BAB III
METODE PENELITIAN 3.1 Konsep Metodologi Penelitian
Metodelogi yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat Gambar 3.1.
Mulai 2. Jumlah Lalu Lintas pesawat dan Jenis Pesawat yang landing dan take off
1. Pengolahan Data Kebisingan di Kawasan Bandar Udara Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No 13 Tahun 2010
2. Pengolahan Data Kebisingan di Kawasan Pemukiman Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No 48 Tahun 1996
Pemetaan Kontur Kebisingan dengan Software Surfer 10
Kesimpulan
III-2 3.2 Lokasi dan Waktu Sampling
3.2.1 Lokasi
Penelitian akan dilakukan di Bandar Udara Internasional Kualanamu. Secara administratif Bandar Udara Internasional Kualanamu terletak di Desa Beringin, Kecamatan Beringin, Kabupaten Deli Serdang dan berdekatan dengan pemukiman penduduk diantaranya adalah Desa Sidourip yang berjarak 0,15 km dari runway 05, Kecamatan Pantai Labu yang berjarak 0,15 km dari runway 23, dan Desa Karang Anyar sekitar 1 km dari pintu gerbang Bandar Udara Internasional Kualanamu. Secara geografis terletak pada 03°36'12,04’’– 03°36’12,04’’ LU dan 98°51'42,97’’-
98°50’51,07’’ BT sampai dengan 03°39'20,75’’ –03°38’35,16’’ LU dan 98°51'42,97’’ -
98°54’08,02’’ BT. Dengan topografi cenderung miring ke utara dan berada pada
ketinggian 2,5 – 37,5 meter di atas permukaan laut.
Lokasi penelitian yang berada di kawasan Bandar Udara Internasional Kualanamu ini akan dibagi menjadi 12 (dua belas) titik sampling yaitu, pintu gerbang Bandar Udara Intetnasional Kualanamu, tempat parkir A7, kedatangan domestik, apron v, apron w, apron y, runway 23, ±1 km setelah runway 23, ±1 km sebelum runway 05, runway 05, Desa Sidourip (jarak dengan runway 23 berkisar 1,71 Km), dan Dusun III Gang Apel (jarak dengan runway 23 berkisar 2,54 Km).
Pemilihan titik sampling berdasarkan pertimbangan tertentu serta telah memenuhi persyaratan dan tujuan penelitian. Adapun alasan maupun persyaratannya dalam penentuan titik sampling, yaitu (Alihta, 2017):
1. Area tersebut merupakan area yang menimbulkan kebisingan yang tinggi. Daerah yang didahulukan untuk dipantau hendaknya daerah-daerah dengan konsentrasi pencemar tinggi. Satu atau lebih stasiun pemantau mungkin dibutuhkan di sekitar area tersebut.
2. Di daerah yang memungkinkan menerima paparan kebisingan.
3. Di daerah sekitar lokasi penelitian yang diperuntukkan untuk kawasan studi.
III-3 5. Mewakili seluruh wilayah studi. Informasi kualitas kebisingan di seluruh wilayah
studi harus diperoleh agar kualitas kebisingan diseluruh wilayah dapat dievaluasi.
Sementara itu, untuk koordinat titik sampling dapat dilihat pada Tabel 3.1 dan untuk peta lokasi titik sampling dapat dilihat pada Lampiran 6.
Tabel 3.1 Koordinat Titik Sampling
No. Titik Sampling N E
1. Pintu Gerbang KNO 03°36'46,71’’ 98°51'23,12’’ 2. Tempat Parkir A7 03°36'46,42’’ 98°51'23,31’’ 3. Kedatangan Domestik 03°36'46,70’’ 98°51'23,44’’
4. Apron V 03°38'17,96’’ 98°52'42,07’’
5. Apron W 03°38'16,42’’ 98°52'43,76’’
6. Apron Y 03°38'09,15’’ 98°53'01,74’’
7. Runway 23 03°39'28,77’’ 98°53'20,87’’
8. Runway setelah 23 03°39'02,19’’ 98°52'52,42’’
9. Runway sebelum 05 03°38'22,34’’ 98°52'12,90’’
10. Runway 05 03°38'21,80’’ 98°52'11,42’’
11. Dusun III 03°36'09,62’’ 98°51'38,14’’
12. Desa Sidourip 03°37'00,14’’ 98°50'52,7’’ Sumber: Data Primer, 2016
3.2.2 Waktu Sampling
Waktu pengambilan sampel kebisingan untuk daerah bandar udara dan kawasan pemukiman bandar udara dilakukan selama 3 hari. Pemilihan waktu sampling untuk kawasan bandar udara mengikuti Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 13 Tahun 2010 dan untuk kawasan pemukiman bandar udara mengikuti Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 48 Tahun 1996.
III-4 Tabel 3.2 Waktu Sampling Kebisingan di Kawasan Bandar Udara dan Pemukiman
Hari/Tanggal Titik Waktu Variabel yang diukur
Rabu / 23 November Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel dependen. Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2009).
Variabel bebas yang diukur dalam penelitian ini adalah jumlah lalu lintas pesawat udara. Sedangkan variabel terikat yang diukur dalam penelitian ini adalah kebisingan yang dihasilkan oleh aktivitas pesawat.
