• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Klien Isolasi Sosial di Rumah Sakit Jiwa Pemprovsu Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Klien Isolasi Sosial di Rumah Sakit Jiwa Pemprovsu Medan"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1. Konsep Isolasi Sosial 1.1 Definisi Isolasi Sosial

Isolasi sosial adalah keadaan dimana ketika seseorang mengalami

penurunan bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain

disekitarnya. Pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak

mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain (Jenny dkk, 2012).

Isolasi sosial adalah keadaan dimana individu atau kelompok mengalami

atau merasakan kebutuhan, keinginan untuk meningkatkan keterlibatan dengan

orang lain tetapi tidak membuat kontak. Isolasi sosial merupakan proses

pertahanan diri seseorang terhadap orang lain maupun lingkungan yang

menyebabkan kecemasan pada diri sendiri dengan cara menarik diri secara fsik

dan psikis (Dalami dkk, 2009).

Isolasi sosial adalah penurunan interaksi atau ketidakmampuan untuk

berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya (Keliat dkk, 2011)

1.2 Proses Terjadinya Isolasi Sosial

Salah satu gangguan berhubungan sosial diantaranya isolasi sosial yang

disebabkan perasaan tidak berharga yang bisa dialami klien dengan latar belakang

yang penuh dengan permasalahan, ketegangan, kekecewaan dan kecemasan.

(2)

berhubungan dengan orang lain. Akibatnya klien menjadi regresi atau mundur,

mengalami penurunan dalam aktivitas dan kurangnya terhadap penampilan dan

kebersihan diri. Klien semakin tenggelam dalam perjalinan dan tingkah masa lalu

serta tingkah laku yang tidak sesuai dengan kenyataan, sehingga berakibat lanjut

dengan halusinasi (Dalami dkk, 2009).

1.3 Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Isolasi Sosial 1.3.1 Faktor Predisposisi

Menurut purba dkk, 2008 terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan

isolasi sosial adalah:

a. Faktor Perkembangan

Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus dilalui

individu dengan sukses, karena apabila tugas perkembangan ini tidak dapat

dipenuhi, akan menghambat masa perkembangan selanjutnya. Keluarga

adalah tempat pertama yang memberikan pengalaman bagi individu dalam

menjalin hubungan dengan orang lain. Kurangnya stimulasi, kasih sayang,

perhatian dan kehangatan dari ibu/pengasuh pada bayi bayi akan

memberikan rasa tidak aman yang dapat menghambat terbentuknya rasa

percaya diri. Rasa ketidakpercayaan tersebut dapat mengembangkan tingkah

laku curiga pada orang lain maupun lingkungan di kemudian hari.

Komunikasi yang hangat sangat penting dalam masa ini, agar anak tidak

(3)

Tahap-tahap perkembangan individu dalam berhubungan terdiri dari:

a. Masa Bayi

Bayi sepenuhnya tergantung pada orang lain untuk memenuhi kebutuhan

biologis maupun psikologisnya. Konsistensi hubungan antara ibu dan anak,

akan menghasilkan rasa aman dan rasa percaya yang mendasar. Hal ini sangat

penting karena akan mempengaruhi hubungannya dengan lingkungan di

kemudian hari. Bayi yang mengalami hambatan dalam mengembangkan rasa

percaya pada masa ini akan mengalami kesulitan untuk berhubungan dengan

orang lain pada masa berikutnya.

b. Masa Kanak-Kanak

Anak mulai mengembangkan dirinya sebagai individu yang mandiri, mulai

mengenal lingkungannya lebih luas, anak mulai membina hubungan dengan

teman-temannya. Konflik terjadi apabila tingkah lakunya dibatasi atau terlalu

dikontrol, hal ini dapat membuat anak frustasi. Kasih sayang yang tulus, aturan

yang konsisten dan adanya komunikasi terbuka dalam keluarga dapat

menstimulus anak tumbuh menjadi individu yang interdependen, Orang tua

harus dapat memberikan pengarahan terhadap tingkah laku yang diadopsi dari

dirinya, maupun sistem nilai yang harus diterapkan pada anak, karena pada saat

ini anak mulai masuk sekolah dimana ia harus belajar cara berhubungan,

berkompetensi dan berkompromi dengan orang lain.

