Universitas Sumatera Utara 1
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Penyakit infeksi masih merupakan masalah kesehatan yang banyak terjadi di masyarakat, terutama di negara berkembang seperti Indonesia. Salah satu masalah infeksi yang cukup sering adalah infeksi saluran kemih (Basu et al, 2013). Penyakit ini sering mengenai wanita terutama karena faktor anatomi tubuh. Data dari penelitian epidemiologi klinik melaporkan hampir 25-35% wanita pernah mengalami infeksi saluran kemih selama hidupnya. Mikroorganisme penyebab infeksi saluran kemih yang tersering adalah bakteri Escherichia coli
(Sukandar, 2009). Mikroorganisme ini tidak hanya menyebabkan infeksi ringan seperti infeksi saluran kemih tanpa komplikasi namun juga dapat menyebabkan sepsis.
Escherichia coli merupakan flora normal yang berada di saluran intestinal manusia namun akan menjadi patogen bila berada di luar habitat aslinya.
Escherichia coli termasuk ke dalam famili Enterobacteriaceae, merupakan bakteri gram negatif, berbentuk batang, sebagian besar memiliki flagela peritrik sehingga bisa motil, dan mampu memproduksi enzim beta laktamase yang dapat menghidrolisis antibiotik yang memiliki gugus beta laktam seperti Penicillin, Cephalosporine spektrum luas, Monobactam, Carbapenem, dan Aztreonam.
Escherichia coli merupakan salah satu kuman yang paling banyak memproduksi
Extended-Spectrum-Beta-Laktamases (ESBLs). Data di Rumah Sakit Dr.Soetomo Surabaya pada tahun 2005 menyatakan bahwa rata-rata prevalensi ESBLs-producing E.coli sebesar 29% (Kuntaman, 2009). Menurut Arora dalam Ponnusamy (2013), dari 284 isolat bakteri dalam penelitian mereka di Kolkata, ditemukan 16,2 % merupakan ESBLs-producers dan sekitar 56,5% dari ESBLs-producers ini merupakan bakteri E.coli. Gen pengkode ESBLs berada di plasmid yang mudah dipindahkan ke bakteri lain (Brooks et al, 2007).
Mikroorganisme penghasil ESBLs seperti famili Enterobacteriaceae
menjadi tantangan utama dalam kasus-kasus infeksi setelah ditemukan pertama
Universitas Sumatera Utara 2
kali pada tahun 1983, tidak hanya pada pasien di dalam komunitas namun juga pada pasien yang dirawat di rumah sakit. Masalah ini juga berdampak terhadap peningkatan angka kematian pasien-pasien yang dirawat di ruang ICU maupun pasien dengan high dependent unit (HDU) (Ponnusamy et al, 2013).
Intensitas penggunaan antibiotik yang cukup tinggi untuk kasus infeksi saluran kemih ini banyak digunakan secara tidak tepat, tidak bijak, dan tidak diawasi sehingga memicu timbulnya resistensi (Pobiega et al, 2013). Hasil penelitian Antimicrobial Resistant in Indonesia (AMRIN-Study) tahun 2011 menyatakan telah terbukti dari 2494 individu di masyarakat, 43% Escherichia coli
telah resisten terhadap antibiotik Ampicillin (34%), Cotrimoxazole (29%), dan Chloramphenicol (25%). Hasil penelitian menggunakan sampel 781 pasien yang dirawat di Rumah Sakit Dr.Soetomo Surabaya pada tahun 2011 didapatkan 81%
Escherichia coli telah resisten terhadap antibiotik Ampicillin (73%), Cotrimoxazole (56%), Chloramphenicol (43%), Ciprofloxacin (22%), dan Gentamicin (18%). Sementara itu, menurut Mayasari (2012), dari penelitian yang dilakukan di RSUP H. Adam Malik periode Juni 2011-Juli 2012 menggunakan 53 isolat ESBLs-producing Escherichia coli, didapatkan sensitivitas ESBLs-producing Escherichia coli terhadap antibiotik Imipenem (100%), Meropenem (100%), Ertapenem (98,28%), Amikacin (96,55%), Colistin (92,74%), Tigecycline (91,38%), Piperacillin-tazobactam (39,44%), Gentamicin (26,65%), Tobramicin (15,23%), Sulfametoxazole (11,42%), Amoxicillin-asam klavulanat (8,33%), Ciprofloxacin (3,81%), Levofloxacin (3,81%), Cefotaxime (3,45%), Ceftazidime (1,72%), Cefepime (1,72%), Amoxicillin (0%), dan Ampicillin (0%). Data itu menunjukkan pola resistensi setiap rumah sakit berbeda-beda, tergantung pada rasionalitas penggunaan antibiotik, kepatuhan masyarakat yang berobat ke rumah sakit tersebut, dan pengawasan penggunaan antibiotik (Depkes RI, 2011).
