BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hygiene dan Sanitasi
2.1.1 Pengertian Hygiene dan Sanitasi
Hygiene adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan
melindungi kebersihan subjeknya seperti mencuci tangan dengan air bersih dan
sabun untuk melindungi kebersihan tangan, mencuci piring untuk kebersihan
piring, membuang bagian makanan yang rusak untuk melindungi keutuhan makanan
secara keseluruhan (Depkes RI, 2004). Hygiene adalah suatu usaha pencegahan
penyakit yang menitik beratkan pada usaha kesehatan perseorangan atau manusia
beserta lingkungan tempat orang tersebut berada (Widyati, 2002).
Sanitasi adalah suatu usaha pencegahan penyakit yang menitikberatkan
kegiatan pada usaha kesehatan lingkungan hidup manusia (Widyati, 2002). Sanitasi
adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan
lingkungan dari subyeknya. Misalnya menyediakan air yang bersih untuk keperluan
mencuci tangan, menyediakan tempat sampah untuk mewadahi sampah agar
tidak dibuang sembarangan.
Hygiene dan sanitasi tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain karena erat
kaitannya. Misalnya hygiene sudah baik karena mau mencuci tangan, tetapi
sanitasinya tidak mendukung karena tidak cukup tersedia air bersih, maka
Perbedaan hygiene dan sanitasi adalah hygiene lebih mengarahkan
aktivitasnya pada manusia, sedangkan sanitasi lebih menitik beratkan pada
faktor-faktor lingkungan hidup manusia. Tujuan diadakanya usaha hygiene dan sanitasi
adalah untuk mencegah timbulnya penyakit dan keracunan serta gangguan kesehatan
lain sebagai akibat dari adanya interaksi faktor-faktor lingkungan hidup manusia.
Hygiene sendiri merupakan usaha kesehatan masyarakat yang mempelajari
pengaruh kondisi lingkungan terhadap kesehatan manusia sehingga timbul upaya
mencegah timbulnya penyakit akibat pengaruh lingkungan kesehatan yang buruk dan
membuat kondisin lingkungan yang baik agar terjamin kesehatanya. Dengan kata lain
hygiene adalah usaha kesehatan preventif yang lebih menitikberatkan pada kegiatan
usaha kesehatan individu maupun usaha kesehatan pribadi manusia.
2.1.2 Hygiene Sanitasi pada Makanan dan Minuman
Makanan penting baik untuk mempertahankan kehidupan. Makanan memberi
energi dan bahan-bahan yang diperlukan untuk membangun dan mengganti jaringan,
untuk bekerja, dan untuk pertahanan tubuh dari penyakit (Adams, 2004). Makanan
jajanan adalah makanan dan minuman yang diolah oleh pengrajin makanan ditempat
penjualan dan disajikan sebagai makanan siap santap untuk dijual bagi umum selain
disajikan jasa boga, rumah makan/restoran, dan hotel (Depkes RI, 2003).
Hygiene sanitasi makanan dan minuman adalah upaya mengendalikan faktor
tempat, peralatan, orang, dan makanan yang dapat atau mungkin dapat menimbulkan
gangguan kesehatan atau keracunan makanan (Depkes RI, 2004). Persyaratan hygiene
rumah makan dan restoran, personel dan perlengkapanya yang meliputi persyaratan
bakteriologis, kimia, dan fisika (Depkes RI, 2003).
Makanan dan minuman yang sehat akan membuat tubuh menjadi sehat namun
makanan yang sudah terkontaminasi dapat menyebabkan penyakit. Dengan demikian
makanan dan minuman yang dikonsumsi haruslah terjamin baik dari segi kualitas
maupun kuantitasnya (Ismunandar, 2008). Hal ini dapat diupayakan dengan
memperhatikan hygiene sanitasi makanan dan minuman.
Air tebu merupakan salah satu jenis minuman jajanan yang dijual oleh
pedagang kaki lima dan dikonsumsi oleh masyarakat umum. Air tebu adalah hasil
perasan dari tebu dengan menggunakan mesin tertentu. Hasil perasan ini akan
disaring dan dibuat dalam termos, lalu kemudian diberi es batu. Makanan dan
minuman yang dijual kepada masyarakat perlu diperhatikan aspek sanitasinya.
Usaha sanitasi terhadap air tebu tentu tidak terlepas dari pengawasan terhadap
produksi dan penjualan minuman, alat-alat yang digunakan, bahan-bahan minuman
serta tata cara pengolah dan penyaji minuman yang tidak memenuhi syarat kesehatan.
2.1.3 Prinsip Hygiene Sanitasi Makanan dan Minuman
Pengertian dari prinsip hygiene sanitasi makanan dan minuman adalah
pengendalian terhadap empat faktor yaitu tempat/bangunan, peralatan, orang dan
bahan makanan. Terdapat 6 (enam) prinsip hygiene sanitasi makanan dan minuman
1. Pemilihan bahan makanan
Kualitas bahan makanan yang baik dapat dilihat melalui ciri-ciri fisik dan
mutunya dalam hal ini bentuk, warna, kesegaran, bau dan lainnya. Bahan makanan
yang baik terbebas dari kerusakan dan pencemaran termasuk pencemaran oleh bahan
kimia seperti pestisida (Kusmayadi, 2008). salah satu upaya mendapatkan bahan
makanan yang baik adalah dengan menghindari penggunaan bahan makanan yang
berasal dari sumber yang tidak jelas (liar) karena kurang dapat
dipertanggungjawabkan secara kualitasnya.
2. Penyimpanan bahan makanan
Penyimpanan bahan makanan bertujuan untuk mencegah bahan makanan agar
tidak lekas rusak. Salah satu contoh tempat penyimpanan yang baik adalah lemari es
atau freezer. Freezer sangat membantu di dalam penyimpanan bahan makanan jika
dibandingkan dengan tempat penyimpanan lain seperti lemari makan atau laci-laci
penyimpanan makanan. Freezer tidak mengubah penampilan, cita rasa dan tidak pula
merusak nutrisi bahan makanan yang disimpan selama batas waktu penyimpanan
(Tarigan, 2005).
Syarat-syarat penyimpanan bahan makanan adalah (Depkes RI, 2004) :
a. Tempat penyimpanan bahan makanan selalu terpelihara dan dalam keadaan bersih.
b. Penempatannya terpisah dari makanan jadi
c. Penyimpanan bahan makanan diperlukan untuk setiap jenis bahan makanan :
1) Dalam suhu yang sesuai
3) Kelembaban penyimpanan dalam ruangan 80% -90%
d. Bila bahan makanan disimpan di gudang, cara penyimpanannya tidak menempel
pada langit-langit dengan ketentuan sebagai berikut :
1) jarak makanan dengan lantai 15 cm
2) jarak makanan dengan dinding 5 cm
3) jarak makanan dengan langit-langit 60 cm
e. Bahan makanan disimpan dalam aturan sejenis, disusun dalam rak-rak sedemikian
sehingga tidak mengakibatkan rusaknya bahan makanan. Bahan makanan yang
masuk terlebih dahulu merupakan yang pertama keluar, sedangkan bahan makanan
yang masuknya belakangan terakhir dikeluarkan atau disebut dengan sistem FIFO
(First In First Out).
Ada 4 (empat) cara penyimpanan makanan yang sesuai dengan suhunya yaitu
(Depkes RI, 2004) :
a. Penyimpanan sejuk (cooling), yaitu suhu penyimpanan 10°C -15°C untuk jenis
minuman buah, es krim dan sayur.
b. Penyimpanan dingin (chilling), yaitu suhu penyimpanan 4°C –10°C untuk bahan
makanan yang berprotein yang akan segera diolah kembali.
c. Penyimpanan dingin sekali (freezing), yaitu suhu penyimpanan 0°C -4°C untuk
bahan berprotein yang mudah rusak untuk jangka waktu sampai 24 jam.
d. Penyimpanan beku (frozen), yaitu suhu penyimpanan < 0°C untuk bahan makanan
3. Pengolahan makanan
Pengolahan makanan adalah proses pengubahan bentuk dari bahan mentah
menjadi makanan yang siap santap. Pengolahan makanan yang baik adalah yang
mengikuti prinsip-prinsip hygiene sanitasi (Depkes RI, 2004).