c. Masa praremaja dan remaja

Pada masa praremaja dan remaja individu mengembangkan hubungan yang

(4)

individu untuk mengenal dan mempelajari perbedaan nilai-nilai yang ada di

masyarakat. Selanjutnya hubungan intim dengan teman sejenis akan

berkembang menjadi hubungan dengan lawan jenis. Pada masa ini hubungan

individu dengan kelompok maupun teman lebih berarti daripada hubungannya

dengan orang tua. Konflik akan terjadi apabila remaja tidak dapat

mempertahankan keseimbangan hubungan tersebut, yang seringkali

menimbulkan perasaan tertekan maupun tergantung pada remaja

d. Masa dewasa muda

Individu meningkatkan kemandiriannya serta mempertahankan hubungan

interdependen antara teman sebaya maupun orang tua. Kematangan ditandai

dengan kemampuan mengekspresikan perasaan pada orang lain dan menerima

perasaan orang lain serta peka terhadap kebutuhan orang lain. Individu siap

untuk membentuk suatu kehidupan baru dengan menikah dan mempunyai

pekerjaan. Karakteristik hubungan interpersonal pada dewasa muda adalah

saling memberi dan menerima (mutuality).

e. Masa Dewasa Tengah

Individu mulai terpisah dengan anak-anaknya, ketergantungan anak-anak

terhadap dirinya menurun. Kesempatan ini dapat digunakan individu untuk

mengembangkan aktivitas baru yang dapat meningkatkan pertumbuhan diri.

Kebahagiaan akan dapat diperoleh dengan tetap mempertahankan hubungan

yang interdependen antara orang tua dengan anak. Individu akan mengalami

berbagai kehilangan baik kehilangan keadaan fisik, kehilangan orang tua,

(5)

kehilangan tersebut ketergantungan pada orang lain akan meningkat, namun

kemandirian yang masih dimiliki harus dapat dipertahankan

f. Masa dewasa akhir

Pada masa ini individu akan mengalami kehilangan, baik kehilangan fisik,

kehilangan orang tua, pasangan hidup, teman, maupun pekerjaan atupun peran.

Dengan adanya kehilangan tersebut ketergantungan pada orang lain akan

meningkat, namun kemandirian yang dimiliki harus dapat dipertahankan.

b. Faktor Komunikasi Dalam Keluarga

Masalah komunikasi dalam keluarga dapat menjadi kontribusi untuk

mengembangkan gangguan tingkah laku.

- Sikap bermusuhan/hostilitas

- Sikap mengancam, merendahkan dan menjelek-jelekkan anak

- Selalu mengkritik, menyalahkan, anak tidak diberi kesempatan untuk

mengungkapkan pendapatnya.

- Kurang kehangatan, kurang memperhatikan ketertarikan pada pembicaraan

anak, hubungan yang kaku antara anggota keluarga, kurang tegur sapa,

komunikasi kurang terbuka, terutama dalam pemecahan masalah tidak

diselesaikan secara terbuka dengan musyawarah.

- Ekspresi emosi yang tinggi

- Double bind (dua pesan yang bertentangan disampaikan saat bersamaan yang

(6)

c. Faktor Sosial Budaya

Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan merupakan faktor

pendukung terjadinya gangguan berhubungan. Dapat juga disebabkan oleh

karena norma-norma yang salah yang dianut oleh satu keluarga.seperti

anggota tidak produktif diasingkan dari lingkungan sosial.

d. Faktor Biologis

Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa.

Insiden tertinggi skizofrenia ditemukan pada keluarga yang anggota keluarga

yang menderita skizofrenia. Berdasarkan hasil penelitian pada kembar

monozigot apabila salah diantaranya menderita skizofrenia adalah 58%,

sedangkan bagi kembar dizigot persentasenya 8%. Kelainan pada struktur

otak seperti atropi, pembesaran ventrikel, penurunan berat dan volume otak

serta perubahan struktur limbik, diduga dapat menyebabkan skizofrenia.

1.2.2 Faktor Presipitasi

Stresor presipitasi terjadinya isolasi sosial dapat ditimbulkan oleh faktor

internal maupun eksternal, meliputi:

a. Stresor Sosial Budaya

Stresor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam berhubungan,

terjadinya penurunan stabilitas keluarga seperti perceraian, berpisah dengan

orang yang dicintai, kehilangan pasangan pada usia tua, kesepian karena

ditinggal jauh, dirawat dirumah sakit atau dipenjara. Semua ini dapat

(7)

b. Stresor Biokimia

- Teori dopamine: Kelebihan dopamin pada mesokortikal dan mesolimbik

serta tractus saraf dapat merupakan indikasi terjadinya skizofrenia.

