• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektifitas Penyelesaian Sengketa Alternatif Melalui Arbitrase pada Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK)Kota Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efektifitas Penyelesaian Sengketa Alternatif Melalui Arbitrase pada Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK)Kota Medan"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sengketa atau konflik tersebut timbul disebabkan karena adanya hubungan antara satu

manusia dengan manusia lain sebagai makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa

adanya bantuan dari orang lain. Dengan demikian untuk memenuhi kebutuhan dan

kepentingannya, manusia mengadakan hubungan satu sama lain yang dapat menimbulkan

persengketaan. Sengketa biasanya muncul atau terjadi disebabkan karena berbagai hal,

misalnya sengketa didalam perjanjian karena salah satu pihak melanggar kesepakatan yang

telah dibuat, sengketa dalam memperebutkan harta warisan dalam suatu keluarga, dan

sebagainya. Begitu pula sengketa yang terjadi antara Konsumen dan Produsen (Pelaku

Usaha). Sengketa atau konflik tersebut dapat terjadi pada siapa saja dan diketahui pula

datangnya sengketa dan konflik tersebut tidaklah didasarkan pada keinginan seorang untuk

berkonflik atau bersengketa dengan pihak lain. Sehingga dapat dikatakan bahwa terjadinya

sengketa atau konflik tidak dapat di elakkan oleh siapapun.

Munculnya suatu persengketaan maka dicarilah cara penyelesaiannya pula. Cara –

cara tersebut adalah :

1. Melalui Lembaga Litigasi, dan

2. Melalui Lembaga Non Litigasi

Penyelesaian sengketa melalui lembaga litigasi berarti menyelesaikan sengketa

melalui Pengadilan. Atau dengan kata lain proses penyelesaiannya diserahkan melalui

lembaga Pengadilan. Sedangkan penyelesaian sengketa melalui lembaga non litigasi, yakni

(2)

sama dan i’tikad baik antara kedua belah pihak yang bersengketa untuk menyelesaikan serta

mengakhiri sengketa tersebut melalui bantuan pihak ketiga.

Penyelesaian Sengketa Alternatif adalah Lembaga penyelesaian sengketa atau beda

pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian sengketa diluar

pengadilan dengan cara Konsultasi, Negosiasi, Mediasi, Konsiliasi atau Penilaian Ahli.1

Seringkali kita mendengar istilah Non Litigasi. Nonlitigasi merupakan kebalikan dari

litigasi (argument analogium), yaitu penyelesaian sengketa yang dilakukan di luar pengadilan

dengan mengutamakan proses perdamaian dan penangkalan sengketa dengan melakukan

upaya perancangan – perancangan kontrak yang baik. Penyelesaian sengketa secara

nonlitigasi mencakup bidang yang sangat luas, bahkan mencakup seluruh aspek kehidupan

yang dapat diselesaikan secara hukum. Penyelesaian sengketa secara nonlitigasi merupakan

proses penyelesaian sengketa yang pada saat ini dianggap paling aman. Adapun penyelesaian

sengketa tersebut dilakukan di luar pengadilan yang tetap berdasarkan kepada hukum yang

berlaku.Penyelesaian Sengketa tersebut dapat digolongkan kepada penyelesaian yang

berkualitas tinggi. Sebab, sengketa yang diselesaikan secara demikian akan lebih bisa

diselesaikan secara tuntas tanpa meninggalkan sisa kebencian dan dendam. Oleh karena itu

penyelesaian sengketa secara nonlitigasi adalah penyelesaian masalah hukum secara hukum

dan nurani. Sehingga, hukum dapat dimenangkan dan nurani orang juga tunduk untuk

menaati kesepakatan/perdamaian secara sukarela, tanpa ada yang merasa kalah karena

masing-masing pihak sama-sama merasa keputusan yang dihasilkan adalah keputusan yang

(3)

Sehingga timbul pertanyaan pula, Mengapa orang lebih cenderung memilih

menyelesaikan sengketa melalui Penyelesaian Sengketa Alternatif dari Pada Litigasi?