3.4 Pengumpulan Data 3.4.1 Data Primer
III-5 1. Tingkat Kebisingan
Sampling ini dilakukan untuk mendapatkan hasil tingkat kebisingan yang dihasilkan oleh pesawat dan aktivitas yang ada di kawasan bandar udara dan wilayah pemukiman bandar udara. Pengukuran dilakukan secara manual untuk mendapatkan data atau nilai harian (24 jam). Alat yang digunakan untuk pengukuran kebisingan adalah Sound Level Meter yang berfungsi untuk mengukur kebisingan, suara yang tidak dikehendaki, atau yang dapat menyebabkan rasa sakit telinga. Sound Level Meter berfungsi untuk mengukur kebisingan antara 30 – 130 dB dalam satuan dBA dari frekuensi antara 20 – 20.000 Hz. Tingkat ketelitian pengukuran berkisar dari 26 dBA. Prosedur pengukuran kebisingan dengan menggunakan sound level meter
sesuai dengan SNI 7231 : 2009 Tentang Metoda Pengukuran Intensitas Kebisingan di Tempat Kerja, yaitu:
a. Hidupkan alat ukur kebisingan.
b. Periksa kondisi baterai, pastikan bahwa keadaan power dalam kondisi baik. c. Sesuaikan pembobotan waktu respon alat ukur dengan karakterisitik sumber
bunyi yang diukur (S untuk sumber bunyi relative konstan atau F untuk sumber bunyi kejut).
d. Posisikan microphone alat ukur setinggi posisi telinga manusia. Hindari terjadiya refleksi bunyi dari tubuh atau penghalang sumber bunyi.
e. Arahkan microphone alat ukur dengan sumber bunyi sesuai dengan karakterisitik
microphone (microphone tegak lurus dengan sumber bunyi, 70° - 80° terhadap sumber bunyi).
f. Pilih tingkat tekanan bunyi (SPL) atau tingkat tekanan sinambung setara (Leq). Sesuaikan dengan tujuan pengukuran.
g. Catat hasil pengukuran tingkat kebisingan.
h. Bila alat ukur Sound Level meter tidak memiliki fasilitas Leq maka dihitung secara manual.
III-6
Gambar 3.2 Sound Level Meter KW06-290 Sumber: Krisbow KW06-290
Spesifikasi alat dapat dilihat pada Tabel 3.3:
Tabel 3.3 Spesifikasi Alat Sound Level Meter KW06-290
Standar IEC651 type 2
Rentang Frekuensi 31.5 Hz ~ 8 KHz Rentang Pengukuran 35 ~ 130 dB
Layar LCD 4 digits
Mikrofon ½ “kondenser
Waktu Pengukuran Cepat (F): 125 mikrodetik
Lambat (S) 0.5 detik
Akurasi ± 1.5dB
Keluaran AC 0.65 Vrms at FS (batas dari tiap tingkat rentang)
Keluaran DC 10mV/dB
Baterai 1 buah baterai 9V,006P atau IEC 6F22 atau NEDA 1604
Tenaga 50 jam (baterai alkalin) Temperatur Operasi 0 ~ 40°C (32 ~ 104°F) Kelembapan Operasi 10 ~ 90% RH
Temperatur Penyimpanan -10 ~ 60°C (14 ~ 140°F) Kelembapan Penyimpanan 10 ~ 75%RH
III-7 Pengukuran dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. Pasang Baterai
b. Nyalakan dengan menekan tombol ON, kemudian pilih waktu pengukuran yang diinginkan.
c. Tentukan tingkatan yang diinginkan
d. Pegang alat di tangan atau pasang di kaki tiga, arahkan alat ke sumber bunyi
e. Ketika fungsi MAX diaktifkan, alat hanya akan menangkap dan menampilkan tingkat suara yang paling tinggi.
f. Ketika fungsi hold diaktifkan, alat akan menahan pengukuran terakhir yang dilakukan, untuk mengembalikan ke normal, tekan tombol hold sekali lagi. g. Ketika sudah selesai melakukan pengukuran, matikan dengan menekan tombol
OFF kemudian lepas baterai bila alat tidak akan dipergunakan dalam jangka waktu lama.
2. Perhitungan jumlah lalu lintas pesawat dan jenis pesawat yang landing dan take off
Untuk mengetahui jumlah lalu lintas pesawat dan jenis pesawat yang landing dan
take off pada hari penelitian dilakukan dengan cara menghitung manual di lokasi sampling (traffic counting).
3.4.2 Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang mendukung penelitian. Data sekunder yang diperlukan, meliputi:
1. Laporan RKL/RPL terkait Pemantauan Kebisingan yang terakhir
Laporan ini digunakan untuk meninjau parameter yang didapatkan saat PT. Angkasa Pura II (Persero) melakukan pemantauan kebisingan dan membandingkan dengan parameter yang didapatkan disaat melakukan penelitian.
2. Peta Batas Kawasan Kebisingan
III-8 3.5 Pengolahan Data dan Analisis Data
Data yang telah dikumpulkan dilakukan pengolahan dan dianalisis dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif.
3.5.1 Analisis Kuantitatif
Metode pengolahan data dilakukan dengan 2 (dua) tahap yaitu, menghitung konsentrasi kebisingan di kawasan bandar udara dan pemukiman serta melakukan pemetaan dengan menggunakan surfer 10.
Menghitung kebisingan kawasan pemukiman mengikuti perhitungan berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 48 Tahun 1996. Rumus perhitungan tersebut dapat dilihat pada Persamaan (2.1), (2.2) dan (2.3). Sedangkan untuk menghitung kebisingan kawasan bandar udara mengikuti perhitungan berdasarkan dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 13 Tahun 2010. Rumus perhitungan dB(A) dan WECPNL untuk kebisingan kawasan bandar udara dapat dilihat pada Persamaan (2.4), (2.5) dan (2.6).
