• Tidak ada hasil yang ditemukan

Usulan Perbaikan Fasilitas Kerja Untuk Mengurangi Stess pada Departemen Quality Control PT Pacific Palmindo Industri Chapter III VII

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Usulan Perbaikan Fasilitas Kerja Untuk Mengurangi Stess pada Departemen Quality Control PT Pacific Palmindo Industri Chapter III VII"

Copied!
139
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

LANDASAN TEORI

3.1. Kenyamanan Termal

American Society of Heating Refrigerating and Air Conditioning

Engineering (ASHRAE) mendefinisikan kenyamanan termal sebagai hasil

pemikiran seseorang mengenai kepuasan terdadap keadaan termal di sekitarnya.1

1Parsons, K.C., 2003,

Human Thermal Environment (London and New York: Taylor and Francis Group), hal 257.

Oleh karena kenyamanan adalah “suatu pemikiran, persamaan empiris harus

digunakan untuk mengaitkan respon kenyamanan terhadap sambutan tubuh.

Kenyamanan termal merupakan kepuasan yang dialami oleh seseorang manusia

yang menerima suatu keadaan termal. Keadaan ini dapat dialami secara sadar

ataupun tidak. Pemikiran ‘suhu netral’ atau suhu tertentu yang sesuai untuk

seseorang dinilai agak kurang tepat karena nilai kenyamanan bukan merupakan

konsep yang pasti dan berbeda bagi setiap individu.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kenyamanan termal antara lain:

1.Tingkat aktivitas (metabolisme dalam tubuh)

2.Temperatur udara

3.Temperatur radian

4.Kadar kelembapan udara relatif

5.Kecepatan angin

(2)

3.2. Suhu Udara (T)

Pada umumnya, sistem – sistem termoregulasi tubuh manusia selalu

mencoba untuk mempertahankan kestabilan suhu internal (inti) tubuh sekitar

36,10C hingga 37,20C (970F hingga 990F).2 Suhu inti harus selalu berada dalam interval tersebut untuk menghindari kerusakan tubuh dan performansi. Ketika

pekerjaan fisik dilakukan, tambahan suhu tubuh akan terjadi. Jika ditambahkan

keadaan yang tingkat kelembabannya tinggi terhadap suhu ambient, maka

hasilnya akan mengarah pada kelelahan dan resiko kesehatan.

Tubuh manusia mempertahankan keseimbangan panas tersebut dengan

meningkatkan sirkulasi darah ke kulit, karena itu kita berkeringat pada hari panas.

Ketika hari dingin, tubuh mereduksi sirkulasi darah ke kulit dan kita akan merasa

sedikit hangat. Tubuh menghasilkan panas melalui metabolism dan pekerjaan

fisik. Untuk menjaga keseimbangan panas internal, tubuh melakukan pertukaran

panas dengan lingkungan dengan empat cara berikut ini.

1. Konveksi

Proses ini tergantung pada perbedaan udara dan suhu kulit. Jika suhu udara

lebih panas daripada kulit, maka kulit akan menyerap panas dari udara, yang

dapat dikatakan berarti menambah panas ke tubuh. Akan tetapi, jika suhu udara

lebih dingin daripada kulit, maka tubuh akan kehilangan panas.

(3)

3. Radiasi

Proses ini tergantung pada perbedaan temperature kulit dengan permukaan

pada lingkungan. Contoh, berdiri di bawah pancaran sinar matahari akan

membuat kita menerima radiasi dari matahari.

Suatu penelitian dapat diperoleh bahwa produktivitas kerja manusia akan

mencapai tingkat paling tinggi pada suhu sekitar 240C sampai dengan 270C.

3.3. Kecepatan Udara (v)

Pergerakan udara melalui tubuh dapat mempengaruhi aliran panas dari suhu

tubuh. Pergerakan udara akan bervariasi setiap waktu, ruang, dan arah. Gambaran

kecepatan udara pada suatu titik dapat bervariasi dalam waktu dan intensitas.

Penelitian terhadap respon manusia misalnya, ketidaknyamanan karena aliran

udara menunjukkan pentingnya variasi kecepatan udara. Pergerakan udara

(kombinasi dengan suhu udara) akan mempengaruhi tingkatan udara hangat atau

keringat yang diambil dari tubuh, sehingga mempengaruhi suhu tubuh. Kecepatan

angin adalah faktor terpenting dalam kenyamanan suhu. Sirkulasi udara yang

tidak baik dalam ruangan tertutup akan menyebabkan kelelahan pada pekerja

ataupun berkeringat. Pergerakan udara dapat meningkatkan heat stress melalui

konveksi tanpa mempengaruhi suhu udara dalam ruangan.3

(4)

3.4. Kelembaban (RH)

Kelembaban relatif adalah perbandingan antara jumlah uap air pada udara

dengan jumlah maksimum uap air di udara yang bisa ditampung pada suhu

tersebut. Kelembaban relatif antara 40% hingga 70% tidak begitu berpengaruh

terhadap thermal comfort. Pada ruangan kantor, biasanya kelembaban

dipertahankan pada 40% sampai 70% karena adanya computer, sedangkan tempat

kerja outdoor, kelembaban relatif mungkin lebih besar dari 70% pada hari yang

panas. Lingkungan yang mempunyai kelembaban relatif tinggi mencegah

penguapan keringat dari kulit. Di lingkungan yang panas, kelembaban sangat

penting karena semakin sedikit keringat yang menguap pada kelembaban tinggi.

3.5. Keseimbangan Panas

Pengaturan suhu atau regulasi thermal adalah suatu pengaturan secara

kompleks dari suatu proses fisiologis dimana terjadi kesetimbangan antara

produksi panas dengan kehilangan panas sehingga suhu tubuh dapat

dipertahankan. Suhu tubuh manusia yang dapat kita raba atau rasakan tidak hanya

didapat dari metabolisme, tetapi juga dipengaruhi oleh panas lingkungan. Panas

lingkungan yang semakin tinggi akan menyebabkan pengaruh yang semakin besar

terhadap suhu tubuh, sebaliknya jika suhu lingkungan semakin rendah maka

(5)

kesehatan kerja. Tekanan panas yang berlebihan merupakan beban tambahan yang

harus diperhitungkan.

Pengeluaran panas (heat loss) dari tubuh ke lingkungan atau sebaliknya

berlangsung secara fisika. Permukaan tubuh dapat kehilangan panas melalui

pertukaran panas secara radiasi, konduksi, konveksi, dan evaporasi air. Heat stress

dapat terjadi pada kondisi panas yang diproduksi lebih besar daripada panas yang

hilang.

ASHRAE (1989) memberikan persamaan panas sebagai berikut:

M – W = (C + R + Esk) + (Cres + Eres)………. (1)

Dimana: M : Tingkat Produksi Energi Metabolisme

W : Tingkat Pekerjaan Mekanik

C : Tingkat Kehilangan Panas Konvektif dari Kulit

R : Tingkat Kehilangan Radiasi dari Kulit

Esk : Tingkat Kehilangan Panas Penguapan Total dari Kulit

Cres : Tingkat Kehilangan Panas Konvektif dari Pernapasan

Eres : Tingkat Kehilangan Penguapan dari Pernapasan

Catatan bahwa:

Esk = Erew + Edif……… (2)

Dimana:

Erew : Tingkat Kehilangan Panas Penguapan Kulit Melalui Keringat

Edif : Tingkat Kehilangan Panas Penguapan Kulit Melalui Kelembaban

Sebuah pendekatan praktis menganggap produksi panas didalam tubuh (M – W),

(6)

Eres) dan kehilangan panas. Tujuan berikutnya adalah untuk mengukur

komponen persamaan keseimbangan panas di dalam istilah-istilah parameter yang

bisa ditentukan (diukur atau ditaksir). Produksi panas di dalam tubuh di

hubungkan kepada aktivitas seseorang. Umumnya, oksigen dibawa ke dalam

tubuh (menghirup udara) dan dibawa melalui darah ke sel - sel tubuh, dimana

digunakan untuk membakar makanan. Kebanyakan energi yang dilepaskan

berkenaan dengan panas bergantung pada aktivitas dan beberapa pekerjaan

ekternal yang dilakukan. Hal ini dijelaskan pada persamaan 3 sebagai berikut:

C + R =

………. (3)

Dimana:

fcl : Faktor arean pakaian. Area permukaan tubuh yang ditutupi

pakaian fcl dibagi dengan area permukaan tubuh yang terbuka

tanpa pakaian.

Rcl : Daya tahan panas pakaian.

t0 : Suhu operatif (0C)

tsk : Suhu kulit rata – rata (0C)

hc : 8,3 v 0,6 untuk 0,2 < v < 4,0 hc = 3,1 untuk 0 < v < 0,2

(7)

3.5.1. A Simple Clothing Model

Menjaga keseimbangan panas tubuh yang mengalir ke kulit, hal yang

harus dilakukan antara lain adalah: menentukan suhu kulit melalui perpindahan ke

permukaan pakaian, menentukan suhu pakaian dan suhu lingkungan luar. Oleh

karena itu, tubuh harus menjaga keseimbangan panas dimana panas akan

mengalir keluar dari tubuh sampai mencapai kesetimbangan suhu tubuh, suhu

kulit dan suhu pakaian dalam suhu lingkungan4.