Adanya pertimbangan menggunakan Penyelesaian Sengketa Alternatif dalam menyelesaikan

sengketa adalah, Karena pertimbangan budaya, yaitu masyarakat yang mempunyai hubungan

budaya atau tradisi jika ada permasalahan maka diselesaikan secara musyawarah mufakat

atau tidak melibatkan pihak lain yang bersifat memutuskan. Adapun keterlibatkan pihak ke

tiga tersebut hanyalah pihak yang dapat disebut sebagai penengah saja. Menurut F.Van Benda

Bechman mengemukakan : “Masyarakat dengan hubungan sosial yang simplex akan

cenderung menggunakan institusi rakyat melalui mediasi atau arbitrase sementara itu

masyarakat dengan hubungan sosial multiplex cenderung menggunakan peradilan negara

yang bersifat ajudikatif dan legistik”. Sehingga dapat dikatakan bahwa pertimbangan budaya

adalah menyelesaikan sengketa berdasarkan pada kebiasaan atau tradisi masyarakat tersebut

dalam menyelsaikan suatu sengketa. Yang kedua karena pertimbangan lawan sengeta, yakni

jika antara para pihak yang bersengketa lebih mengutamakan hubungan baik para pihak yang

bersengketa maka para pihak tersebut pasti lebih mengutamakan menyelesaikan sengketa

tersebut secara Negosiasi atau dengan perantara yang pada prinsinya akan menghasilkan

penyelesaian yang kompromistis atau bahkan menghindari terjadinya sengketa. Dan yang

ketiga yaitu karena pertimbangan kelemahan pengadilan. Saat ini cara penyelesaian sengketa

melalui peradilan mendapat kritik yang cukup tajam, baik dari praktisi hukum maupun

teoritisi hukum. Atau dengan kata lain terdapat beberapa kelemahan penyelesaian sengketa

melalui lembaga litigasi atau pengadilan yakni : penyelesaian sengketa lamban dan

membuang waktu, biaya perkara mahal, tidak menyelesaikan masalah secara tuntas,

menimbulkan permusuhan, mengalami stress berkepanjangan bagi pihak yang bersengketa,

mempermalukan pihak lain, dan pengadilan tidak bersih dari Korupsi Kolusi dan Nepotisme

(4)

Penyelesaian sengketa secara patut merupakan harapan setiap orang yang menghadapi

persengketaan dengan pihak lain, termasuk antara produsen dan konsumen. Konflik atau

sengketa antara konsumen dan pelaku usaha (produsen) pada umumnya didasarkan kepada

hal-hal yang tidak dikehendaki bahkan tidak diduga oleh konsumen sebelumnya. Meskipun

pada dasarnya sengketa konsumen memiliki latar belakang yang tidak jauh berbeda dengan

sengketa lainnya terdapat perbedaan kepentingan diantara keduanya. Sengketa konsumen

memiliki karakteristik yang khusus. Kekhususan tersebut dapat dilihat dari posisi konsumen

dan metode apa yang yang paling tepat untuk menyelesaikannya.

Sehubungan dengan itu, dikenal lembaga – lembaga alternatif penyelesaian sengketa

yang masing – masing mempunyai peraturan dan prosedur (rule and procedure) yang

menginduk pada Undang – undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif

Penyelesaian Sengketa. Lembaga – lembaga dimaksud antara lain Mediasi, Perbankan, Badan

Mediasi Asuransi Indonesia, Badan Arbitrase Nasional Indonesia, Badan Arbitrase Nasional

Indonesia, Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia, dan Badan Arbitrase Syariah Nasional.

Selain itu, berdasarkan Undang – undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen juga telah dibentuk Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) sebagai

lembaga alternatif penyelesaian sengketa yang memberlakukan prosedur arbitrase dalam

menyelesaikan sengketa3.

