajagan kosong kelapa sawit dan limbah pada proses pembuatan
pulp. Sejauh ini belum ada penelitian furfural yang menggunakan bahan baku dari
sembung rambat. Selain itu, dari penelitian terdahulu untuk proses pembuatan
furfural masih menggunakan pelarut asam anorganik seperti asam sulfat dan asam
klorida. Asam yang terkandung dalam belimbing wuluh berpotensi digunakan sebagai
pelarut organik yang ramah lingkungan. Penggunaan pelarut asam organik
menggunakan asam belimbing wuluh belum pernah diteliti, oleh karena itu ingin
dilakukan penelitian pembuatan furfural dengan menggunakan bahan baku sembung
3
Tabel 1.1 Ringkasan Penelitian Terdahulu Tentang Furfural
Judul Metode Hasil
Conversion of xylose and xylan into furfural in biorenewable choline chloride-oxalic acid deep eutectic solvent with the addition of metal chloride. (Zhang, et. 2014a)
Bahan baku: xylan dari birch wood dengan menambahkan logam-logam klorida dalam CHCl-asam oksalat dalam larutan deep eutectic (DES)
Pembuatan furfural dapat dilakukan dengan kondisi operasi yang rendah (temperatur 80-1000C), sehingga mengurangi konsumsi energi yang besar untuk uap jenuh bertekanan tinggi dan mengurangi produksi limbah asam. Yield furfural 44 %.
Direct transformation of xylan-type hemicelluloses to furfural via SnCl4
catalysts in aqueous and biphasic systems. (Wang, et al. 2015)
Bahan baku: beech Transformasi kata- litik langsung hemiselulosa jenis xilan menjadi furfural dalam sistem air dan sistem bi-phasic dengan katalis SnCl4
Hasil furfural tertinggi 78,1% dicapai dengan menggunakan SnCl4 sebagai katalis dengan kondisi reaksi optimal (150°C, 120 menit).
Furfural produced from bamboo by a 2-step method at atmospheric pres- sure. ( Li, et al. 2014)
Bahan baku: bambu. Metode 2 tahap, ta-hap pertama mencari kondisi optimum dan pada tahap kedua dengan mencari inisial proses.
Dengan konsentrasixylose 15 g/L, inisial a-sam 10%, dan waktu tinggal 2 jam, dengan katalis NaCl dihasilkan furfural 90,63%.
Synthesis of furfural from lingo-cellulosic biomass as agricultural. (Ambalkar, et al. 2012)
Bahan baku: husk. Metode reaktor bacth, dengan menggunakan labu leher tiga yang dilengkapi dengan kondensor, pengaduk magnetik dan kolom vigreux, dengan temperatur 1070C.
Penggunaan asam phosphoric pada suhu 1340C menghasilkan furfural 0,1336 g furfu-ral / g bahan kering.
Tabel 1.1 Ringkasan Penelitian Terdahulu Tentang Furfural (lanjutan)
Judul Metode Hasil
Production of furfural from xylose, water-insoluble hemicelluloses and water-soluble fraction of corncob via a tin-loaded montmorillonite solid acid catalyst. (Li, et al. 2015)
Bahan baku: tongkol jagung dengan ukuran partikel 40-60 mesh. Sistem biphasic dengan 2-s-butylphenol (SBP) sebagai lapisan organik dan dimethyl sulfoxide (DMSO) sebagai co-pelarut. Pada 180°C selama 30 menit dengan katalis montmorillonite dengan ion timah (Sn-MMT)
Hasil yield furfural 76,79% yield furfural dan selektivitas furfural 82,45%
Production of furfural from waste aqueous hemicellulose solution of hardwood over ZSM-5 zeolite. (Gao. Et al. 2014)
Bahan baku: limbah hemiselulosa dari proses kraft pulp kayu keras. Metode ramah lingkungan dengan kondisi temperatur 463 K, 1,0 g ZSM - 5, 1,05 g NaCl dan fase rasio volume pelarut:air organik 30:15 selama 3 jam
Di bawah kondisi optimal, hasil furfural masih sampai 67,1 % bahkan setelah pemakaian katalis kelima kalinya.
Furfural production from empty fruit bunch A biorefinery approach. (Raman, et al. 2014)
Bahan baku: Tandan kosong kelapa sawit. Dengan menggunakan pretreatment asam sulfat encer diikuti oleh dehidrasi tanpa katalis tambahan
Yield furfural hingga 57,6 g / kg EFB kering atau 16 g / L bisa diproduksi pada kondisi optimum proses dehidrasi suhu 198 °C dan waktu tinggal11 menit
Production of furfural from an industrial prehydrolysis liquor. (Bataksh, et al. 2015)
Bahan baku: Cairan hidrolisis pada awal proses kraft. Adsorpsi dengan karbon aktif dengan katalis asam sulfat
Hasil furfural dari 57% dicapai dari PHL (prehydrolysis liquor ) pada
5
Tabel 1.1 Ringkasan Penelitian Terdahulu Tentang Furfural (Lanjutan)
Bahan baku Metode Hasil
Role of Brønsted acid in selective production of furfural in biomass pyrolysis. (Zhang. et al. 2014b)
Bahan baku: Ampas tebu dengan ukuran partikel 10-80 mesh dengan pirolisis pada suhu 500oC (70oC/min) dengan menggunakan katalis 6% CuSO4 dan 5% HZSM-5. Kondisi reaksi optimum dengan rasio massa CuSO4/HZSM-5 0,4 dan rasio katalis dan biomassa 0,5.