Nilai untuk insulisasi panas (Iclo) untuk setiap jenis pakaian dapat dilihat

pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Nilai Insulisasi Panas (Iclo) untuk Setiap Jenis Pakaian Jenis Pakaian Insulisasi Panas (Iclo) Pakaian Dalam

Celana Dalam 0,3

Celana Dalam Berkaki Panjang 0,10

Singlet 0,04

Kaos 0,09

Kemeja Berlengan Panjang 0,12

Celana Dalam dan Bra 0,03

Kemeja/Blus

Lengan Panjang 0,15

Tebal, Lengan Panjang 0,20

4

(8)

Tabel 3.1. Nilai Insulisasi Panas (Iclo) untuk Setiap Jenis Pakaian (Lanjutan) Jenis Pakaian Insulisasi Panas (Iclo)

Normal, Lengan Panjang 0,25

Kemeja Planel, Lengan Panjang 0,30

Blus Tipis, Lengan Panjang 0,15

Celana

Pendek 0,06

Tebal 0,20

Normal 0,25

Gaun/Rok

Rok Tipis (Musim Panas) 0,15

Gaun Tebal (Musim Dingin) 0,25

Gaun Tipis, Lengan Pendek 0,20

Gaun Musim Dingin, Lengan Panjang 0,40

Boiler Suit 0,55

Baju Hangat

Rompi Berlengan 0,12

Baju Hangat Tipis 0,20

Baju Hangat 0,28

(9)

Tabel 3.1. Nilai Insulisasi Panas (Iclo) untuk Setiap Jenis Pakaian (Lanjutan) Jenis Pakaian Insulisasi Panas (Iclo)

Jaket 0,35

Blazer 0,30

Insulisasi Tinggi, fibre-pelt

Boiler Suit 0,90

Celana 0,35

Jaket 0,40

Rompi 0,20

Pakaian Luar

Mantel 0,60

Jaket 0,55

Parka 0,70

Keseluruhan fiber-pelt 0,55

Lain – Lain

Kaus Kaki 0,02

Kaus Kaki Tebal Sepanjang Pergelangan Kaki 0,05

Kaus Kaki Tebal Panjang 0,10

Stoking Nilon 0,03

Sepatu (bersol tipis) 0,02

Sepatu (bersol tebal) 0,04

(10)

Tabel 3.1. Nilai Insulisasi Panas (Iclo) untuk Setiap Jenis Pakaian (Lanjutan) Jenis Pakaian Insulisasi Panas (Iclo)

Sarung Tangan 0,05

Sumber: Human Thermal Environments, Ken Parsons

Warna merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi proses penyerapan

panas. Nilai Bilangan Serap dapat dilihat pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2. Bilangan Serap

No. Warna α

1 Hitam Merata 0,95

2 Pernis Hitam 0,92

3 Abu – Abu Tua 0,91

4 Pernis Biru Tua 0,91

5 Cat Minyak Hitam 0,90

6 Cokelat Tua 0,88

7 Abu – Abu Biru Tua 0,88

8 Biru/Hijau Tua 0,88

(11)

Tabel 3.2. Bilangan Serap (Lanjutan)

No. Warna α

13 Hijau/Biru Medium 0,57

14 Hijau Muda 0,47

15 Putih Agak Mengkilap 0,30

16 Putih Mengkilap 0,25

17 Perak 0,25

18 Pernis Putih 0,21

Sumber: Human Thermal Environments, Ken Parsons

3.6. Parameter Tekanan Panas

Terdapat beberapa cara untuk menetapkan besarnya tekanan panas sebagai

berikut (Suma’mur, 1996) :

1. Suhu efektif, yaitu indeks sensoris dari tingkat panas yang dialami oleh

seseorang tanpa baju kerja ringan dalam berbagai kombinasi suhu, kelembaban

dan kecepatan aliran udara. Kelemahan penggunaan suhu efektif ialah tidak

memperhitungkan panas radiasi dan panas metabolisme tubuh sendiri. Untuk

menyempurnakan pemakaian suhu efektif dengan memperhatikan panas

radiasi, dibuatlah Skala Suhu Efektif Dikoreksi (Corected Effektive

Temperature Scale). Namun tetap ada kekurangannya yaitu tidak

diperhitungkannya panas hasil metabolisme.

2. Indeks suhu bola basah, (Wet Bulb-Globe Temperature Index), yaitu rumusan-

(12)

ISBB : 0,7 x Suhu Basah + 0,2 x Suhu Radiasi + 0,1 x Suhu Kering (Untuk

pekerjaan dengan radiasi matahari).

ISBB : 0,7 x Suhu Basah + 0,3 x Suhu Radiasi (Untuk pekerjaan dengan radiasi

matahari).

Prosedur pengukuran ISBB:

1.Pastikan globe temperatur bersih dan berikan sedikit air pada bagian pengukur

temperatur basah.

2.Tempatkan QuesTemp pada tempat kerja yang akan diukur kurang lebih 3,5 kaki (±1,1m) dari permukaan tanah.

3.Hidupkan QuesTemp, dan diamkan selama 10 menit sebelum membaca nilai temperatur globe untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

Berdasarkan nilai ISBB rata-rata yang diterima oleh pekerja, maka dapat

dilihat ISBB dengan nilai ambang batas ISBB berdasarkan SNI 16-7063-2004

pada Tabel 3.3.

Tabel. 3.3. Nilai Ambang Batas Ketetapan

Proporsi Work-Idle Beban Kerja

Work Idle Ringan Sedang Berat

100% 0& 30,0 oC 26,7 oC 25,0 oC

75% 25% 30,6 oC 28,0 oC 25,9 oC

50% 50% 31,4 oC 29,4 oC 27,9 oC

25% 75% 32,2 Oc 31,1 oC 30,0 oC

(13)

Tabel 3.4. Nilai Ambang Batas Sesuai Dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor: Kep/51/51/MEN/1999

Indeks Suhu Bola Basah

(ISBB) Pengukuran Waktu Kerja Setiap Jam

Beban Kerja

Waktu Kerja Waktu Istirahat Ringan Sedang Berat

30 26,7 25 Beban Kerja Terus Menerus (8 Jam/Hari) -

28 28 25,9 75 25

29,4 29,4 27,9 50 50

37,2 31,1 30 25 75

Sumber: Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor : Kep-/MEN/1999 4. Heat Stress Index (HSI)

Heat stress index dirumuskan oleh Belding and Hatch (1955). Efek

pendinginan dari penguapan keringat adalah terpenting pada lingkungan

panas,untuk keseimbangan panas. Maka dari itu, Belding dan Hatch

mendasarkan indeksnya atas perbandingan banyaknya keringat yang

diperlukan untuk mengimbangi panas dan kapasitas maksimal tubuh untuk

berkeringat. Untuk menentukan indeks tersebut, diperlukan

pengukuran-pengukuran suhu kering dan basah, suhu globe termometer, kecepatan aliran

udara, produksi panas akibat kegiatan dalam pekerjaan (Suma’mur P.K.,

1996:86).

(14)

Berikut adalah arti tentang HSI yang ditunjukkan pada Tabel 3.5.

Tabel 3.5. Arti Rentang Nilai HSI

HSI Efek Paparan Selama 8 Jam Pengaruh Terhadap Pekerja

-20 Tekanan dingin yang ringan Pemulihan dari paparan panas

0 Tidak terjadi tekanan panas Tidak ada

10 – 30 Terjadi tekanan panas, dari tingkat sangat berat

Ancaman kesehatan bagi pekerja yang tidak layak, aktimilasi dibutuhkan 70 - 90 Terjadi tekanan panas, dari tingkat

yang sangat berat

Pemilihan selektif pekerja

100 Tekanan panas maksimal harian Dapat ditoleransi apabila fit, aktimilasi pada pekerja muda > 100 Waktu paparan terbatas Temperatur inti tubuh

meningkat

Sumber: Neville Stanton & Auliciems, Andris and Steven V. Szokolay 5. Required Sweat Rate (SWreq)

Bentuk dasar indeks ini dari ISO 7933 (1989). Indeks ini merupakan

pengembangan dari dua indeks tekanan panas yaitu HSI dan ITS dan indeks

ini dihitung untuk keseimbangan panas (Vogtet, 1981). Required Sweat Rate

(SWreq) dapat dihitung sebagai berikut:

(15)

3.7. Effective Temperature (ET)5

Temperatur efektif didefinisikan sebagai temperatur dari udara jenuh

dalam keadaan diam atau mendekati diam (0,1 m/s), pada keadaan tidak ada

radiasi panas akan memberikan perasaan kenyamanan termal yang sama dengan

kondisi udara yang dimaksud. Konsep temperatur efektif berdasarkan asumsi

bahwa kombinasi dari temperatur udara, kelembaban udara dan kecepatan udara

dapat menimbulkan kondisi termal yang sama (Yan Straaten,1967). Formula

untuk menghitung Effective Temperature (ET) adalah:

ET = DBT – 0,4 (DBT – 10) (1 – RH/100) dalam 0C.

NASA CR-1205-1 mengkaitkan nilai ET (Effective Temperature) dengan

persentasi kehilangan output dan persentasi kehilangan akurasi, dimana kaitan

tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.6.