Tujuan pengolahan makanan agar tercipta makanan yang memenuhi syarat
kesehatan, mempunyai cita rasa yang sesuai serta mempunyai bentuk yang
merangsang selera (Azwar, 1990). Dalam proses pengolahan makanan, harus
mempunyai persyaratan hygiene sanitasi terutama menjaga kebersihan peralatan
masak yang digunakan, tempat pengolahan atau disebut dapur serta kebersihan
penjamah makanan (Kusmayadi, 2008).
Makanan mempunyai rute perjalanan makanan yang sangat panjang dibagi
dalam dalam dua rangkaian yaitu :
1. Rantai makanan (food chain).
Yaitu rangkaian perjalanan makanan sejak dari pembibitan, pertumbuhan,
produksi pangan, panen, penggudangan, pemasaran bahan sampai kepada pengolahan
makanan untuk seterusnya disajikan. Pada setiap rantai terdapat banyak titik-titik
dimana makanan telah dan akan mengalami pencemaran sehingga mutu makanan
menurun, untuk itu perlu perhatian khusus dalam mengamankan titik-titik tersebut
selama diperjalanan, dengan pengendalian di setiap titik dari rantai perjalanan
2. Lajur makanan (food flow)
Yaitu perjalanan makanan dalam proses pengolahan makanan, setiap tahap
dalam jalur pengolahan makanan akan ditemukan titik-titik yang bersifat riskan
pencemaran (critical point). Titik ini harus dikendalikan dengan baik agar makanan
yang dihasilkan menjadi aman. Bakteri merupakan salah satu zat pencemar yang
potensial dalam mengkontaminasi makanan, masuknya bakteri ke dalam makanan
akan meningkatkan pertumbuhan bakteri, terutama bila tersedia makanan,
kelembaban yang cukup, air yang cukup untuk bakteri tumbuh. Pertumbuhan bakteri
berlangsung secara vegetative (membelah diri) satu menjadi dua, dua menjadi empat
dan seterusnya. Sel bakteri terdiri inti dan protoplasma. Inti terdiri dari protein dan
protoplasma, bakteri memerlukan protein dan air untuk hidupnya, pada suhu dan
lingkungan yang cocok, satu bakteri akan berkembang biak menjadi dua juta lebih
dalam waktu 7 jam. Dengan jumlah sebanyak itu maka dosis infeksi dari bakteri telah
terlampaui. Artinya kemungkinan menjadi penyebab penyakit sangat besar sekali.
Suhu yang paling cocok untuk pertumbuhan bakteri adalah 100-600C. Suhu ini
sebagai danger zone (daerah berbahaya).
Makanan yang masih dijamin aman paling lama dalam waktu 6 jam, karena
waktu 6 jam jumlah bakteri yang tumbuh baru mencapai 500.000 (5x105), setelah
melewati waktu tersebut makanan sudah tercemar berat. Daerah aman (safety zone)
adalah < 100C dan > 600C. Prakteknya < 100C yaitu di dalam lemari es yang masih
berfungsi dengan baik dan > 600C yaitu di dalam wadah yang selalu berada di atas
Titik pengendalian dalam lajur makanan adalah sebagai berikut :
- Penerimaan bahan, memilih bahan yang baik dan bersih.
- Pencucian bahan, melarutkan kotoran yang masih ada seperti residu pestisida pada
sayur dan buah, darah dan sisa bulu pada unggas atau daging, debu pada beras.
Sayuran atau buah yang diduga mengandung residu pestisida harus dicuci berulang
kali dalam air mengalir, sayuran lembaran harus dicuci setiap lembaran.
- Perendaman terutama pada jenis biji untuk meresapkan air ke dalam bahan kering
sehingga mudah dimasak, contoh beras, kacang dan bumbu.
- Peracikan dengan cara memotong, mengerus dan mengiris, agar zat gizi tidak
hilang maka makanan harus dicuci terlebih dahulu sebelum dipotong.
- Pemasakan seperti menggoreng, merebus dan memanggang merupakan tahap
perubahan tekstur makanan dari mentah/keras akan menjadi lunak dan empuk
sehingga enak di makan, dengan panas < 800C semua bakteri pathogen akan mati.
- Pewadahan makanan masak merupakan titik yang paling rawan, karena makanan
sudah bebas bakteri pathogen dan tidak lagi dipanaskan. Pada tahap ini tidak boleh
terjadi kontak makanan dengan tangan telanjang, droplet atau wadah yang tidak
bersih dan debu atau serangga.
- Penyajian makanan merupakan titik akhir dari rangkaian perjalanan makanan yang
siap disantap. Makanan yang telah disajikan segera dimakan untuk mencegah
pertumbuhan bakteri dan pencemaran ulang (recontamination) akibat lingkungan
penutup saji, tetapi kalau lebih dari 2 jam harus disimpan di atas pemanas
(oven/termos) atau dalam lemari es yang berfungsi.
- Santapan akan lebih nyaman bila dikonsumsi dalam keadaan hangat, makanan
akan tetap aman bila disimpan dalam suhu dingin di dalam lemari es pada suhu
100C dan dipanaskan ulang (reheating) pada suhu 800C waktu disantap.
Peralatan makanan dan minuman dapat dipergunakan seperti : piring, gelas,
mangkuk, sendok atau garpu harus dalam keadaan bersih. Beberapa hal yang harus
diperhatikan (Depkes, 2004) adalah :
a. Bentuk peralatan utuh, tidak rusak, cacat, retak atau berlekuk-lekuk tidak rata.
b. Peralatan yang sudah bersih dilarang dipegang di bagian tempat makanan,
minuman atau menempel di mulut, karena akan terjadi pencemaran mikroba
melalui jari tangan.
c. Peralatan yang sudah retak, gompel atau pecah selain dapat menimbulkan
kecelakaan (melukai tangan) juga menjadi sumber pengumpulan kotoran karena
tidak akan dicuci sempurna.
d. Dilarang menggunakan kembali peralatan yang dirancang hanya untuk sekali
pakai.
4. Penyimpanan Makanan
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menyimpan makanan :
a. Makanan yang disimpan harus diberi tutup
b. Tersedia tempat khusus untuk menyimpan makanan
d. Apabila disimpan diruangan terbuka hendaknya tidak lebih dari 6 jam dan
ditutup agar terhindar dari serangga dan binatang lain
e. Lemari penyimpanan sebaiknya tertutup dan tidak berada tanpa kaki penyangga
atau dipojok ruangan karena tikus, kecoa dan hewan lainnya akan sangat mudah
untuk menjangkaunya.
5. Pengangkutan makanan
Pengangkutan makanan yang sehat akan sangat berperan di dalam mencegah
terjadinya pencemaran makanan. Dalam proses pengangkutan makanan banyak pihak
yang terkait mulai dari persiapan, pewadahan, orang, suhu dan kendaraan pengangkut
itu sendiri.
6. Penyajian makanan
Penyajian makanan yang menarik akan memberikan nilai tambah dalam
menarik pelanggan. Teknis penyajian makanan untuk konsumen memiliki berbagai
cara asalkan memperhatikan kaidah hygiene sanitasi yang baik. Pengunaan
pembungkus seperti plastik, kertas atau boks plastic harus dalam keadaaan bersih dan
tidak berasal dari bahan-bahan yang dapat menimbulkan racun.
Makanan yang disajikan pada tempat yang bersih, peralatan yang digunakan
bersih, sirkulasi udara dapat berlangsung, penyaji berpakaian bersih dan rapi
menggunakan tutup kepala dan celemek. Tidak boleh terjadi kontak langsung dengan
2.1.4 Persyaratan Makanan dan Minuman Jajanan
Makanan jajanan adalah makanan dan minuman yang diolah oleh pengrajin
makanan di tempat penjualan dan atau disajikan sebagai makanan siap santap untuk
dijual bagi umum selain yang disajikan jasa boga, rumah makan/restoran, dan hotel
(Depkes RI, 2003).
