• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perlindungan hukum atas hak cipta dari motif songket sebagai ekspresi budaya tradisional di wilayah Melayu Sumatera Timur (Studi di wilayah Batubara, Deli Serdang dan Langkat)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perlindungan hukum atas hak cipta dari motif songket sebagai ekspresi budaya tradisional di wilayah Melayu Sumatera Timur (Studi di wilayah Batubara, Deli Serdang dan Langkat)"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

A. Pengaturan Hukum Tentang Hak Cipta dari Motif Songket

1. Pengertian Hak Cipta

Istilah Hak Cipta diusulkan pertama kalinya pada Kongres Kebudayaan di Bandung tahun 1951 sebagai pengganti istilah hak pengarang yang dianggap kurang luas cakupan pengertiannya. Istilah hak pengarang itu sendiri merupakan terjemahan dari istilah bahasa BelandaAuters Rechts.58

Dinyatakan kurang luas karena istilah hak pengarang itu memberikan kesan penyempitan, seolah-olah yang dicakup oleh hak pengarang itu hanyalah hak dari pengarang saja, atau yang ada sangkut pautnya dengan hak pengarang. Sedangkan istilah Hak Cipta itu lebih luas, dan ia mencakup juga tentang karang mengarang. Lebih jelas batasan pengertian ini dapat kita lihat dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19 tahun 2002.

Menurut ketentuan Pasal 1 ayat (1) UUHC ini, Hak cipta adalah hak ekslusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaanya, yang timbul secara otomatis setelah suatu Ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.59

58

Ajip Rosidi, Undang-Undang Hak Cipta 1982 Pandangan Seorang Awam, Djambatan, Jakarta, 1984, halaman 3

59 Hadi Setia Tunggal, Undang-Undang Hak Cipta (UU No.19 Tahun 2002), Hardvarindo,

(2)

Dari pengertian ini terlihat bahwa Hak Cipta ini diberikan kepada yang berhak saja, yaitu Pencipta, tidak kepada pihal lain. Oleh karena itu, Pencipta memiliki hak monopoli terhadap ciptaannya yang dilindungi. Namun, kekuasaan monopoli atau kekuasaan istimewa demikian bukan tanpa batas (mutlak). Batasannya ditentukan sendiri di dalam Undang-Undang Hak Cipta..

MenurutAuteurswet1912 menyatakan Hak Cipta adalah hak tunggal daripada pencipta, atau hak dari yang mendapat hak tersebut, atas hasil ciptaannya dalam lapangan kesusasteraan, pengetahuan dan kesenian, untuk mengumumkan dan memperbanyak dengan mengingat pembatasan-pembatasan yang ditentukan oleh undang-undang. Kemudian Universal Copyright Convention menyatakan Hak Cipta meliputi hak tunggal si pencipta untuk membuat, menerbitkan dan memberi kuasa untuk membuat terjemahan dari karya yang dilindungi perjanjian ini.60

Jika dicermati batasan pengertian yang diberikan oleh ketentuan diatas maka hampir disimpulkan bahwa ketiganya memberikan pengertian yang sama. Dalam Auteurswet1912 maupunUniversal Copyright Convention menggunakan istilah “hak tunggal' sedangkan dalam Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19 tahun 2002 menggunakan istilah “hak eksklusif” bagi pencipta.

Dalam penjelasan Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Hak Cipta Nomor 28 tahun 2014, yang dimaksudkan dengan hak eksklusif dari pencipta adalah hak yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan

(3)

dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.61

Hak Cipta merupakan istilah populer di dalam masyarakat. Walaupun demikian pemahaman tentang ruang lingkup pengertiannya tidaklah sama pada setiap orang karena berbeda tingkat pemahaman tentang istilah itu. Akibatnya di dalam masyarakat sering terjadi kesalahpahaman dalam memberi arti sehingga menimbulkan kerancuan dalam penggunana bahasa yang baik dan benar. Dalam masyarakat istilah Hak Cipta ini sering dikacaukan dengan hak-hak atas kekayaan intelektual lainnya meliputi keseluruhan ciptaan manusia. Di samping ciptaan manusia (makhluk), terdapat ciptaan Tuhan (khalik) yang tidak dimasukkan sebagai Hak Cipta. Padahal, pengertian Hak Cipta itu sudah dibatasi, hanya meliputi hasil ciptaan manusia, dibidang tertentu saja.62

Perkataan Hak Cipta itu sendiri terdiri dari 2 kata yaitu hak dan cipta, kata “hak” yang sering dikaitkan dengan kewajiban adalah milik kepunyaan, kekuasaan untuk berbuat sesuatu (karena telah ditentukan oleh undang-undang, aturan dan sebagainya).63 Sedangkan yang dimaksud dengan kata “cipta” adalah kesanggupan pikiran untuk mengadakan sesuatu yang baru: angan-angan yang kreatif.64 Oleh karena itu, Hak Cipta berkaitan erat dengan intelektual manusia itu sendiri berupa hasil kerja otak.

61Lihat Pasal Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 62

Saidin, Loc Cit, halaman 47

63 Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa,

Balai Pustaka, Jakarta, 1996. hal, 292

(4)

Tingkat kemampuan manusia untuk menciptakan sesuatu melalui penggunaanya sumber daya berbeda dan memang pada kenyataanya tidak semua orang mempunyai cukup waktu, tenaga, dan pikiran untuk menghasilkan suatu produk intelektualita yang bernilai. Hal ini menyebabkan Hak Cipta itu diberikan hukum kepada orang-orang tertentu saja yang memenuhi persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Hak Cipta.

Hak Cipta ini hanya diberikan terhadap ciptaan yang berwujud atau berupa ekspresi(expression),yang sudah dapat dilihat, dibaca, didengarkan, dan sebagainya. Hukum Hak Cipta tidak melindungi ciptaan yang masih berupa ide (idea). Supaya mendapat perlindungan Hak Cipta, suatu ide perlu diekspresikan terlebih dahulu. Misalnya seorang profesor memiliki ide untuk menulis suatu buku dengan judul, organisasi, dan materi tertentu, kemudian ia menyampaikan ide tersebut kepada seorang dan ia sendiri tidak pernah menuliskannya sendiri dalam bentuk buku, maka idenya tersebut tidak dilindungi, karena ia sudah menghasilkan suatu ekspresi yang dituangkan dengan sistem perlindungan paten dan rahasia dagang yang melindungi ide.

(5)

Di dalam Hak Cipta selain terkandung hak ekonomi(economic right)dan hak moral (moral right) dari Pemegang Hak Cipta. Adapun yang dimaksud dengan hak ekonomi (economic right) adalah untuk memperoleh keuntungan ekonomi atas Hak Cipta. Hak ekonomi tersebut berupa keuntungan sejumlah uang yang diperoleh karena penggunaan oleh pihak lain berdasarkan lisensi.65

Ada delapan jenis hak ekonomi yang melekat pada Hak Cipta, yaitu:66

1. Hak reproduksi(reproduction right), yaitu hak untuk menggandakan ciptaan. Hak adaptasi (adaptation right), yaitu untuk mengadakan adaptasi terhadap hak cipta yang sudah ada.

2. Hak distribusi (distribution right), yaitu hak untuk menyebarkan kepada masyarakat setiap hasil ciptaan dalam bentuk penjualan atau penyewaan. 3. Hak pertunjukan (performance right), yaitu hak untuk mengungkapkan karya

seni dalam bentuk pertunjukan atau penampilan oleh pemusik, dramawan, seniman, peragawati.

4. Hak penyiaran (broadcasting right), yaitu hak untuk menyiarkan ciptaan melalui transmisi dan transmisi ulang.

5. Hak program kabel (cablecasting right), yaitu hak untuk menyiarkan ciptaan melalui kabel. Hak ini hampir sama dengan penyiaran, tetapi tidak melalui transmisi melainkan kabel.

6. Droit de suit, yaitu hak tambahan pencipta yang bersifat kebendaan.

65Abdulkadir Muhammad, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual, (Teori Dasar

Perlindungan Rahasia Dagang),Mandar Maju, Bandung, 2000, halaman 19

(6)

7. Hak pinjam masyarakat (public lending right), yaitu hak pencipta atas pembayaran ciptaan yang tersimpan di perpustakaan.