- Menurunnya MAO (Mono Amino Oksidasi) didalam darah akan

meningkatkan dopamin dalam otak. Karena salah satu kegiatan MAO

adalah sebagai enzim yang menurunkan dopamin, maka menurunnya MAO

juga dapat merupakan indikasi terjadinya skizofrenia.

- Faktor endokrin: Jumlah FSH dan LH yang rendah ditemukan pada pasien

skizofrenia. Demikian pula prolaktin mengalami penurunan karena

dihambat oleh dopamin. Hypertiroidisme, adanya peningkatan maupun

penurunan hormon adrenocortical seringkali dikaitkan dengan tingkah laku

psikotik.

- Viral hipotesis: Beberapa jenis virus dapat menyebabkan gejala-gejala

psikotik diantaranya adalah virus HIV yang dapat merubah stuktur sel- sel

otak.

c. Stresor Biologik dan Lingkungan Sosial

Beberapa peneliti membuktikan bahwa kasus skizofrenia sering terjadi

akibat interaksi antara individu, lingkungan maupun biologis.

d. Stresor Psikologis

Kecemasan yang tinggi akan menyebabkan menurunnya kemampuan

individu untuk berhubungan dengan orang lain. Intesitas kecemasan yang

(8)

mengatasi masalah akan menimbulkan berbagai masalah gangguan

berhubungan pada tipe psikotik.

.

1.4 Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala isolasi sosial dibagi menjadi 2 bagian yaitu :

a. Tanda dan Gejala Subjektif.

Gejala yang ditemukan dengan wawancara memperoleh hasil data

subjektif meliputi klien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh

orang lain, klien merasa tidak aman berada dengan orang lain, klien

mengatakan tidak ada hubungan yang berarti dengan orang lain, klien merasa

bosan dan lambat menghabiskan waktu, klien tidak mampu berkonsentrasi

dan membuat keputusan, klien merasa tidak berguna, klien tidak yakin dapat

melangsungkan hidup (Keliat,2010).

b. Tanda dan Gejala Objektif.

Observasi yang dilakukan pada klien dengan isolasi sosial akan

ditemukan data objektif meliputi tidak memiliki teman dekat, menarik diri,

tidak komunikatif, tindakan berulang dan tidak bermakna, asyik dengan

pikirannya sendiri, tidak ada kontak mata, tampak sedih dan afek tumpul

(Keliat,2010)

Selain itu terdapat beberapa tanda dan gejala objektif dari isolasi sosial

menurut (Dalami dkk, 2008) yaitu apatis, ekspresi wajah sedih, afek tumpul,

menghindar dari orang lain, klien tampak memisahkan diri dari orang lain,

(9)

mata atau kontak mata kurang, klien lebih sering menunduk, berdiam diri di

kamar. Menolak berhubungan dengan orang lain, mengisolasi diri, tidak

melakukan kegiatan sehari-hari, meniru posisi janin pada saat lahir, retensi

urine dan feses, masukan makanan dan minuman terganggu, tidak atau

kurang sadar tehadap lingkungan sekitarnya.

1.5 Penatalaksanaan Medis Pada Isolasi Sosial

Penatalaksanaan klien skizofrenia adalah dengan pemberian obat-obatan dan

tindakan lain, yaitu:

a. Psikofarmakologis

Obat-obatan yang lazim digunakan pada gejala isolasi sosial yang merupakan

gejala psikosis pada klien skizofrenia adalah obat-obatan anti-psikosis.

Adapun kelompok umum yang digunakan adalah :

Tabel 2.2 Jenis obat yang umum digunakan pada pasien isolasi sosial Kelas kimia Nama generik(dagang) Dosis harian

Fenotiazin

(10)

b. Terapi kejang listrik/electro compulsive therapy (ECT)

c. Terapi aktivitas kelompok (TAK)

1.6 Penatalaksanaan Keperawatan Kepada Keluarga Penatalaksanaan keperawatan kepada keluarga yaitu :

1. Tujuan keperawatan

Setelah tindakan keperawatan, keluarga dapat merawat klien isolasi sosial.