Pada kawasan bandar udara dilakukan perhitungan rata-rata pada kedua hari pengukuran sampling berdasarkan nilai WECPNL yang didapat pada setiap titik. Perhitungan ini dilakukan agar mengetahui nilai rata-rata antara hari pengukuran pertama yang diambil pada hari biasa (weekday) dengan pengukuran hari kedua yang bertepatan pada hari libur nasional dimana terdapat perbedaan aktivitas pergerakan pesawat. Hasil perhitungan rata-rata tersebut akan memperlihatkan posisi sumber bising yang paling tinggi. Perbedaan antara perhitungan di pemukiman dengan di bandar udara terletak pada waktu pengambilan sampling. Pengukuran di pemukiman memiliki 7 (tujuh) rentang waktu sampling, sedangkan di bandar udara 4 (empat) rentang waktu sampling dimana pada pengukuran kedua yaitu pukul 07:00-19:00 dilakukan 2 (dua) kali pengambilan sampel.
III-9 diprediksi sesuai dengan sampling pengukuran kebisingan yang sekarang. Pemetaan tersebut akan diaplikasikan menggunakan software Surfer 10. Surfer 10 berfungsi untuk membuat peta kontur pada suatu peta, menggambarkan pandangan 3D pada suatu permukaan (surface), dan mengetahui volume tanah. Data yang dibutuhkan pada data
surfer hanya koordinat X, Y, Z. Lembar kerja surfer terdiri dari empat bagian, yaitu (Wilianto, 2015):
a. Surface Plot adalah lembar kerja yang digunakan untu membuat peta atau file grid.
b. Worksheet adalah lembar kerja yang digunakan untuk melakukan input data XYZ.
c. Editor adalah untuk membuat atau mengolah file teks ASCII dan untuk mengetahui hasil perhitungan volume.
d. Overlay peta kontur adalah untuk menampakkan sebuah peta kontur dengan sebuah data raster, atau sebuah peta kontur dengan model tiga dimensi.
Langkah-langkah menggunakan Surfer 10, yaitu (Budiarjo, 2013): a. Pilih File –New –Worksheet
b. Masukkan data X,Y,Z pada worksheet yang telah disimpan, tekan OK c. Save worksheet tersebut
d. Setelah di save, buka menu File –New–Plot Document
e. Pilih menu Grid – Data, pilih file worksheet yang disimpan, tekan OK f. Setelah itu keluar kotak dialog untuk mengatur grid
g. Setelah itu tekan Map –New –Contour Map, pilih file yang sudah di grid tadi h. Export dalam format *kml
i. Buka google earth– pilih file yang telah di export
j. Setelah itu akan muncul peta yang sudah di grid dengan bentuk koordinat yang sesuai
3.5.2 Analisis Kualitatif/Deskriptif
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Volume Lalu Lintas Pesawat
Pengamatan volume lalu lintas pesawat dilakukan pada hari Selasa, 22 November 2016 dan hari Sabtu, 31 Desember 2016. Total jumlah pesawat yang melintas pada hari selasa, 22 November 2016 sebanyak 243 pesawat dan hari Sabtu, 31 Desember 2016 sebanyak 243 pesawat. Untuk lebih jelasnya, volume lalu lintas berdasarkan waktu pengamatan pagi, siang dan malam hari dapat dilihat pada Gambar 4.1.
Gambar 4.1 Volume Lalu Lintas Pesawat Sumber: Data Primer, 2016
Berdasarkan Gambar 4.1 menunjukkan bahwa rata-rata volume pesawat untuk hari Selasa, 22 November 2016 dengan hari Sabtu, 31 Desember 2016 tidak jauh beda jumlahnya. Hal ini disebabkan pada Hari Sabtu, 31 Desember 2016 terdapat 9 (sembilan) pesawat yang dibatalkan penerbangannya. Jumlah pesawat yang melakukan penerbangan lebih banyak dilakukan pada pukul 07:00-19:00 WIB. Untuk waktu keberangkatan dan kedatangan pesawat selama waktu pengamatan dapat dilihat pada Lampiran 1.
0 50 100 150 200 250
00:00-07:00 07:00-19:00 19:00-22:00 22:00-00:00
Ju
m
lah
Pe
sawat
(Un
it)
Hari & Waktu Sampling
Selasa, 22 November 2016
IV-2 4.2 Tingkat Kebisingan
4.2.1 Tingkat Kebisingan Pesawat
Berdasarkan hasil pengukuran kebisingan di sekitar Bandar Udara Internasional Kualanamu dapat diketahui tingkat kebisingan dari pesawat. Mengetahui tingkat kebisingan pesawat bertujuan untuk mendapatkan pola tingkat kebisingan selama 3 hari pengukuran. Hari pertama pengukuran dilakukan pada Hari Selasa, 22 November 2016 dengan 10 titik pengukuran. Adapun hasil pengukuran tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.1
Tabel 4.1 Tingkat Kebisingan Pesawat Hari Selasa, 22 November 2016 Jam
Adapun untuk mengetahui pola tingkat kebisingan pada hari pertama sampling dapat dilihat pada Gambar 4.2.
IV-3 Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 48 Tahun 1996 baku mutu tingkat kebisingan untuk bandar udara adalah 70 dB. Dapat dilihat dalam Gambar 4.2 dan Tabel 4.1 terdapat 4 (empat) titik yang sudah melewati batas baku mutu. Tingkat kebisingan paling tinggi terletak pada titik 4 (empat) dimana posisi tersebut berada di apron V dengan nilai 75,8 dB dan pengukuran dilakukan pada pukul 06:00 – 06:10 WIB. Pada kondisi ini, sumber bising yang utama berasal dari
landing take off sebanyak 6 (enam) unit. Selain itu, sumber lain berasal dari aktifitas mobil angkutan barang melewati apron V sehingga memicu tingginya tingkat kebisingan pada titik 4 (empat) tersebut.