Sementara yang dimaksud dengan hak moral (moral right) adalah hak yang melindungi kepentingan pribadi atau reputasi pencipta atau penemu. Hak moral melekat pada pribadi pencipta. Hak moral tidak dapat dipisahkan dari pencipta karena bersifat pribadi dan kekal. Sifat pribadi menunjukkan ciri khas yang berkenaan dengan nama baik, kemampuan,dan integritas yang hanya dimiliki pencipta. Kekal artinya melekat pada pencipta selama hidup bahkan setelah meninggal dunia.

Termasuk dalam hak moral adalah hak-hak yang berikut ini:67

1. Hak untuk menuntut kepada pemegang hak cipta supaya namanya tetap dicantumkan pada ciptaaannya.

2. Hak untuk tidak melakukan perubahan pada ciptaan tanpa persetujuan pencipta atau ahli warisnya.

3. Hak pencipta untuk mengadakan perubahan pada ciptaan sesuai dengan tuntutan perkembangan dan kepatutan dalam masyarakat.

Prinsip-prinsip dasar yang terdapat pada Hak Cipta yaitu:68

1. Yang dilindungi Hak Cipta adalah ide yang telah berwujud dan asli. Dari prinsip ini diturunkan beberapa prinsip, yakni:

a) Suatu ciptaan harus mempunyai keaslian(orisinil)untuk dapat menikmati hak-hak yang diberikan undang-undang.

(7)

b) Suatu ciptaan mempunyai Hak Cipta jika ciptaaan yang bersangkutan diwujudkan dalam bentuk tulisan atau bentuk materiil yang lain.

c) Karena Hak Cipta adalah hak khusus, tidak ada orang lain yang boleh melakukan hak itu kecuali dengan izin pencipta.

2. Hak Cipta timbul dengan sendirinya (otomatis).

3. Suatu ciptaan tidak selalu perlu diumumkan untuk memperoleh Hak Cipta. 4. Hak Cipta suatu ciptaan merupkan suatu hak yang diakui oleh hukum (legal

right)harus dipisahkan dan dibedakan dari penguasaan fisik suatu ciptaan. 5. Hak cipta bukan hak mutlak (absolut).

Pada dasarnya, yang dilindungi oleh Undang-Undang Hak Cipta Nomor 28 Tahun 2014 adalah pencipta yang atas inspirasinya menghasilkan setiap karya dalam bentuk yang khas dan menunjukkan keasliannya di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra. Perlu ada keahlian pencipta untuk dapat melakukan karya cipta yang dilindungi hak cipta. Ciptaan yang lahir harus mempunyai bentuk yang khas dan menunjukkan keaslian sebagai ciptaan seseorang atas dasar kemampuan dan kreativitasnya yang bersifat pribadi pencipta.

Bidang-bidang yang dilindungi hak cipta berdasarkan ketentuan pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Hak Cipta Nomor 28 Tahun 2014 :69

Ciptaan yang dilindungi meliputi Ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, terdiri atas:

(8)

a) buku, pamflet, perwajahan karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lainnya;

b) ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan sejenis lainnya;

c) alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan; d) lagu dan/atau musik dengan atau tanpa teks;

e) drama, drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim;

f) karya seni rupa dalam segala bentuk seperti lukisan, gambar, ukiran, kaligrafi, seni pahat, patung, atau kolase;

g) karya seni terapan; h) karya arsitektur; i) peta;

j) karya seni batik atau seni motif lain; k) karya fotografi;

l) Potret;

m)karya sinematografi;

n) terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, basis data, adaptasi, aransemen, modifikasi dan karya lain dari hasil transformasi;

o) terjemahan, adaptasi, aransemen, transformasi, atau modifikasi ekspresi budaya tradisional;

(9)

q) kompilasi ekspresi budaya tradisional selama kompilasi tersebut merupakan karya yang asli;

r) permainan video; dan s) Program Komputer

Hak Cipta atas ekspresi budaya tradisional yang dipegang oleh negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1) berlaku tanpa Batas waktu. Hak Cipta atas Ciptaan yang Penciptanya tidak diketahui yang dipegang oleh negara sebagaimana dimaksud Pasal 39 ayat (1) dan ayat (3) berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak Ciptaan tersebut pertama kali dilakukan Pengumuman.70

Undang-Undang Hak Cipta membedakan jangka waktu perlindungan bagi ciptaan-ciptaan yang dilindungi oleh Hak Cipta. Bagi Hak Cipta atas ciptaan: buku, paflet, dan semua hasil karya tulis lain; drama ataau drama musikal, tari, koreografi; segala bentuk seni rupa, seperti seni lukis, seni pahat, dan seni patung; seni batik, lagu atau musik dengan dan atau tanpa teks, arsitektur ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan sejenis lain, alat peraga, peta, terjemahan, tafsir, saadurad dan bunga rampai diberikan jangka waktu perlindungan selama hidup pencipta dan terus berlangsung hingga 70 tahun (lima puluh) tahun setelah pencipta meninggal dunia.

Sementara untuk ciptaan yang telah disebutkan di atas yang dimiliki oleh 2 (dua) orang atau lebih diberikan perlindungan Hak Cipta selama hidup pencipta yang meninggal dunia paling akhir dan berlanggsung hingga 70 (lima puluh) tahun sesudahnya.71

70Lihat Pasal 60 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta

71 Afrillyanna Purba, Perlindungan Hukum Seni Batik Tradisional, PT. Alumni, Bandung,

(10)

Selanjutnya, Hak Cipta atas ciptaan program computer, sinematografi, fotografi, database, dan karya hasil pengalihwujudan diberikan perlindungan selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali diumumkan. Hak Cipta atas perwajahan karya tulis yang diterbitkan diberikan perlindungan selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali diumumkan.72 Seluruh karya cipta yang dilindungi oleh Undang-Undang Hak Cipta yang dimiliki dan dipegang oleh suatu badan hukum diberikan perlindungan Hak Cipta selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali diumumkan. Sementara, jangka waktu perlindungan bagi Hak Cipta di Australia yaitu: bagi karya sastra, drama, musikal, pekerjaan seni (seni asal), dan film adalah selama hidup pencipta ditambah 70 (tujuh puluh) tahun. Bagi rekaman suara, siaran dan program kabel setidaknya selama 50 (lima puluh) tahun dan bagi bahan-bahan cetakan dari suatu edisi terbitan adalah selama 25 (dua puluh lima) tahun.73

Selama jangka waktu perlindungan Hak Cipta, pemegang Hak Cipta memiliki hak ekslusif untuk mengumumkan dan memperbanyak ciptaannya yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan itu dilahirkan. Meskipun demikian, hak ekslusif itu tidak bersifat mutlak karena Undang-Undang hak Cipta membenarkan adanya penggunaan secara wajar(fair dealing)sehingga tidak dianggap sebagai pelanggaran terhadap Hak Cipta. Penggunaan secara wajar itu antara lain untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan.

(11)

Pada dasarnya, penggunaan secara wajar (fair dealing) ini untuk menyeimbangkan antara kepentingan pencipta dan kepentingan umum (masyarakat). Umumnya tindakan yang dibenarkan itu, meskipun sebenarnya merupakan tindakan pelanggaran, tetapi tidak bertentangan dengan pemanfaatan secara komersiaal dari pemegang Hak Cipta.74Adapun yang termasuk dalam penggunaan secara wajar (fair dealing) di Negara lain pada umumnya mencakup penggunaan untuk kepentingan pendidikan dan penelitian, laporan kejadian terbaru.75

Istilah Hak Kekayaan Intelektual (selanjutnya disingkat dengan HKI) merupakan terjemahan dari Intellectual Property Right (selanjutnya disebut IPR) yang dideskripsikan sebagai hak atas kekayaan yang timbul karena kemampuan intelektual manusia. Pada prinsipnya, IPR sendiri merupakan perlindungan hukum atas HKI yang kemudian dikembangkan menjadi suatu lembaga hukum yang disebut intellectual Property Right.

Konsep mengenai HKI didasarkan pada pemikiran bahwa karya intelektual yang telah dihasilkan manusia memerlukan pengorbanan tenaga, waktu, dan biaya. Adanya pengorbanantersebut menjadikan karya yang telah dihasilkan memiliki nilai ekonomi karena manfaat yangdapat dinikmati. Berdasarkan konsep tersebut maka mendorong kebutuhan adanya penghargaan atas karya yang telah dihasilkan berupa perlindungan bagi HKI.

