BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Signaling Theory dan Agency Theory
Menurut teori signaling yang dikemukakan oleh Modigliani dan Miller
bahwa jika ada kenaikan dividen, sering diikuti dengan kenaikan harga saham.
Sebaliknya penurunan dividen pada umumnya menyebabkan harga saham turun.
Fenomena ini dapat dianggap sebagai bukti bahwa para investor lebih menyukai
dividen daripada capital gains. Kenaikan dividen merupakan sinyal kepada para
investor bahwa manajemen perusahaan meramalkan suatu penghasilan yang baik
di masa mendatang. Sebaliknya, sutu penurunan dividen atau kenaikan dividen
yang dibawah kenaikan normal diyakini investor sebagai suatu sinyal bahwa
perusahaan menghadapi masa sulit.
Agency Theory menyatakan hubungan agensi muncul ketika satu orang
atau lebih (principal) memperkerjakan orang lain (agent) untuk memberikan suatu
jasa dan kemudian mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan kepada
agent tersebut. Hubungan antara principal dan agent dapat mengarah pada kondisi
ketidakseimbangan informasi karena agent berada pada posisi yang memiliki
informasi yang lebih banyak tentang perusahaan dibandingkan dengan principal.
Dividen adalah bagian dari laba bersih yang dibagikan kepada para
pemegang saham (pemilik modal sendiri) selain dibagi kepada pemegang saham
dalam bentuk dividen, laba bersih itu ditahan di dalam perusahaan untuk
membiayai operasi selanjutnya dan disebut sebagai retained earning (Husnan,
1996).
Dividen adalah pembagian laba yang dibayarkan kepada pemegang saham
berdasarkan pada banyaknya saham yang dimiliki (Siegel dan Shim, 1999).
Kebijakan dividen sering dianggap sebagai sinyal bagi investor dalam menilai
baik buruknya perusahaan. Hal ini disebabkan kebijakan dividen dapat membawa
pengaruh terhadap harga saham perusahaan (Hatta, 2002)
Kebijakan dividen adalah suatu masalah bagi perusahaan-perusahaan
dengan perolehan-perolehan positif. Hal ini merupakan suatu masalah dan
kesempatan bagi perusahaan-perusahaan tertentu. Mereka memiliki sumber daya
(kas) untuk membayar dividen, sebagaimana hak legal (keberadaan laba ditahan).
Dividen merupakan suatu perluasan pengambilan keputusan oleh dewan direksi
dari suatu perusahaan yang disetujui oleh para pemegang saham (Salim, 2011:
119)
Kebijakan dividen adalah bersangkutan dengan penentuan pembagian
pendapatan antara penggunaan pendapatan untuk dibayarkan kepada para
pemegang saham sebagai dividen atau untuk digunakan di dalam perusahaan,
yang berarti pendapatan tersebut harus ditahan di dalam perusahaan atau dengan
yang akan dibagikan sebagai dividen dan berapa proporsi yang ditahan untuk
diinvestasikan (Riyanto, 2001: 265)
Kebijakan dividen merupakan kebijakan yang terkait dengan kebijakan
pembayaran dividen oleh perusahaan dan terkait dengan keputusan pembagian
laba apakah laba akan ditahan atau dibayarkan sebagai dividen serta penentuan
besar kecilnya dividen yang akan dibagikan kepada pemegang saham. Rasio
pembayaran dividen (DPR) menentukan jumlah laba yang dibagi dalam bentuk
dividen kas dan laba ditahan sebagai sumber pendanaan. Kebijakan dividen
diukur dengan perbandingan antara dividen yang dibayarkan dengan laba bersih
yang didapat dan biasanya disajikan dalam bentuk presentase dividend payout
ratio.
2.1.3 Liquidity Ratio
Liquidity ratio digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk
memenuhi kewajiban jangka pendek. Likuiditas merupakan pertimbangan utama
dalam kebijakan deviden.