2. Penatalaksanaan keperawatan

Keluarga merupakan sistem pendukung utama bagi pasien untuk dapat

membantu pasien mengatasi masalah isolasi sosial ini karena keluargalah yang

selalu bersama-sama dengan klien. Tindakan keperawatan agar keluarga dapat

merawat klien dengan isolasi sosial di rumah meliputi hal-hal berikut :

a. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat klien

isolasi sosial.

b. Menjelaskan tentang masalah isolasi sosial, dampaknya pada klien,

penyebab, cara-cara merawat klien isolasi sosial.

c. Memperagakan cara merawat klien dengan isolasi sosial.

d. Membantu keluarga mempraktikkan cara merawat yang telah dipelajari.

(11)

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Klien Isolasi Sosial 2.1 Komunikasi Keluarga.

2.1.1 Definisi Komunikasi Keluarga

Komunikasi keluarga sebagai suatu simbolik, proses transaksional

menciptakan dan membagi arti dalam keluarga (Friedman,2010).

2.1.2 Jenis Komunikasi

Jenis komunikasi yang terjadi di dalam keluarga yaitu :

a. Komunikasi Fungsional.

Komunikasi fungsional dipandang sebagai kunci bagi sebuah keluarga

yang berhasil dan sehat. Transmisi langsung dan penyambutan terhadap

pesan, baik tingkat instruksi maupun isi dan juga kesesuaian antara tingkat

perintah/instruksi dan isi. Dengan kata lain komunikasi fungsional dalam

keluarga menuntut bahwa maksud dan arti dari pengirim yang dikirim lewat

saluran-saluran yang relatif jelas dan bahwa penerima pesan mempunyai

suatu pemahaman terhadap arti dari pesan itu mirip dengan pengirim.

Komunikasi dalam keluarga yang fungsional mampu berkomunikasi

dengan jelas, saling mendengarkan, dapat menumbuhkan dan

mempertahankan hubungan saling mencintai. Pola komunikasi dalam

keluarga fungsional menunjukkan penerimaan terhadap perbedaan, sikap

menghakimi yang minimum, menghargai keterbukaan, saling menghormati

perasaan dan pikiran. Dengan komunikasi fungsional, anggota keluarga

mampu mengakui kebutuhan dan mengekspresikan emosi satu sama lain.

(12)

kegembiraan atas kebersamaan mereka. Apabila respons mereka terhadap

satu sama lain ceria dan spontan tentunya akan lebih menyenangkan.

b. Komunikasi Disfungsional.

Berbeda dengan komunikasi fungsional, komunikasi disfungsional

didefinisikan sebagai pengirim (transmisi) dan penerima isi dan perintah

pesan yang tidak jelas/tidak langsung atau ketidaksepadanan antara tingkat isi

dan perintah dari pesan. Aspek tidak langsung dari komunikasi disfungsional

menunjukkan kepada pesan-pesan menuju sasaran yang tepat (langsung) atau

dibelokkan dan menuju orang lain dalam keluarga (tidak langsung). Jika

penerimanya disfungsional, maka akan terjadi kegagalan komunikasi karena

pesan tidak diterima sebagaimana diharapkan, mengingat kegagalan penerima

pendengar, memberikan respons yang tidak sesuai, gagal menggali pesan

pengirim, gagal memvalidasi pesan.

Salah satu faktor utama yang menimbulkan pola komunikasi

disfungsional adalah terdapatnya rasa harga diri rendah pada keluarga dan

anggota keluarga banyak menghabiskan waktu untuk memenuhi kebutuhan

pada diri sendiri, tidak dapat toleransi terhadap perbedaan, tidak dapat

memahami pikiran, perasaan, dan perilaku dari anggota keluarga yang lain.

Anggota keluarga hanya memenuhi kebutuhan mereka sendiri sehingga

mereka tidak mempunyai kemampuan untuk empatis. Jika individu harus

memberi, mereka akan melakukannya dengan enggan dan dengan cara

bermusuhan, defensif, dan mengorbankan diri. Dengan demikian

(13)

orang-orang yang memusatkan pada diri sendiri percaya bahwa mereka tidak

bisa kehilangan sekecil apa pun yang mereka berikan. Anggota keluarga yang

berpusat pada diri sendiri dan tidak dapat mengenal toleransi perbedaan juga

tidak dapat mengenal efek dari pikiran, perasaan dan perilaku mereka sendiri

terhadap anggota keluarga yang lain. Mereka juga tidak memahami pikiran,

perasaan dan perilaku keluarga lain.