Menurut Kep.menkes RI No.942.Menkes/SK/VII/2003 persyaratan Hygiene
sanitasi makanan jajanan antara lain meliputi penjamah makanan, peralatan, air,
bahan makanan dan penyajian makanan, sarana penjaja, dan sentra pedagang.
1. Penjamah makanan
Penjamah makanan adalah orang yang secara langsung atau tidak langsung
berhubungan dengan makanan dan peralatannya sejak dari tahap persiapan,
pembersihan, pengolahan, pengangkutan sampai dengan penyajian. Penjamah
makanan dalam melakukan pelayanan penanganan makanan jajanan harus memenuhi
persyaratan antara lain menjaga kebersihan tangan, rambut, kuku, dan pakaian,
mencuci tangan setiap kali hendak menangani makanan, menjamah makanan harus
memakai alat/perlengkapan atau dengan alas, tangan, tidak sambil merokok,
menggaruk anggota badan (telinga, hidung, mulut atau bagian lainnya).
2. Peralatan
Peralatan adalah barang yang digunakan untuk penanganan makanan jajanan.
Peralatan yang digunakan untuk mengolah dan menyajikan makanan jajanan harus
memenuhi persyaratan hygiene sanitasi antara lain : peralatan yang sudah dipakai
peralatan yang bersih disimpan di tempat yang bebas pencemaran dan pedagang
dilarang menggunakan kembali peralatan yang dirancang hanya untuk sekali pakai.
3. Air
Air yang digunakan dalam penanganan makanan jajanan harus air yang
memenuhi standard dan persyaratan hygiene sanitasi yang berlaku bagi air bersih atau
air minum.
4. Bahan makanan
Bahan makanan adalah semua bahan makanan dan minuman yang baik
terolah maupun tidak, termasuk bahan tambahan makanan dan bahan penolong.
Bahan makanan yang diolah menjadi makanan jajanan harus dalam keadaan baik
mutunya, segar dan tidak busuk. Makanan jajanan harus disajikan dengan tempat/alat
perlengkapan yang bersih dan aman bagi kesehatan, makanan jajanan harus dijajakan
dalam keadaan terbungkus dan atau tertutup, pembungkus yang digunakan harus
dalam keadaan bersih dan tidak mencemari makanan, pembungkus dilarang ditiup.
5. Sarana penjaja
Sarana penjaja adalah fasilitas yang digunakan untuk penangan makanan
jajanan baik menetap maupun berpindah-pindah. Sarana penjaja harus dilengkapi
dengan tempat penyimpanan bahan minuman, tempat penyimpanan peralatan, tempat
cuci peralatan, dan tempat sampah.
6. Sentra pedagang
Sentra pedagang makanan jajanan harus cukup jauh dari sumber pencemaran
hewan, jalan yang ramai. Lokasi makanan jajanan harus dilengkapi fasilitas sanitasi
yang meliputi antara lain tempat pembuangan sampah dan fasilitas pengendali lalat.
2.1.5 Sistem Pencucian Alat Makan dan Minum
Menurut Kepmenkes No.1098/Menkes/VII/2003 persyaratan pencucian
peralatan adalah sebagai berikut :
1. Terbuat dari bahan yang kuat, aman, tidak berkarat dan mudah dibersihkan
2. Tempat pencucian peralatan dihubungkan dengan saluran pembuangan air limbah
3. Bak pencucian sedikitnya terdiri dari 3 (tiga) bilik/bak pencuci yaitu untuk
mengguyur, menyabun, dan membilas.
2.2 Kualitas Air
2.2.1 Persyaratan Kualitas Air Minum
Pemanfaatan air minum dalam kehidupan harus memenuhi persyaratan baik
kuantitas dan kualitas yang erat hubunganya dengan kesehatan. Air yang memenuhi
persyaratan kuantitas apabila air tersebut mencukupi kebutuhan keluarga baik sebagai
air minum maupun untuk keperluan rumah tangga lainnya.
Sedangkan air yang memenuhi persyaratan kualitas air minum menurut skala
prioritas Menkes RI NO.492/Menkes/PER/IV/2010, secara garis besar persyaratan
1. Syarat Fisik
Air minum yang dikonsumsi sebaiknya tidak berasa, tidak berbau, tidak
berwarna (maksimal 15 TCU), tidak keruh (maksimal 5 NTU), suhu udara maksimal
± 3 ºC dari suhu udara sekitar dan jumlah zat padat terlarut maksimal 500 mg/l.
2. Syarat Kimia
Air minum yang dikonsumsi tidak mengandung zat-zat kimia organik dan
anorganik melebihi standar yang ditetapkan, pH pada batas minimum dan maksimum
(6,5 - 8,5) dan tidak mengandung zat kimia beracun sehingga dapat menimbulkan
gangguan kesehatan.
3. Syarat Mikrobiologi
Air minum yang aman harus terhindar dari kemungkinan kontaminasi
Escherichia coli atau koliform tinja dengan standart 0 dalam 100 ml air minum.
4. Syarat Radio aktif
Air minum yang akan dikonsumsi hendaknya terhindar dari kemungkinan
terkontaminasi radiasi radio aktif melebihi batas maksimal yang diperkenankan.
2.2.2 Peranan Air terhadap Kehidupan Manusia
Air di dalam tubuh manusia, berkisar 50-70% dari seluruh badan. Air terdapat
diseluruh badan, ditulang terdapat air sebanyak 22% dari berat tulang, didarah dan
ginjal sebanyak 83%. Pentignya air bagi kesehatan dapat dilihat dari jumlah air yang
ada di dalam organ. Jumlah air dalam darah terdiri atas 80%, dalam tulang 25%,
Kehilangan air untuk 15% dari berat badan dapat mengakibatkan kematian.
Karenanya orang dewasa perlu minuman 1,5-2 liter sehari. Kekurangan air ini
menyebabkan banyaknya didapat penyakit batu ginjal dan kandung kemih di daerah
tropis seperti Indonesia.
Beberapa fungsi air didalam tubuh manusia antara lain adalah : air diperlukan
untuk melarutkan berbagai jenis zat yang diperlukan tubuh, segala reaksi biokimia di
dalam tubuh berlangsung didalam lingkungan air, air sebagai bahan pelarut membawa
segala jenis makanan keseluruh tubuh dan mengambil kembali segala buangan untuk
dikeluarkan dari tubuh, air juga dapat mempertahankan suhu tubuh (Soemirat, 2003).
2.2.3 Peranan Air terhadap Kesehatan
Air merupakan suatu kebutuhan yang tidak dapat ditinggalkan untuk
kehidupan manusia, karena air yang diperlukan untuk bermacam-macam kegiatan
seperti pertanian, industri, perikanan, rekreasi, kegiatan rumah tangga, dan terutama
sebagai air minum. Air yang dapat diminum dapat diartikan sebagai air yang bebas
dari bakteri yang berbahaya dan ketidakmurnian secara kimiawi. Air yang diminum
harus bersih dan jernih, tidak berwarna dan tidak berbau, dan tidak mengandung
bahan tersuspensi atau kekeruhan. Jika air yang kita minum tercemar akan berdampak
bagi kesehatan (Buckle, 2009).
Air dapat berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap
kesehatan. Pengaruh tidak langsung adalah pengaruh yang timbul sebagai akibat
pendayagunaan air yang dapat meningkatkan ataupun menurunkan kesejahteraan
industri, untuk irigasi, perikanan, pertanian, dan rekreasi dapat meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Sebaliknya, pengotoran badan-badan air dapat
menurunkan kesejahteraan masyarakat. Sedangkan pengaruh langsung terhadap
kesehatan tergantung kualitas air tersebut. Air mempunyai peranan besar dalam
penularan beberapa penyakit menular. Besarnya peranan air dalam penularan
penyakit adalah disebabkan keadaan air tersebut sangat membantu dan sangat baik
untuk kehidupan mikrobiologis.