Rasio likuiditas merupakan suatu indikator mengenai kemampauan
perusahaan-perusahaan membayar semua kewajiban fianansial jangka pendek
pada saat jatuh tempo dengan menggunakan aktiva lancar yang tersedia.
Likuidiatas tidak hanya berkenaan dengan keadaan keseluruhan keuangan
perusahaan, tetapi juga berkaitan dengan kemampuannya mengubah aktiva lancar
Riyanto (2008) menyatakan bahwa likuiditas adalah masalah yang
berhubungan dengan masalah kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi
kewajiban keuangannya yang segera harus dipenuhi.
Suatu perusahaan yang mempunyai asset lancar sedemikian besarnya sehingga
mampu memenuhi segala kewajiban keuangannya yang segera harus terpenuhi,
dikatakan bahwa perusahaan tersebut likuid, dan sebaliknya apabila suatu
perusahaan tidak memiliki aset lancar yang cukup untuk memenuhi segala
kewajiban keuangannya yang segera harus terpenuhi dikatakan perusahaan
tersebut insolvable.
Rasio likuiditas adalah rasio yang mengukur kemampuan perusahaan
memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Rasio-rasio ini dapat dihitung melalui
sumber informasi tentang modal kerja yaitu pos-pos aktiva lancar dan hutang
lancar. Dengan demikian rasio likuiditas berpengaruh dengan kinerja keuangan
perusahaan sehingga rasio ini memiliki hubungan dengan harga saham
perusahaan.
Current ratio (CR) digunakan untuk mengukur seberapa besar
kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya terhadap
aktiva lancar yang mereka miliki. Current asset meliputi marketable securities,
account receivable, inventory, sedangkan current liabilities meliputi account
payable, short term notes payable, current maturities of longterm debt, accrued
taxes dan accrued expenses.
Leverage adalah kemampuan perusahaan untuk menggunakan aktiva atau
dana yang mempunyai beban tetap untuk memperbesar tingkat penghasilan bagi
pemilik perusahaan. Leverage ratio adalah rasio yang mengukur seberapa jauh
atau besar perusahaan telah didanai atau dibiayai oleh hutang (Raharjaputra,
2009;199)
Debt to equity ratio digunakan sebagai proksi untuk mengukur leverage.
Debt to equity ratio (DER) mencerminkan kemampuan perusahaan dalam
memenuhi seluruh kewajibannya yang ditunjukkan oleh beberapa bagian modal
sendiri yang digunakan untuk membayar hutang. Oleh karena itu semakin rendah
DER maka akan semakin tinggi kemampuan perusahaan untuk membayar
kewajibannya (Prihantoro, 2003)
2.1.5 Profitabilitas
Menurut Anaroraga dan Widianti (1997) dalam Arfan dan Antasari (2008)
bahwa “Profitabilitas menggambarkan kemampuan perusahaan untuk
menghasilkan keuntungan, baik dihubungkan dengan modal sendiri maupun
modal bersama”.
Menurut Riyanto (2001) profitabilitas perusahaan menunjukkan
perbandingan antara laba dengan aktiva atau modal yang menghasilkan laba.
Profitabilitas merupakan kemampuan manajemen untuk memperoleh laba. Untuk
mengukur tingkat profitabilitas, penelitian ini menggunakan Return on Assets
(ROA) sebagai proksi profitabilitas dengan skala pengukuran berupa rasio. ROA
menjalankan operasionalnya. ROA mencerminkan kemampuan perusahaan dalam
menggunakan investasi yang ada dan memaksimalkan profitabilitas perusahaan.
Perusahaan dengan profitabilitas tinggi tentu kemampuan mereka untuk
membayar dividen kepada para pemegang saham juga tinggi.
2.1.6 Asset Growth
Perusahaan yang berkembang adalah perusahaan yang mengalami
peningkatan pertumbuhan dalam perkembangan usahanya dari tahun ke tahun.
