• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Kompetensi Bidan Dengan Penatalaksanaan Manajemen Asfiksia Bayi Baru Lahir Di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kota Langsa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Kompetensi Bidan Dengan Penatalaksanaan Manajemen Asfiksia Bayi Baru Lahir Di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kota Langsa"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Asfiksia Bayi Baru Lahir

Derajat kesehatan masyarakat di suatu Negara dapat dinilai dengan beberapa

indikator Indikator tersebut pada umumnya tercermin dalam kondisi morbiditas,

mortalitas, dan status gizi. Indikator mortalitas digambarkan melalui Angka Kematian Bayi ( AKB), Angka Kematian Balita (AKABA), Angka Kematian Ibu

(AKI). Bila AKI, AKB, dan AKABA disuatu negara rendah maka pelayanan

kesehatan sudah baik di negara tersebut dan sebaliknya bila AKI, AKB, AKABA

tinggi maka pelayanan kesehatan di Negara tersebut belum baik. (Depkes RI, 2011).

Neonatus adalah bayi baru lahir yang berusia sampai dengan 28 hari, dimana terjadi perubahan yang sangat besar dari kehidupan didalam rahim menjadi diluar

rahim. Pada masa ini terjadi pematangan organ hampir pada semua sistem. Bayi

hingga usia kurang satu bulan merupakan golongan umur yang memiliki risiko

gangguan kesehatan paling tinggi. Pada usia yang rentan ini, berbagai masalah

kesehatan bisa muncul. Tanpa penanganan yang tepat, bisa berakibat fatal. Beberapa

upaya kesehatan dilakukan untuk mengendalikan risiko pada kelompok ini

diantaranya dengan mengupayakan agar persalinan dapat dilakukan oleh tenaga

kesehatan di fasilitas kesehatan serta menjamin tersedianya pelayanan kesehatan

(2)

Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara

spontan dan teratur. Asfiksia ini dapat terjadi karena kurangnya kemampuan organ

bayi dalam menjalankan fungsinya, seperti pengembangan paru. Bayi dengan riwayat

gawat janin sebelum lahir, umumnya akan mengalami asfiksia pada saat dilahirkan.

Masalah ini erat hubungannya dengan gangguan kesehatan ibu hamil, kelainan tali

pusat, atau masalah yang mempengaruhi kesejahteraan bayi selama atau sesudah

persalinan. (Hidayat. Alimul A,A, 2008).

Asfiksia termasuk dalam bayi baru lahir dengan risiko tinggi karena memiliki

kemungkinan lebih besar mengalami kematian bayi atau menjadi sakit berat dalam

masa neonatal. Asfiksia adalah keadaan bayi baru lahir tidak dapat bernafas secara

spontan dan teratur. Asfiksia atau gagal nafas dapat menyebabkan suplai oksigen ke

tubuh menjadi terhambat, jika terlalu lama membuat bayi menjadi koma, walaupun

sadar dari koma bayi akan mengalami cacat otak. Kejadian asfiksia jika berlangsung

terlalu lama dapat menimbulkan perdarahan otak, kerusakan otak dan kemudian

keterlambatan tumbuh kembang. (Depkes, RI, 2013)

Asfiksia juga dapat menimbulkan cacat seumur hidup seperti buta, tuli, cacat

otak dan kematian. Oleh karena itu asfiksia memerlukan intervensi dan tindakan yang

tepat untuk meminimalkan terjadinya kematian bayi, yaitu pelaksanaan manajemen

asfiksia pada bayi baru lahir yang bertujuan untuk mempertahankan kelangsungan

hidup bayi dan membatasi gejala sisa berupa kelainan neurology yang mungkin

(3)

resusitasi bayi baru lahir, tindakan resusitasi, asuhan pasca resusitasi, asuhan tindak

lanjut pasca resusitasi dan pencegahan infeksi. (Depkes.RI, 2013)

Kematian bayi baru lahir lebih banyak disebabkan secara intrinsik dengan

kesehatan ibu dan perawatan yang diterima sebelum, selama dan setelah persalinan.

