• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbandingan Derajat Miopia pada Murid SMA di Kota Denganmurid SMA di Desa Tahun 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perbandingan Derajat Miopia pada Murid SMA di Kota Denganmurid SMA di Desa Tahun 2014"

Copied!
4
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Miopia adalah bentuk kelainan refraksi dimana sinar - sinar sejajar garis pandang pada keadaan mata tidak berakomodasi difokuskan di depan retina. Miopia dapat terjadi karena ukuran aksis bola mata relatif panjang. Dapat juga karena indeks bias yang tinggi atau akibat indeks refraksi lensa dan kornea terlalu kuat, hal ini disebut miopia refraktif. (American Academy of Ophthalmology, 2011–2012).

Miopia merupakan penyebab yang paling sering terjadi pada penurunan ketajaman penglihatan dan dapat menyebabkan kebutaan (Saw et al., 2000).

Miopia biasa terjadi pada saat usia anak – anak (5-7 tahun), usia muda (7–16 tahun), dan dewasa diatas usia 16 tahun (> 16 tahun) (American Academy Ophthalmology, 2010).

Worid Health Organization (WHO), menyatakan 45 juta orang

menjadi buta di seluruh dunia, dan 135 juta dengan low vision. Diperkirakan gangguan refraksi menyebabkan 8 juta orang mengalami kebutaan atau 18% dari penyebab kebutaan global (American Academy of

Ophthalmology, 2010). Prevalensi miopia ada kecenderungan meningkat pada usia anak– anak dan dewasa. Angka prevalensi miopia di Amerika

pada usia 5 sampai 7 tahun kurang lebih 3%. Sedangkan pada usia 8 sampai 10 tahun 8%, pada usia 11 sampai 12 tahun 14% dan pada usia 17 tahun sekitar 25% (American Academy of Opthalmology,2012). Hal ini terjadi juga di Taiwan. Prevalensi miopia pada anak usia 6 tahun sekitar 12% dan pada usia 16 sampai 18 tahun sekitar 84%. Hal ini hampir sama dengan yang ditemukan di Singapura dan Jepang( Lin et al.,1988; Hosaka,1988).

Menurut penelitian Saw dkk, 1996 peningkatan prevalensi miopia seiring dengan pertambahan umur, dari 4% umur 6 tahun sampai 40 %

(2)

pada umur 12 tahun. Lebih dari 70% dari umur 17 tahun dan lebih dari 75% umur 80 tahun.

Di Indonesia gangguan penglihatan akibat kelainan refraksi prevalensinya 22,1%, menjadi masalah yang harus segera di tangani. Sekitar 10% dari 66 juta anak usia sekolah (5-19 tahun) menderita kelainan refraksi (Suharjo dan Hartono,2007).

Miopia merupakan kelainan refraksi yang terbanyak di jumpai, pada murid SD 86%, SMP 95%, dan SMA 86% ( Saerang et al., 1983).

Beberapa faktor resiko penyebab miopia adalah faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor genetik adalah faktor keturunan, adanya riwayat orang tua maupun saudara kandung. Beberapa faktor lingkungan yang mempengaruhi terjadinya miopia antara lain aktivitas melihat dekat seperti membaca buku, menulis, menonton televisi, menggunakan komputer, bermain game, menggunakan HP, dan lain-lain. Aktivitas melihat jauh seperti bermain dan berolah raga di luar rumah dapat mengurangi terjadinya miopia.