Pertumbuhan pada total aset yang besar akan menurunkan pembayaran dividen
kepada pemegang saham karena pengelola perusahaan memanfaatkan laba yang
diperoleh perusahaan untuk aktivitas pendanaan internal peluang investasi yang
ada, sehingga semakin besar pertumbuhan pada total aset akan mengakibatkan
perusahaan menurunkan pembayaran dividen. Semakin besar kebutuhan dana di
masa yang akan datang akan semakin memungkinkan perusahaan menahan
keuntungan dan tidak membayarkannya sebagai dividen (Wahyudi dan Baidori,
2008).
2.1.7 Return On Equity (ROE)
Return on Equity (ROE) adalah rasio profitabilitas yang membandingkan
antar net profit perusahaan dengan aset bersihnya (ekuitas atau modal). Rasio ini
mengukur berapa banyak keuntungan yang dihasilkan oleh perusahaan
ROE membandingkan laba bersih setelah pajak dengan ekuitas yang telah
diinvestasikan pemegang saham perusahaan (Van Horne dan Wachowicz, 2005).
Rasio ini menunjukkan daya untuk menghasilkan laba atas investasi berdasarkan
nilai buku para pemegang saham dan sering kali digunakan dalam
membandingkan dua atau lebih perusahaan atas peluang investasi yang baik dan
manajemen biaya yang efektif.
Menurut Tandelilin (2002), ROE mereflesikan seberapa banyak
perusahaan telah memperoleh hasil atas dana yang telah diinvestasikan oleh
pemegang saham baik secara langsung atau dengan laba yang telah ditahan.
2.1.8 Good Corporate Governance (GCG)
Menurut (Suta, 2000) meluasnya kebutuhan terhadap GCG
dilatarbelakangi oleh :
- Berkembangnya equity market, terutama di negara-negara maju
mengharuskan bagi perusahaan dan pelaku pasar lainnya untuk lebih
transparan, fair dan terbuka dalam pembuatan keputusan perusahaan.
- Adanya kompetisi yang semakin tajam terhadap sumber-sumber keuangan
yang dikelola oleh dana pensiun, asuransi, mutual funds, dan
institusi-institusi keuangan lainnya.
- Semakin meningkatnya keterlibatan masyarakat (stakeholders) baik
langsung maupun tidak langsung, dalam kaitannya dengan lingkungan
hidup, tenaga kerja, pengguna dana masyarakat, pajak, dan lain-lain, akan
mengharuskan perusahaan untuk mengembangkan GCG.
- Adanya keharusan dari pemerintah terutama yang terkait dengan regulated
industry seperti pasar modal, perbankan, dan industri-industri penting
Corporate governance mengarahkan pengelolaan perusahaan pada upaya
pencapaian profit dan sustainability secara seimbang (Daniri, 2006). Pencapaian
keuntungan tersebut merupakan wujud pemenuhan pemegang saham
(shareholder) dan tidak dapat dilepaskan dari upaya pencapaian sustainability
yang merupakan wujud pemenuhan kepentingan para pemangku kepentingan
(stakeholders).
Corporate governance berkaitan dengan bagaimana para investor yakin
bahwa manajer akan memberikan keuntungan dan tidak akan melakukan
ekspropriasi yang tidak menguntungkan terhadap dana yang telah ditanamkan
oleh investor (Shleifer dan Vishny, 1989 dalam Darmawati, 2005)
Tata kelola yang baik sebagai bentuk dari perlindungan investor sehingga
membuat investor yang merasa terproteksi akan bersedia mendapatkan dividen
yang lebih rendah dan laba perusahaan dapat digunakan untuk reinvestasi
(Santoso, 2008)
Corporate governance sebagai penentu besarnya kebijakan dividen
(Gluger, 2003). Perusahaan yang melaksanakan corporate governance dapat
mendatangkan pertambahan yang signifikan untuk dividend to cash flow ratio
(Kowalewski et al, 2007).