Tabel 3.6. Kaitan Effective Temperature (ET) dengan Loss In Output dan Loss In Accuracy

(16)

Hasil penelitian NASA CR-1205-1 menunjukkan bahwa ketika temperatur

meningkat lebih dari 850F, output akan berkurang 18% dan akurasi lost output akan meningkat secara tak pasti dari 40%. Kehilangan produktivitas akibat

temperatur tinggi dapat didokumentasikan sendiri dari hasil produksi yang

didapat. Jadi, dapat disimpulkan bahwa metode Effective Temperature (ET) dapat

digunakan untuk menghitung peningkatkan/penurunan produktivitas dalam bentuk

persentasi loss in output.

3.8. Penilaian Beban Kerja Fisik

Penilaian beban kerja dapat dilakukan dengan dua metode secara objektif,

yaitu metode penilaian langsung dan metode penilaian tidak langsung.6

3.8.1. Penilaian Beban Kerja Secara Langsung

Metode pengukuran langsung yaitu dengan mengukur energi yang

dikeluarkan (energy expenditure) melalui asupan oksigen selama bekerja.

Semakin berat beban kerja akan semakin banyak energi yang diperlukan untuk

dikonsumsi. Meskipun metode pengukuran asupan oksigen lebih akurat, namun

hanya dapat mengukur untuk waktu kerja yang singkat dan diperlukan peralatan

yang mahal. Kategori beban kerja yang didasarkan pada metabolisme, respirasi

(17)

Tabel 3.7. Kategori Beban Kerja Berdasarkan Metabolisme, Respirasi, Suhu Tubuh, dan Denyut Jantung

Kategori

Sumber: Tarwaka, Ergonomi Untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Produktivitas

Penentuan konsumsi energi biasanya digunakan suatu bentuk hubungan

energi dengan kecepatan denyut jantung yaitu sebuah persamaan regresi kudratis

sebagai berikut:

Y = 1,80411 − 0,0229038 X + 4,71711.10-4 X2………..(7)

Y = Energi (kkal/menit)

X = Kecepatan denyut jantung (denyut/menit)

Kategori beban kerja berdasarkan konsumsi energi adalah sebagai berikut:

Beban kerja ringan : 100−200 kkal/jam

Beban kerja sedang : >200−350 kkal/jam

Beban kerja berat : >350−500 kkal/jam

3.8.2. Penilaian Beban Kerja Secara Tidak Langsung

Metode penilaian tidak langsung adalah dengan menghitung denyut nadi

selama bekerja. Pengukuran denyut jantung selama bekerja merupakan suatu

(18)

1992) dimana dengan metode ini dapat dihitung denyut nadi kerja sebagai

berikut:

Denyut Jantung (denyut/menit) = x 60…………(8)

Penggunaan nadi kerja untuk menilai berat ringannya beban kerja mempunyai

beberapa keuntungan, selain mudah, cepat, sangkil dan murah juga tidak

diperlukan peraltan yang mahal serta hasilnya pun cukup reliabel dan tidak

menganggu ataupun menyakiti orang yang diperiksa. Denyut nadi untuk

mengestimasi indek beban kerja fisik terdiri dari beberapa jenis yaitu:

1.Denyut Nadi Istirahat (DNI) adalah rerata denyut nadi sebelum pekerjaan

dimulai.

2.Denyut Nadi Kerja (DNK) adalah rerata denyut nadi selama bekerja.

3.Nadi Kerja (NK) adalah selisih antara denyut nadi istirahat dengan denyut

nadi kerja.

Peningkatan denyut nadi mempunyai peranan yang sangat penting didalam

peningkatan cardia output dari istirahat sampai kerja maksimum. Peningkatan

yang potensial dalam denyut nadi dari istirahat sampai kerja maksimum oleh

Rodahl (1989) dalam Tarwaka, dkk (2004:101) didefinisikan sebagai Heart Rate

Reverse (HR Reverse) yang diekspresikan dalam presentase yang dapat dihitung

(19)

Denyut Nadi Maksimum (DNMax) adalah: (220 – umur) untuk laki-laki dan

(200 – umur) untuk perempuan Lebih lanjut untuk menentukan klasifikasi beban

kerja bedasarkan peningkatan denyut nadi kerja yang dibandingkan dengan denyut

nadi maksimum karena beban kardiovaskuler (cardiovasculair load = % CVL)

dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

%CVL = x 100%...(10)

Hasil dari perhitungan % CVL tersebut kemudian dibandingkan dengan

klasifikasi yang telah ditetapkan yang ditunjukkan pada Tabel 3.8. sebagai

berikut:

Tabel 3.8. Klasifikasi Berat Ringan Beban Kerja Berdasarkan % CVL

% CVL Klasifikasi % CVL

< 30 % Tidak terjadi kelelahan

30 % - 60 % Diperlukan perbaikan

60 % - 80 % Kerja dalam waktu singkat

80 % - 100 % Diperlukan tindakan segera

> 100% Tidak diperbolehkan aktivitas

Sumber: Tarwaka, Ergonomi Untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Produktivitas

3.9. Teori Mengenai Uji Korelasi

Jika data hasil pengamatan terdiri dari banyak variabel, ialah berapa kuat

hubungan antara variabel-variabel itu terjadi, dalam kata-kata lain, perlu

ditentukan derajat hubungan antara variabel-variabel. Studi yang membahas

tentang derajat hubungan antara variabel-variabel dikenal dengan nama analisis

(20)

untuk data kuantitatif, dinamakan koefisien korelasi.7

Analisis korelasi sukar untuk dipisahkan daripada analisis regresi. Secara

umum, untuk pengamatan yang terdiri atas dua variabel X dan Y. Misalkan

persamaan regresi linier Y dan X, tidak perlu harus linier yang dihitung dari

sampel berbentuk Y = f (X). Jika regresinya linier, jelas f(X) = a + bX dan jika

parabola kuadratik f(X) = a + bX + cX2 dan seterusnya. Apabila Y menyatakan rata – rata untuk variable Y, maka dapat membentuk jumlah kuadrat total, JKtot =

2 dan jumlah kuadrat residu JK

res = 2 dengan menggunakan

harga – harga Yi yang didapat dari regresi Y = f(X). Besaran yang ditentukan oleh

rumus: I = ………. (11)

atau I = ……….(12)

Dinamakan indeks determinasi yang mengukur derajat hubungan antara

variabel X dan Y, apabila antara X dan Y terdapat hubungan regresi berbentuk Ý

= f(X). Indeks determinasi ini bersifat bahwa jika titik-titik diagram pencar

letaknya makin dekat kepada garis regresi, maka harga I makin dekat kepada satu.

Sebaliknya jika titik-titik itu makin jauh dari garis regresi, atau tepatnya terdapat

garis regresi yang tuna cocok, maka harga I makin dekat kepada nol. Secara

umum berlaku 0 .

(21)

Keterangan :

n = jumlah data

r = koefisien korelasi

Hipotesis yang akan diuji dan dibuktikan dalam penelitian ini berkaitan

dengan ada atau tidaknya pengaruh yang signifikan antara variabel independen

dan variabel dependen, sebagaimana telah diuraikan sebelumnya. Hipotesis yang

diuji adalah hipotesis nol (Ho) yang mana diterima atau ditolaknya hipotesis

tersebut tergantung dari hasil percobaan. Sedangkan hipotesis alternatif (Ha)

merupakan hipotesis yang mengandung rumusan dengan aplikasi alternatif di

dalamnya, sehingga apabila salah satu hipotesis diterima akan menyebabkan

penolakan terhadap hipotesis lainnya.

Hipotesis alternatif adalah hipotesis tandingan yang merupakan penelitian

dari peneliti. Hipotesis ini mengandung pengertian hubungan dan bukan

pengertian lebih atau kurang dari, maka pengujian signifikan dari koefisien

korelasi tersebut pengujian-pengujian pihak dengan hipotesis sebagai berikut :

1.Analisis koefisien korelasi

Digunakan untuk mengetahui kuat tidaknya hubungan antara variabel X dan

variabel Y atau Ґ, dengan menggunakan pendekatan koefisien korelasi person.

Nilai koefisien korelasi berkisar antara –1 sampai dengan 1 yang berkriteria

pemanfaatannya sebagai berikut :

a. Jika nilai r > 0, artinya terjadi hubungan positif. Semakin besar nilai

(22)

b. Jika nilai r < 0, artinya terjadi hubungan linear negatif. Semakin besar nilai

variabel bebas semakin kecil nilai variabel terikatnya.

c. Jika nilai r = 0, artinya tidak ada hubungan sama sekali antara variabel

bebas dan variabel terikat.

d. Jika nilai r = 1 atau r = -1, artinya telah terjadi hubungan yang sempurna

yaitu berupa garis lurus. Untuk r yang semakin mengarah ke 0, garis

semakin tidak lurus.

3.10. Kuesioner

Kuesioner ialah suatu bentuk instrument pengumpulan data dalam format

pertanyaan tertulis yang dilengkapi dengan kolom dimana responden akan

menuliskan jawaban atas pertanyaan yang diarahkan kepadanya.8

Validitas data ialah suatu ukuran yang mengacu kepada derajat Perancangan

kuesioner yang baik perlu dipahami prinsip-prinsip yang terkait dengan cara

penulisan pertanyaan (wording of quetions), cara pengukuran yaitu

mengkatagorikan, membuat skala dan mengkodekan (catagorized, scaled and

coded) jawaban dari responden dan kerapian (general appearance) kuesioner

tersebut.