Pada titik 3 (tiga) yang merupakan kedatangan domestik tingkat kebisingan juga cukup tinggi berkisar 74,9 dB. Tingginya tingkat kebisingan pada titik ini berasal dari aktifitas landing take off pesawat dimana jarak antara apron dan kedatangan domestik ± 172 m. Menurut Mahbubiyah (2011), efek kebisingan dapat dirasakan 15 mil = 24.000 m jauhnya pada saat pesawat melakukan landing take off. Selain itu, sumber lain berasal dari aktivitas di dalam ruangan kedatangan domestik yang memicu tingginya tingkat bising yang dihasilkan.
Tingkat kebisingan pada titik 6 (enam) yang merupakan apron Y juga memiliki tingkat kebisingan yang tinggi yaitu 71,2 dB. Sumber bising utama pada titik ini adalah pada saat pengukuran terdapat ± 5 pesawat yang sedang parkir dan menghidupkan mesin pesawa, aktifitas landing take off dan banyaknya petugas
ground handling yang melewati area tersebut sehingga memicunya tingkat kebisingan.
Pada titik 5 (lima) yang merupakan area apron W memiliki tingkat kebisingan yang cukup tinggi yaitu 70,8 dB. Tingginya tingkat kebisingan pada titik ini, berasal dari aktifitas landing sebanyak 4 (empat) pesawat pada saat pengukuran. Sumber lainnya, berasal dari pesawat yang sudah berada di apron W yang sedang melakukan penurunan barang sehingga banyaknya mobil angkutan yang melewati titik 5 tersebut.
IV-4 tidak langsung dirasakan oleh penerima paparan. Hal ini dikarenakan Pengendalian yang dapat dilakukan adalah selalu menggunakan alat pelindung diri ketika berada di lapangan, melakukan pergantian shift bekerja terhadap petugas dan melakukan pengecekan mesin kendaraan angkutan barang ataupun kendaraan petugas lapangan agar tidak menimbulkan bising yang berlebihan.
Hari kedua pengukuran dilakukan pada Hari Sabtu, 31 Desember 2016 dengan 10 titik pengukuran. Adapun hasil pengukuran tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Tingkat Kebisingan Pesawat Hari Sabtu, 31 Desember 2016 Jam
Adapun untuk mengetahui pola tingkat kebisingan pada hari kedua sampling dapat dilihat pada Gambar 4.3.
IV-5 Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidp Nomor 48 Tahun 1996 baku mutu tingkat kebisingan untuk bandar udara adalah 70 dB. Dapat dilihat dalam Gambar 4.3 dan Tabel 4.2 terdapat 4 (empat) titik yang sudah melewati batas baku mutu, 3 (tiga) titik tersebut berada pada titik 4 (apron V), titik 5 (apron W) dan titik 6 (apron Y). Dari ketiga titik tersebut tingkat kebisingan paling tinggi terletak pada titik 6 (enam) dimana posisi tersebut berada di apron Y dengan nilai 103,5 dB. Pada kondisi ini, ketiga titik tersebut memiliki sumber bising yang sama yaitu berasal dari
landing take off pesawat. Selain itu, sumber lain berasal dari aktifitas mobil angkutan yang akan memasuki barang ke pesawat dan mengambil barang dari pesawat yang memicu tingginya tingkat kebisingan pada ketiga titik tersebut.
Pada titik 7 (tujuh) yang merupakan area runway 23 memiliki nilai tingkat kebisingan yang cukup tinggi yaitu 72,4 dB. Tingkat kebisingan berasal dari aktifitas landing take off sebanyak 8 (delapan) pesawat pada saat pengukuran.
Untuk titik 4, 5 dan 6 dimana area tersebut adalah apron V, W dan Y memiliki tingkat kebisingan yang tinggi dan penerima yang terkena paparan kebisingan adalah petugas lapangan ataupun staff yang bekerja di ruangan sekitar apron. Pengendalian yang dapat dilakukan adalah selalu menggunakan alat pelindung diri ketika berada di lapangan, melakukan pergantian shift bekerja terhadap petugas dan melakukan pengecekan mesin kendaraan angkutan barang ataupun kendaraan petugas lapangan agar tidak menimbulkan bising yang berlebihan dan menambahi pemedam suara untuk ruangan kerja di sekitar apron.
Untuk titik 7 (tujuh) dimana area tersebut adalah runway 23 memiliki tingkat kebisingan yang sudah melewati batas baku mutu dan penerima yang memungkinkan terkena paparan adalah petugas yang berada di pos jaga area jalan lintas runway dan pemukiman. Pengendalian yang dapat dilakukan adalah melakukan pergantian shift jaga untuk petugas, menggunakan alat pelindung diri untuk petugas di pos jaga, memasang dinding pengahalang ataupun menanam pohon di luar jalan lintas runway
IV-6 4.2.2 Tingkat Kebisingan di Pemukiman
Berdasarkan hasil pengukuran kebisingan dapat diketahui tingkat kebisingan dari pesawat untuk wilayah pemukiman. Pengukuran dilakukan pada hari Sabtu, 31 Desember 2016 dan hari Minggu, 01 Januari 2017 dini hari. Lokasi pengukuran berada di Dusun III Gang Apel (titik 11) dan Desa Sidourip (titik 12). Adapun hasil pengukuran tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3 Tingkat Kebisingan Pesawat di Pemukiman
Waktu
Adapun untuk mengetahui pola tingkat kebisingan untuk wilayah pemukiman dapat dilihat pada Gambar 4.4.