2.2 Review Peneliti Terdahulu
Penelitian ini meneliti tentang hubungan antara liquidity ratio, leverage,
good corporate governance sebagai variabel intervening, merujuk dari beberapa
penelitian terdahulu yaitu :
Silviana et al (2014) meneliti tentang analisis variabel-variabel yang
mempengaruhi kebijakan dividen menghasilkan bahwa secara simultan keempat
variabel yang digunakan memiliki pengaruh signifikan terhadap kebijakan
dividen. Secara parsial menunjukkan bahwa variabel return on equity berpengaruh
signifikan positif terhadap kebijakan dividen dan variabel debt to equity ratio,
asset growth dan cash ratio berpengaruh signifikan negatif terhadap kebijakan
dividen.
Kurniawan (2012) meneliti tentang variabel-variabel yang mempengaruhi
kebijakan pembayaran dividen pada perusahaan Industri Otomotif yang terdaftar
di BEI menghasilkan bahwa variabel current ratio, debt to equity ratio, free cash
flow mempunyai pengaruh secara parsial terhadap dividend payout ratio.
Sedangkan variabel return on asset dan growth potential tidak mempunyai
pengaruh yang signifikan terhadap dividend payout ratio.
Sulistiyowati ( 2010 ) meneliti tentang pengaruh profitabilitas, leverage,
dan growth terhadap kebijakan dividen dengan good corporate governance
sebagai variabel intervening menghasilkan bahwa tidak mempunyai pengaruh
terhadap kebijakan dividen dengan GCG sebagai variabel intervening. Analisis
menunjukkan bahwa dengan analisis regresi berganda tidak ada satupun variabel
independen dan variabel kontrol yang secara statistik berpengaruh terhadap
Hikmah ( 2010 ) meneliti tentang analisis faktor-faktor yang
mempengaruhi kebijakan dividen: pendekatan teori stakeholder menghasilkan
bahwa besarnya perusahaan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap DPR,
agency cost berpengaruh negatif dan signifikan terhadap DPR, konsentrasi
kepemilikan berpengaruh positif dan signifikan terhadap DPR, biaya transaksi
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap DPR. Dari hasil tersebut dapat
disimpulkan bahwa yang terbukti berpengaruh signifikan terhadap DPR adalah
tiga variabel yaitu free cash flow, konsentrasi kepemilikan dan transaction cost.
Sandy (2013) meneliti tentang pengaruh profitabilitas dan likuiditas
terhadap kebijakan dividen kas pada perusahaan otomotif menghasilkan bahwa
rasio likuiditas yang terdiri atas current ratio dan quick ratio tidak mempunyai
pengaruh yang signifikan terhadap kebijakan dividen kas. Rasio likuiditas
menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban-kewajiban
jangka pendek. Perusahaan dalam membayar dividen memerlukan aliran kas
keluar, sehingga harus tersedia likuiditas yang cukup. Pada current ratio dan
quick ratio. Pada current ratio dan quick ratio terdapat kas sebagai salah satu
sumber untuk pembayaran dividen, namun besarnya current ratio dan quick ratio
tidak hanya dipengaruhi oleh kas saja namun juga oleh beberapa akun seperti
piutang dan persediaan.
Siregar ( 2007 ) meneliti tentang pengaruh pemisahan hak aliran kas dan
hak kontrol terhadap dividen menghasilkan bahwa terjadi konsentrasi kepemilikan
di tangan pemegang saham pengendali yang menyebabkan meningkatnya konflik
Konsentrasi aliran kas merupakan insentif bagi pemegang saham pengendali
untuk menghindari tindakan ekspropriasi.
Suharli ( 2007 ) meneliti tentang pengaruh profitability dan investment
opportunity set terhadap kebijakan dividen tunai dengan likuiditas sebagai
variabel penguatn menghasilkan bahwa likuiditas dapat digunakan sebagai
variabel moderator karena memberikan hasil yang signifikan dalam
mempengaruhi profitabilitas dan kesempatan investasi tapi dari kedua variabel
independen hanya profitabilitas yang dapat mempengaruhi kebijakan dividen.