Air dapat bertindak sebagai tempat berkembangbiak mikrobiologis dan juga
sebagai tempat tinggal sementara (perantara) sebelum mikrobiologis berpindah
kepada manusia (Soemirat, 2003). Air yang digunakan harus memenuhi syarat
kualitas air minum, sesuai dengan Kepmenkes RI No.492/Menkes/PER/IV/2010
seperti syarat fisik (tidak berasa, berbau, berwarna, serta tidak keruh), syarat kimia
(tidak mengandung zat-zat kimia beracun yang menimbulkan gangguan kesehatan),
syarat mikrobiologi (bebas bakteri Escherichia coli dengan standar 0 dalam 100 ml
air minum) serta bebas dari kontaminasi radiasi radioaktif melebihi batas maksimal
yang diperbolehkan.
2.2.4 Indikator Pencemaran Air
Pemeriksaan bakteriologis merupakan pemeriksaaan yang paling baik dan
sensitif untuk mendeteksi kontaminasi air oleh kotoran manusia. Mikroorganisme
1. Organisme Koliform
Contoh tipikal koliform tinja adalah E.coli. keberadaaan E.coli dalam sumber air
merupakan indikasi terjadinya kontaminasi tinja manusia. Ada beberapa alasan
mengapa organisme koliform dipilih sebagai indikator terjadinya kontaminasi tinja
dibandingkan kuman pathogen lain terdapat di saluran pencernaan, antara lain :
a. Jumlah mikroorganisme koliform cukup banyak dalam usus manusia. Sekitar
200-400 miliar organisme ini dikeluarkan melalui tinja setiap harinya. Karena
jarang sekali ditemukan dalam air, keberadaan kuman ini dalam air memberi
bukti kuat adanya kontaminasi tinja manusia.
b. Organisme ini lebih mudah dideteksi dibandingkan tipe kuman pathogen
lainnya.
c. Organisme ini lebih tahan hidup dibandingkan dengan kuman atau pathogen
lainnya.
Bila koliform organisme ini ditemukan di dalam sampel air maka dapat diambil
suatu kesimpulan bahwa kuman usus pathogen yang lain dapat juga ditemukan
dalam sampel walaupun dalam jumlah yang kecil.
2. Streptokokus tinja
Organisme ini biasanya di dalam tinja bersama E.coli. Streptokokus tinja dapat
digunakan sebagai indikator untuk uji pembuktian adanya kontaminasi tinja
3. Clostridium perferingens dan Clostridium welchii
Organisme ini biasanya ditemukan dalam fese manusia dalam
jumlah yang kecil.
2.2.5 Bakteri Indikator Polusi
Bakteri indikator polusi adalah bakteri yang dapat digunakan sebagai petunjuk
adanya polusi feses atau kotoran manusia atau hewan. Mikroorganisme yang
digunakan sebagai indikator polusi adalah bakteri yang tergolong Escherichia coli,
Streptokokus fekal, dan Clostridium perferingens.
Beberapa alasan pemilihan bakteri-bakteri tersebut adalah sebagai berikut :
1. Bakteri-bakteri tersebut dapat digunakan sebagai indikator kontaminasi kotoran
karena terdapat dalam jumlah yang besar di dalam kotoran manusia dan hewan,
dimana bakteri tersebut adalah bakteri komensal di dalam saluran pencernaan
manusia dan hewan.
2. Bakteri-bakteri tersebut pada umumnya tidak tumbuh di dalam saluran pencernaan
organisme lainnya kecuali manusia dan hewan berdarah panas.
3. Bakteri indikator harus selalu terdapat di dalam contoh dimana ditemukan
mikroorganisme patogen enterik.
4. Bakteri indikator harus hidup lebih lama dibandingkan dengan bakteri patogen
enterik yang berbahaya.
5. Prosedur untuk uji bakteri indikator harus sangat spesifik yang berarti tidak
memberikan hasil positif yang salah, dan sangat sensitif yang berarti dapat
6. Prosedur untuk uji bakteri indikator harus relatif lebih mudah dikerjakan.
7. Prosedur untuk melakukan uji bakteri indikator harus aman yang berarti tidak
boleh membahayakan bagi kesehatan orang yang melakukanya.
8. Jumlah bakteri indikator harus dapat menunjukkan tingkat polusi, yang berarti
kira-kira jumlahnya sebanding dengan jumlah mikroorganisme patogen yang
terdapat di dalam air.
Syarat-syarat bakteri indikator tersebut mungkin tidak selalu dapat dipenuhi
karena mungkin berbeda dalam hal toleransi suhu, tingkat khlorinasi, dan terhadap
konsentrasi garam. Sifat-sifat masing-masing bakteri indikator perlu diketahui untuk
dapat melakukan uji dengan tepat.
2.3 Air Tebu
2.3.1 Pengertian Air Tebu
Tebu (Saccharum officinarum) adalah tanaman yang membutuhkan musim
hujan pada saat penanaman dan sedikit hujan pada saat dipanen (ditebang). Kebetulan
kondisi ini sesuai kondisi iklim di Indonesia yang memiliki dua macam iklim yaitu
musim penghujan dan musim kemarau. Tebu yang digunakan sebagai bahan baku
pabrik merupakan tanaman keturunan hasil persilangan antara tebu alam dan
pimping. Maka untuk memperoleh hasil yang sesuai dengan yang diharapkan maka
ditanam jenis (varietas) tertentu yang sesuai dengan kondisi alam dan iklim suhu,
angin, dan intensitas curah hujan agar didapat hasil gula yang cukup tinggi (Soejardi,
Tebu merupakan salah satu komoditi perkebunan yang penting dalam
pembangunan sub sektor perkebunan antara lain untuk memenuhi kebutuhan
domestik maupun sebagai komoditi ekspor penghasil devisa negara (Disbun, 2012).
Tebu termasuk jenis tanaman rumput yang kokoh dan kuat. Tanaman tebu
akan tumbuh di daerah dataran rendah yang kering, iklim panas yang lembab dengan
suhu antara 25ºC-28ºC, Curah hujan kurang dari 100 mm/tahun, tanah tidak terlalu
masam, pH diatas 6,4 dan ketinggihan kurang dari 500m dpl (Bapelluh, 2013).
Seperti halnya tanaman lainnya, pohon tebu juga mempunyai beberapa jenis.
Jenis-jenis tebu yang seringditanam di tanah air biasanya diambil dari: jenis POY
3016. jenis P.S.30, jenis P.S.41, jenis P.S.38, jenis P.S.36, jenis P.S.8, jenis B.Z.132,
jenis B.Z.62, dan jenis lain-lain. Jenis tebu ini mempunyai ciri-ciri tersendiri. Dengan
demikian, tebu dapat dengan mudah dibedakan dan sekaligus langsung bisa
mengetahui tebu ini termasuk jenis yang mana (Mulyana, 2001).
Minuman air tebu adalah minuman yang sangat alami dan manis memiliki
komposisi kandungan kimia berasal dari batang tebu yang mengandung air gula yang
berkadar sampai 20%. Minuman air tebu banyak dikonsumsi oleh masyarakat, baik
orang tua, dan anak-anak, dijual di pinggiran jalan serta di pusat keramaian membuat
minuman segar ini mudah dijangkau oleh semua orang.
Usaha pembuatan minuman air tebu merupakan yang sederhana, tetapi jika
dikelola dengan baik akan menghasilkan keuntungan yang tidak sedikit. Selain itu,
proses pembuatannya mudah dan tidak membutuhkan keterampilan tinggi, serta alat
adalah sebagai berikut: Air tebu bisa langsung didapatkan dengan menggunakan
mesin khusus. Batang – batang tebu awalnya dibelah – belah menjadi dua bagian.