74Sophar Maru Hutagalung, Hak Cipta Kedudukan dan Peranannya didalam Pembangunan,

Akademika Pressindo, Jakarta, 1998, halaman 51

(12)

Tujuan pemberian perlindungan hukum ini untuk mendorong dan menumbuhkembangkan semangat berkarya dan mencipta. Secara substantif pengertian HKI dapat dideskripsikan sebagai hak atas kekayaan yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia. Sementara, pendapat lain mengemukakan bahwa HKI adalah pengakuan dan penghargaan pada seseorang atau badan hukum atas penemuan atau penciptaan karya intelektual mereka dengan memberikan hak-hak khusus bagi mereka baik bersifat sosial maupun ekonomis.

Prinsip utama pada HKI bahwa hasil kreasi dari pekerjaan dengan memakai kemampuan intelektualnya tersebut, pribadi yang menghasilkannya mendapat kepemilikan berupa hak alamiah (natural). Dapat dikatakan bahwa berdasarkan prinsip ini terdapat sifat ekslusif bagi pencipta. Meskipun demikian, pada tingkatan paling tinggi dari hubungan kepemilikan, hukum bertindak lebih jauh, dan menjamin bagi setiap manusia penguasaan dan penikmatan ekslusif atas benda ciptaannya tersebut dengan bantuan Negara. Jaminan terpeliharanya kepentingan perorangan dan kepentingan masyarakat tercermin dalam sistem HKI. Sebagai cara untuk menyeimbangkan kepentingan antara peranan pribadi individu dengan kepentingan masyarakat, sistem HKI berdasarkan pada prinsip:

1. Prinsip Keadilan (the principle of natural justice)

Berdasarkan prinsip ini, pencipta sebuah karya atau orang lain yang bekerja membuahkan hasil dari kemampuan intelektualnya wajar memperoleh imbalan.

(13)

Dalam prinsip ini suatu kepemilikan adalah wajar karena sifat ekonomis manusia yang menjadikan hal itu satu keharusan untuk menunjang kehidupannya di dalam masyarakat.

3. Prinsip Kebudayaan (the culture argument)

Pada hakikatnya, karya manusia bertujuan untuk memungkinkan hidup, selanjutnya dari karyaa itu akan timbul pula suatu gerak hidup yang harus menghasilkan lebih banyak karya lagi. Dengan demikian, pertumbuhan dan perkembangan karya manusia sangat besar artinya bagi peningkatan taraf kehidupan, peradaban, dan martabat manusia.

4. Prinsip Sosial(the social argument)

Pemberian hak oleh hukum tidak boleh diberikan semata-mata untuk memenuhi kepentingan perseorangan, tetapi harus memenuhi kepentingan seluruh masyarakat.

Apabila ditelusuri lebih lanjut, HKI sebenarnya merupakan bagian dari benda, yaitu benda berwujud dan tak berwujud (benda immateril).76 Benda dala kerangka hukum perdata dapat diklasifikasikan ke dalam berbagai kategori. Salah satu diantara kategori itu adalah pengelompokkan benda ke dalam klasifikasi benda berwujud (materiil) dan benda takberwujud (immateriil).

Berdasarkan Pasal 449 KUH Perdata, benda takberwujud ini disebut dengan hak. Hal ini sejalan dengan pendapat Abdulkadir Muhammad yang menyatakan

76Benda diartikan sebagai segala sesuatu atau yang dapat dikuasai manusia dan dapat dijadikan

(14)

bahwa yang dimaksud dengan barang(tangible good)adalah benda materiil yang ada wujudnya karena dapat dilihat dan diraba, misalnya kenderaan; sedangkan yang dimaksud dengan hak(intangible good)adalah benda immateril yang ada, tidak ada wujudnya karena tidak dapat dilihat dan diraba, misalnya HKI.77

Baik benda berwujud maupun tak berwujud (hak) dapat menjadi objek hak. Hak atas benda berwujud disebut hak absolut atas suatu benda, sedangkan hak atas benda takberwujud disebut hak absolut atas suatu hak, dalam hal ini adalah HKI.78

Hak kepemilikan hasil intelektual ini sangat abstrak dibandingkan dengan hak kepemilikan benda yang terlihat, tetapi hak-hak tersebut mendekati hak-hak benda, lagipula kedua hak tersebut bersifat hak mutlak. Selanjutnya, terdapat analogi, yakni setelah benda yang tak berwujud itu keluar dari pikiran manusia, kemudian menjelma dalam suatu ciptaan ilmu pengetahuan, seni dan sastra, jadi berupa benda berwujud yang dalam pemanfaatan dan reproduksinya dapat merupakan sumber keuntungan uang. Inilah yang membenarkan penggolongan hak tersebut ke dalam hokum harta benda.79

Pada dasarnya, HKI dapat dikategorikan kedalam dua bagian, yaitu:80

1. Hak Cipta (copyrights) yang terdiri dari hak cipta dan hak-hak yang berkaitan dengan hak cipta (neighbouring rights).

2. Hak kekayaan perindustrian yang terdiri dari:

77Abdulkadir Muhammad, Hukum Harta Kekayaan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1994,

halaman 75.

78

Abdulkadir Muhammad,Loc Cit.,halaman 3

(15)

a. Paten(patent);

b. Merek Dagang(trade mark); c. Desain Industri(industrial design).

Bidang-bidang HKI yang telah diatur dalam hukum Indonesia meliputi: Hak Cipta, Paten, Merek, Rahasia Dagang, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, Desain Produk Industri, dan Perlindungan Varietas Tanaman.

2. Pengaturan Hukum Atas Motif Songket Dalam Undang-Undang Hak Cipta

Berkaitan dengan pengaturan hukum atas motif songket, Undang-Undang Hak Cipta mengatur atas penggolongan ciptaan yang dilindungi sesuai yang tercantum di dalam pasal 38 dan 40 undang-undang nomor 28 tahun 2014,adalah sebagai berikut :

Pasal 38

(1) Hak Cipta atas ekspresi budaya tradisional dipegang oleh Negara.

(2) Negara wajib menginventarisasi, menjaga, dan memelihara ekspresi budaya tradisional sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3) Penggunaan ekspresi budaya tradisional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memperhatikan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat pengembannya.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Hak Cipta yang dipegang oleh Negara atas ekspresi budaya tradisional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.81

Pasal 40

(1) Ciptaan yang dilindungi meliputi Ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, terdiri atas:

a. buku, pamflet, perwajahan karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lainnya;

b. ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan sejenis lainnya;

(16)

c. alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan;

d. lagu dan/atau musik dengan atau tanpa teks;

e. drama, drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim; f. karya seni rupa dalam segala bentuk seperti lukisan, gambar, ukiran,

kaligrafi, seni pahat, patung,atau kolase; g. karya seni terapan;

h. karya arsitektur; i. peta;

j. karya seni batik atau seni motif lain; k. karya fotografi;

l. Potret;

m. karya sinematografi;

n. terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, basis data, adaptasi, aransemen, modifikasi dan karya lain dari hasil transformasi;

o. terjemahan, adaptasi, aransemen, transformasi, atau modifikasi ekspresi budaya tradisional;

p. kompilasi Ciptaan atau data, baik dalam format yang dapat dibaca dengan Program Komputer maupun media lainnya;

q. kompilasi ekspresi budaya tradisional selama kompilasi tersebut merupakan karya yang asli;

r. permainan video; dan s. Program Komputer.

(2) Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf n dilindungi sebagai Ciptaan tersendiri dengan tidak mengurangi Hak Cipta atas Ciptaan asli. (3) Pelindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), termasuk

pelindungan terhadap Ciptaan yang tidak atau belum dilakukan Pengumuman tetapi sudah diwujudkan dalam bentuk nyata yang memungkinkan Penggandaan Ciptaan tersebut.82

Dalam aturan yang telah ditulis diatas dapat disimpulkan bahwa hak cipta atas motif songket itu dipegang oleh Negara sebagai ekspresi budaya tradisional. Jadi aturan tersebut merupakan landasan hukum dalam pengaturan hak cipta dari motif tenun songket. Yang juga dapat digunakan sebagai landasan perlindungan hukum tenun songket Sumatera Timur. Karya Motif tenun songket secara hukum adalah tergolong ciptaan yang dilindungi yang meliputin bidang ilmu pengetahuan,seni dan

(17)

sastra yang termasuk dalam kategori karya seni batik atau seni motif lain sebagaimana yang dijelaskan dalam pasal 40 Undang-Undang Nomor 28 tahun 2014.