(23)

data.9 Data yang valid akan diperoleh apabila instrumen pengumpulan data juga valid. Beberapa literatur membedakan validitas instrumen atas dua tipe yaitu

validitas internal dan validitas eksternal. Validitas internal berkenaan dengan

derajat keakurasian rancangan penelitian. Rancangan penelitian yang baik

termasuk rancangan pengumpulan data akan dapat mengidentifikasi sumber data

yang tepat dan alat/instrumen pengumpulan data yang juga tepat. Validitas

eksternal berkenaan dengan derajat akurasi hasil penelitian jika dilakukan

generalisasi dan diterapkan pada populasi dari mana data penelitian diambil.

Salah satu cara yang umum yang digunakan untuk menguji validitas

instrumen ialah melalui analisis korelasi (correlational analysis). Analisis korelasi

dilakukan dengan menggunakan rumus Korelasi Product Moment yang

dikembangkan oleh Pearson, yaitu sebagai berikut:

rxy = ……….(14)

Dimana: r = koefisien korelasi antara X dan Y

= Skor variabel independen X

= Skor variabel independen Y

9

(24)

3.10.2. Reabilitas

Reliabilitas sebuah alat ukur berkenaan dengan derajat konsistensi dan

stabilitas data yang dihasilkan dari proses pengumpulan data dengan

menggunakan instrumen tersebut.10 Terdapat dua ukuran yang umum digunakan untuk mengetahui derajat reliabilitas atau kehandalan instrumen pengumpulan

data, yaitu stabilitas instrumen dan konsistensi internal instrumen.

Stabilitas instrumen adalah suatu ukuran yang menunjukkan derajat

kestabilan instrumen terhadap data yang diperoleh dengan menggunakan

instrumen tersebut artinya jika instrumen tersebut digunakan dalam pengukuran

variabel yang sama dalam waktu yang berbeda dan memberikan hasil yang sama

maka dikatakan stabilitas instrumen tersebut cukup baik. Konsistensi internal

instrumen memberikan indikasi homogenitas item dalam pengukuran dalam arti

seberapa jauh instrumen tersebut menjadikan item-item yang diukur secara

bersama-sama menjadi sebuah set dan secara independen menjadi bagian yang

berarti terhadap keseluruhan.

Pengujian reliabilitas pada umumnya dikenakan untuk pengujian

stabilitas instrumen dan konsistensi internal instrumen. Pengujian terhadap kedua

karakteristik dari instrumen tersebut dapat dilakukan dengan beberapa metode.

Untuk pengujian stabilitas instrumen terdapat dua macam uji yaitu test-retest

(25)

dalam pengujian konsistensi internal instrumen ialah Koefisien Alpha Cronbach.

Koefisien Alpha Cronbach digunakan untuk mengukur reliabilitas

instrumen yang pertanyaannya menggunakan skor dalam rentangan tertentu.

Rumus yang digunakan dalam menghitung koefisien tersebut ialah :

……….(15)

dimana,

k = jumlah butir pertanyaan

σb2 = varians butir pertanyaan

σl2 = varians total butir pertanyaan

3.11. Antropometri

3.11.1. Definisi Antropometri

Istilah antropometri berasal dari “anthro” yang berarti manusia dan

“metri”yang berarti ukuran. Secara definitif, antropometri dapat dinyatakan

sebagai suatu studi yang berkaitan dengan pengukuran dimensi tubuh manusia.11 Manusia pada dasarnya akan memiliki bentuk, ukuran (tinggi, lebar, dan

sebagainya) berat dan lain-lain yang berbeda satu dengan yang lainnya.

Antropometri secara luas akan digunakan sebagai pertimbangan-pertimbangan

ergonomis dalam memerlukan interaksi manusia. Tempat kerja yang baik dalam

artian sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan manusia dapat diperoleh

apabila ukuran-ukuran dari tempat kerja tersebut sesuai dengan tubuh manusia

11

(26)

dan hal-hal yang berhubungan dengan dimensi tubuh manusia dipelajari dalam

antropometri.

3.11.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengukuran Antropometri

Manusia pada umumnya akan berbeda-beda dalam hal bentuk dan

dimensi ukuran tubuhnya. Ada beberapa faktor yang akan mempengaruhi ukuran

tubuh manusia, sehingga sudah semestinya seorang perancang produk harus

memperhatikan faktor-faktor tersebut yang antara lain adalah:

1. Umur

Secara umum dimensi tubuh manusia akan tumbuh dan bertambah besar

seiring dengan bertambahnya umur yaitu sejak awal kelahirannya sampai

dengan umur sekitar 20 tahunan. Dari suatu penelitian yang dilakukan oleh

A.F.Roche dan G.H.Davila (1972) di USA diperoleh kesimpulan bahwa

laki-laki akan tumbuh dan berkembang naik sampai dengan usia 21 tahun,

sedangkan wanita 17 tahun. Meskipun ada sekitar 10% yang masih terus

bertambah tinggi sampai usia 23 tahun (laki-laki) dan 21 tahun (wanita).

Setelah itu, tidak akan terjadi lagi pertumbuhan bahkan justru akan cenderung

berubah menjadi penurunan ataupun penyusutan yang dimulai sekitar umur 40

tahunan.

(27)

3. Suku Bangsa (Etnis)

Setiap suku bangsa ataupun kelompok etnik akan memiliki karakteristik fisik

yang akan berbeda satu dengan yang lainnya.

4. Posisi Tubuh

Sikap (postur) ataupun posisi tubuh akan berpengaruh terhadap ukuran tubuh.

Oleh sebab itu, posisi tubuh standar harus ditetapkan untuk survei pengukuran.

Dalam kaitan dengan posisi tubuh dikenal 2 cara pengukuran yaitu pengukuran

dimensi struktur tubuh dan pengukuran dimensi fungsional tubuh.

5. Cacat Tubuh

Cacat tubuh dapat mempengaruhi perubahan dimensi antropometri. Data

antropometri ini diperlukan untuk perancangan produk bagi orang-orang cacat,

misalnya kursi roda, kaki/tangan palsu, dan lain-lain.

6. Tebal/Tipisnya Pakaian yang Dikenakan

Faktor iklim yang berbeda akan memberikan variasi yang berbeda-beda dalam

bentuk rancangan dan spesifikasi pakaian.

7. Kehamilan (Pregnancy)

Kondisi semacam ini jelas mempengaruhi bentuk dan ukuran tubuh (khusus

perempuan). Hal tersebut jelas memerlukan perhatian khusu terhadap produk-

(28)

3.11.3. Antropometri Statis (Struktural)

Istilah lain dari pengukuran tubuh dalam berbagai posisi standar dan

tidak bergerak (tetap tegak sempurna) dikenal dengan antropometri statis.

Dimensi tubuh yang diukur dengan posisi tetap antara lain meliputi berat badan,

tinggi tubuh dalam posisi berdiri, maupun duduk, ukuran kepala, tinggi/panjang

lutut pada saat berdiri/duduk, panjang lengan dan sebagainya. Ukuran dalam hal

ini diambil dengan persentil tertentu seperti 5-th dan 95-th persentil. Contoh

antropometri statis adalah posisi tubuh saat duduk orang duduk di kursi.

3.11.4. Antropometri Dinamis (Fungsional)

Antropometri dinamis adalah pengukuran yang dilakukan terhadap posisi

tubuh pada saat berfungsi melakukan gerakan-gerakan tertentu yang berkaitan

dengan kegiatan yang harus diselesaikan. Hal pokok yang ditekankan dalam

pengukuran dimensi fungsional tubuh ini adalah mendapatkan ukuran tubuh yang

nantinya akan berkaitan erat dengan gerakan-gerakan nyata yang diperlukan tubuh

untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu. Berbeda dengan antropometri

statis yang mengukur tubuh dalam posisi tetap/statis, maka cara pengukuran kali

ini dilakukan pada saat tubuh melakukan gerakan-gerakan kerja atau dalm posisi

yang dinamis. Antropometri dinamis akan banyak diaplikasikan dalam proses

(29)

antara kepala dengan atap maupun dashboard harus menggunakan data

antropometri dinamis.

3.11.5. Prinsip-prinsip Penggunaan Data Antropometri

Data antropometri yang menyajikan data ukuran dari berbagai macam

anggota tubuh manusia dalam persentil tertentu akan sangat besar manfaatnya

pada saat suatu rancangan produk ataupun fasilitas kerja akan dibuat. Agar

rancangan suatu produk nantinya bisa sesuai dengan ukuran tubuh manusia yang

akan mengoperasikannya, maka prinsip-prinsip apa yang harus diambil di dalam

aplikasi data antropometri tersebut harus ditetapkan terlebih dahulu seperti

diuraikan berikut ini:

1. Prinsip perancangan produk bagi individu dengan ukuran yang ekstrim

Di sini rancangan produk dibuat agar memenuhi 2 sasaran produk, yaitu:

a. Bisa sesuai untuk ukuran tubuh manusia yang mengikuti klasifikasi ekstrim

dalam arti terlalu besar atau kecil bila dibandingkan dengan rata-ratanya.

b. Tetap bisa digunakan untuk memenuhi ukuran tubuh yang lain (mayoritas

dari populasi yang ada).