Gambar 4.4 Pola Tingkat Kebisingan Wilayah Pemukiman Sumber: Data Primer, 2016
Menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 48 Tahun 1996 tentang baku tingkat kebisingan peruntukan kawasan pemukiman memiliki baku mutu
IV-7 55 dB. Dapat dilihat pada Tabel 4.3 dan Gambar 4.4 titik 11 memiliki tingkat kebisingan diatas baku mutu kecuali pada saat pengukuran pukul 03:04 – 03:13 WIB dikarenakan pada saat sampling tidak adanya pesawat yang sedang melintas dan kendaraan di sekitar pemukiman masih sedikit yang bergerak. Jarak antara runway
dengan titik 11 berkisar ± 2,6 Km. Untuk menghitung tingkat kebisingan dapat menggunakan Persamaan (2.1), (2.2) dan (2.3).
Dari Tabel 4.3 dapat diketahui L1 – L7 untuk titik 11. Untuk mengetahui tingkat kebisingan di titik 11 maka dilakukan perhitungan sesuai Persamaan (2.1), (2.2) dan (2.3).
LS = 10 log 1/16 {3.100,1.61 + 5.100,1.59,2 + 3.100,1.60,6 + 5.100,1.61,8} (4.1)
= 10 log (1184241,387) = 60,73 dB
LM = 10 log 1/8 {2.100,1.59,1 + 3.100,1.51,1 + 3.100,1.60,7} (4.2)
= 10 log (692103,5703) = 58,40 dB
LSM = 10 log 1/24 {16.100,1.60,73 + 8.100,1(58,40 + 5} (4.3)
= 61,81 dB
Dari Tabel 4.3 dapat diketahui L1 – L7 untuk titik 12. Untuk mengetahui tingkat kebisingan di titik 11 maka dilakukan perhitungan sesuai Persamaan (2.1), (2.2) dan (2.3).
LS = 10 log 1/16 {3.100,1.53,6 + 5.100,1.62,1 + 3.100,1.62,1 + 5.100,1.56,8} (4.4)
= 10 log (1003430,721) = 60,01 dB
LM = 10 log 1/8 {2.100,1.54,2 + 3.100,1.48,4 + 3.100,1.53,0} (4.5)
IV-8 LSM = 10 log 1/24 {16.100,1.60,01 + 8.100,1(52,21 + 5} (4.6)
= 59,26 dB
Dari perhitungan diatas dapat dilihat titik 11 (Dusun III Gang Apel) untul waktu siang didapatkan nilai 60,73 dB, waktu malam 58,40 dB dan pengukuran siang dan malam 61,81 dB. Untuk perhitungan titik 12 (Desa Sidourip) didapatkan hasil waktu siang 60,01 dB, waktu malam 52,21 dB dan pengukuran siang dan malam 59,26 dB. Berdasarkan data tersebut kedua titik tersebut sudah melewati batas baku mutu untuk wilayah pemukiman yaitu 55 dB. Tingkat kebisingan yang tinggi berasal dari aktifitas
landing take off dan aktifitas kendaraan di daerah pemukiman tersebut. Jarak antara
runway 05 dengan titik 11 (Dusun III) ± 2,54 km dan jarak antara runway 05 dengan titik 12 (Desa Sidourip) ± 1,71 km.
Menurut data laporan RKL & RPL Semester I Tahun 2016 PT. Angkasa Pura II (Persero) melakukan sampling kebisingan di salah satu kawasan pemukiman. Kawasan pemukiman tersebut berada sama dengan titik 11 yaitu Dusun III. Pihak PT. Angkasa Pura (Persero) mendapatkan hasil pemantauan dengan nilai 57,70 dB dan pada titik 11 didapatkan nilai 61,81 dB. Perbedaan nilai yang tidak terlalu jauh tetapi hal ini dikarenakan adanya perbedaan waktu sampling dimana penulis melakukan sampling sesuai Keputusan Menteri Lingkugan Hidup Nomor 48 Tahun 1996 yaitu selama 24 jam dengan rentang waktu 7 (tujuh) untuk pengambilan sampel.
Gangguan yang dapat diterima langsung oleh warga adalah gangguan komunikasi yang dapat menyebabkan sulitnya melakukan percakapan, berkurangnya kualitas istirahat di malam hari, bagi wanita hamil akan mempengaruhi janin dikandungan dan dalam jangka panjang akan mengalami tuli permanen yang diakibatkan paparan bising terus menerus dengan intensitas bising lebih dari 85 dB selama 8 jam atau lebih dalam sehari.
IV-9 rapat dan tinggi akan dapat mengurangi kebisingan. Dedaunan tanaman dapat menyerap kebisingan sampai 95%. Contoh tanamannya adalah bambu jepang dan tanaman jati emas, sedangkan untuk jenis rumput adalah rumput swiss dan rumput gajah (Grey and Deneke, 1978).