3. Kedudukan Hukum Motif Songket dalam Undang-Undang Hak Cipta.

Indonesia pertama kali mengenal hak cipta pada tahun 1912, yaitu pada masa Hindia Belanda. Berdasarkan Pasal 131 dan 163 I.S., hukum yang berlaku di negeri Belanda juga diberlakukan di Indonesia berdasarkan azas korkondansi. Undang-Undang Hak Cipta saat itu adalah Auteurswet 1912 yang terus berlaku hingga saat Indonesia merdeka berdasarkan ketentuan Pasal 11 Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945. Sejak negeri Belanda menandatangani naskah Konvensi Bern pada tanggal 1 April 1913, sebagai Negara jajahannya, Indonesia diikutsertakan dalam konvensi tersebut sebagaimana disebutkan dalamStaatsbladTahun 1914 Nomor 797. Ketika Konvensi Bern ditinjau kembali di Roma pada tanggal 2 Juni 1928, peninjauan ini dinyatakan berlaku pula untuk Indonesia (Staatsblad Tahun 1931 Nomor 325). Konvensi inilah yang kemudian berlaku di Indonesia sebagai jajahan Belanda dalam hubungannya dengan dunia internasional khususnya mengenai hak pengarang (hak cipta).83 Dalam rangka menegaskan perlindungan hak cipta dan menyempurnakan hukum yang berlaku sesuai dengan perkembangan pembangunan, telah beberapa kali diajukan Rancangan Undang-Undang Baru Hak Cipta yaitu tahun 1958, 1966, dan 1971 tetapi tidak berhasil menjadi undang-undang. Indonesia baru berhasil menciptakan Hukum Hak Cipta Nasional sendiri pada tahun 1982 yaitu pada

83Sophar Maru Hutagalung,Hak Cipta Kedudukan dan Peranannya di dalam Pembangunan,

(18)

saat Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara 1982 Nomor 15 dan Tambahan Lembaran Negara Nomor 3117) diundangkan. Undang-undang ini sekaligus mencabut Auterswet 1912, yang dimaksudkan untuk mendorong dan melindungi penciptaan, menyebarluaskan hasil kebudayaan di bidang ilmu seni, dan sastra serta mempercepat pertumbuhan kecerdasan bangsa.

Pada tahun 1987, Undang-Undang Hak Cipta 1982 disempurnakan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1987 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara 1987 Nomor 42 dan Tambahan Lembaran Negara Nomor 3362). Di dalam pertimbangan undang-undang ini dijelaskan bahwa penyempurnaan dimaksudkan sebagai upaya mewujudkan iklim yang lebih baik bagi tumbuh dan berkembangnya gairah mencipta di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra.84Ditambah bahwa kegiatan pelaksanaan pembangunan nasional yang semakin meningkat, khusunya di bidang ilmu pengetahuan, seni dan kesusastraan ternyata telah berkembang pula kegiatan pelanggaran Hak Cipta, terutama dalam bentuk tindak pidana pembajakan, yang telah mencapai tingkat yang membahayakan dan dapat merusak tatanan kehidupan masyarakat pada umumnya dan minat untuk mencipta pada khusunya.

Penyempurnaan berikutnya dari Undang-Undang Hak Cipta adalah pada tahun 1997 dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1997 (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 29 dan Tambahan Lembaran Negara Nomor 3679). Dalam pertimbangannya bahwa penyempurnaan ini diperlukan sehubungan adanya perkembangan kehidupan yang berlangsung cepat, terutama di bidang perekonomian

(19)

di tingkat nasional dan internasional yang menuntut pemberian perlindungan yang lebih efektif. Disamping itu juga karena penerimaan dan keikutsertakan Indonesia dalam persetujuan mengenai aspek-aspek dagang yang terkait dengan hak atas kekayaan intelektual, termasuk perdagangan barang palsu(Agreement Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights, Including Trade in Counterfeit Goods), disingkat dengan TRIPs yang merupakan bagian dari persetujuan pembentukan organisasi perdagangan dunia (Agreement Establishing The Work Trade Organization). Pertimbangan lainnya ialah pengalaman, khususnya terhadap kekurangan dalam penerapan Undang-Undang Hak Cipta sebelumnya.85

Pada tahun 2002, Undang-Undang Hak Cipta telah diundangkan yaitu Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 (Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 85 dari Tambahan Lembaran Negara Nomor 4220) yang memuat perubahan-perubahan untuk disesuaikan dengan TRIPs dan penyempurnaan beberapa hal yang perlu untuk memberi perlindungan bagi karya-karya intelektual di bidang Hak Cipta, termasuk upaya untuk memajukan perkembangan karya intelektual yang berasal dari keanekaragaman seni dan budaya tradisional Indonesia.86

Pengembangan kemampuan intelektual masyarakat Indonesia memerlukan perlindungan hukum yang memadai agar terdapat iklim persaingan usaha yang sehat yang diperlukan dalam melaksanakan pembangunan nasional, maka dibentuklah

85Saidin,loc Cit, halaman 45

(20)

UUHC yang baru, yakni Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta agar sesuai dengan perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat.

Selain itu, yang penting artinya dalam Undang-Undang Hak Cipta yang baru, ditegaskan dan dipilih kedudukan Hak Cipta disatu pihak dan Hak Terkait (neighboruing rights), di lain pihak dalam rangka memberikan perlindungan karya intelektual secara lebih jelas.87Dalam hal kedudukan hukum terhadap motif songket , motif songket dalam undang-undang hak cipta nomor 28 tahun 2014 dalam pasal 40 huruf j menyatakan bahwa yang dimaksud dengan karya seni motif lain adalah motif yang merupakan kekayaan bangsa Indonesia yang terdapat di berbagai daerah seperti seni songket, motif tenun ikat, motif tapis ,motif ulos dan seni motif lain yang bersifat kontemporer, inovatif, dan terus dikembangkan.

B. Tinjauan umum tentang Tenun Songket di wilayah Melayu Sumatera Timur (Kabupaten Batubara, Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Langkat)

1. Pengertian Songket Dan Sejarah Perkembangan

Songket digolongkan dalam keluarga tenunan brokat. Songket ditenun dengan tangan dengan benang emas dan perak dan pada umumnya dikenakan pada acara-acara resmi. Benang logam metalik yang tertenun berlatar kain menimbulkan efek kemilau cemerlang.

Kata songket berasal dari istilah sungkitdalam bahasa Melayu dan bahasa Indonesia, yang berarti “mengait” atau “mencungkil”. Hal ini berkaitan dengan metode pembuatannya; mengaitkan dan mengambil sejumput kain tenun, dan

(21)

kemudian menyelipkan benang emas. Selain itu, menurut sementara orang, kata songket juga mungkin berasal dari katasongka, songkok khas Palembang yang dipercaya pertama kalinya kebiasaan menenun dengan benang emas dimulai.

Sejarah tentang asal muasal kain songket dikaitkan dengan Kerajaan Sriwijaya dan kawasan permukiman dan budaya Melayu, serta diperkenalkan oleh pedagang India atau Arab. Sementara, Menurut hikayat rakyat Palembang, asal mula kain songket adalah dari perdagangan zaman dahulu di antara Tiongkok dan India. Orang Tionghoa menyediakan benang sutera sedangkan orang India menyumbang benang emas dan perak maka jadilah songket.