Agar bisa memenuhi sasaran pokok tersebut maka ukuran yang diaplikasikan

ditetapkan dengan cara:

a. Untuk dimensi minimum yang harus ditetapkan dari suatu rancangan produk

umumnya didasarkan pada nilai persentil yang terbesar seperti 90-th, 95-th atau

99-th persentil. Contoh konkrit pada kasus ini bisa dilihat pada penetapan

(30)

b. Untuk dimensi maksimum yang harus ditetapkan diambil berdasarkan nilai

persentil yang paling rendah yaitu 1-th, 5-th, 10-th persentil) dari distribusi

data antropometri yang ada. Hal ini diterapkan dalam penetapan jarak

3.10.6. Dimensi Tubuh Pengukuran Data Antropometri

Jenis pengukuran antropometri statis biasanya dilakukan dalam dua

posisi yaitu posisi berdiri dan duduk di kursi.12 Alat ukur yang harus digunakan untuk mengukur antropometri adalah antropometer. Terdapat beberapa dimensi

tubuh yang akan diukur yaitu:

a. Tinggi Popliteal (TPo)

Diukur jarak vertikal dari lantai sampai bagian bawah paha.

b.Lebar Pinggul (LP)

Subjek duduk tegak, diukur jarak horisontal dari bagian terluar pinggul sisi

kiri sampai bagian terluar pinggul sisi kanan.

c. Jangkauan Tangan (JT)

Diukur jarak horisontal dari punggung samping ujung jari tengah dan subjek

berdiri tegak dengan betis, pantat dan punggung merapat ke dinding, tangan

direntangkan secara horisontal ke depan.

d.Rentangan Tangan (RT)

(31)

e. Tinggi Siku Duduk (TSD)

Diukur jarak vertikal dari permukaan alas duduk sampai ujung bawah siku

kanan. Subjek duduk tegak dengan lengan atas vertikal di sisi badan dan lengan

bawah membentuk sudut siku-siku dengan lengan bawah.

f. Tinggi Bahu Duduk (TBD)

Ukur jarak vertikal dari permukaan alas duduk sampai ujung tulang baju yang

menonjol pada saat duduk tegak.

3.12. Lattice Sampling

Lattice sampling merupakan cara pengambilan sampel dengan menetapkan

area secara equally spaced (bagian yang sama).13

13

David Abbey. E. 1972. Some Estimators of Sub Universe Means for Use with Lattice Sampling. University of California. Los Angels. Hal. 406.

Sebagai contoh, dalam

pembahasan diketahui gudang simpan kemas dengan ukuran 35 x 20 x 10 m,

membagi tinggi 4 (empat) lapisan antar lapisan yaitu 2,5 m, panjang 7 (tujuh)

lapisa antar lapisan yaitu 5 m dan lebar 4 (empat) lapisan antar lapisan yaitu 5 m.

Sedangkan untuk penentuan titik sampelnya dilakukan pada setiap lapisan dengan

menetapkan 120 titik pengukuran. Penentuan titik ini dinamakan lattice data.

Dimana pada lattice data ini, data yang diambil merupakan jenis data yang

mewakili area tertentu yang sudah jelas batasannya.

(32)

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di PT. Pacific Palmindo berlokasi di Jl. Pulau Pini

Kawasan Industri Medan II (KIM-MABAR). Penelitian dilakukan pada bulan

Desember 2016.

4.2. Jenis Penelitian

Sifat dari penelitian ini adalah penelitian survei, Penelitian ini bertujuan

untuk mengetahui pengaruh ataupun juga hubungan antara dua variabel atau lebih

sehingga mendapatkan keterkaitan faktor - faktor lingkungan fisik termal tersebut

dengan ketidaknyamanan operator.14

4.3. Objek Penelitian

Objek yang diamati adalah data suhu ruangan kecepatan angin, denyut

nadi operator, dan pengukuran antropometri tubuh operator.

4.4. Variabel Penelitian

(33)

Variabel independen (bebas) dalam penelitian ini adalah:

a. Suhu Udara

Berfokus pada suhu udara pada area operator Quality Control.

b. Kecepatan Angin

c. Kelembaban

d. Suhu Basah

e. Suhu Kering

f. Suhu Bola

g. Suhu Tubuh

h. Clo Resistance

2. Variabel Dependen

Variabel dependen (terikat) dalam penelitian ini adalah:

a. Energi Ekspenditur

b. Indeks Suhu Bola Basah (ISBB)

c. Heat Stress Index (HSI)

d. Effective Temperature (ET)

3. Variabel Intervening

Variabel intervening merupakan variable yang mempengaruhi hubungan

antara Variabel Independen dan Variabel Dependen, yaitu:

a. Denyut Nadi

b. Kondisi Psikologis

c. Layout Lantai Produksi

(34)

Suatu penelitian dapat dilaksanakan apabila tersedianya sebuah

perancangan kerangka berpikir yang baik sehingga langkah-langkah penelitian

lebih sistematis. Kerangka berpikir penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4.1.

Suhu Kering

Gambar 4.1. Kerangka Konseptual Penelitian

4.6. Definisi Operasional

Definisi-definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Kelembaban relatif adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan

kandungan uap air dalam campuran air-udara dalam fase gas. Kelembaban

relatif dari suatu campuran air-udara didefinisikan sebagai rasio dari tekanan

parsial uap air dalam campuran terhadap tekanan uap jenuh air pada

temperatur tersebut.

2. Suhu kering (dry bulb) atau suhu udara merupakan suhu yang tidak

dipengaruhi oleh uap air yang ada. Pengukuran dilakukan dengan

(35)

3. Suhu basah (wet bulb) adalah suhu yang didapat apabila udara didinginkan

pada tekanan konstan sampai jenuh (100% kelembaban) suhu basah diukur

dengan termometer yang diselubungi dengan kain basah. Proses penguapan

terjadi dengan absorpsi kalor laten, sehingga suhu tabung basah selalu lebih

rendah dari suhu tabung kering.

4. Suhu bola (globe) adalah suhu yang ditunjukkan oleh termometer bola.

5. Clo resistance adalah besaran untuk resistensi pakaian terhadap panas.

7. ISBB (Indeks Suhu Bola Basah) adalah parameter untuk menilai tingkat iklim

kerja yang merupakan hasil perhitungan antara suhu udara kering, suhu udara

basah, dan suhu bola.

9. HSI (Heat Stress Index) adalah perbandingan kebutuhan pendinginan

evaporasi untuk menjaga keseimbangan panas terhadap pendinginan

evaporasi maksimum dari kondisi lingkungan fisik yang digunakan.

10. ET (Effective Temperature) merupakan kombinasi dari suhu kering dan

kelembaban udara. ET juga didefinisikan sebagai suhu atmosfir yang masih

jenuh, tanpa adanya radiasi, yang akan menghasilkan efek yang sama seperti

suasana yang bersangkutan.

4.7. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Thermo-Hygrometer, berfungsi untuk mengukur kelembaban relatif suhu

(36)

Gambar 4.2. Thermo-Hygrometer

Spesifikasi:

a. Rentangan Temperatur: 400C – 700C (400F-1580F) b. Temperatur Kelembaban: 20%RH – 90RH

c. Akurasi Temperatur: ± 10C (1,80F) d. Akurasi Kelembaban : ± 5% RH

d. Resolusi: 1%RH, 0,10C/F

e. Pengambilan Sampel: 2 Kali/Detik

f. Tenaga: 2*AAA 1,5V Battery

2. Black Globe Thermometer, berfungsi untuk mengukur suhu globe, suhu

(37)

Gambar 4.3. Black Globe Thermometer

Spesifikasi:

a. Akurasi Temperatur Udara: ± 6 %

b. Akurasi Temperatur: a. Dalam Ruangan: 150C - 400C

b. Di luar Ruangan: 150C - 400C

c. Akurasi Temperatur WBGT: ±2 %

d. Tenaga: Baterai 2AAA

e. Ukuran Bola Hitam: 40mm

d. Rentangan Operasi : 00C-500C

3. Anemometer, berfungsi untuk mengukur kecepatan angin.

(38)

Spesifikasi:

a. Temperatur Udara: 00C - 500C b. Sensor alat: 1,2 meter

c. Akurasi: ±5%

d. Masa Baterai: 5 Jam

e. Berat: 160 gram termasuk baterai

4. Automatic Blood Pressure, berfungsi untuk mengukur tekanan darah dan

denyut nadi.

Gambar 4.5. Automatic Blood Pressure

Spesifikasi:

a. Akurasi: ±5%

b. Masa Baterai: 250 kali pengukuran

c. Berat: 400 gram termasuk baterai

(39)

Gambar 4.6. Termometer Telinga

Spesifikasi:

a.Nama : InstantEarThermometer

b.Tegangan : 3 VDC

c.Catu daya : 0,05 W

d.Sensor : THERMOPILESENSOR : THERMOPILE

e.Ketelitian : 350C - 42,50C f. Suhu Lingkungan: 150C - 400C g. Kelembaban Relatif: 35% - 80%

6. Kuesioner pribadi (personal questionnairre) yang berfungsi untuk

mendapatkan informasi-informasi pribadi operator mengenai kondisi

(40)
(41)

4.8. Tahapan Penelitian

Penelitian dilakukan dalam beberapa tahap, yang diawali dengan

melakukan identifikasi masalah hingga menghasilkan kesimpulan.

Tahapan-tahapan tersebut meliputi:

1. Identifikasi masalah

Identifikasi masalah merupakan langkah pertama yang dilakukan saat

penelitian berlangsung sehingga dapat mengangkat permasalahan secara jelas

dan terarah.