Setelah itu baru dimasukkan ke dalam mesin pemeras. Mesin inilah yang memeras air
tebu hingga hanya tertinggal ampas batangnya. Cairan yang keluar dari perasan
batang akan langsung keluar otomatis melalui kran yang tersambung dengan mesin.
Jika tanaman tebunya masih muda maka warna air tebu agak hijau muda
sedangkan batang tebu tua akan menghasilkan air perasan tebu yang berwarna lebih
tua atau kecoklatan. Hasil air perasannya dapat disajikan dengan gelas – gelas plastik
ataupun dapat dibungkus dalam plastik putih, dapat pula ditambah es sebagai
penyejuk (Arifah, 2008).
Menurut Subianto (2011) Tebu mengandung senyawa octacosanol sejenis
alkohol rantai panjang yang mampu menurunkan kadar kolesterol dalam darah.
Octacosanol juga menghambat penumpukan plak pada dinding pembuluh, bahkan ia
perlindungan terhadap oksidasi protein darah.
Menurut hasil riset National center for scientific Research Havana kuba.
Octacosanol mekan sintesa kolesterol yang di produksi di dalam hati. Hal ini terlihat
dari adanya pengaturan enzim reductase HMG-CoA—Enzim yang membatasi laju
sintesa kolesterol. Pengamatan jangka panjang terhadap konsumsi octacosanol
membuktikan senyawa itu dapat menurunkan dan mengontrol kadar kolesterol darah
tanpa efek samping.
Pasien diabetes pun aman mengkonsumsi tebu. Sebab, pemberian policasanol
21,8% namun tidak terjadi peningkatan pada kadar glukosa atau glikemik darah.
Malah kadar HDL –kolesterol meningkat 11,3%.
Air perasan tebu memiliki efek anti diabetic. Bila diminum ia mampu
mengatasi diabetes. Air tebu mengandung sakaran, senyawa anti diabetik. Sayangnya
dalam pengolahan menjadi gula pasir, senyawa itu hilang saat proses pemanasan.
Yang bertahan justru sakarosa, senyawa pencetus diabetes.
Tebu juga mengandung asam lemak yang memiliki efek anti radang dan
analgetik. Ini dibuktikan dengan pemberian suatu campuran asam lemak yang di
isolasi dari tebu kepada tikus. Tikus yang kesakitan setelah diletakkan diatas piring
panas dan diberi asam asetat,menjadi tenang setelah minum larutan itu.
Secara tradisional masyarakat memang sudah memanfaatkan tebu sebagai anti
racun, antiseptic, pengencer dahak dan obat lambung. Bahkan ia juga dipakai untuk
mengobati kanker paru-paru, beberapa tumor dan menyembuhkan luka. Gula tebu
juga digunakan untuk pengobatan gonore dan gangguan vagina. Ampas tebu dipakai
untuk menutup luka dan membalut patah tulang. Di India jus tebu menjadi obat untuk
tumor di bagian perut. Jadi manfaat tebu tak hanya sebatas untuk bahan baku gula
pasir saja (Subianto, 2011).
2.3.2 Sari Tebu
Sari tebu merupakan minuman tradisonal yang proses pembuatannya dengan
cara mencuci tebu yang sudah dikupas dengan air bersih dan menggiling atau
memeras batang tebu dengan mesin pemeras tebu hingga keluar sarinya. (Caffrey,
Sari tebu yang mirip jus itu, memang terasa segar di tenggorokkan, terlebih
jika sudah dicampur dengan es batu kecil-kecil. Rasa manisnya yang khas (terkadang
menyengat), minuman itu menjadi minuman rakyat yang populer. Mulai dari penjual
di pinggir jalan ramai, di pasar, di kantin kampus hingga ke mal. Negara-negara
beriklim tropis dan sub-tropis yang paling banyak membudidayakan (kultivasi) tebu
menjadi minuman menyegarkan karena harganya juga murah. Tidak heran, jika
kemudian masyarakat negara-negara berkembang seperti di Asia dan Amerika Latin
menjadi komunitas yang paling banyak mengkonsumsi minuman tradisional ini
(Rendra, 2013).
Mereka mengkonsumsi sari tebu bukan hanya karena segar, nikmat dan
murah. Namun lebih dari itu, sari tebu sudah dianggap sejak dulu menyehatkan
karena mengandung banyak nutrisi. Beberapa negara malah menjadi semacam obat
herbal yang efektif dalam mengobati beberapa penyakit tertentu tanpa harus ke
dokter. (Rendra, 2013).
2.3.3 Kandungan Tebu
Bila tebu dipotong, akan terlihat serat-serat dan terdapat cairan yang manis.
Serat dan kulit batang biasa disebut sabut dengan persentase sekitar 12,5% dari bobot
tebu. Cairannya disebut nira dengan persentase 87,5%. Nira terdiri dari air dan bahan
kering. Bahan kering tersebut ada yang larut dan ada pula yang tidak larut dalam nira.
Gula yang merupakan produk akhir dari pengolahan tebu terdapat dalam
mengandung bahan bukan tebu. Jadi dapat dibayangkan betapa kecilnya persentase
gula dalam tebu.
Nira yang terlihat berupa cairan mengandung banyak unsur-unsur penting,
antara lain sebagai berikut:
1. Amylum atau karbohidrat.
2. Sakarosa atau gula tebu. Bentuk sakarosa murni berupa kristal, tidak berair,
dengan rasa manis, dan berwarna putih jernih. Bila dipanaskan pada suhu
100ºC-160ºC, sakarosa akan meleleh menjadi cair. Apabila suhu lebih panas lagi, air akan
menguap sehingga terbentuk karamel. Kandungan sakarosa optimal pada waktu
tanaman mengalami kemasakan optimal, yakni menjelang berbunga. Apabila
ditambah air, sakarosa akan berubah menjadi glukosa dan fruktosa.
3. Glukosa dan fruktosa atau gula urai atau gula invert. Glukosa murni berupa kristal
berbentuk tiang dan bebas air dengan titik lebur 146ºC. Bila tanaman semakin tua,
kandungan glukosanya semakin tinggi. Fruktosa murni berupa kristal berbentuk
jarum, banyak terdapat sewaktu tanaman masih muda.
2.4 EscherichiaColi
2.4.1 Pengertian Escherichia Coli
Escherichia coli yaitu bakteri anaerob fakultatif gram negatif berbentuk
batang yang termasuk dalam famili Enterobacteriaceae. Bakteri ini merupakan
penghuni normal usus, selain berkembang biak di lingkungan sekitar manusia.
Escherichia coli juga merupakan bakteri yang paling banyak digunakan
sebagai indikator sanitasi karena bakteri ini adalah bakteri komensial pada usus
manusia, umunya bukan patogen penyebab penyakit sehingga pengujiannya tidak
membahayakan dan relatif tahan hidup di air sehingga dapat dianalisis
keberadaannya di dalam air yang merupakan medium paling ideal untuk
pertumbuhan bakteri. Keberadaan E.coli dalam air atau makanan juga dianggap
memiliki korelasi tinggi dengan ditemukannya patogen pada pangan (Balai
POMRI, 2008).
Beberapa galur E.Coli seringkali diasosiasikan dengan air yang telah
terkontaminasi oleh feses dan sejak lama menjadi penyebab diare pada anak-anak
(Suardana dan Swacita, 2009). Makanan yang sering terkontaminasi adalah susu,
air minum, daging ayam, daging sapi, ikan dan makanan laut lainnya, telur,
sayuran, buah-buahan.
Alat yang digunakan dalam industri pengolahan pangan sering terkontaminasi
bakteri E.Coli yang berasal dari air yang digunakan untuk mencuci ini merupakan
suatu tanda praktek sanitasi yang kurang baik (Fathonah, 2005).