2.2 Koping Keluarga

2.2.1 Definisi Koping Keluarga

Koping keluarga adalah sebagai proses aktif saat keluarga memanfaatkan

sumber keluarga yang ada dan mengembangkan perilaku serta sumber baru yang

akan memperkuat unit keluarga dan mengurangi dampak peristiwa hidup penuh

stres. Respons atau perilaku koping keluarga adalah tindakan atau kognisi khusus

yang dilakukan keluarga saat beradaptasi terhadap stress. Strategi keluarga dapat

menunjukkan fungsional maupun disfungsional (Friedman dkk, 2010).

2.2.2 Strategi Koping Keluarga

Strategi koping keluarga terbagi atas dua yaitu strategi koping keluarga

fungsional dan strategi koping keluarga disfungsional.

2.2.2.1Strategi Koping Keluarga Fungsional

Strategi koping keluarga fungsional terdiri dari 2 yaitu strategi koping

internal atau intrafamilial (dalam keluarga) dan strategi koping eksternal atau

(14)

1. Strategi Koping Internal atau Intrafamilial (dalam keluarga).

Strategi koping internal terdiri dari :

a. Strategi hubungan.

Cara keluarga mengandalkan kelompok melakukan penjadwalan waktu

dan rutinitas yang terprogram dengan orang-orang disekitarnya sehingga

memiliki kebersamaan untuk berbagi perasaan dan pikiran untuk dapat

mengelola dan mampu beradaptasi terhadap perubahan perkembangan dan

lingkungan.

b. Strategi kognitif.

Keluarga mampu menormalkan situasi dari masalah yang dihadapi,

mengendalikan makna masalah dengan pembingkaian ulang dan penilaian

positif, memecahkan masalah bersama dengan melakukan diskusi

penyelesaian masalah secara bersama-sama, mendapatkan informasi dan

pengetahuan berkenaan dengan stressor yang ada.

c. Strategi komunikasi.

Anggota keluarga menunjukkan sikap keterbukaan dalam berbagi ide

dengan perasaan, kejujuran, pesan yang jelas dan menggunakan humor dan

tawa karena dengan humor dan tawa dapat membantu memperbaiki sikap

keluarga terhadap masalahnya dan perawatan kesehatan serta mengurangi

(15)

2. Strategi Koping Eksternal atau Ekstrafamilial.

a. Strategi komunitas.

Keluarga berperan aktif sebagai anggota atau posisi pimpinan dalam

klub, organisasi dan kelompok komunitas dan memelihara jaringan aktif

dengan komunitas.

b. Strategi dukungan sosial.

Keluarga penting berhubungan dengan dunia sosial khususnya bagi

keluarga yang memiliki masalah kesehatan. Dengan berhubungan dengan

keluarga besar, teman, tetangga, kelompok dapat menjadi tempat berbagi

minat, tujuan, gaya hidup, keterlibatan rekreasional atau identitas sosial.

c. Strategi spiritual.

Kesejahteraan spiritual dapat meningkatkan kemampuan individu atau

keluarga yang mengalami stres seperti pencarian nasehat dari rohaniwan,

lebih terlibat dalam aktivitas keagamaan, memiliki keyakinan terhadap tuhan

dengan berdoa agar penyelesaian masalah teratasi.

2.2.2.2Strategi Koping Keluarga Disfungsional.

Strategi koping keluarga disfungsional terdiri dari :

a. Penyangkalan masalah keluarga.

Keluarga menurunkan ketegangan dengan pengungkapan emosional dengan

cara mengkambinghitamkan, menggunakan ancaman.

b. Pecah dan ketergantungan keluarga.

Untuk mengurangi ketegangan atau stres dalam keluarga, anggota keluarga

(16)

kehilangan anggota keluarga karena pengabaian, perpisahan, atau perceraian, dan

gangguan psikososial anggota keluarga lewat keterlibatan anggota dalam

kecanduan (misalnya alkohol, obat-obatan, berjudi).

c. Kekerasan dalam keluarga

Dengan menggunakan ancaman, mengambinghitamkan dan otoriterianisme

yang ekstrem dapat menyebabkan kekerasan dalam keluarga. Kekerasan dalam

keluarga dapat mengakibatkan cedera berat bagi anggota keluarga yang lain.