Pola-pola rumit diciptakan dengan memperkenalkan benang-benang emas atau perak ekstra dengan penggunaan sehelai jarum leper. Menurut tradisi, teknik tenun seperti ini berasal dari utara. Akan tetapi menurut penenun Terengganu, justru para pedagang India lah yang memperkenalkan teknik menenun ini pertama kali di Palembang dan Jambi, yang mungkin telah berlaku sejak zaman Kerajaan Sriwijaya (abad ke-7 sampai ke-11). Menurut tradisi Indonesia sendiri, kain ini dikaitkan dengan kegemilangan Sriwijaya, kemaharajaan niaga maritim pada abad ke-7 hingga ke-13 di Sumatera. Hal ini karena pusat kerajinan songket paling mahsyur di Indonesia adalah kota Palembang. Songket adalah kain mewah yang aslinya memerlukan sejumlah emas asli untuk dijadikan benang emas, kemudian ditenun tangan menjadi kain yang cantik.88

88 www.tenun.id, khazanah kain tenun dan kain songket nusantara,diakses pada tanggal 20

(22)

2. Perkembangan Tenun Songket Di Wilayah Batubara, Serdang, dan Langkat

Dalam perkembangannya tenun songket tersebar sampai wilayah melayu Sumatera Timur, yang meliputi wilayah Kabupaten Langkat, Kota Binjai, Kabupaten Deliserdang, Kota Tebing Tinggi, Kabupaten Batubara, Kabupaten Asahan, Kabupaten, Labuhan Batu, Kota Tanjung Balai. Sedangkan berdasarkan sejarah kesultanan-kesultanan yang berada di sumatera timur adalah:

a) Kesultanan Deli, b) Kesultanan Serdang, c) Kesultanan Langkat, d) Kesultanan Asahan, e) Kesultanan Panai, f) Kesultanan Kualuh, g) Kesultanan Kota Pinang,

h) Kesultanan Merbau serta Ditambah empat kedatuan di Batubara.89 a. Perkembangan Tenun Songket Di Batubara

Kabupaten Batubara merupakan salah satu kabupaten pemekaran di wilayah Sumatera Utara, Kabupaten Batubara adalah hasil pemekaran dari wilayah Kabupaten Asahan. DPR menyetujui Rancangan Undang-Undang pembentukannya tanggal 8 Desember 2006. Kabupaten ini diresmikan pada tanggal 15 Juni 2007. Kabupaten ini terletak di tepi pantai Selat Malaka, sekitar 175 km selatan ibu kota Medan. Pada masa pemerintahan Hindia-Belanda, Kabupaten Batubara termasuk ke dalam Karesidenan Sumatera Timur.90

89Edwin Frymaruwah,Op.cit, halaman 64

90www.batubara.go.id. Sejarah singkat kabupaten Batubara, diakses pada tanggal 6 Oktober

(23)

Penduduk Kabupaten Batubara didominasi oleh etnis Jawa, kemudian diikuti oleh orang-orang Melayu, dan Suku Batak. Orang Mandailing merupakan sub-etnis Batak yang paling banyak bermukim disini. Pada masa kolonial, untuk memperoleh prestise serta jabatan dari sultan-sultan Melayu, banyak di antara orang-orang Mandailing yang mengubah identitasnya dan memilih menjadi seorang Melayu. Etnis Jawa atau yang dikenal dengan Pujakesuma (Putra Jawa Keturunan Sumatra) mencapai 43% dari keseluruhan penduduk Batubara. Mereka merupakan keturunan kuli-kuli perkebunan yang dibawa para pekebun Eropa pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20. Selain itu orang Minangkabau juga banyak ditemui di kabupaten ini. Sejak abad ke-18, Batubara telah menjadi pangkalan bagi orang-orang kaya Minangkabau yang melakukan perdagangan lintas selat. Mereka membawa hasil-hasil bumi dari pedalaman Sumatera, untuk dijual kepada orang-orang Eropa di Penang dan Singapura. Seperti halnya Pelalawan, Siak, dan Jambi Batubara merupakan koloni dagang orang-orang Minang di pesisir timur Sumatra. Dari lima suku (klan) asli yang terdapat di Batubara yakni Lima Laras, Tanah Datar, Pesisir, Lima Puluh dan Suku Boga, dua di antaranya teridentifikasi sebagai nama luhak di Minangkabau, yang diperkirakan sebagai tempat asal masyarakat suku tersebut.

(24)

terbuat dari sutera dan kapas, dengan pola-pola berbentuk kotak yang indah. Beberapa di antaranya dengan baik dibuat dari benang emas. Pakaian buatan mereka ini sebahagian besar terdiri dari bahan benang sutera yang kasar. Mereka juga memakai sarung. Pakaian orang Melayu Batubara ini memeperlihatkan gaya pakaian Eropa dan Benggali.

Di dekade kedua abad ke-19 ini, masyarakat Melayu Batubara telah mengenal benang emas, benang sutera, dan benang kapas, yang memperlihatkan bahwa mereka telah berhubungan dengan budaya-budaya luar, yang memproduksi benang-benang tersebut. Maka besar pula kemungkinanya bahwa masyarakat Melayu Batubara kemudian membuat songket dan kain yang digunakan untuk berbagai kepentingan mereka. Dalam perkembangan masa, masyarakat Melayu Batubara memproduksi kain-kain termasuk songket untuk kepentingan adat yang digunakan dalam upacara tertentu. Motif-motif bercorak tumbuhan dan hewan masih dapat lagi dilacak hingga ke hari ini. Songket Batubara hidup terus menuruti perkembangan zaman, karena songket sangat fungsional dalam kebudayaan Melayu di kawasan ini, sehingga batubara sekarang ini dijadikan pusat industri songket di Sumatera Utara.91Data yang masuk ke Dinas Perindustrian dan Perdagangan sampai dengan tahun 2015 perihal jumlah pengusaha songket di Batubara adalah 13 orang dengan jumlah pengrajin sebanyak 46 pengrajin.92

b. Perkembangan Tenun Songket di Deli Serdang

91www.melayuonline.comdiakses pada tanggal 6 oktober 2016 pukul 17.50 WIB

92Hasil wawancara dengan Wilda Sekretaris Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten

(25)

Sebelum Proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945 Kabupaten Deli Serdang yang dikenal sekarang ini adalah dua pemerintahan yang berbentuk kerajaan ( Kesultanan) yaitu Kesultanan Deli yang berpusat di Kota Medan dan Kesultanan Serdang berpusat di Perbaungan. Kabupaten Deli dan Serdang ditetapkan menjadi Daerah Otonom sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 tahun 1984 tentang Undang-Undang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 7 Darurat Tahun 1965. Hari jadi Kabupaten Deli Serdang ditetapkan tanggal 1 Juli 1946.

Sesuai dengan dikeluarkan UU Nomor 36 Tahun 2003 tanggal 18 Desember 2003, Kabupaten Deli Serdang telah dimekarkan menjadi dua wilayah yakni Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Serdang Bedagai, Dengan masyarakatnya yang beraneka ragam suku, Agama, ras, dan golongan bersatu dalam ke Bhinnekaan93. Songket sendiri di deli serdang telah ada sejak masa kesultanan serdang dan masyarakat melayu serdang mewarisi songket melayu sampai dengan saat ini. Masyarakat melayu serdang meyakini songket telah dipakai sejak zaman kesultanan serdang dan dipakai oleh kepemimpinan sultan-sultan pada masa itu. Namun belum ada literatur resmi yang menjelaskan sejak kapan songket asli serdang muncul dan digunakan sampai dengan saat ini.

Seiring perkembangan waktu yang mempengaruhi arus kebudayaan di wilayah Deli Serdang, masyarakat Deli Serdang, menyadari akan perbedaan-perbedaan etnisitas, sosial, religi, kebudayaan yang ada di daerah mereka. Mereka

(26)

juga menganggap bahwa masyarakat Deli Serdang juga terdiri dari berbagai suku bangsa seperti Melayu, Karo, Simalungun, Jawa, Batak, Minang, Cina, Aceh dan pemeluk berbagai agama seperti Islam, Kristen, Hindu dan Budha, Yang terdiri dari berbagai macam suku, keanekaragaman suku budaya ini yang menjadikan motif-motif songket di Deli Serdang tidak terlihat seperti di daerah melayu-melayu lainnya seperti batubara dan langkat yang tetap memproduksi songket dengan motif melayu. Namun seiring perkembangan waktu ke waktu pemerintah daerah kabupaten deli serdang melalui dinas perindustrian dan perdagangan, menginginkan Deli Serdang sebagai bagian dari sejarah kesultanan serdang pada masa dahulu untuk memproduksi songket khas melayu yang melambangkan identitas deli serdang sebagai bagian sejarah dari kesultanan serdang. Sehingga pada masa kini pengrajin songket dari deli serdang mulai kembali mempopulerkan motif asli melayu serdang. Meskipun nyatanya kebanyakan motif songket serdang sekarang di adaptasi dari daerah tapanuli. Namun untuk motif-motif tradisional melayu serdang peninggalan pada abad 19 dan 20 masih disimpan, dan tetap di lestarikan sampai saat ini. Berdasarkan hasil wawancara dengan Dinas Perindustrian dan perdagangan kabupaten Deli Serdang jumlah pengusaha tenun berjumlah 6 orang dengan jumlah pengrajin 18, bertempat di desa penara kecamatan tanjung morawa Kabupaten Deli Serdang.94 c. Perkembangan Tenun Songket di Langkat.