2. Studi literatur

Kajian literatur merupakan bagian dari studi yang bertujuan untuk

mengumpulkan dan menganalisa data sekunder dari instansi terkait, hasil

penelitian, jurnal, dan literatur lain.

3. Perumusan masalah

Perumusan masalah menjabarkan kembali inti dari permasalahan yang

teridentifikasi kemudian menuangkannya ke dalam satu lingkup permasalahan

yang spesifik.

4. Perumusan tujuan penelitian

Penentuan tujuan penelitian sebagai acuan untuk mengarahkan dan

menentukan hasil akhir penelitian.

5. Pengumpulan data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data kualitatif dan

(42)

Tahapan proses penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.8

Studi Lapangan 1. Mengamati Kondisi Lapangan 2. Mengukur suhu udara, kecepatan angin dan denyut nadi operator 3. Informasi pendukung

Studi Literatur 1. Teori Buku

2. Referensi Jurnal Penelitian 3. Langkah-langkah Pengukuran Identifikasi Masalah Awal Adanya Paparan Panas dan Fasilitas Kerja yang Kurang Memadai Sehingga

Menurunkan Peformansi Operator

Analisis Pemecahan Masalah Analisis dan Evaluasi Usulan ruang Quality

Control

SELESAI Perumusan Masalah Pengukuran tingkat kesalahan operator

boiler PT Pacific Palmindo Industri

Mulai

Kesimpulan dan Saran Pengolahan Data

Menggunakan Metode Indeks Suhu Bola Basah untuk menentukan Heat Stress Indeks (HSI) dan Menggunakan pendekatan Antropometri untuk

merancang fasilitas kerja operator

Gambar 4.8. Tahapan Proses Penelitian

(43)

1. Data Primer.

Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung menggunakan

instrument (alat ukur). Data primer pada penelitian ini terdiri dari: Kuesioner

Paparan panas yang dirasakan operator, Suhu Udara, Kecepatan Angin, Denyut

Nadi Operator, Clo Resistance Pekerja, kuesioner hasil pengisian operator

terhadap kenyamanan termal, Antropometri operator, Jumlah jam kerja dan

jam istirahat operator.

2. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh dengan mengambil dari

dokumen perusahaan. Data sekunder pada penelitian ini terdiri dari: jumlah

operator dan data mesin.

4.9.2. Metode Pengumpulan Data

Kegiatan pengumpulan data yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Teknik observasi, yaitu dengan melakukan pengamatan pada perusahaan

secara langsung untuk mengetahui proses bisnis yang dijalankan oleh

perusahaan dan mengumpulkan data-data yang dibutuhkan terkait dengan

penelitian. Observasi yang dilakukan antara lain melakukan pengukuran Suhu

Basah, Suhu Kering dan Suhu Globe menggunakan metode Lattice Sampling.

2. Teknik wawancara, yaitu dengan melakukan wawancara pada pihak-pihak

terkait di perusahaan sesuai dengan kebutuhan penelitian.

3. Teknik kepustakaan (studi literatur), yaitu dengan mengumpulkan dan

(44)

berkaitan dengan pemecahan masalah sesuai dengan permasalahan pada

perusahaan.

4. Pengukuran Suhu Basah, Suhu Kering, dan Suhu Globe menggunakan metode

Lattice Sampling.

4.10. Metode Pengolahan Data

Pengolahan data yang dilakukan dimulai dengan melakukan pengujian

validitas dan reliabilitas untuk menilai apakah responden konsisten menjawab atau

tidak. Kemudian, diukur suhu ruangan, Kecepatan Angin dan Denyut Nadi

Operator. Setelah itu, dengan metode Indeks Suhu Bola Basah ditentukan Heat

Stress Indeks (HSI) sehingga akan dapat diusulkan untuk merancang fasilitas

untuk mereduksi Heat Stress Indeks (HSI), untuk merancang fasilitas kerja

operator digunakan antopometri statis.

4.11. Analisis Pemecahan Masalah

Analisis pemecahan masalah berawal dari analisa nilai dari tingkat

kesalahan operator dan kemudian diberikan usulan perbaikan untuk meningkatkan

produktivitas kinerja operator dengan merancang fasilitas agar lingkungan kerja

(45)

bata dengan tebal 10 cm, dinding ini mampu menahan panas maksimum 2,3 jam

Penetuan titik pengukuran dilakukan menggunakan metode lattice sampling.

Ukuran departemen Quality Control adalah 15 m (x), 10 m (y), dan 3 m (z). Lebar

(x) dibagi menjadi 5 bagian dengan jarak antar bagian 3 meter, panjang (y) dibagi

menjadi 5 bagian dengan jarak 2 m dan tinggi titik pengukuran diambil pada

ketinggian 1,5 m. Sehingga didapat pertemuan antara baris (x) dan kolom (y)

masing-masing sebanyak sebanyak 3 dan 4 buah, maka 3x4 = 12 titik dengan

penambahan 1 titik di pintu masuk bagian departemen quality control. Sehingga

jumlah titik pengukuran ditetapkan sebanyak 13 titik. Letak titik-titik pengukuran

dapat dilihat pada Gambar 4.9.

(46)

BAB V

PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

5.1. Heat Loss

Pengukuran Heat Loss data terbagi menjadi dua bagian, yaitu kondisi

termal dan kondisi fisik pekerja. Kondisi termal diukur pada waktu jam kerja

operator, yaitu dari pukul 08.30 hingga 16.30 dengan jam istirahat pukul 12.00

hingga 13.00. Pengambilan data kondisi termal ini dilakukan selama seminggu

(enam hari kerja) dan setiap satu jam sekali. Akan tetapi, data yang ditampilkan

merupakan data rata – rata yang telah diukur dalam seminggu. Hal ini berarti

banyaknya data yang ditampilkan hanyalah 7 buah untuk setiap jam.

5.1.2. Data Kecepatan Angin

Kecepatan angin juga diukur pada 13 titik yang telah ditentukan

sebelumnya pada lantai produksi. Data kecepatan angin yang ditampilkan adalah

kecepatan angin di lantai produksi dapat dilihat pada tabel 5.1.

Tabel 5.1. Data Kecepatan Angin di Ruang Quality Control Waktu

(WIB)

Kecepatan Angin (m/s)

Titik 1 Titik 2

1 2 3 4 5 1 2 3 4 5

08.30 1,2 1,25 1,2 1,25 1,23 1,28 1,23 1,2 1,2 1,2

09.30 1,15 1,1 1,15 1,1 1,16 1,22 1,2 1,15 1,15 1,15

(47)

Tabel 5.1. Data Kecepatan Angin di Ruang Quality Control (Lanjutan) Waktu

(WIB)

Kecepatan Angin (m/s)

Titik 3 Titik 4

1 2 3 4 5 1 2 3 4 5

Titik 5 Titik 6

1 2 3 4 5 1 2 3 4 5

Titik 7 Titik 8

1 2 3 4 5 1 2 3 4 5

Titik 9 Titik 10

(48)

Tabel 5.2. Data Kecepatan Angin di Ruang Quality Control (Lanjutan)

Dari data hasil pengukuran kecepatan angin di ruang quality control, dapat

diketahui bahwa kecepatan angin di lantai produksi sangat rendah, dan secara

umum kecepatan angin setiap jam 08.30 s/d 16.30 tidak memiliki perbedaan yang

cukup signifikan, dengan rata – rata kecepatan angin adalah 0,12 m/s.

5.1.3. Data Kelembaban Udara

(49)

Tabel 5.2. Data Rata – Rata Kelembaban di Lantai Produksi

No Waktu Kelembaban (%)

1 08.30 - 09.30 75,68

2 09.30 - 10.30 75,46

3 10.30 - 11.30 75,62

4 11.30 - 12.00 70,50

5 13.00 - 14.00 68,49

6 14.00 - 15.00 67,54

7 15.00 - 16.30 66,11

Rata – Rata 71,34

Grafik kelembaban pada lantai produksi dapat dilihat pada Gambar 5.2.

Gambar 5.1. Grafik Kelembaban Udara pada Lantai Produksi

5.1.4. Data Suhu Basah, Suhu Kering, dan Suhu Globe

Suhu basah, suhu kering, dan suhu globe juga diukur pada 13 titik yang

telah ditentukan sebelumnya pada lantai produksi. Data suhu basah, suhu kering,

(50)

Tabel 5.3. Data Pengumpulan Suhu Basah

Waktu (WIB)

Temperatur Ruang

Titik 1 Titik 2

1 2 3 4 5 1 2 3 4 5

Titik 7 Titik 8

(51)

Waktu

Tabel 5.4. Data Pengumpulan Suhu Kering

(52)
(53)
(54)
(55)
(56)

Tabel 5.6. Data Rata – Rata Suhu Basah, Suhu Kering, dan Suhu Globe No Waktu Suhu Basah Suhu Kering Suhu Globe

1 08.30 - 09.30 25,22 29,55 30,13

2 09.30 - 10.30 25,53 29,87 29,43

3 10.30 - 11.30 26,35 30,76 31,03

4 11.30 - 12.00 27,57 31,64 32,48

5 13.00 - 14.00 27,38 33,43 33,99

6 14.00 - 15.00 27,66 32,49 33,67

7 15.00 - 16.30 27,46 32,31 33,26

Grafik suhubasah, suhu kering, dan suhu globe pada ruang quality control

dapat dilihat pada gambar 5.2.