Menurut WHO, mekanisme baru resistensi seperti ESBLs juga telah menghancurkan antibiotik generasi terakhir dan telah menyebar ke banyak bakteri ke berbagai negara melalui interaksi plasmid (WHO, 2013). Bila masalah ini tidak ditangani, tidak tertutup kemungkinan pada akhirnya tidak ada lagi antibiotik yang sensitif terhadap ESBLs-producing Escherichia coli (Park et al, 2012). Bila hal itu
Universitas Sumatera Utara 3
terjadi, maka akan berdampak negatif terhadap masyarakat karena dapat dipastikan lama pengobatan, biaya pengobatan, angka morbiditas dan mortalitas akibat infeksi ESBLs-producing Escherichia coli akan semakin tinggi (Duffy et al, 2013).
Berangkat dari masih banyaknya masalah infeksi saluran kemih dan semakin meningkatnya insidensi resistensi antibiotik maka penulis terdorong untuk meneliti pola kepekaan antibiotik bakteri ESBLs-producingEscherichia coli
dari spesimen urin di RSUP H. Adam Malik Medan dalam periode satu tahun.
1.2. Rumusan Masalah
Bagaimana pola kepekaan bakteri Extended Spectrum Beta Laktamases-producing Escherichia coli dari spesimen urin terhadap berbagai antibiotik di RSUP H. Adam Malik periode Juli 2013-Juni 2014?
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum
Mengetahui gambaran pola kepekaan antibiotik bakteri Extended Spectrum Beta Laktamases-producing Escherichia coli yang diambil dari spesimen urin di RSUP H. Adam Malik periode Juli 2013-Juni 2014.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Mengetahui angka kejadian infeksi bakteri Extended Spectrum Beta Laktamases-producing Escherichia coli yang diambil dari spesimen urin di RSUP H. Adam Malik periode Juli 2013-Juni 2014.
2. Mengetahui gambaran karakteristik sampel yang spesimen urinnya positif terhadap bakteri Extended Spectrum Beta Laktamases-producing Escherichia coli berdasarkan jenis kelamin dan umur.
3. Mengetahui gambaran distribusi infeksi Extended Spectrum Beta Laktamases-producing Escherichia coli berdasarkan ruang rawat inap sampel.
Universitas Sumatera Utara 4
1.4. Manfaat Penelitian
1. Bagi peneliti, penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan dalam penerapan ilmu yang diperoleh semasa perkuliahan. 2. Bagi tenaga kesehatan terutama dokter, hasil penelitian ini sebagai masukan
informasi untuk peresepan antibiotik yang masih sensitif dalam penanggulangan infeksi saluran kemih oleh Escherichia coli.
3. Bagi pemerintah, hasil penelitian ini sebagai masukan informasi sehingga penggunaan dan penjualan antibiotik semakin mendapat perhatian dan pengawasan untuk menghindari resistensi antibiotik yang semakin luas.