Escherichia coli dari anggota famili Enterobacteriaceae ukuran sel dengan
panjang 2,0-6,0 μm dan lebar 1,1-1,5μm. Bentuk sel dari bentuk seperti coocal
hingga membentuk sepanjang ukuran filamentous. Tidak ditemukan spora E.coli
batang gram negatif. Selnya bisa terdapat tunggal, berpasangan dan dalam rantai
Bakteri ini aerobik dan dapat juga aerobik facultatif. E.coli merupakan
bakteri fakultatif anaerobic gram negatif berbentuk batang yang termasuk dalam
famili enterobacteraceae kemudian dikenal bersifat komensial maupun berpotensi
patogen (Arisman, 2009).
2.4.2 Epidemiologi Escherichia Coli
Kuman Escherichia coli termasuk kuman penghuni saluran pencernaan
beberapa hari setelah lahir dan sejak itu merupakan bagian utama flora jasad renik
aerobic normal dari tubuh. Mikroorganisme yang paling umum digunakan sebagai
petunjuk atau indikator adanya pencemaran feces dalam air adalah E.coli (Balai
POM RI, 2008).
Diare adalah salah satu penyakit yang disebabkan oleh kuman E.coli, hal ini
disebabkan oleh sanitasi lingkungan dan higiene perorangan yang kotor. Sumber
kontaminasi potensial yaitu terdapat selama jam kerja dari para pekerja yang
menangani makanan.
Tangan pekerja mengadakan kontak dengan bagian tubuh yang mengandung
stafilokoki, maka tangan tersebut akan mengkontaminasi makanan yang tersentuh.
Perpindahan langsung mikroba dari alat pernafasan ke makanan. Organisme yang
berasal dari alat pencernaan dapat melekat pada tangan pekerja yang mengunjungi
kamar mandi atau kamar kecil dan tidak mencuci tangannya dengan sabun sebelum
kembali bekerja (Balai POM RI, 2003).
Beberapa penyakit yang disebabkan dari mengkonsumsi makanan atau
buruk adalah kejang perut, diare berdarah, gangguan ginjal pada anak-anak, gangguan
saraf pada lansia, kegagalan ginjal, gastroentritis, keracunan makanan
(Chukwuemeka, 2012). Berdasarkan WHO pada tahun 2005 juga melaporkan bahwa
sekitar 70% kasus diare yang terjadi di negara berkembang disebabkan oleh makanan
yang telah terkontaminasi oleh bakteri patogen asal pangan dan asal air (waterborne)
dengan penyebab yang dipindahkan melalui perantara pangan. Penyebaran kuman ini
adalah dari manusia ke manusia lain. E.coli juga disebarkan oleh lalat, juga melalui
tangan yang kotor, makanan yang terkontaminasi tinja. Dalam hal ini juga perlu
diperhatikan kebersihan air minum dan dilakukan pengawasan serta khlorinasi
sumber air minum (Balai POM RI, 2003).
2.4.3 Golongan dan Patogenesis
Escherichia coli yang berhubungan dengan penyakit dapat diklasifikasikan
berdasarkan karakteristik virulensinya dimana tiga kelompok menyebabkan penyakit
dengan mekanisme yang berbeda. Sifat perlekatan pada sel epitel usus kecil atau
besar dipengaruhi oleh gen dalam plasmid. Sama halnya dengan toksin yang
merupakan plasmid atau phage mediated. E.coli yang dapat berhubungan dengan
penyakit diare terdapat lima golongan yaitu Enterophatogenic E.coli (EPEC),
Enterotoxigenic E.coli (ETEC), Enterohaemorrhagic E.coli (EHEC), Enteroinvasive
1. Enterophatogenic E.coli (EPEC)
Menyebabkan diare berair akut (Acute watery diarrhoea) pada anak-anak dan
bayi. Sumber kontaminasi terhadap makanan, yaitu penjamah makanan, pembuangan
air limbah, lingkungan. EPEC merekat pada sel mukosa khusus kecil.
2. Enteroinvasive E.coli (EIEC)
Menyebabkan penyakit infasiv, colitis atau gejala seperti disentri. Waktu
inkubasi adalah 8-44 jam (rata-rata 26 jam) dengan gejala-gejala antara lain: demam,
dingin, sakit kepala, kejang perut, dan diare berair. Sumber kontaminasi terhadap
makanan yaitu penjamah makanan dan pembuangan air limbah. E.coli juga
menyebabkan penyakit yang mirip dengan shigellosis. Penyakit terjadi umumnya
pada anak di negara berkembang dan dalam perjalanan ke negara tersebut.
3. Enterotoxigenic E.coli (ETEC)
E.coli menyebabkan umum diare pada musafir dan merupakan penyebab yang
sangat penting dari diare pada bayi di negara berkembang. Beberapa starin ETEC
memproduksi suatu enterotoksin dalam usus halus dan menyebabkan penyakit seperti
kolera atau enterotoksigenik pada manusia. Enterotoksigenik menyebabkan terjadinya
diare pada bayi-bayi pada orang yang sedang menjalankan perjalanan (traveler’s
diarrhoea). Waktu inkubasi adalah 8-24 jam dengan gejala yaitu diare,
muntah-muntah, dan dehidrasi seperti kolera.
4. Enterohaemorrhagic E.coli (EHEC)
Memproduksi feterotoksin dinamakan berdasarkan efek sitotoksik pada sel
antigenetik dari toksin. Menyebabkan gejala diare yang disertai perdarahan. Sumber
kontaminasi terhadap makanan yaitu kotoran ternak, peralatan pengolahan daging dan
pabrik susu.
5. Enteroagregative E.coli (EAEC)
Menyebabkan penyakit diare yang akut dan kronis dalam jangka waktu 14
hari pada orang di negara berkembang. Organisme ini juga menyebabkan penyakit
karena makanan di negara industri (Jawetz , 2005).
2.4.4 Faktor yang Memengaruhi Pertumbuhan Escherichia Coli
Kemampuan mikroorganisme untuk tumbuh dan tetap hidup merupakan hal
yang penting dalam ekosistem pangan. Suatau pengetahuan dan pengertian tentang
faktor yang mempengaruhi kemampuan tersebut sangat penting untuk mengendalikan
hubungan antara mikroorganisme, makanan, dan manusia. Beberapa faktor utama
yang mempengaruhi pertumbuhan E.coli meliputi suhu, aktivitas air, Ph, dan
tersedianya oksigen (WHO, 2005).
1. Suhu
Suhu merupakan salah satu faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap
pertumbuhan mikroba. Setiap mikroba mempunyai kisaran suhu optimum tertentu
untuk pertumbuhannya. Berdasarkan kisaran suhu optimum tertentu suhu sangat
mempengaruhi pertumbuhan. Mikroba dibedakan atas tiga kelompok sebagai berikut:
a. Psikrofil yaitu mikroba yang mempunyai kisaran suhu pertumbuhan 0-20°C.
c. Termofil yaitu mikroba yang mempunyai suhu pertumbuhan di atas
45°C.
Suhu spesies bakteri yang digolongkan menjadi tiga kelompok berdasarkan
suhu yaitu psikrofilik, mesofilik, termofilik. Sebagian besar bakteri adalah mesofilik
dengan suhu optimal untuk berbagai bentuk yang hidup bebas sebesar 30°C. Suhu
selain berpengaruh pada laju pertumbuhan juga membunuh mikroorganisme jika
terlalu ekstrim (Jawetz, 2005).
E.coli dapat tumbuh range temperatur 7°C-50°C dengan suhu optimum untuk
pertumbuhannya adalah 37°C. E.coli dapat mati dengan pemasakan makanan pada
temperatur 70°C (WHO, 2005).
2. Aktivitas Air
Aktivitas air menunjukkan jumlah air di dalam pangan yang digunakan oleh
mikroba untuk pertumbuhannya. Mikroba mempunyai kebutuhan aktivitas air
minimal yang berbeda-beda untuk pertumbuhannya. Dibawah aktivitas air minimal
tersebut mikroba tidak dapat tumbuh dan berkembang biak.