(57)

5.1.5. Data Pribadi Operator

Data pribadi operator bagian quality control dapat dilihat pada Tabel 5.7.

Tabel 5.7. Data Pribadi Operator Departemen Quality Control

Operator

5.1.6. Data Denyut Nadi Operator

Denyut nadi operator sebelum dan sesudah bekerja dapat dilihat pada tabel

5.8.

Tabel 5.8. Data Rata – Rata Denyut Nadi Operator Sebelum dan Sesudah Bekerja

(58)

Fluktasi denyut nadi sebelum dan sesudah bekerja untuk setiap operator

dapat dilihat pada Gambar 5.4.

Gambar 5.3. Fluktasi Denyut Nadi Operator Sebelum dan Sesudah Bekerja

5.1.7. Data Suhu Tubuh Operator

Data rata – rata suhu tubuh operator sebelum dan sesudah bekerja dapat

dilihat pada tabel 5.7.

Tabel 5.7. Data Rata – Rata Suhu Tubuh Pekerja Sebelum dan Sesudah Bekerja

Operator Suhu Tubuh ( 0

C) Sebelum Sesudah

1 36,4 37,2

(59)

Tabel 5.7. Data Rata – Rata Suhu Tubuh Pekerja Sebelum dan Sesudah Bekerja (Lanjutan)

Operator Suhu Tubuh ( 0

C) Sebelum Sesudah

6 36 37

Rata – Rata 36,37 37,13

Grafik peningkatan suhu tubuh masing – masing operator sebelum dan

sesudah bekerja dapat dilihat pada Gambar 5.4.

Gambar 5.4. Grafik Peningkatan Suhu Tubuh Operator Sebelum dan Sesudah Bekerja

5.1.7. Thermal Insulation Clo (Iclo)Operator

Thermal insulation clo dari operator sangat tergantung pada jenis pakaian

yang dikenakan operator. Thermal insulation clo untuk masing-masing pekerja

(60)

Tabel 5.9. Jenis Pakaian dan Thermal Insulation Clo (Iclo)Operator

Operator Celana

Dalam Singlet

Kemeja

5.1.8. Data Sensasi Termal dan Preferensi Termal

Data – data Sensasi Termal dan Preferensi termal dari 6 operator bagian

quality control dapat dilihat pada Tabel 5.9.

Tabel 5.10. Data Sensasi Termal dan Preferensi Termal

Operator

Sensasi Termal (2: kuat; 1: cukup kuat; 0: Netral: -1;

cukup lemah; -2: lemah)

Preferensi Termal (2:Jauh lebih hangat; 1: Sedikit lebih hangat; 0: Netral; -1:

(61)

Gambar 5.5. Grafik Sensasi Termal

Gambar 5.6. Preferensi Termal

5.1.9. Data Sensasi Aliran Udara dan Preferensi Aliran Udara

Data – data Sensasi Aliran Udara dan Preferensi Aliran Udara dari 6

operator bagian quality control dapat dilihat pada Tabel 5.11.

Dingin

(62)

Tabel 5.11. Data Sensasi Aliran Udara dan Preferensi Aliran Udara

Operator

Sensasi Aliran Udara (2: kuat; 1: cukup kuat; 0: Netral: 1; cukup lemah;

-2: lemah)

Preferensi Aliran Udara (2:Jauh lebih kuat; 1:

Sedikit lebih kuat; 0: Netral; -1: Sedikit lebih

lemah; -2: Jauh lebih lemah)

Sebelum (1) Sesudah (2) Sebelum (1) Sesudah (2) Lantai Produksi

1 1 -1 1 2

2 1 -2 1 2

3 0 -1 0 1

4 0 -1 0 1

5 0 -2 0 1

6 1 -1 1 2

Rata - Rata 0,5 -1,333 0,5 1,5

Grafik Sensasi Aliran Udara dan Preferensi Aliran Udara pada ruang quality

(63)

Gambar 5.8. Grafik Preferensi Aliran Udara

5.1.11. Data Kondisi Termal dan Efek Lingkungan Kerja

Data – data Kondisi Termal dan Efek Lingkungan Kerja dari 6 operator

bagian quality control dapat dilihat pada Tabel 5.12.

Tabel 5.12.Data Kondisi Termal dan Efek Lingkungan Kerja

Operator

Kondisi Termal (2: sangat nyaman; 1: cukup nyaman; 0: nyaman: -1; cukup tidak nyaman; -2: sangat tidak nyaman)

Efek Lingkungan Kerja (2: mendukung; 1: cukup mendukung; 0: netral; -1: cukup mengganggu; -2:

mengganggu) Sebelum (1) Sesudah (2) Sebelum (1) Sesudah (2)

Lantai Produksi

1 1 -1 2 1

2 1 -2 2 1

3 0 -1 1 -1

4 0 -1 0 2

(64)

Tabel 5.12.Data Kondisi Termal dan Efek Lingkungan Kerja

Operator

Kondisi Termal (2: sangat nyaman; 1: cukup nyaman; 0: nyaman: -1; cukup tidak nyaman; -2: sangat tidak nyaman)

Efek Lingkungan Kerja (2: mendukung; 1: cukup mendukung; 0: netral; -1: cukup mengganggu; -2:

mengganggu) Sebelum (1) Sesudah (2) Sebelum (1) Sesudah (2)

Lantai Produksi

5 0 -2 0 2

6 1 -1 1 2

0,5 -1,333 1 -1,5

Grafik Kondisi Termal dan Efek Lingkungan Kerja pada ruang quality

control dapat dilihat pada Gambar 5.9. dan Gambar 5.10.

(65)

Gambar 5.10. Grafik Efek Lingkungan Kerja

5.1.10. Data Kelelahan Tangan, Kelelahan Bahu, Kelelahan Punggung, dan Kelelahan Kaki

Data - data kelelahan tangan, bahu, punggung, dan kaki dari 6 operator

yang bekerja di bagian quality control dapat dilihat pada Tabel 5.13.

Tabel 5.13. Data Kelelahan Tangan, Kelelahan Bahu, Kelelahan Punggung, dan Kelelahan Kaki

Operator

(66)

Tabel 5.13. Data Kelelahan Tangan, Kelelahan Bahu, Kelelahan Punggung, dan Kelelahan Kaki (Lanjutan)

Operator

Keterangan (0: Tidak Lelah; 1: Sedikit Lelah; 2: Lelah: 3: Sangat Lelah) Kelelahan Tangan Kelelahan Bahu Kelelahan Punggung Kelelahan Kaki Sebelum

(1)

Sesudah (2)

Sebelum (1)

Sesudah (2)

Sebelum (1)

Sesudah (2)

Sebelum (1)

Sesudah (2)

4 0 3 1 2 0 3 0 2

5 0 2 0 2 0 3 0 2

6 0 3 0 3 0 3 0 2

Rata – Rata 0,333 2,666 0,333 2,5 0,166 2,666 0,166 2,333

Grafik anggota tubuh sebelum dan sesudah bekerja dapat dilihat pada

(67)

5.1.11. Uji Statistik Parametrik Korelasi Pearson dan Uji Regresi

Korelasi dan regresi antara temperatur, kelembaban, dan kecepatan angin

dapat di lihat pada Tabel 5.14. sebagai berikut.

Tabel 5.14. Hasil Uji Korelasi dan Regresi Hubungan Korelasi Regresi

(a)

Regresi (b)

Persamaan Ket.

Kelembaban dengan

Temperatur -0,9207 -0,0114 0,3079

Y= -0,014 + 0,379X Sangat lemah Kecepatan

Angin dengan Temperatur

0,5640 0,119 25,3741 Y=0,119 +25,3741X Kuat

Grafik masing-masing hubungan dapat dilihat pada Gambar 5.10 dan

Gambar 5.13.

(68)

Gambar 5.14. Grafik Hubungan Temperatur dengan Kecepatan Angin

5.1.11. Data Antropometri

Data antropometri yang diukur terdiri dari Tinggi Polipteal (TPo), Lebar

Pinggul (LP), Jangkauan Tangan (JT), Tinggi Siku Duduk, Rentangan Tangan

(RT), dan Tinggi Bahu Duduk (TBD) Tabel 5.15.

Tabel 5.15. Data Antropometri Operator Departemen Quality Control

Operator TPo LP JT TSD RT TBD

1 41 28 71 21 166 57,5

2 43 28,5 76 24 170 59

3 48,4 33,8 88 22 181 60,5

(69)

5.2. Penentuan Kategori Beban Kerja15

15

Tarwaka, Ergonomi Untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Produktivitas, (Surakarta: UNIBA Press, 2004), Hal. 111

5.2.1. Metode Penilaian Secara Langsung dengan Pendekatan Fisiologi

Perhitungan beban kerja pada operator dilakukan dengan menggunakan

pendekatan fisiologi, yaitu metode penilaian secara langsung yang rumusnya

adalah:

Dimana:

Y = 1,80411 − 0,0229038 X + 4,71711.10-4 X2

Y = Energi (kkal/menit)

X = Kecepatan denyut jantung (denyut/menit)

Kategori beban kerja berdasarkan konsumsi energi adalah sebagai berikut:

Beban kerja ringan : 100−200 kkal/jam

Beban kerja sedang : >200−350 kkal/jam

Beban kerja berat : >350−500 kkal/jam

contoh perhitungan energi (Y) untuk operator 1 adalah sebagai berikut:

Diketahui: X (DNK) = 88

Maka:

Y = 1,80411 − 0,0229038 X + 4,71711 . 10-4 X2

Y = 1,80411 − 0,0229038 (88) + 4,71711 . 10-4 (88)2

Y = 3,636 Kkal/menit

(70)

Hasil perhitungan konsumsi energi dan kategori beban kerja berdasarkan

konsumsi energi untuk masing-masing operator dapat dilihat pada Tabel 5.15.