Ardestani et al (2013) meneliti tentang Dividend Payout Policy,
Investment Opportunity Set and Corporate Financing in the Industrial Product
Sector of Malaysia menghasilkan bahwa set kesempatan investasi dan jatuh tempo
utang adalah faktor-faktor yang berpengaruh secara signifikan terhadap kebijakan
dividen payout perusahaan sampel. Selain itu, profitabilitas dan risiko memainkan
peran penting dalam menentukan kebijakan dividen di sektor produk industri dari
Malaysia.
Moscu et al (2014) meneliti tentang Dividend Policy and Payout Ratio,
Evidence from Bucharest Stock Exchange menghasilkan bahwa kebijakan yang
ditetapkan oleh teori keuangan tidak berlaku dalam praktek perusahaan yang
terdaftar di Bursa Efek Bucharest, tidak termasuk residu dianalisis, dihitung
sebagai rata-rata nilai dividen yang diberikan oleh semua perusahaan di semua
tahun, jumlah yang sama dengan 0,243 lei / saham. Mengenai rata-rata tingkat
pembagian dividen selama 2005-2012 itu adalah 17,29%, dan hanya 26
rata-rata didaftarkan oleh semua perusahaan dalam kebijakan sample.dividend. Lebih
dari 33,33% pada periode 2005-2012, perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek
Bucharest disukai praktek dividen residual, sama dengan nol. Kebijakan sisa lebih
disukai oleh perusahaan yang fokus pada pertumbuhan bisnis. Sementara akan ada
peluang investasi lain ditandai dengan cara NPV positif, perusahaan tidak akan
membagikan dividen.
Tabel 2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu
No Nama Peneliti Topik Variabel Penelitian Hasil Penelitian
1. Charlina Debt to equity ratio Asset growth
Debt to Equity Ratio, Asset Growth, dan
Debt to equity ratio Return on Asset Free Cash Flow Growth Potential
Current Ratio, Debt to Equity, dan Free Cash
Flow memiliki pengaruh terhadap kebijakan dividen.
Return of Asset dan Growth Potential tidak
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kebijakan
rent extraction
7. Baldrie Siregar
( 2007 )
Hak Aliran Kas dan Hak Kontrol memiliki
Addestani,
Dari hasil penelitian terdahulu dapat ditarik beberapa kesimpulan yang
dapat dijadikan bahwa referensi maupun perbandingan bagi penulis. Menurut
Kurniawan (2012) dan Sandy (2013) liquidity ratio atau Current Ratio memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap kebijakan dividen.
Menurut Silviana (2014) dan Sulistiyowati (2010) leverage tidak
berpengaruh terhadap kebijakan dividen, tetapi berbeda dengan pendapat
Kurniawan (2012) yang menyatakan bahwa leverage memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap kebijakan dividen.
Penelitian yang dilakukan oleh Sulistiyowati (2010) mengatakan bahwa
profitabilitas tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kebijakan dividen,
tetapi berbeda dengan pendapat Midiastuty (2008) dan Suharli (2007) yang
menyatakan bahwa profitabilitas memiliki pengaruh yang positif dan signifikan
Menurut Silviana (2014), Kurniawan (2012), dan Sulistiyowati (2010)
menyatakan pendapat bahwa asset growth atau growth potential tidak memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap kebijakan dividen.
Meurut Silviana (2014) bahwa Return on Equity memiliki pengaruh yang
signifikan positif terhadap kebijakan dividen, tetapi berbeda dengan pendapat
Sandy (2013) bahwa Return on Equity tidak memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap kebijakan dividen.
Hasil penelitian terdahulu terdapat pro dan kontra tentang beberapa
variabel yang dapat mempengaruhi kebijakan dividen. Dari perbedaan pendapat
tersebut peneliti ingin melakukan penelitian tentang pengaruh liquidity ratio,
leverage, profitabilitas, asset growth, return on equity, dan good corporate
governance terhadap kebijakan dividen yang terjadi pada perusahaan jasa yang