Penyelesaian sengketa konsumen berdasarkan Undang–undang Perlindungan

Konsumen dapat ditempuh dengan jalur Non-Litigasi. Penyelesaian dengan menggunakan

jalur Non-Litigasi ini dapat ditempuh melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen

(BPSK). Adapun proses penyelesaian sengketa konsumen ini dapat ditempuh dengan cara

seperti berikut :

3

(5)

a. Mediasi ;

Berdasarkan Pasal 1 ayat (10) Kepmenperindag No. 350/MPP/Kep/12/2001

tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Badan Penyelesaian Sengketa

Konsumen disebutkan bahwa mediasi adalah proses penyelesaian sengketa

konsumen diluar pengadilan dengan perantara BPSK sebagai penasihat dan

penyelesaian diserahkan kepada para pihak. Artinya mediasi merupakan sesuatu

proses penyelesaian sengketa dengan melibatkan pihak ketiga netral agar bias

membantu para pihak yang sedang bersengketa untuk dapat memecahkan masalah

tersebut.4

b. Konsilisai;

Berdasarkan Pasal 1 ayat (9) Kepmenperindag No. 350/MPP/Kep/12/2001 tentang

Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen

disebutkan bahwa konsiliasi adalah proses penyelesaian sengketa konsumen diluar

pengadilan dengan perantara BPSK untuk mempertemukan para pihak yang

bersengketa, dan penyelesaiannya diserahkkan kepada para pihak. Fungsi

konsiliator di sini agar dapat mengusulkan solusi penyelesaian sengketa, tetapi

tidak berwenang untuk memutus perkara tersebut.

Dalam hal ini, majelis BPSK untuk selanjutnya menyerahkan sepenuhnya proses

penyelesaian sengketa kepada para pihak, baik mengenai bentuk maupun jumlah

ganti kerugiannya. Terhadap usulan konsiliator, para pihak yang bersengketa

harus menyatakan persetujuan atas usulan tersebut menjadikannya sebagai

kesepakatan penyelesaian sengketa.

4

(6)

c. Arbitrase ;

Berdasarkan Pasal 1 ayat (11) Kepmenperindag No.350/MPP/Kep/12/2001

tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Badan Penyelasain Sengketa

Konsumen, disebuutkan bahwa arbitrase adalah proses penyelesaian sengketa

konsusmen di luar pengadilan. Dalam hal ini para pihak yang bersengketa

menyerahkan sepenuhnya penyelesaian sengketa kepada BPSK5.

Salah satu metode penyelesaian sengketa secara non llitigasi yang di tempuh di Badan

Penyelesaian Sengketa Konsumen yang lazim digunakan adalah Arbitrase. Pranata arbitrase

di Indonesia sebenarnya bukanlah hal yang baru dan telah lama dikenal. Arbitrase adalah

pranata alternatif penyelesaian sengketa terahir dan bersifat final bagi para pihak. Sifat

pribadi dari arbitrase memberikan keuntungan–keuntungan melebihi proses ajudikasi di

pengadilan. Arbitrase lebih memberikan kebebasan, pilihan, otonomi, dan kerahasiaan bagi

para pihak yang bersengketa.

Kebebasan yang dimaksud adalah para pihak dapat memilih arbiter yamg menurut

mereka diyakini untuk mempunyai pengetahuan, pengalaman, serta latar belakang yang

relavan dengan masalah yang disengketakan disamping sikap jujur dan adil sebagai sifat yang

utama. Para pihak juga dapat menentukan pilihan hukum untuk menyelesaikan masalahnya

termasuk proses dan tempat penyelenggarakan arbitrase.6 Khususnyadi Badan Penyelesaian

Sengketa Konsumen.

Kelemahan penyelesaian sengketa melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen

(BPSK) adalah tidak mempunyai kemampuan untuk dapat berperan lebih aktif dalam

penyelesaian persoalan sengketa konsumen.Semua ini terjadi karena baik substansi

5

Intan Nur Rahmawanti., & Rukiyah Lubis., Ibid , hlm., 78

6

Fitri Hidayanti, Efektifitas Penerapan Arbitrase Dalam Menyelesaiakan Sengketa Perbankan,

(7)

pengaturan, prosedur, dan mekanisme penyelesaian sengketa konsumen tidak dapat

terselesaikan dengan baik akibat kelemahan dan juga saling bertentangan.Inilah yang menjadi

penyebab BPSK tidak dapat berperan lebih banyak dalam penyelesaian sengketa konsumen

dalam beberapa hal, seperti keberatan mengenai keputusan konsiliasi atau mediasi dan belum

adanya pengaturan untuk penetepan eksekusi7.