Kekerasan dalam rumah tangga sering terkait dengan tekanan sosial dalam

keluarga. Keluarga yang mengalami kekerasan sering kali adalah keluarga yang

terisolasi secara sosial.

2.3 Pengetahuan Keluarga

Pengetahuan keluarga mengenai kesehatan mental merupakan awal usaha

dalam memberikan iklim yang kondusif bagi anggota keluarganya. Keluarga

selain dapat meningkatkan dan mempertahankan kesehatan mental anggota

keluarga, juga dapat menjadi sumber problem bagi anggota keluarga yang

mengalami persoalan kejiwaan keluarganya (Notosoedirdjo & Latipun, 2005).

Pengetahuan keluarga dapat mencakup seperti keluarga mengenal masalah

isolasi sosial yang dialami oleh klien, keluarga dapat memutuskan tindakan

terhadap masalah yang berhubungan dengan isolasi sosial yang diderita klien,

keluarga dapat merawat klien isolasi sosial di rumah, keluarga mengetahui cara

memutuskan isolasi sosial, keluarga mampu menciptakan lingkungan yang

(17)

melakukan kontrol (berobat) ke rumah sakit untuk mengetahui perkembangan

sakitnya (Rasmun, 2001).

Menurut Vijay dalam Henny (2008) mengatakan bahwa sebuah keluarga

dengan penderita isolasi sosial perlu mengetahui dan menyadari keadaan diri

penderita, mengambil keputusan untuk menentukan bagaimana sikap yang

sebaiknya diambil agar terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan. Banyak

keluarga yang berpendapat bahwa penderita boleh berhenti minum obat (berobat)

apabila gejala-gejala sudah menghilang/berkurang, juga banyak keluarga yang

berpendapat bahwa penderita gangguan jiwa hanya perlu medikasi (obat-obatan)

untuk dapat sembuh saat proses pemulihannya dirumah. Padahal menurut

pengobatan medis, penderita isolasi sosial mesti diobati secara bertahap dan

berkelanjutan. Artinya, dosis pemberian obat bagi penderita isolasi sosial

dilakukan secara bertahap dengan dosis yang semakin lama semakin menurun.

Kalau pemberian obat terputus di tengah jalan, mau tidak mau pemberian obat

harus dilakukan lagi dari awal. Hal ini jelas keliru, terapi bagi penderita gangguan

jiwa bukan hanya pemberian obat dan rehabilitasi medik, namun diperlukan peran

keluarga guna resosialisasi dan pencegahan kekambuhan.

Disamping itu, keluarga juga penting sekali mengetahui cara-cara mengatasi

isolasi sosial jika klien melatih pasien berinteraksi dengan orang lain seperti

jelaskan kepada klien cara berinteraksi dengan orang lain, berikan contoh cara

berbicara dengan orang lain, beri kesempatan kepada klien mempraktekkan cara

berinteraksi dengan orang lain yang dialkukan secara berhadapan dengan orang

(18)

bila sudah menunjukkan kemajuan tingkatkan jumlah interaksi dengan dua orang

atau lebih, dan beri pujian untuk setiap kemajuan interaksi dan siap mendengarkan

ekspresi perasaan setelah berinteraksi dengan orang lain, memberikan aktivitas

kepada klien yaitu keluarga membuat jadwal kegiatan rutin di rumah, seperti

memasak, membersihkan rumah dan sebagainya memberi kesempatan kepada

klien untuk tidak berdiam diri saja. Maka dengan jadwal tersebut akan membantu

memutuskan isolasi sosial pada klien, pemberian obat secara rutin kepada klien

yaitu penggunaan obat-obatan untuk klien isolasi sosial, sehingga perlu diketahui

keluarga cara tepat pemberian obat seperi klien yang benar, obat yang benar, dosis

yang benar, cara pemberian yang benar, dan waktu yang benar (Purba dkk, 2008)

2.4 Biaya Pengobatan dan Perawatan.

Biaya pengobatan dan perawatan adalah biaya yang memenuhi segala

kebutuhan-kebutuhan keluarga khususnya dalam pemenuhan kesehatan. Biaya

pengobatan adalah biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan pelayanan

kesehatan meliputi biaya pemeriksaan, pembelian obat dan pemeriksaan

laboratorium. Dari sisi penyelenggaraan pelayanan kesehatan, biaya pelayanan

kesehatan mempunyai pengertian sejumlah dana yang harus disediakan untuk

dapat menyelenggarakan pelayanan kesehatan, sedangkan dari sisi pengguna jasa,

biaya pelayanan kesehatan mempunyai arti sejumlah dana yang perlu disediakan

oleh pengguna jasa untuk mendapatkan pelayanan kesehatan (Sihombing, 2008).