Semua organisme membutuhkan air untuk kehidupannya. Air berperan dalam
reaksi metabolik dalam sel dan keluar sel. Semua kegiatan ini membutuhkan air
dalam bentuk cair dan apabila air tersebut mengalami kristalisasi dan membentuk es
atau terikat secara kimiawi dalam larutan gula atau garam, maka air tersebut tidak
dapat digunakan oleh mikroorganisme. Air murni mempunyai nilai aw= 1,0. Jenis
mikroorganisme yang berbeda membutuhkan jumlah air yang berbeda pula untuk
dengan nilai aktivitas air tinggi (Suardana dan Swacita, 2009). E.coli dapat
berkembangbiak pada makanan dengan nilai aktivitas air minimum 0,95 (WHO,
2005).
3. pH
Derajat keasaman yaitu nilai yang menunjukkan keasaman atau kebasahan.
Dengan menggunakan pH meter, nilai pH suatu bahan dapat diukur umumnya
berkisar antara 0-14. Nilai pH 7 menunjukkan bahan bersifat netral, nilai pH kurang
dari 7 menunjukkan bersifat lebih asam, sedangkan nilai pH lebih dari 7
menunjukkan bahan bersifat basa. Kebanyakan mikroba tumbuh baik pada pH sekitar
netral dan pH 4,6-7 merupakan kondisi optimum untuk pertumbuhan bakteri. Derajat
keasaman optimal secara empirik harus ditemukan untuk masing-masing spesies.
Berdasarkan derajat keasaman, bakteri dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu
netrofilik (pH 6,0-8,0), asodofilik (pH optimal serendah 3,0), alkalofilik (pH optimal
setinggi 10,5). Akan tetapi sebagian besar organisme tumbuh dengan baik pada pH
6,0-8,0 (netrofilik) (Jawetz , 2005). E.coli dapat hidup di lingkungan makanan yang
asam pada pH dibawah 4,4 (WHO, 2005).
4. Ketersediaan oksigen
Pertumbuhan bakteri juga dipengaruhi oleh gas-gas utama salah satunya
adalah oksigen. Berdasarkan kebutuhan terhadap oksigen, bakteri dapat
dikelompokkan menjadi 4 yaitu aerobik (bakteri memerlukan oksigen), anaerobik
(bakteri tidak memerlukan oksigen), anaerob fakultatif (bakteri dapat tumbuh pada
pada keadaan sedikit oksigen). Berdasarkan kebutuhan terhadap oksigen. E.coli
termasuk bakteri gram negatif yang bersifat anaerob facultatif sehingga E.coli yang
muncul di daerah infeksi bersifat seperti abses abdomen dengan cepat mengkonsumsi
seluruh persediaan oksigen dan mengubah metabolisme anaerob, menghasilkan
lingkungan yang anaerob dan menyebabkan bakteri anaerob yang muncul dapat
tumbuh dan menimbulkan penyakit (Jawetz, 2005).
Mikroba mempunyai kebutuhan oksigen yang berbeda-beda untuk
pertumbuhannya. Berdasarkan kebutuhannya akan oksigen, mikroba dibedakan atas
empat kelompok sebagai berikut:
a. Aerob, yaitu mikroba yang membutuhkan oksigen untuk pertumbuhanya
b. Anaerob, yaitu mikroba yang tumbuh tanpa membutuhkan oksigen untuk
pertumbuhanya.
c. Anaerob facultatif yaitu mikroba yang tumbuh dengan tau tanpa adanya oksigen
d. Mikroearofil, yaitu mikroba yang membutuhkan oksigen pada konsentrasi yang
lebih rendah dari pada konsentrasi oksigen yang normal di udara.
e. Kelembapan
Pangan yang disimpan di dalam ruangan yang lembab akan mudah menyerap air
sehingga nilai aktivitas air meningkat. Kenaikan aktivitas air akan mengakibatkan
mikroba mudah tumbuh dan menyebabkan kerusakan pangan. Salah satu
kontaminasi yang paling sering dijumpai pada makanan adalah bakteri Colifrom,
Bakteri ini berasal dari tinja manusia dan hewan, tertular kedalam makanan
karena penjamah makanan yang tidak higienis, pencucian peralatan yang tidak bersih,
kesehatan para pengolah dan penjamah makanan serta penggunaan air cuci yang
mengandung Colifrom, Escherichia coli dan Faecal colifrom (Budi dan Susanna,
2003).
2.4.5 Pencegahan Kontaminasi Escherichia Coli
Bakteri Escherichia coli dapat menginfeksi korbannya melalui makanan yang
dikonsumsi. Dalam hal ini, penyebab sakitnya seseorang adalah akibat masuknya
bakteri patogen ke dalam tubuh melalui makanan yang telah tercemar oleh bakteri.
Menurut Bahri, (2001) hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya
keracunan makanan yang diakibatkan bakteri patogen adalah :
1. Mencegah secara higiene, yaitu:
a. Mencuci tangan sebelum dan setelah menangani atau mengolah makanan
b. Mencuci tangan setelah dari toilet
c. Mencuci bahan makanan dengan menggunakan air mengalir
d. Teliti dalam memilih bahan makanan yang dimakan tanpa diolah, misalnya
buah dan sayuran
e. Pemilihan bahan makanan yang baik pada waktu membeli, melihat dari textur
bahan makanan itu, baik dari bentuk warna maupun aromanya.
2. Mencegah secara sanitasi, yaitu:
a. Mencuci dan membersihkan peralatan masak serta perlengkapan makan
b. Mencuci bersih semua alat-alat masak termasuk talenan setelah dipakai,
terutama setelah memotong daging
c. Menjaga area tempat mengolah atau meracik makanan dari serangga dan hewan
lainnya
d. Meletakkan atau menyajikan makanan ditempat yang bersih dan dalam keadaan
tertutup agar tidak dihinggapi lalat atau serangga yang merupakan pembawa
bibit yang memproduksi racun misalnya bakteri.
2.5 HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point)
HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) atau Analisis Bahaya dan
Pengendalian Titik Kritis adalah suatu konsep pendekatan sistematis terhadap
identifikasi dan penilaian bahaya dan resiko yang berkaitan dengan pengolahan,
distribusi dan penggunaan produk makanan, termasuk pendefenisian cara pencegahan
untuk pengendalian bahaya (Nuraini, 2008).
Pendekatan HACCP ini akan membantu dalam perencanaan berbagai kegiatan
keamanan makanan dan pendidikan kesehatan yang memusatkan perhatian pada
berbagai bahaya yang berhubungan dengan jenis makanan yang dikonsumsi dan
makanan yang diolah dan disiapkan (Sudarmaji, 2005).
Prinsip-prinsip HACCP yang diterbitkan oleh Codex Alimentarius (1997) dan
NACMCF (USA) (1997), yakni sebagai berikut (Wallace, 2005) :
1. Prinsip 1 : Lakukan analisis hazard (bahaya)
3. Prinsip 3 : Tetapkan batas kritis.
4. Prinsip 4 : Bentuk sistem untuk memantau pengendalian CCP.
5. Prinsip 5: Tetapkan tindakan perbaikan yang akan dilakukan saat hasil pemantauan
menunjukan bahwa CCP tertentu berada diluar kendali.
6. Prinsip 6 : Bentuk prosedur verifikasi untuk memastikan bahwa sistem HACCP
bekerja dengan efektif.
7. Prinsip 7 : Dokumentasikan semua prosedur dan catatan yang berkaitan dengan
prinsip tersebut dan penerapannya.
Ketujuh prinsip ini harus digambarkan sebagai langkah yang terus dan
berkesinambungan, artinya tidak berhenti setelah satu tahap selesai dilakukan dan
bahaya diselesaikan. Analisa bahaya harus dilaksanakan secara sistematik dan
terorganisasi agar analisa bahaya ini dapat benar-benar mencapai hasil yang dapat
menjamin semua informasi mengenai bahaya yang dapat diperoleh (Winarno, 2004).