94Hasil wawancara dengan M. Thahir Siagian, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan

(27)

Kesultanan Langkat merupakan monarki yang berusia paling tua di antara monarki-monarki Melayu di Sumatera Timur. Pada tahun 1568, di wilayah yang kini disebut Hamparan Perak, salah seorang petinggi Kerajaan Aru dari Tanah Karo yang bernama Dewa Shahdan berhasil menyelamatkan diri dari serangan Kesultanan Aceh dan mendirikan sebuah kerajaan. Kerajaan inilah yang menjadi cikal-bakal Kesultanan Langkat moderen. NamaLangkatberasal dari nama sebuah pohon yang menyerupai pohon langsat. Tanjung Pura Langkat merupakan pusat Pemerintahan Kesultanan Negeri Langkat hal ini dapat dilihat dengan masih berdirinya Masjid Azizi, dan puing-puing istana. Di era pemerintahan Indonesia kota tanjung pura menjadi salah satu kecamatan yang ada dikabupaten Langkat.

(28)

disesuaikan dengan adat dan budaya yang berada di kabupaten langkat dan menjadi ciri khas dari masyarakat melayu langkat. Sehingga muncul jatidiri kabupaten langkat itu sendiri. Penggunaan kain tenun songket Langkat dipakai diacara kegiatan pernikahan dan acara adat dan budaya masyarakat melayu sumatera timur dan telah sampai ke manca Negara. Sampai dengan tahun 2016 data yang masuk ke Dinas perindustrian dan perdagangan kabupaten langkat, songket tanjung pura langkat sendiri memiliki motif asli termasuk diantaranya motif-motif tradisional, ditambah dengan motif-motif baru yang diciptakan sendiri oleh pengrajin. Jumlah pengusaha songket di langkat sampai dengan saat ini berjumlah 2 orang dengan jumlah pengrajin 27 orang.95

3. Motif-Motif Tenun Songket

Beberapa kain songket tradisional Sumatera memiliki pola yang mengandung makna tertentu

.

Suatu ragam hias sangat dipengaruhi dan erat hubungannya dengan faktor-faktor:96

a. letak geografis daerah pembuat Songket yang bersangkutan; b. sifat dan tata penghidupan daerah yang bersangkutan;

c. kepercayaan dan adat istiadat yang ada di daerah yang bersangkutan; d. keadaan alam sekitarnya, termasuk flora dan fauna; dan

e. adanya kontak atau hubungan antar daerah melayu sumatera timur

95

Hasil wawancara dengan Idawati Kasi Bina Sarana Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Langkat pada tanggal 10 oktober 2016 pukul 11.00 WIB

96 Hasil wawancara dengan Achmadan Choir selaku Tokoh Muda Melayu Batu Bara, pada

(29)

Berdasarkan hasil peneltian yang dilakukan di daerah Kabupaten Batubara, Deli Serdang dan Langkat. Terdapat Motif-Motif tenun songket yang menjadi ciri khas tersendiri dari daerah tersebut.

Pada daerah Melayu Batubara, terdapat beberapa motif songket tradisional. Ciri khas kain tenun songket batubara dapat dilihat dari pemilihan warna kain seperti biru, merah jambu, biru muda ,hijau laut, kuning, merah hati dan ungu. Motif-motif yang digunakan oleh para penenun songket Batubara, adalah masih meneruskan motif tradisi Melayu yang ada. Motif-Motif Songket Batubara yang masih terus eksis dan diproduksi sampai dengan saat ini antara lain adalah:

a. Pucuk Betikam97

Gambar 2.1. Motif Pucuk Betikam

(30)

b. Pucuk Perak98

Gambar 2.2. Motif Pucuk Perak

c. Pucuk Pandan99

Gambar 2.3. Motif Pucuk Pandan

d. Pucuk Caul100

98Ibid 99Ibid

(31)

Gambar 2.4. Motif Pucuk Caul

Serta motif-motif tambahan yang terdiri dari berbagai jenis motif-motif bunga yaitu antara lain Gigi Hiu101.

Gambar 2.5. Motif Gigi Hiu

Semua motif songket adalah karya imajinasi seniman songket Melayu, yang menirukan bentuk-bentuk flora (tumbuhan), sesuai dengan ajaran-ajaran Islam yang tidak menggalakkan bentuk binatang atau manusia (antropomorfisme), dan motif-motif tersebut sudah ada sejak dahulu dan dilanjutkan secara turun temurun.102

Sedangkan untuk wilayah melayu Serdang atau sekarang dikenal Kabupaten Deli Serdang untuk motif asli tradisional sendiri pada perkembangannya hampir tidak ditemukan motif melayu warisan dari kesultanan melayu serdang. Berdasarkan hasil penelitian, motif-motif di Deli Serdang lebih kental kepada corak atau motif songket dari daerah Tapanuli. Untuk motif-motif melayu yang dikenal di wilayah Serdang adalah ;

a. Tampuk Manggis Pucuk Rebung

101Ibid,halaman 19

102 Hasil wawancara dengan Hj,Ratna Pengrajin Tenun Songket Batubara di desa Padang

(32)

Gambar 2.6. Tampuk Manggis Pucuk Rebung

b. Pucuk Rebung Sulur Kangkung

Gambar 2.7. Pucuk Rebung Sulur Kangkung

Kesemua motif-motif ini melayu ini yang masih diproduksi oleh para pengrajin songket di Deli Serdang.103

Untuk di wilayah melayu Langkat sendiri motif-motif songket tradisional antara lain adalah;

a. Lebah Begantung Sultan Langkat

103Hasil Wawancara dengan Wilda Siregar,pengurus Dekranasda Kabupaten Deli Serdang pada

(33)

Gambar 2.8. Motif Lebah Begantung Sultan Langkat

b. bunga sekaki lebah begantung pesisir

Gambar 2.9. Motif Bunga Sekaki Lebah Begantung Pesisir

(34)

Gambar 2.10. Motif Putri Dua Sebilik Pucuk Rebung

d. pulut-pulut lebah begantung

Gambar 2.11. Motif Pulut-pulut Lebah Begantung

Motif tersebut telah ada sejak zaman kerajaan melayu langkat dan masih tetap eksis sampai dengan saat ini. Seiring perkembangan waktu ada pula motif yang diciptakan sendiri oleh pengrajin yaitu antara lain motif karang-karang,biduk tuas, dan buah delima. Motif-motif tersebut adalah buah karya sendiri oleh pengrajin tenun songket di Langkat.104

104 Hasil Wawancara dengan Asfan Efendi, Pengrajin Tenun Songket di Desa

(35)

Gambar 2.12. Alat yang dipergunakan untuk membuat tenun songket di Tanjung Pura Kabupaten Langkat

C. Pengetahuan Tradisional Dalam Pengaturan Hak Kekayaan Intelektual

1. Pengertian Pengetahuan Tradisional

Perlindungan pengetahuan tradisional dalam lingkup hak kekayaan intelektual pada hakekatnya adalah sistem terhadap perlindungan serta penghargaaan terhadap karya dari hasil intelektual manusia.105 Harmonisasi antara pengetahuan modern dan pengetahuan tradisional merupakan hal penting dalam pencapaian pembangunan yang berkelanjutan, konsep yang mengedepankan bahwa kebutuhan untuk pembangunan selaras dengan kebutuhan untuk pelestarian yang dapat berlangsung tanpa membahayakan lingkungan sekitarnya. Sebagai konsekuensinya, pengetahuan tradisional telah mendapat arti penting dan menjadi isu baru dalam perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI).