4.3 Perhitungan WECPNL
Nilai WECPNL didapatkan dari perhitungan sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor: KM 13 Tahun 2010. Salah satu parameter perhitungan WECPNL bisa didapatkan dari hasil pengukuran kebisingan di lapangan. Rumus yang digunakan untuk perhitungan ini adalah:
WECPNL = dB(A) + 10 logn N – 27 (4.7)
dB(A) = 10 log [(1/n) x i = 1 10 Li/10] (4.8)
N = N2 + 3N3 +10 (N1 + N4) (4.9)
Dimana :
WECPNL = Weighted Equivalent Continuous Perceived Noise Level adalah satu diantara beberapa index tinglat kebisingan pesawat uara yang ditetapkan
dan direkomendasikan oleh ICAO.
dB(A) = Nilai decibel bobot A rata-rata dari setiap puncak kesibukan pesawat dalam satu hari pengukuran.
n = Jumlah kedatangan dan keberangkatan pesawat udara selama periode 24 jam.
Li = Bacaan dB(A) tertinggi dari penerbangan pesawat ke i dalam satu hari pengukuran.
N = Jumlah kedatangan dan keberangkatan pesawat udara yang dihitung berdasarkan pemberian bobit yang berbeda untuk pagi, siang, dan malam.
N1 = Jumlah kedatangan dan keberangkatan pesawat udara dari jam 00:00
– 07:00.
N2 = Jumlah kedatangan dan keberangkatan pesawat udara dari jam 07:00
IV-10 N3 = Jumlah kedatangan dan keberangkatan pesawat udara dari jam 19:00
– 22:00.
N4 = Jumlah kedatangan dan keberangkatan pesawat udara dari jam 22:00
– 00:00.
Nilai n, N, N1, N2, N3, N4 didapatkan dari pengolahan data jadwal penerbangan yang
didapatkan yang didapatkan dari website PT. Angkasa Pura II. Berikut adalah nilainya:
Tabel 4.4 Parameter Perhitungan WECPNL
Hari N1 N2 N3 N4 N n 1 11 200 28 4 434 243 2 12 202 25 4 437 243
Sumber: Data Primer, 2016
Nilai Li adalah nilai Leq tertinggi pada periode pagi, siang, sore, dan malam. Berikut adalah nilai Li per titik per hari yang disajikan pada Tabel 4.5 dan Tabel 4.6.
Tabel 4.5 Nilai Li Per Periode Hari Ke-1
Periode Titik 1 Titik 2 Titik 3 Titik 4 Titik
Tabel 4.6 Nilai Li Per Periode Hari Ke-2
IV-11 Dari data-data diatas maka dapat dihitung nilai dB (A) dan WECPNL per titik per hari. Berdasarkan hasil perhitungan, didapatkan nilai dB (A) dan WECPNL. Hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 4.7.
Tabel 4.7 Nilai dB (A) dan WECPNL Pada Kedua Hari Pengukuran
Hari Titik Nilai dB (A) Nilai WECPNL
Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidp Nomor 48 Tahun 1996 baku mutu tingkat kebisingan untuk bandar udara adalah 70 dB. Dari Tabel 4.7 untuk pengukuran hari Selasa, 22 November 2016 didapatkan hasil untuk titik 1, 2, 3, 5, 6, 7, 8, 9 dan 10 masih dibawah 70 dB tetapi untuk titik 4 (apron V) didapatkan tingkat bising yang tinggi dengan nilai 76,04 dB. Untuk pengukuran hari Sabtu, 31 Desember 2016 didapatkan hasil untuk titik 1, 2, 3, 4, 7, 8, 9 dan 10 masih dibawah 70 dB tetapi untuk titik 5 (apron W) didapatkan nilai yang tinggi yaitu 70,34 dB dan titik 6 (apron Y) didapatkan nilai 87,14 dB.
IV-12 bising yang tinggi. Terlebih lagi pada hari Sabtu, 31 Desember 2016 merupakan hari libur nasional dimana aktifitas penerbangan mengalami peningkatan. Berdasarkan Laporan RKL & RPL Semester I 2016 Angkasa Pura II pergerakan pesawat udara pada hari libur nasional mencapai 190-200 pergerakan/hari dan pada hari pengukuran pesawat melakukan aktifitas sebanyak 243 pergerakan/hari.
Menurut Laporan RKL & RPL Semester I Tahun 2016 PT. Angkasa Pura II (Persero) melakukan pemantauan kebisingan di runway 23 dan runway 05. Hasil yang didapat berbeda dengan hasil penelitian yang didapat yaitu PT. Angkasa Pura II (Persero) mendapat nilai untuk runway 23 sebesar 73,00 dB dan runway 05 sebesar 70,30 dB. Sementara hasil penelitian mendapatkan untuk pengukuran hari pertama runway 23 sebesar 85,03 dB dan runway 05 sebesar 93,23 dB, untuk pengukuran hari kedua
runway 23 sebesar 87,26 dB dan runway 05 sebesar 83,46 dB. Hal ini disebabkan oleh pengukuran waktu sampling yang dilakukan sesuai Peraturan Menteri Perhubungan Nomor: KM 13 Tahun 2010 selama 24 jam pengukuran dengan pembagian 4 (empat) rentang waktu.
Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor : KM 13 Tahun 2010 dalam Pasal 1 Ayat 3 kawasan kebisingan adalah kawasan tertentu di sekitar bandar udara yang terpengaruh gelombang suara mesin pesawat udara dan dapat mengganggu lingkungan. Pada pasal 3 disebutkan bahwa kawasan kebisingan di sekitar bandar udara terdiri dari:
a. Kawasan kebisingan tingkat I
Kawasan yang dimanfaatkan untuk semua jenis pembangunan gedung maupun pengadaan kegiatan, kecuali untuk gedung sekolah dan rumah sakit, dan mempunyai nilai tingkat kebisingan lebih besar atau sama dengan 70 WECPNL
sampai dengan lebih kecil 75 WECPNL (70 ≤ WECPNL < 75).
b. Kawasan kebisingan tingkat II
Kawasan yang dimanfaatkan untuk semua jenis pembangunan gedung maupun pengadaan kegiatan, kecuali untuk gedung sekolah, rumah tinggal, rumah sakit dan mempunyai nilai tingkat kebisingan lebih besar atau sama dengan 75 WECPNL
IV-13 c. Kawasan kebisingan tingkat III
Kawasan yang dimanfaatkan untuk pembangunan bandar udara dan berbagai dan dan dilengkapi dengan insulasi suara dan mempunyai nilai tingkat kebisingan lebih
besar atau sama dengan 80 WECPNL (WECPNL ≥ 80).
Dari Tabel 4.7 dapat diketahui nilai WECPNL dan batas kawasan kebisinganya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4.8.
Tabel 4.8 Batas Kawasan Kebisingan dari Nilai WECPNL
Hari No. Titik Nilai WECPNL Batas Kawasan Kebisingan
1
1. Gerbang KNO 86,83 Kawasan Kebisingan III 2. Tempat Parkir 74,53 Kawasan Kebisingan I 3. Kedatangan Domestik 81,93
Kawasan Kebisingan III
75,73 Kawasan Kebisingan II
10. Runway 05 93,23 Kawasan Kebisingan III
2
1. Gerbang KNO 90,16
Kawasan Kebisingan III 2. Tempat Parkir 85,76
3. Kedatangan Domestik 81,46
IV-14 kawasan kebisingan II yang dimanfaatkan untuk pembangunan gedung kecuali untuk gedung sekolah, rumah tinggal dan rumah sakit. Untuk titik 2 yaitu tempat parkir A7 mendapatkan nilai WECPNL 74,53 dB dan termasuk dalam kawasan kebisingan I yang dimanfaatkan untuk semua jenis pembangunan gedung maupun pengadaan kegiatan, kecuali untuk gedung sekolah dan rumah sakit.
Untuk pengukuran hari kedua dari Tabel 4.8 dapat dikatakan semua titik termasuk dalam kawasan kebisingan III, yang membedakan adalah pada titik 2 yaitu area parkir yang pada hari pertama pengukuran termasuk dalam kawasan kebisingan I dan titik 9 yaitu ± 1 km sebelum runway 05 pada pengukuran hari pertama termasuk dalam kawasan kebisingan II. Hal ini disebabkan pada pengukuran hari kedua untuk titik 2 bertambahnya kendaraan yang menjemput atau mengantar yang bertepatan dengan hari libur nasional sehingga terjadi pemadatan di area parkir dan untuk titik 9 pada saat pengukuran hari pertama tidak adanya aktifitas pesawat sehingga tingkat kebisingan tidak terlalu tinggi.
4.4 Pemetaan Kebisingan
IV-15 Tabel 4.9 Perbandingan Batas Kawasan Kebisingan Hari Pertama
Titik Nilai WECPNL Pemetaan Surfer 10 Pemetaan PT. Angkasa Pura II
4. Apron V 102,13 Kawasan Kebisingan III
Kawasan Kebisingan II
5. Apron W 94,13 Kawasan Kebisingan III
Kawasan Kebisingan II
6. Apron Y 80,73 Kawasan Kebisingan III terdapat beberapa titik yang telah berubah peruntukannya kecuali titik 7 ( runway 23), titik 8 (runway setalah 23) dan titik 10 (runway 05) yang tetap berada batas kawas kebisingan III. Hal ini disebabkan pada saat pembentukan batas kawasan kebisingan yang awal untuk gerbang bandar udara pada saat pembangunan area pemukiman tidak sepadat sekarang yang menghasilkan tingkat bising yang tinggi, area parkir yang diprediksi masuk dalam kawasan kebisingan II tetapi pada saat hari pengukuran terjadi pengurangan aktifitas antar-jemput, untuk area kedatangan domestik dan area
IV-16 menjemput juga semakin banyak dan semakin tinggi aktifitas di bandara bertambahnya juga tempat makan yang menimbulkan suara bising semakin tinggi. Pemetaan WECPNL hari kedua dibandingkan dengan pemetaan kebisingan PT. Angkasa Pura II dapat dilihat pada Tabel 4.10.
Tabel 4.10 Perbandingan Batas Kawasan Kebisingan Hari Kedua
Titik Nilai WECPNL Pemetaan Surfer 10 Pemetaan PT. Angkasa Pura II
85,76 Kawasan Kebisingan II
3. Kedatangan
Domestik
81,46 Kawasan Kebisingan II
4. Apron V 94,66 Kawasan Kebisingan II
5. Apron W 96,46 Kawasan Kebisingan II
6. Apron Y 113,26 Kawasan Kebisingan II
7. Runway
23
87,26 Kawasan Kebisingan III
8. ± 1 km setelah
runway 23
81,06 Kawasan Kebisingan III
9. ± 1 km sebelum
runway 05
91,16 Kawasan Kebisingan III
10. Runway
05
83,46 Kawasan Kebisingan III
Sumber: Data Primer, 2016
IV-17 menjadi batas kawasan kebisingan III. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4.11.