Tabel 5.16. Hasil Perhitungan Beban Kerja Untuk Tiap Operator

Operator DNK (X) (denyut/menit)

Energi (Y) (kkal/menit)

Energi (Y) (kkal/jam)

Kategori Beban Kerja

1 88 3,636 218,75 Sedang

2 102 4,375 262,536 Sedang

3 100 4,230 253,850 Sedang

4 99 4,159 249,592 Sedang

5 95 3,885 233,126 Sedang

6 75 2,739 164,382 Ringan

Rata – Rata 232,695 Sedang

5.2.2. Metode Penilaian secara Tidak Langsung dengan %CVL

Perhitungan % Cardiovascular Load (%CVL) merupakan suatu

perhitungan untuk menentukan klasifikasi beban kerja berdasarkan peningkatan

denyut nadi kerja yang dibandingkan dengan denyut nadi maksimum. Dari

perhitungan % CVL tersebut akan dibandingkan dengan klasifikasi

yang telah ditetapkan sebagai berikut :

< 30% = Tidak terjadi kelelahan

(71)

Hasil rekapitulasi perhitungan %CVL yang ditunjukkanpada Tabel 5.17.

Tabel 5.17. Rekapitulasi Perhitungan %CVL

5.3. Perhitungan ISBB (Indeks Suhu Bola Basah)

WBGT (Wet Bulb Globe Temperatur) sering disebut juga dengan ISBB.

Perhitungan ISBB terbagi menjadi 2 bagian, yaitu perhitungan ISBB di luar

ruangan dengan panas radiasi dan perhitungan ISBB di dalam ruangan (tanpa

panas radiasi).

Untuk ISBB dengan panas radiasi, digunakan rumus:

ISBB = 0,7 suhu basah alami + 0,2 suhu bola + 0,1 suhu kering16

Perhitungan ISBB dihitung pada jam kerja operator quality control pada PT

Pacific Palmindo Industri dengan menggunakan rumus ISBB dengan radiasi. Hal Sedangkan, rumus ISBB tanpa radiasi digunakan rumus

ISBB : 0,7 suhu basah alami + 0,3 suhu bola

16 Parsons, K.C, 2007,

(72)

ini disebabkan karena ruangan quality control bersebelahan dengan stasiun

pemasakan sehingga uap panas dapat menembus celah ventilasi pada ruangan

quality control. Contoh perhitungan ISBB pada ruang quality control pada jam

08.30 – 09.30 adalah sebagai berikut:

Diketahui: Suhu Basah = 25,220C Suhu Globe = 29,550C Suhu Kering = 30,130C Maka:

ISBB = 0,7 suhu basah alami + 0,2 suhu bola + 0,1 suhu kering

ISBB = 0,7 . 25,22 + 0,2 . 29,55 + 0,1 . 30,13

ISBB = 26,570C

Perhitungan dengan cara yang sama seperti di atas, maka dilakukan

perhitungan ISBB untuk waktu kerja lain hasilnya dapat dilihat pada Tabel 5.18.

Tabel 5.18. Hasil Perhitungan ISBB

No Waktu Suhu Basah Suhu Kering Suhu Globe ISBB

1 08.30 - 09.30 25,22 29,55 30,13 26,57

2 09.30 - 10.30 25,53 29,87 29,43 26,78

3 10.30 - 11.30 26,35 30,76 31,03 27,70

4 11.30 - 12.00 27,57 31,64 32,48 28,87

5 13.00 - 14.00 27,38 33,43 33,99 29,25

6 14.00 - 15.00 27,66 32,49 33,67 29,22

(73)

5.3.1. Perhitungan Persentasi Jam Kerja dan Jam Istirahat

Perhitungan jumlah jam kerja dan jam istirahat merupakan lanjutan dari

perhitungan ISBB, yaitu dengan menggunakan nilai hasil perhitungan ISBB dan

membandingkannya dengan standar yang telah ada. Adapun acuan standar

yangdigunakan adalah sesuai dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor:

Kep-51/51/MEN/1999. Dengan menggunakan data hasil perhitungan kategori

beban kerja dan ISBB, maka dihubungkan persentasi jam kerja dan jam istirahat

sesuai dengan standar di atas dapat dilihat pada Tabel 5.19.

Tabel 5.19. Nilai Ambang Batas Sesuai Dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor: Kep/51/51/MEN/1999

Indeks Suhu Bola Basah

(ISBB) Pengukuran Waktu Kerja Setiap Jam

Beban Kerja

Waktu Kerja Waktu Istirahat Ringan Sedang Berat

30 26,7 25 Beban Kerja Terus Menerus (8 Jam/Hari) -

28 28 25,9 75 25

29,4 29,4 27,9 50 50

37,2 31,1 30 25 75

Sumber: Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor : Kep-/MEN/1999

Karena hasil perhitungan ISBB tidak terdapat pada tabel, maka dilakukan

interpolasi untuk mendapatkan persentasi waktu kerja dan waktu istirahat.

Perhitungan interpolasi untuk jam kerja adalah sebagai berikut:

Dik: Xn = 28 yn = 0,75

Xn+1 = 29,4 yn+1 = 0,5

(74)

Maka, untuk mencari nilai y digunakan rumus:

(X – Xn)

Jadi, y = 0,75 +

(

28,2 – 28) = 0,714

Dari hasil interpolasi, maka didapatkan persentasi jam kerja adalah sebesar

71,4%. Dengan demikian, maka persentasi jam istirahat adalah 28,6%.

5.3.2. Perhitungan Dubois Area17

Dubois area atau sering disebut dengan body surface area dari tiap

operator dapat dihitung dengan rumus:

AD = 0,202 x W0,425 X H0,725

Dengan:

AD = Dubois Body Surface Area

W = Berat Badan (kg)

H = Tinggi Badan (m)

Hasil perhitungan Dubois Area dapat dilihat pada Tabel 5.20.

Tabel 5.20. Hasil Perhitungan Dubois Area Tiap Operator

Operator Jenis Kelamin

Umur (Tahun)

Berat Badan

(Kg)

Tinggi Badan (m)

Dubois Area (m2)

(75)

Tabel 5.20. Hasil Perhitungan Dubois Area Tiap Operator (Lanjutan)

Operator Jenis Kelamin

5.4. Pengolahan Antropometri

5.4.1. Perhitungan Rata-rata, Standar Deviasi, Nilai Maksimum dan Minimum

Sebelum merancang meja kursi yang akan mempermudah kerja operator

quality control dalam kegiatan penyortiran, maka perlu dilakukan pengolahan data

sesuai antropometri tubuh manusia yang berkaitan dengan produk tersebut. Data

antropometri yang digunakan dalam rancangan meja kursi ini adalah:

1. Tinggi Polipteal (TPo)

Dimensi ini digunakan untuk menentukan tinggi kursi.

2. Lebar Pinggul (LP)

Dimensi ini digunakan untuk menentukan diameter tempat duduk.

3. Jangkauan Tangan (JT)

Dimensi ini digunakan untuk menentukan lebar meja.

Gambar

Tabel 3.2. Bilangan Serap (Lanjutan)
Tabel 3.5. Arti Rentang Nilai HSI
Tabel 3.6. Kaitan Effective Temperature (ET) dengan Loss In Output
Gambar 4.2. Thermo-Hygrometer
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sebelum membincangkan tentang perkembangan ekonomi selepas merdeka, adalah perlu ditinjau terlebih dahulu dasar tanah yang telah dikuatkuasakan oleh penjajah Inggeris, kerana

MMI merupakan entitas anak yang berada di bawah MI dan bergerak di bidang digital strategy dan agen periklanan untuk Platform digital yang meliputi penayangan iklan di website

Berdasarkan hasil penelitian mengenai Metakognitif siswa pada pembelajaran secara Daring atau Online di SMA Negeri 9 Semarang, bahwa siswa belum memiliki

 Budaya: Sistem kelompok yang di share, value dan norma yang dipelajari; ini adalah desain kelompok untuk kehidupan.. – Value: ide abstrak tentang

Framework COBIT 5 focused on the domain APO07 (Manage human resources) using the likert scale to know the Capability Level on APO07 in the RSPP using steps Initiation,

Dari hasil analisis SWOT didapatkan alternatif strategi yang dapat diterapkan berdasarkan perhitungan matrik QSP, yaitu strategi pemasaran yang paling menarik untuk diterapkan

This product has been classified in accordance with the hazard criteria of the Controlled Products Regulations (CPR) and the MSDS contains all the information required by the

dan 3 tumbuhan Eceng gondok bebas bakteri aktif) dengan dilakukan waktu kontak selama 5 hari sekali yaitu hari ke 0, 5, 10, 15, dan 20 hari pengukuran parameter fosfat untuk