Hasil furfural tertinggi 28%
Restructuring the processes for furfural and xylose production from sugarcane bagasse in a biorefinery concept for ethanol production. (Mesa, et al. 2014)
Bahan baku: Ampas tebu dengan ukuran partikel 1 dan 1,5 cm dengan kondisi hidrolisis larutan asam untuk produksi furfural dan xylose pertama-tama dilakukan dalam skala laboratorium pada reactor bench 10 L umpan dengan steam langsung. Produksi furfural maksimum ketika menggunakan 1,25% (w/w serat kering) larutan H2SO4 pada suhu 175˚C selama 40 menit.
Hasil furfural 87,4% dan xylo- se 89,3%.
Production of furfural from waste aqueous hemicellulose solution of hardwood over ZSM-5 zeolite. (Gao. et al. 2014)
Bahan baku: Limbah hemiselulosa dari proses kraft pulp kayu keras dengan metode ramah lingkungan dengan kondisi temperatur 463 K, 1,0 g ZSM-5, 1,05 g NaCl dan fase rasio pelarut:air organik 30:15 (V / V) selama 3 jam.
Hasil furfural 67,1%
Production of furfural from pentosan-rich biomass: Analysis of process parameters during simultaneous furfural stripping (Agirrezabal, et al. 2013)
Tabel 1.1 Ringkasan Penelitian Terdahulu Tentang Furfural (Lanjutan)
Bahan baku Metode Hasil
Conversion of xylan, D-xylose and lignocellulosic biomass into furfural using AlCl3 as catalyst in ionic liquid.
(Zhang, et al. 2013)
Bahan baku: xylan, tongkol jagung, rumput dan kayu pine dengan ukuran partikel 0,18 mm dengan katalis ramah lingkungan untuk mengkonversi xylan menjadi furfural dalam 1-butyl-3-methylimidazolium chloride dengan menggunakan asam mineral dan logam klorida sebagai katalis dibawah microwave irradiation
Hasil furfural ter- tinggi 84,8% pada 170oC selama 10 detik dengan katalis AlCl3. Untuk furfu- wheat straw by a microwave-assisted process.(Yemiş, et al. 2014)
Bahan baku: Limbah gandum dengan ukuran partikel 20 mesh dan 80 mesh dengan proses microwave-assisted suhu reaksi 140- 200oC, waktu tinggal 1-41 menit, pH 0,1-2,1 dan rasio padatan dan cairan 15-195 mL/g.
Hasil furfural 66%, HMF 3,4%, xylose 100%, dan glukosa 65%.
Optimal production of furfural and DMF from algae and switchgrass (Martín, et al. 2015)
1.1 Perumusan Masalah
Sembung rambat merupakan biomassa lignosellulosa. Selain itu sembung rambat
mempunyai kandungan pentosan yang tinggi. Penelitian ini mencoba menggali
potensi sembung rambat sebagai bahan baku dalam pembuatan furfural dan
keefektifan asam organik dari belimbing wuluh dalam menghidrolisis pentosan dari
sembung rambat tersebut.
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk memperoleh kondisi proses yang terbaik dalam menghasilkan yield furfural
tertinggi.
2. Untuk menguji karakteristik furfural yang dihasilkan dibandingkan dengan furfural
standar nasional maupun internasional.
1.3 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian adalah untuk memberikan informasi metode yang ramah
lingkungan dalam pembuatan furfural dari sembung rambat yaitu dengan
menggunakan asam organik dari ekstrak belimbing wuluh. Hasil penelitian ini
diharapkan dapat membantu mengatasi salah satu masalah di perkebunan, dan
Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Proses Industri Kimia, Fakultas
Teknik Universitas Sumatera Utara, Medan. Bahan-bahan utama yang digunakan
sembung rambat, asam belimbing wuluh dan asam sulfat (H2SO4) dan kloroform.
Variabel yang diuji dalam penelitian ini meliputi:
1. Variabel tetap
a. Bahan baku: sembung rambat 50 g
b. Konsentrasi H2SO4 20%
c. Konsentrasi ekstrak belimbing wuluh 100% sebanyak 600 ml
d. Massa NaCl (1:1) dengan sampel
e. Volume total 750 ml
f. Ukuran Tepung sembung rambat 70-100 mesh.
2. Variabel Berubah
a. Temperatur : 80, 100, 120, 140 dan 160˚C (Yemiş, et al. 2014)
b. Waktu : 30, 60, 90, 120, 150, 180, 210, 240, 270, 300 dan 330 menit
(Gao, et al. 2014)
c. Katalis : ekstrak asam belimbing wuluh
d. Sebagai acuan digunakan katalis asam sulfat 20%, pada suhu 120˚C dengan
Parameter yang diukur adalah kadar air, kadar pentosan, dan karakteristik
furfural. Kadar air diukur dengan gravimetri, kadar pentosan menurut laporan