Tabel 4.11 Perbandingan Rata-Rata Batas Kawasan Kebisingan Titik Nilai
WECPNL
Pemetaan Surfer 10 Pemetaan PT. Angkasa Pura II
80,14 Kawasan Kebisingan II
3. Kedatangan
Domestik
81,69 Kawasan Kebisingan II
4. Apron V 98,39 Kawasan Kebisingan II
5. Apron W 95,29 Kawasan Kebisingan II
6. Apron Y 96,99 Kawasan Kebisingan II
7. Runway
23
86,14 Kawasan Kebisingan III
8. ± 1 km setelah
runway 23
86,14 Kawasan Kebisingan III
9. ± 1 km sebelum
runway 05
83,44 Kawasan Kebisingan III
10. Runway
05
88,34 Kawasan Kebisingan III
Sumber: Data Primer, 2016
IV-21 Dari Gambar 4.5 untuk WECPNL hari pertama dapat dilihat jelas dimana sumber kebisingan yang paling tinggi berasal dari titik 4 yaitu apron V dengan nilai 102,13 dB. Dapat dilihat pada Gambar 4.6 sumber bising yang paling tinggi berasal dari titik 6 yaitu apron Y dengan nilai 113,26 dB. Pada Gambar jelas terlihat bahwa di semua titik termasuk dalam batas kawasan kebisingan III >80 dB. Pada WECPNL hari pertama dan WECPNL hari kedua memiliki sumber bising yang berasal dari apron. Hal ini sangat jelas bahwa sumber bising untuk kawasan bandar udara berasal aktifitas pesawat.
Perbedaan hari pertama dan hari kedua pada saat pengukuran dilakukan di hari biasa (weekday) dan hari libur nasional. Jika dilihat pada Gambar 4.5 dan Gambar 4.6 hanya terdapat perbedaan di titik 1 (Pintu Gerbang) dimana pada hari pertama didapatkan nilai 86,83 dB dan hari kedua 90,16 dB. Hal ini memungkinkan pada hari pertama tidak banyak kendaraan yang masuk ke bandar udara dibandingkan dengan pengukuran hari kedua. Pada pengukuran hari pertama terdapat batas kawasan kebisingan II di antara titik 8 dan titik 9 hal ini disebabkan karena pada saat pengukuran dilakukan di area tersebut tidak adanya aktivitas pergerakan pesawat.
IV-18 GAMBAR 4.5 WECPNL HARI PERTAMA
LOKASI:
BANDAR UDARA INTERNASIONAL KUALANAMU
KETERANGAN:
IV-19
GAMBAR 4.6 WECPNL HARI KEDUA
LOKASI:
BANDAR UDARA INTERNASIONAL KUALANAMU
KETERANGAN:
IV-20
TITIK 1 : Pintu Gerbang TITIK 2 : Area Parkir A7 TITIK 3 : Kedatangan Domestik TITIK 4 : Apron V TITIK 12 : Desa Siourip
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Berdasarkan hasil pengukuran langsung dilapangan pada hari Selasa, 22 November 2016 tingkat kebisingan maksimal adalah 75,8 dB di titik 4 yaitu apron V pada pengukuran waktu pagi hari dan tingkat kebisingan minimal adalah 40,6 dB di area parkir A7 pada waktu pagi hari. Pada pengukuran dB(A) di titik 4 (apron V) didapatkan tingkat kebisingan 76,04 dB dan WECPNL didapatkan tingkat kebisingan 102,13 dB.
2. Berdasarkan hasil pengukuran langsung dilapangan pada hari Seabtu, 31 Desember 2016 tingkat kebisingan maksimal adalah 103,5 dB di titik 6 yaitu apron Y pada pengukuran waktu pagi hari dan tingkat kebisingan minimal adalah 44 dB di titik 2 area parkir A7 pada waktu malam hari. Pada pengukuran dB(A) di titik 6 (apron Y) didapatkan tingkat kebisingan 87,14 dB dan WECPNL didapatkan tingkat kebisingan 113,26 dB.
3. Berdasarkan hasil pengukuran langsung dilapangan pada hari Sabtu, 31 Desember 2016 untuk kawasan pemukiman tingkat kebisingan maksimal adalah 62,1 dB di titik 12 yaitu Desa Sidourip pada pengukuran siang hari dan tingkat kebisingan minimal adalah 48 dB di titik 12 di Desa Sidourip pada pengukuran tengah malam.
V-2 5.2 Saran
1. Sebaiknya pihak PT. Angkasa Pura II (Persero) melakukan penambahan titik sampling untuk pemantauan yakni pada apron, pintu gerbang untuk melakukan evaluasi terkait kebisingan yang ditimbulkan.
2. Sebaiknya pihak PT. Angkasa Pura II (Persero) melakukan penanaman pohon seperti bambu jepang dan tanaman jati emas atau menanam rum rumput swiss dan rumput gajah di kawasan bandar udara dan wilayah pemukiman terutama wilayah yang dekat dengan runway serta meninggikan dinding penahan di sepanjang jalan lintas runway agar merambat kebisingan yang dihasilkan kepada penerima paparan.
3. Sebaiknya pihak PT. Angkasa Pura II (Persero) pada saat melakukan pemantauan di kawasan bandar udara mengikuti prosedur teknik sampling dan waktu sampling berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor: KM 13 Tahun 2010 dan mealakukan pemantauan di kawasan pemukiman mengikuti prosedur teknik sampling dan waktu sampling berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 48 Tahun 1996 tentang baku tingkat kebisingan peruntukan kawasan pemukiman.
4. Sebaiknya pihak PT. Angkasa Pura II (Persero) melakukan peninjauan terhadap jarak antara bandar udara dengan wilayah pemukiman dimana radius maksimal adalah kawasan yang harus bebas dari gedung bertingkat tinggi radius 60 meter atau setidaknya dalam radius 500 meter dari titik tengah antena radar bandara.