HACCP dan titik pengendalian kritis terdiri dari 7 elemen sebagai berikut :
1. Identifikasi bahaya dan penilaian tingkat bahaya dan resiko (analisis bahaya)
2. Penentuan Titik Pengendalian Kritis (CCP : Critical Control Point) yang
dibutuhkan untuk mengendalikan bahaya
3. Spesifikasi batas kritis yang dapat menunjukkan bahwa suatu proses dapat
dikendalikan pada titik pengendalian kritis (CCP) tertentu.
4. Penyusunan dan penetapan sistem pemantauan
5. Pelaksanaan tindakan perbaikan ketika batas kritis tidak tercapai
7. Penyimpanan data atau dokumen, dilakukan agar informasi yang diperoleh dari
studi Analisis Bahaya dan Titik Pengendalian Kritis (HACCP) serta verifikasinya
dapat dievaluasi kembali, diaudit atau untuk maksud-maksud lain.
Analisis bahaya pada air tebu, yaitu terdiri dari :
a. Bahaya biologis yang terdapat pada bakteri E.coli dapat dicegah (CCP1) dengan
mencuci tangan sebelum dan setelah menangani atau mengolah makanan.
b. Bahaya kimia yang mungkin terkandung pada tebu meliputi kontaminan pestisida
CaO, SO2, dan flokulan. bahan kimia sukar dihilangkan dan kadarnya harus di
bawah batas yang ditentukan. akan tetapi dapat dikurangi/dieleminasi (CCP2) pada
saat pencucian tebu.
c. Bahaya fisik terdapat pada kotoran dari tebu berupa tanah, kerikil, dan pada bagian
tubuh, seperti : kuku, rambut, keringat, dapat dihilangkan pada saat pencucian
(CCP 1).
Bagan keputusan/penentuan Titik Pengendalian Kritis (CCP) dikutip dari
Nuraini, 2008 yaitu :
Pertanyaan 1 : Apakah mungkin bahan baku/mentah (Tebu) mengandung bahaya
pada tingkat yang tidak dapat diterima?
Ya
Pertanyaan 2 : Apakah pengolahan minuman sari tebu termasuk cara pengunaan oleh
konsumen dapat menghilangkan atau mengurangi bahaya sampai pada tingkat yang
dapat diterima?
Ya Titik pengendalian kritis (CCP2)
Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan untuk setiap tahap pengolahan.
Pertanyaan 3 : Apakah formulasi/komposisi atau struktur produk antara/jadi penting
untuk mencegah meningkatnya bahaya sampai pada tingkat yang tidak dapat
diterima?
Ya
Pertanyaan 4 : Apakah pada tahap pengupasan, pemotongan, dan penggilingan tebu
dapat muncul atau bertambah sampai tingkat yang tidak diterima?
Pertanyaan 5 : Apakah pengolahan selanjutnya yaitu tahap pencampuran sirup vanili
dan es batu dapat menjamin hilangnya/kurangnya bahaya sampai tingkat yang
diterima?
Ya CCP = titik pengendalian kritis
Pertanyaan 6 : Apakah penyaringan/pemisahan ampas tebu bertujuan untuk
menghilangkan bahaya sampai tingkat yang dapat diterima?
Tidak
Gambar 2.1 Diagram HACCP pada Pengolahan Minuman Sari Tebu Keterangan : = CCP 1 ( Titik kendali kritis 1)
Tebu
Penggilingan Tebu Pengupasan kulit
tebu Pemotongan
tebu
Penyaringan air perasan dari tebu
Pencampuran air tebu dengan air putih dan sirup
vanili
Diagram Skematik Patogenesis Penyakit
Berdasarkan skematik diatas maka patogenesis penyakit dapat diuraikan
kedalam empat simpul yakni :
1. Simpul 1 (sebagai sumber penyakit)
Sumber penyakit adalah titik mengeluarkan atau mengemisikan agent penyakit.
Agent penyakit adalah komponen lingkungan yang dapat menimbulkan gangguan
penyakit melalui kontak secara langsung atau melalui media perantara. Umumnya
melalui roda beracun yang dihasilkan ketika berada dalam tubuh, atau secara
langsung dapat mencederai sebagian atau seluruh bagian tubuh manusia sehingga
menimbulkan gangguan fungsi maupun morfologi (bentuk organ tubuh).
Berbagai agent penyakit yang baru maupun lama dapat dikelompokkan kedalam 3
kelompok besar yaitu :
a. Mikroba seperti virus amuba, jamur, bakteri, parasit dan lain-lain
b. Kelompok fisik misalnya kekuatan radiasi, energi, kebisingan, kekuatan cahaya
c. Kelompok bahan kimia toksik misalnya pestisida, merkuri, cadmium, CO, H2S
dan lain-lain.
Media transmisi tidak akan memiliki potensi penyakit kalau di dalamnya tidak
mengandung bibit penyakit atau agent penyakit. Media yang harus diperhatikan
bagi kesehatan masyarakat adalah air. Salah satunya adalah minuman sari tebu
yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat. Cara membuat air tebu yang cukup
Walaupun cara pembuatanya sederhana, namun kemungkinan tercemarnya air tebu
dengan E.coli lebih besar pada saat pengolahan air tebu.
2. Simpul 2 (komponen lingkungan yang merupakan transmisi penyakit)
Komponen lingkungan sebagai media transmisi penyakit yang dapat menyebabkan
agent penyakit yakni :
a. Udara
b. Air
c. Tanah/pangan
d. Binatang/serangga
e. Manusia/langsung
Bakteri E.coli merupakan parameter ada tidaknya materi fekal di dalam habitat
yang sangat menentukan kualitas air atau bahan makanan. Kehadiran E.coli di
dalam makanan yang berhubungan dengan kepentingan manusia sangat tidak
diharapkan. Salah satunya adalah para penjual air tebu yang menjajakan
daganganya bersebelahan dengan jalan raya merupakan salah satu indikator
adanya pencemaran bakteri E.coli.
3. Simpul 3 (penduduk)
Penduduk dengan berbagai variabel kependudukan seperti pendidikan, perilaku,
kepadatan, gender, dan lain-lain. Agent penyakit, dengan atau tanpa menumpang
komponen lingkungan lain masuk kedalam tubuh melalui satu proses yang disebut
sebagai proses hubungan interaktif. Hubungan interaktif antara komponen
disebut perilaku pemajanan. Perilaku pemajanan adalah jumlah kontak antara
manusia dengan komponen lingkungan yang mengandung potensi bahaya penyakit
(agent penyakit). Perilaku orang perorang dipengaruhi oleh pendidikan, tinggi
badan, gender, pengalaman dan lain sebagainya.
Masing-masing agent penyakit yang masuk kedalam tubuh dengan cara-cara yang
khas ada 3 jalan atau route of entry, yakni :
1. Sistem pernapasan
2. Sistem pencernaan
3. Masuk melalui permukaan kulit
Pada simpul ke tiga, perilaku hygiene dan sanitasi penjual air tebu sangat
menentukan kandungan air tebu yang akan dijual kepada konsumen (masyarakat).
Karena tidak semua penjual air tebu mengerti dan memahami betul bagaimana
mengaplikasikan enam prinsip hygiene dan sanitasi ke dalam pembuatan minuman
sari tebu. Tercemarnya minuman air tebu dapat terjadi pada semua tahap yang
dilalui oleh air, baik itu pada proses pengolahan, penyajian, maupun pada proses
lainnya.
4. Simpul 4 (keadaan sehat atau sakit)
Penduduk yang dalam keadaan sehat atau sakit setelah mengalami intraksi atau
exposure dengan komponen lingkungan yang mengandung bibit penyakit atau
agent penyakit. Kejadian penyakit merupakan outcome hubungan intraktif antara
2.7 Kerangka Konsep
Kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Gambar 2.3 Kerangka Konsep Penelitian Permenkes RI No.
492/Menkes/PER/IV/2010 Air Tebu
MS
TMS Keberadaan
E.Coli Hygiene Sanitasi
berdasarkan prinsip :
1. Pemilihan tebu
2. Penyimpanan tebu
3. Pengolahan air tebu
4. Penyimpanan air tebu
5. Pengangkutan air tebu