Pengetahuan tradisional merupakan karateristik kekayaan warisan budaya yang wajib dipertahankan keberadaannya, Pengetahuan tradisional muncul menjadi masalah hukum ketika belum ada instrumen hukum domestik yang mampu

105 Suyud Margono, Hukum Hak Kekayaan Intelektual, Pustaka Reka Cipta, Jakarta, 2013,

(36)

memberikan perlindungan hukum secara optimal terhadap pengetahuan tradisional yang sangat banyak dimanfaatkan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Di samping itu, di tingkat internasional pengetahuan tradisional ini belum menjadi suatu kesepakatan internasional untuk memberikan perlindungan hukum. Istilah pengetahuan tradisional adalah istilah umum yang mencakup ekspresi kreatif, informasi, yang secara khusus mempunyai ciri-ciri sendiri dan dapat mengidentifikasi unit sosial. Pengetahuan tradisional mulai berkembang dari tahun ke tahun seiring dengan pembaharuan hukum dan kebijakan, seperti kebijakan pengembangan pertanian, keragaman hayati(intellectual property).106

World Intellectual Property Organization (WIPO) menggunakan istilah pengetahuan tradisional untuk menunjuk pada kesusasteraan berbasis tradisi, karya artistik atau ilmiah, pertunjukan, invensi, penemuan ilmiah, desain, merek, nama dan simbol, informasi yang tidak diungkapkan, dan semua inovasi dan kreasi berbasis tradisi lainnya yang disebabkan oleh kegiatan intelektual dalam bidang-bidang industri, ilmiah, kesusasteraan atau artistik. Gagasan “berbasis tradisi” menunjuk pada sistem pengetahuan, kreasi, inovasi dan ekspresi kultural yang umumnya telah disampaikan dari generasi ke generasi, umumnya dianggap berkaitan dengan masyarakat tertentu atau wilayahnya, umumnya telah dikembangkan secara non sistematis, dan terus menerus sebagai respon pada lingkungan yang sedang berubah.107

106

Budi Agus Riswandi,Hak Kekayaan Intelektual dan Budaya Hukum,Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004, halaman 27

107 Intergovernmental Committee on Intellectual Property and Genetic Resources, Traditional

(37)

Pendapat lain mengemukakan bahwa pengetahuan tradisional adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan suatu bentuk pengetahuan yang dibangun oleh sekelompok orang yang digunakan secara turun temurun yang berkaitan langsung dengan lingkungan/alam.108 Sementara Henry Soelistyo Budi mengemukakan bahwa pengetahuan tradisional adalah pengetahuan yang status dan kedudukannya ataupun penggunaannya merupakan bagian dari tradisi budaya masyarakat. Sebenarnya pengetahuan tradisional merupakan konsep kunci yang terdapat dalamConvention on Biological Diversity (CBD) khususnya dalam Pasal 8 (j) yang menekankan pentingnya peranan pengetahuan tradisional, yaitu : “... to encourage the equitable, sharing of the benefits arising from the utilisation of such knowledge, innovation, and practices'.

Berdasarkan pada Convention on Biological Diversity (CBD), pengertian pengetahuan tradisional adalah pengetahuan, inovasi, dan praktek-praktek masyarakat asli dan lokal yang mewujudkan gaya hidup tradisional dan juga teknologi lokal dan asli. Dari pengertian tersebut, menurut substansi dan relasi pengetahuan tradisional dapat dibagi ke dalam dua kategori yaitu:

1) Pengetahuan tradisional yang terkait dengan keanekaragaman hayati, misalnya obat-obatan tradisional.

2) Pengetahuan tradisional yang terkait dengan seni.

108 Traditional Knowledge and Biological Diversity, UNEP/CBD/TTCBD/1/2, Paragraf 85,

(38)

2. Lingkup Perlindungan Pengetahuan Tradisional

Lingkup atau kategori-kategori pengetahuan tradisional mencakup pengetahuan, pertanian, pengetahuan ilmiah, pengetahuan teknis, pengetahuan ekologis, pengetahuan medis (termasuk obat-obatan dan tindakan medis yang terkait), pengetahuan yang terkait dengan keanekaragaman hayati, ekspresi cerita rakyat dalam bentuk musik, tarian, nyanyian, kerajinan tangan, nama-nama, indikasi geografis, dan simbol-simbol, serta benda-benda budaya yang dapat bergerak. Tidak termasuk dalam lingkup pengetahuan tradisional adalah item-item yang tidak disebabkan oleh kegiatan intelektual dalam bidang-bidang industri, ilmiah/pengetahuan, kesusastraan atau bidang artistik seperti fosil manusia, bahasa secara umum.

Sementara Carlos M. Correa berpendapat bahwa, lingkup pengetahuan tradisional terdiri dari informasi pada penggunaan biologi dan bahan-bahan lainnya bagi pengobatan medis dan pertanian, proses produksi, desain, literatur, musik, upacara adat, dan teknik-teknik lainnya serta seni. Termasuk di dalamnya informasi tentang fungsi dan karakter estetika yang proses dan produknya dapat digunakan pada pertanian dan industri, seperti nilai budaya yang tidak berwujud.109

Pada tahun 1982, Nation Economic and Social Council United (UNESCO) membentuk suatu Working Group on Indigeneous Population yang berfokus pada pembentukkan standar-standar internasional mengenai hak-hak masyarakat asli. Masyarakat asli mempunyai hak untuk mempraktikkan dan merevitalisasi tradisi

(39)

budaya dan adat istiadat mereka. Hal ini bersifat untuk mempertahankan, melindungi, dan mengembangkan manifestasi-manifestasi masa lalu, masa sekarang, dan masa depan budaya mereka, seperti situs arkeologis dan historis, artifak, desain, seremoni, teknologi dan seni, literatur visual dan performansi, dan juga hak pada restitusi kekayaan budaya intelektual, keagamaan, dan spiritual yang diambil tanpa persetujuan bebas masyarakat tersebut atau melanggar hukum, dan adat istiadat mereka.

Adapun mengenai subjek dan objek pengetahuan internasional itu sendiri diantaranya ialah:

a. Subjek Pengetahuan Tradisional

Berdasarkan hukum posistif di Indoensia dikenal dua subyek hukum Yaitu manusia (natuurlijke person) dan Badan Hukum (rechtpersoon),Secara Umum terdapat beberapa pihak yang dapat dimungkinkan menjadi subyek pemegang hak milik atas pengetahuan tradisional,yaitu:

1. Masyarakat adat: masyarakat adat merupakan pemillik utama atas pengetahuan tradisional.

2. Pemerintah (pusat dan daerah): pemerintah (pusat dan daerah) bukan sebagai pemilik pengetahuan tradisional, tetapi mempunyai kewajiban mengelola dab melindunginya.

(40)

pejabat pemegang komitmen pada Dasisten Deputi Daya Saing Iptek Kementrian Riset dan Teknologi).110

b. Objek Pengetahuan Tradisional

Dalam hal objek, pengertian yang banyak dipakai berasal dari WIPO, yakni terdiri dari Agriculture knowledge,environtmen knowledge dan medical knowledge,tetapi belum sempurna karena tidak mencakup hal-hal yang berkaitan dengan pengetahuan manufaktur tradisional. Ruang lingkup pengetahuan tradisional dapat dikategorikan menjadi lima kelompok besar yaitu :

1. Pengetahuan agrikultural(biodiversity) ;

2. Pengetahuan pengelolaan lingkungan(Environtmental) 3. Pengetahuan obat-obatan

4. Pengetahuan Manufaktur

5. Pengetahuan Ekspresi Budaya Tradisional(Expression of folklore)111

3. Pengetahuan Tradisional dalam Konsep Perlindungan hak Cipta

Pengetahuan tradisional termasuk diantaranya tradisi budaya atau folklore dan karya sastra dan karya seni yang merupakan hasil kreasi atau dibuat dari generasi dari masyarakat sekarang ini dibuat berdasarkan tradisi budaya atau folklore yang sebelumnya telah ada ataupun berupa hasil pengembangan dari folklore tersebut.112

110

Suyud Margono,Loc Cit., halaman 186

111 Cita Citrawinda, Hak Kekayaan Intelektual : Tantangan Masa depan, Badan Penerbit

Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2003, halaman 21

(41)

Christoph Beat Graber mengindikasikan bahwa tradisi budaya dan folklor tidak termasuk katagori mendapatkan perlindungan dalam lingkup karya cipta, palng tidak harus bersifat lintas generasi dan kepemilikannya bersifat kolektif oleh masyarakat atau kelompok.

4. Konsep Kepemilikan Perlindungan Tradisional

Pengetahuan tradisional merupakan pengetahuan yang dikembangkan pada masa lalu akan tetapi masih tetap terus akan dikembangkan. Sebagian besar dari pengetahuan tradisional merupakan hasil alam yang digunakan secara turun temurun dan seringkali dikumpulkan dan dipublikasikan oleh antropolog, sejarawan, ahli tanaman atau peneliti dan pengamat lainnya.