Ada literatur yang menyebutkan kondisi suatu wilayah dapat mempengaruhi tingkat terjadinya miopia. Penelitian yang di lakukan Bei Lu di Cina menyatakan, peningkatan terjadinya miopia di wilayah pedesaan sebesar -0,5D. Sedangkan di wilayah perkotaan Singapura peningkatan

miopia sebesar -0,75D. Pada penelitian Fatika peningakatan miopia pada anak dikota sebesar 0,83D, dan di desa sebesar 0,61D. Penelitian

tersebut menjelaskan bahwa peningkatan miopia lebih tinggi di kota dibandingkan pedesaan.Hal ini karena wilayah perkotaan memiliki fasilitas teknologi dan komunikasi yang lebih maju, seperti televisi, handphone, komputer dan video game. Sehingga mendorong anak – anak lebih banyak menggunakan melihat aktivitas dekat dibandingkan dengan aktivitas melihat jauh. Sedangkan daerah pedesaan dengan wilayah yang lebih luas dan jumlah penduduk yang lebih sedikit. Perkembangan teknologi dan komunikasi di daerah pedesaan tidak semaju di kota.

(3)

Data WHO pada tahun 2004 menunjukkan angka kejadian 10% dari 66 juta anak usia sekolah menderita kelainan refraksi yaitu miopia.

Puncak terjadinya miopia adalah pada usia remaja yaitu pada tingkat SMA. Dan miopia paling banyak terjadi pada anak perempuan dari pada anak laki – laki, dengan perbandingan perempuan terhadap laki–laki 1,4 : 1. (Singapore National Eye Centre, 2005.)

Di Yogyakarta pernah dilakukan penelitian tentang “Progresifitas Miopia Pada Siswa Sekolah Menengah Pertama di Pedesaan dan Perkotaan di Yogyakarta”. Di dapat progresifitas miopia di pedesaan -0,37 sedangkan di perkotaan -0,54D, cendrung lebih tinggi di perkotaan.

Berdasarkan hasil penelitian di atas, hal ini mendorong peneliti untuk melakukan penelitian “Perbandingan Derajat Miopia Pada Murid Sekolah Menengah Atas di Kota dengan Murid Sekolah Menengah Atas di Desa”.

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas,maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “ Bagaimana perbandingan derajat miopia murid SMA di kota dengan murid SMA di desa tahun 2014.”

1.3. Tujuan Penelitian. 1.3.1 Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya perbandingan derajat miopia pada murid Sekolah Menengah Atas (SMA) di kota dan di desa tahun 2014.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui perbedaan derajat miopia pada murid SMA di kota dengan di desa.

2. Mengetahui faktor - faktor resiko yang menyebabkan terjadinya miopia pada murid SMA di kota dengan di desa.

(4)

1.4. Manfaat Penelitian

1. Dari penelitian ini di harapkan dapat menambah pengetahuan

tentang peningkatan terjadinya derajat miopia pada murid SMA di kota dan di desa dan faktor – faktor resiko yang dapat mempengaruhinya.

2. Sebagai bahan informasi dalam upaya peningkatan kelengkapan data tentang perbandingan derajat miopia pada murid SMA di kota dengan di desa.

3. Sebagai informasi bagi peneliti lain yang akan melakukan penelitian.

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu, penulis mencoba membuat suatu program aplikasi penjualan dan pembelian pada toko âMS KOMPUTERâ dengan memanfaatkan fasilitas-fasilitas yang tersedia pada

Furthermore, in general, employees in the Sub-district Office of Cipocok Jaya state that there are a number of factors inhibiting the implementation of supervision of

[r]

Dalam penerapannya di lapangan pada saat penelitian tentang efektivitas komunikasi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Banjar dalam mengurangi resiko

Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian yang telah dilakukan pada mahasiswa di STDI Imam Syafi ’i tahun 2014, dapat ditarik kesimpulan bahwa pada tiga tahun terakhir

Rancang bangun konstruksi rangka mesin 3D printer tipe cartesian berbasis FDM dengan penggerak menggunakan 3 sumbu utama yaitu sumbu X dengan panjang area cetak 380 mm, sumbu

Persepsi pemanfaatan sistem informasi akuntansi dan motivasi kerja secara. simultan berpengaruh signifikan terhadap

efektifitas kerja pegawai pada Dinas.. Pendidikan dan Kebudayaan