Hal yang menarik dari penyelesaian sengketa melalui proses di luar pengadilan atau

melalui BPSK ini adalah menghasilkan kesepakatan yang bersifat “win win solution”. Pihak

yang bersengketa terjamin kerahasian sengketanya, lebih terhindar dari keterlambatan

penyelesaian sengketa sehingga tidak memakan waktu yan lama karena hal prosedural dan

administratif, menyelesaikan masalah secara komprehensif dalam kebersamaaan, dan tetap

bisa menjaga hubungan baik di masa sekarang maupun akan datang.

Dengan demikian, dari uraian diatas arbitrase merupakan salah satu cara penyelesaian

sengketa di luar pengadilan yang mempermudah para pihak yang bersengketa untuk

menyelesaikan sengketanya tanpa mempermalukan para pihak karena bersifat rahasia, juga

penyelesaian tersebut dapat dilakukan secara cepat tanpa menimbulkan penumpukan perkara

di pengadilan. Arbitrase juga menguntungkan para pihak karena dilakukan dengan biaya yang

ringan bagi masyarakat yang memiliki kepentingan untuk menyelesaikan sengketa secara

cepat dan efisien, maka arbitrase ini adalah jawaban untuk penyelesaian sengketa mereka.

Yang diharapkan adalah hal ini sungguh – sungguh dilaksanakan oleh para arbiter termasuk

oleh Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen di Kota Medan.

Berdasarkan uraian diatas dan beberapa alasan diatas, maka mendorong penulis untuk

mengadakan penelitian dengan judul “EFEKTIFITAS PENYELESAIAN SENGKETA

7

(8)

MELALUI ARBITRASE PADA BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN

(BPSK) KOTA MEDAN.”

B. Rumusan Masalah

Berkaitan dengan latar belakang masalah yang telah dikemukakan diatas, dan

berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, serta penalaran terhadap Undang – undang dan

literatur yang ada dan berlaku, maka permasalahan – permasalahan yang dapat dikemukakan

penulis adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana Prosedur Penyelesaian Sengketa Konsumen Melalui Arbitrase dan

Pelaksanaan Putusan Arbitrase bagi para pihak yang bersengketa Pada Badan

Penyelesaian Sengketa Konsumen Kota Medan?

2. Apakah Faktor Penghambat Pelaksanaan Putusan Arbitrase Bagi Para Pihak yang

Bersengketa Pada Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Kota Medan?

3. Bagaimana Keberhasilan dan Kegagalan Pelaksanaan Putusan Arbitase Bagi Para

Pihak yang Bersengketa Pada Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Kota Medan ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya,

maka dapatlah disimpulkan bahwa yang menjadi tujuan dari skripsi ini adalah :

a. Untuk mengetahui bagaimana prosedur penyelesaian sengketa konsumen melalui

arbitrase dan pelaksanaan putusan arbitrase bagi para pihak yang bersengketa pada

Badan penyelesaian Sengketa Konsumen Kota Medan .

b. Untuk mengetahui faktor apa saja yang menjadi penghambat pelaksanaan putusan

arbitrase bagi para pihak yang bersengketa pada Badan Penyelesaian Sengketa

(9)

c. Untuk mengetahui bagaimana keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan putusan

arbitrase bagi para pihak yang bersengketa pada Badan Penyelesaian Sengketa

Konsumen Kota Medan.

Manfaat Penelitian

a. Secara Teoritis

Hasil dari penelitian yang dituangkan dalam skripsi ini diharapkan dapat bermanfaat

bagi perkembangan ilmu pengetahuan hukum di Indonesia.Terutama di bidang

arbitrase sebagai salah satu penyelesaian sengketa konsumen.