Namun demikian pengetahuan tradisional tidak statis karena pengetahuan tradisional mengembangkan dan menghasilkan informasi baru sebagai perbaikan atau penyesuaian terhadap berbagai perubahan keadaan. Pengetahuan tersebut berkembang beradaptasi, dan berubah secara dinamis dengan waktu. Bahan-bahan baru digabungkan, proses-proses baru dikembangkan, dan beberapa tujuan atau kegunaan baru dikembangkan bagi pengetahuan yang ada di samping penggabungan pengetahuan ketika pengetahuan dibangun berdasarkan pengetahuan tradisional tetapi mungkin juga dikembangkan di daerah tertentu.

(42)

pertanian, makanan, lingkungan, dan kesehatan. Di Indonesia misalnya “pranoto mongso” (pengetahuan yang mengajarkan bagaimana membaca musim), teknik atau cara-cara bercocok tanam, terapi pengobatan, perawatan tubuh hingga teknik memproses kain batik ataupun pewarnaan kain dengan bahan dari tumbuh-tumbuhan. Banyak pengetahuan tradisional diciptakan oleh masyarakat tradisional secara berkelompok-kelompok, berarti banyak orang yang memberi sumbangan terhadap produk akhir. Lagipula, karya-karya dan pengetahuan tradisional juga dapat dikembangkan oleh orang yang berbeda selama jangka waktu yang panjang (barangkali selama beberapa abad). Bahkan lebih penting lagi, banyak masyarakat tradisional tidak mengenal konsep hak individu; harta berfungsi sosial dan bersifat milik umum. Dengan demikian, para pencipta dalam masyarakat tradisional tidak berminat atau ingin mementingkan hak individu atau hak kepemilikan atas karya-karya mereka.113

World Intellectual Property Organization (WIPO) mendefinisikan pemilik/pemegang pengetahuan tradisional yaitu : semua orang yang menciptakan, mengembangkan, dan mempraktikkan pengetahuan tradisional dalam aturan dan konsep tradisional. Masyarakat asli, penduduk, dan negara adalah pemilik pengetahuan tradisional, tetapi tidak semua pengetahuan tradisional adalah asli. Dengan demikian dalam perlindungan pengetahuan tradisional ini yang dikedepankan adalah kepentingan komunal daripada kepentingan individu. Melindungi kepentingan komunal adalah cara-cara untuk memelihara kehidupan harmonis antara satu dengan

(43)

yang lain sehingga suatu ciptaan yang dihasilkan oleh seorang anggota masyarakat tidak tidak akan menimbulkan kendala bila anggota yang lainnya juga membuat suatu karya yang identik dengan karya sebelumnya.114

Sebagaimana diketahui bahwa pengetahuan tradisional merupakan hasil kebudayaan rakyat Indonesia yang telah berlangsung secara turun temurun. Oleh karena itu pengetahuan tradisional telah menjadi milik bersama seluruh masyarakat Indonesia. Berkenaan dengan hal tersebut, Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002 menetapkan bahwa Negara memegang hak cipta atas folklor dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama, seperti cerita, hikayat, dogeng, legenda, babad, lagu, kerajinan tangan, koreografi, tarian, kaligrafi, dan karya seni lainnya.

Dalam penjelasan ketentuan Pasal 10 ayat (2) Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002 dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan folklor adalah sekumpulan ciptaan tradisional, baik yang dibuat oleh kelompok maupun perorangan dalam masyarakat, yang menunjukkan identitas sosial dan budayanya berdasarkan standar dan nilai-nilai yang diucapkan atau diikuti secara turun temurun termasuk hasil seni antara lain berupa: lukisan, gambar, ukir-ukiran, pahatan, mosaik, perhiasan, kerajinan tangan, pakaian, instrument musik dan tenun tradisonal.

5. Manfaat Perlindungan Terhadap Pengetahuan Tradisional

Adanya perbedaan kepemilikan dalam pengetahuan tradisional memiliki konsekuensi perbedaan dengan sistem Hak Kekayaan Intelektual (HKI) pada umumnya. Hal terpenting yang harus diperhatikan bahwa pengetahuan tradisional

114Insan Budi Maulana,Sukses Bisnis Melalui Merek, Paten dan Hak Cipta,Citra Adhya Bakti,

(44)

harus dijaga dan dipelihara oleh setiap generasi secara turun temurun, karena dengan memberikan perlindungan bagi pengetahuan tadisional akan memberikan manfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.

Salah satu alasan kurang jelasnya tentang perlindungan yang rasional dari perbedaan arti diberikan terhadap konsep perlindungan. Beberapa pengertian konsep ini dalam konteks Hak Kekayaan Intelektual (HKI) bahwa perlindungan pada dasarnya berarti : pengecualian penggunaan tanpa izin oleh pihak ketiga. Penghargaan lainnya, bahwa perlindungan sebagai alat untuk memelihara pengetahuan tradisional dari penggunaan yang mungkin mengikis pengetahuan tradisional atau dampak negatif terhadap kehidupan atau tradisi dari komunitas yang mengembangkan dan menerapkan pengetahuan tradisional. Perlindungan disini memiliki banyak peranan positif dan mendukung pengetahuan tradisional sebagai tradisi dan sumber mata pencaharian komunitas masyarakat bersangkutan

Secara keseluruhan, alasan utama memberikan perlindungan terhadap pengetahuan tradisional, yaitu :

1. pertimbangan keadilan; 2. konservasi;

3. memelihara budaya dan praktik (gaya hidup) tradisional;

4. mencegah perampasan oleh pihak-pihak yang tidak berwenang terhadap komponen-komponen pengetahuan tradisional; mengembangkan penggunaan dan kepentingan pengetahuan tradisional.115

115 Afrilyanna Purba, dkk, TRIPs-WTO & Hukum HKl Indonesia : Kajian Perlindungan Hak

(45)

Berdasarkan hal tersebut maka dalam perlindungan terhadap pengetahuan tradisional terdapat 4 prinsip yang dimiliki oleh komunitas masyarakat setempat, yaitu : pengakuan, perlindungan, pembagian keuntungan, dan hak untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan.116 Satu prinsip tambahan yang dapat diterapkan pada pengetahuan tradisional berupa hak-hak moral, yakniprior informed concern (informasi terlebih dahulu). Prinsip ini diatur di dalam Convention on Biological Diversity(CBD).

116http://www.iccwbo.org/home/statementsrule.../protecting/traditional/know-ledge.as., Diakses

Gambar

Gambar 2.1. Motif Pucuk Betikam
Gambar 2.3. Motif Pucuk Pandan
Gambar 2.5. Motif Gigi Hiu
Gambar 2.6. Tampuk Manggis Pucuk Rebung
+4

Referensi

Dokumen terkait

Setelah melihat tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan manajemen kesiswaan hal ini belum berjalan dengan baik dan belum terlaksana dengan maksimal. Oleh

2014 pada Badan Perpustakaan Arsip dan Dokumentasi Kabupaten Musi Banyuasin, kami Pejabat Pengadaan pada Badan Perpustakaan Arsip dan Dokumentasi Kabupaten Musi Banyuasin, dengan

Dalam proses pelaksanaan program pelayanan kesehatan balita paripurna, pencatatan hingga saat ini masih dilakukan secara manual oleh kader Posyandu untuk

Sehubungan dengan hal tersebut, maka peniliti termotivasi untuk melakukan penelitian lebih dalam lagi tentang “ Pengaruh Penggunaan Media Pembelajaran Terhadap

Masalah tanggungjawab pengangkut terhadap kerugian yang diderita oleh penumpang/pengirim barang dalam penerbangan lazimnya dikenal dengan tanggungjawab pengangkut

Fungsi Kepatuhan adalah serangkaian tindakan atau langkah-langkah yang bersifat ex-ante (preventif) untuk memastikan kegiatan usaha yang dilakukan oleh Perusahaan telah sesuai

1) Penataran dan pelatihan dengan tujuan memperluaskan wawasan profesi guru dan keilmuan para guru. 2) Program Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) yang dilaksanakan seminggu

KELAYAKAN TEKNO-EKONOMI MIGRASI TEKNOLOGI PROSES PRODUKSI GULA KRISTAL PUTIH DARI SULFITASI KE DEFEKASI REMELT