Biaya perawatan di rumah umumnya lebih hemat daripada biaya perawatan

(19)

memerlukan perawatan substansial dan kompleks. Namun, keluarga dapat

menyerap banyak biaya perawatan di rumah, meliputi medikasi, transportasi,

tempat bernaung, penyedia peralatan, makanan, pakaian, dan pemelihara rumah.

Keluarga umumnya juga memberi sedikitnya beberapa bagian asuhan

keperawatan, beberapa anggota keluarga dapat menjadi pengangguran atau hanya

bekerja paruh waktu untuk tinggal di rumah dalam merawat anggota keluarga

yang sakit. Pengeluaran belanja dan hilangnya penghasilan dapat menjadi beban

keuangan bagi keluarga, dan mereka dapat membutuhkan bantuan dalam

mengevaluasi pilihan dan memenuhi kebutuhan anggota keluarga yang

mengalami isolasi sosisal (Wong, 2008).

Vijay (2005) mengatakan bahwa perawatan yang dibutuhkan penderita

isolasi sosial menimbulkan dampak yang besar bagi keluarga, yaitu dampak

ekonomi yang ditimbulkan berupa hilangnya hari produktif untuk mencari nafkah

bagi penderita maupun keluarga yang harus merawat serta tingginya biaya

perawatan yang ditanggung keluarga. Keluarga merasa bahwa biaya perawatan di

rumah lebih murah dibandingkan jika penderita harus dirawat di rumah sakit,

sebab tingginya biaya pengobatan selama di rumah sakit dapat menjadi beban

(20)

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Keluarga

Berkaitan dengan fungsi keluarga sebagai perawatan kesehatan, terdapat

beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kesehatan keluarga yaitu :

a. Faktor Fisik.

Faktor fisik berkaitan dengan perubahan pola makan, pola istirahat,

maupun pola olahraga yang berubah seiring berjalannya pernikahan antara

dua orang.

b. Faktor Psikis.

Faktor psikis yang mendasari hubungan antar anggota keluarga akan

mempengaruhi tingkat kesehatan keluarga. Perasaan nyaman, tentram, dan

saling mendukung akan membawa dampak positif bagi kesehatan anggota

keluarga.

c. Faktor Sosial Ekonomi.

Hubungan faktor sosial dengan tingkat kesehatan keluarga akan sangat

tampak pada tingkat sosial ekonomi keluarga. Keluarga dengan tingkat sosial

ekonomi yang rendah kemungkinan tidak akan memprioritaskan masalah

kesehatan. Hasil penelitian juga membuktikan bahwa skizofrenia pada

seseorang biasanya berkembang dalam keluarga yang status sosial

ekonominya rendah.

d. Faktor Budaya.

Faktor budaya baik dari segi keyakinan suatu keluarga terhadap fungsi

(21)

sebelumnya, peran dan pola komunikasi keluarga, dan koping keluarga juga

Gambar

Tabel 2.2 Jenis obat yang umum digunakan pada pasien isolasi sosial

Referensi

Dokumen terkait

Universitas Negeri

Pada hari ini Rabu Tanggal Dua Puluh Sembilan Bulan Maret Tahun Dua Ribu Tujuh Belas, dengan mengambil tempat di Ruang Kementerian Agama Kota Jakarta Timur, kami selaku

10 Mengikuti Penilaian Buku Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam SD sampai SMA, yang diselengakan Oleh BSNP-PUSBUK, di Hotel Safari Garden Csarua Bogor, pada tanggal 18-23 Juni

Systemic subchronic oxytocin treatment significantly and substantially increased the B max values of the a 2 agonist [ H]UK14.304 binding sites in the hypothalamus, the amygdala and

[r]

The ip administra- significantly lower levels of plasma leptin than females, in tion of vehicle alone did not significantly affect plasma this study we adopted the dose of 75 m g /

[r]

Evaluasi Penawaran dilaksanakan berdasarkan Dokumen Pengadaan Nomor : 001/TPA- 2/IX/2017 tanggal 2 September 2017, Berita Acara Penjelasan Dokumen Pengadaan, dan Dokumen