Skripsi ini diharapkan tidak hanya dapat menambah pengetahuan saja, tetapi dapat

memberikan gambaran yang nyata dan signifikan kepada kalangan masyarakat

Indonesia mengenai efektifitas penyelesaian sengketa melalui arbitrase pada Badan

Penyelesaian Sengketa Konsumen Kota Medan.

b. Secara Praktis

Skripsi ini diharapkan bermanfaat bagi rekan – rekan mahasiswa, praktisi hukum,

pemerintah, serta masyarakat yang bersemgketa sebagai pedoman dan bahan rujukan

dalam rangka menyelesaikan sengketa konsumen dengan memberdayakan arbitrase

dalam proses penyelesaiannya, sehingga hukum dapat ditegakan dengan sebaik –

baiknya.

Keaslian Penulisan

Penulis membuat tulisan ini dengan melihat perkembangan hukum saat ini dan

mengaitkannya dengan dasar-dasar hukum yang bersumber dari berbagai literatur dan bahan

bacaan dari berbagai referensi yang diperoleh dari perpustakaan atau toko buku dan beberapa

diantaranya diperoleh dari internet. Sepanjang yang telah ditelusuri dalam penulisan skripsi

(10)

Universitas Sumatera Utara ini, tidak ada judul yang sama dengan apa yang ditulis serta telah

diuji bersih pula judul yang ditulis dalam skripsi ini. Dengan demikian, penulis meyakini

bahwa skripsi ini adalah merupakan murni karya asli dari penulis.

Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian dalam skripsi ini adalah dilakukan secara yuridis normatif.Penelitian

yang dilakukan secara yuridis normatif ini merupakan penelitian yang dilakukan dan

ditujukan pada peraturan perundang – undangan yang mengatur tentang topik dalam

skripsi ini.Kemudian melihat kesesuaian antar hal yang ditentukan dalam peraturan

hukum tersebut dengan pelaksanaannya di lapangan. Atau dengan kata lain melihat

kesesuaian antara teori dan prakteknya terhadap Undang – undang Nomor 30 Tahun

1999 tentang arbitrase dan penyelesaian sengketa alternatif melalui arbitrase yang

dilakukan di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Kota Medan.

2. Lokasi Penelitian

Dalam skripsi ini, penelitian di lakukan di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen

Kota Medan, sebagai instansi yang wajib menerapkan suatu peraturan berdasarkan

perundang-undangan yang berkaitan dengan topik dalam skripsi ini. Penelitian

dilakukan di tempat tersebut disebabkan karena tempat tersebut memenuhi

karakteristik dari topik penulisan skripsi, sehingga penulis mendapat gambaran

mengenai apa-apa yang ditulis dan dijadikan bahan pertimbangan penulisan skripsi.

3. Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, upaya pengumpulan data dilakukan dengan data primer dan data

(11)

a. Studi Lapangan sebagai Data Primer

Studi Lapanagan yaitu melakukan wawancara penelitian langsung ke

lapangan mengenai efektifitas dari peraturan hukum yang berlaku

berkaitan dengan topik dalam skripsi ini atau dengan kata lain penerapan

prakteknya di lapangan. Data primer merupakan data yang diperoleh

peneliti langsung dari sumber pertama, yakni perliku individu atau

masyarakat. Untuk memperoleh data primer peneliti melakukan

pengumpulan data langsung kepada masyarakat seperti wawancara yang

dilakukan terhadap para pihak yang menempuh jalur Arbitrase dalam

menyelesaikan sengketa konsumen di Badan Penyelesaian Sengketa

Konsumen Kota Medan secara Arbitrase.

b. Studi Kepustakaan sebagai Data Sekunder

Studi Kepustakaan dalam hal ini ialah mempelajari berbagai sumber

bacaan yang berkaitan dengan topik dalam skipsi ini, yakni buku – buku

hukum, makalah hukum, majalah hukum, artikel dari internet, pendapat

para sarjana, dan bahan-bahan lainnya.Data sekunder merupakan data yang

siap tersaji dan dapat segera dipergunkan oleh peneliti, data sekunder

tersebut diperoleh dari dokumen-dokumen resmi, buku-buku hasil

penelitian dan laporan. Dalam hal ini ialah dokumen-dokumen resmi,

laporan dan buku harian yang terdapat di bagian administrasi Badan

Penyelesaian Sengketa Konsumen Kota Medan mengenai penyelesaian

yang ditempuh para pihak melalui Arbitrase.

(12)

Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan ini akan mempermudah penulisan skripsi dalam penjabaran

penulisan yakni memberikan gambaran yang lebih jelas, penelitian ini akan dibagi menjadi

lima bab dengan sistematika sebagai berikut :

BAB I : Pendahuluan

Bab ini memuat latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat

penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, keaslian penulisan, dan

sistematika penulisan.

BAB II : Tinjauan Umum Tentang Arbitrase

Menguraikan tentang hal-hal umum dan pengertian umum mengenai

arbitrase sebagai salah satu cara penyelesian sengketa alternatif. Memuat hal

hal mengenai arbitarse yaitu, pengertian secara umum, jenis-jenis arbitrase,

kelebihan dan kekurangan arbitrase, faktor-faktor para pihak menyelesaikan

sengketa melalui arbitrase.

BAB III : Arbitrase Sebagai Salah Satu Cara Sengketa Kosumen

Membahas serta menguraikan arbitrase sebagai salah satu pilihan hukum

dalam menyelesaikan sengketa konsumen. Memuat hal mengenai pengertian

umum tentang sengketa konsumen, bentuk penyelesaian sengketa konsumen,

Arbitrase sebagai salah satu penyelesaian sengketa konsumen, dan memuat

hal mengenai Peranan Badan Penyelesesaian Sengketa Konsumen Kota

Medan dalam menyelesaikan sengketa konsumen secara arbirase, serta dasar

hukum pemberlakuan arbitrase sebagai upaya penyelesaian sengketa alternatif

(13)

BAB IV : Efektifitas Penyelesaian Sengketa Alternatif Secara Arbitrase di Badan

Penyelesaian Sengketa Konsumen Kota Medan

Mendeskripsikan Prosedur Arbitrase dan Keefektifitas Pelaksanaan

Penyelesaian Sengketa Melalui Arbitrase oleh Badan Penyelesaian Sengketa

Konsumen Kota Medan. Memuat hal hal mengenai Prosedur Penyelesaian

Sengketa Konsumen Melalui Arbitrase dan Pelaksanaan Putusan Bagi Para

Pihak Yang Bersengketa Di Badan Penyelesaiaan Sengketa Konsumen Kota

Medan, Faktor penghambat Pelaksanaan Arbitrase Bagi Para Pihak Yang

Bersengketa Di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Kota Medan,

Keberhasilan dan Kegagalan Pelaksanaan Arbitase Bagi Para Pihak Yang

Bersengketa dalam Penyelesaian Sengketa Konsumen Yang Dilakukan Di

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan data dan pembahasan masalah yang penulis lakukan terhadap piutang tidak tertagih dengan membandingkan metode analisa umur piutang, jumlah cadangan ditambah dan

Mengingat pentingnya kedudukan Jakarta sebagai Ibukota Negara, maka telah dikeluarkan beberapa peraturan perundang-undangan yang mengaturnya secara khusus yaitu Undang-undang Nomor

Aplikasi ini dilengkapi Macromedia Dreamweaver untuk dapat membantu dalam pembuatan program dalam membuat link menuju halaman yang diinginkan atau cara meletakkan program PHP

Students’ perception on pre - reading activities in basic reading ii class of the English Language Education Study Program of Sanata Dharma University.. Farzaneh, N.,

Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada yang terhormat Bapak Drs. Muhammad Takari, M.Hum, Ph.D, sebagai Ketua

Pusat pengembangan Penataran Guru Tertulis, Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah, Kementrian Pendidikan Nasional (2004), menyatakan “tujuan utama Manajemen

Baik batang kayu utuh (balok) maupun batang kayu yang dibelah serta kayu irisan. Rumah ibadat utama Kulawi yang disebut lobo itu kalau di daerah lain, yaitu di

[r]