Demikian halnya dengan asfiksia bayi baru lahir pada umumnya disebabkan oleh

manajemen persalinan yang tidak sesuai dengan standard dan kurangnya kesadaran

ibu untuk memeriksakan kehamilannya ke tenaga kesehatan, kurangnya asupan kalori

dan nutrisi pada saat masa kehamilan juga dapat mengakibatkan terjadinya asfiksia.

Hampir tiga per empat dari semua kematian bayi baru lahir dapat dicegah apabila ibu

mendapatkan nutrisi yang cukup, pelayanan antenatal yang berkualitas, asuhan

persalinan normal dan pelayanan kesehatan neonatal oleh tenaga kesehatan yang

professional. Untuk menurunkan kematian bayi baru lahir karena asfiksia, persalinan

harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki kemampuan dan ketrampilan

manajemen asfiksia pada bayi baru lahir karena kemampuan dan ketrampilan ini

digunakan setiap kali menolong persalinan. (Leonardo, 2008).

Bidan merupakan salah satu tenaga kesehatan yang berperan sebagai sebagai

provider dan lini terdepan pelayan kesehatan yang dituntut memiliki kompetensi professional dalam menyikapi tuntutan masyarakat di dalam pelayanan kebidanan.

Kompetensi professional bidan terkait dengan asuhan persalinan dan bayi baru lahir.

Karenanya, pengetahuan, keahlian dan kecakapan seorang bidan menjadi bagian yang

(4)

mampu mendukung usaha peningkatan derajat kesehatan masyarakat, yakni melalui

peningkatan kualitas pelayanan kebidanan. ( Hidayat, 2010).

Beberapa faktor tertentu diketahui dapat menjadi penyebab terjadinya asfiksia

pada bayi baru lahir, diantaranya adalah faktor ibu, tali pusat dan bayi berikut ini:

1. Faktor ibu ; Preeklampsia dan eklampsia, pendarahan abnormal (plasenta previa

atau solusio plasenta), partus lama atau partus macet, demam selama persalinan

Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV), kehamilan lewat waktu (sesudah 42

minggu kehamilan).

2. Faktor Tali Pusat ; lilitan tali pusat, tali pusat pendek, simpul tali pusat, prolapsus

tali pusat

3. Faktor Bayi ; bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan), persalinan dengan

tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi vakum, ekstraksi

forsep), kelainan bawaan (kongenital), air ketuban bercampur mekonium (warna

kehijauan).

Gejala dan tanda asfiksia adalah : bayi tidak bernapas atau napas

megap-megap atau pernafasan lambat (kurang dan 30 kali per menit), pernapasan tidak

teratur, dengkuran atau retraksi (pelekukan dada), tangisan lemah atau merintih,

warna kulit pucat atau biru, tonus otot lemas atau ekstremitas terkulai, denyut jantung

tidak ada atau lambat (bradikerdia) (kurang dari 100 kali per menit). Untuk

menentukan derajat asfiksia, digunakan skor APGAR dapat dilihat pada tabel 2.1

(5)

Tabel 2.1. Skala Pengamatan APGAR Skor

Pulse/ nadi Denyut jantung tidak

ada

Activity/tonus otot Lemah, tidak ada

gerakan.

Sumber : Manuaba, dkk, (2008), Gawat Darurat Obstetri Ginekologi dan Obstetri Ginekologi Sosial untuk Profesi Bidan

Prosedur penilaian skor APGAR adalah nilai APGAR pada menit pertama

dengan cepat dan simultan, jumlahkan hasilnya. Lakukan tindakan dengan cepat dan

tepat sesuai dengan hasilnya. Ulangi pada menit ke lima dan sepuluh, dokumentasi

hasil dan lakukan tindakan yang sesuai. Setelah skor APGAR diketahui, maka

asfiksia dapat di klasifikasikan sebagai berikut :

1. Vigorous Baby, skor APGAR 7-10 ; bayi segera menangis dalam beberapa detik setelah lahir. Penanganannya adalah lendir yang ada dimulut dan hidung perlu

segera dibersihkan sehingga tangisnya lebih nyaring

2. Mild Moderate asfiksia (asfiksia sedang), skor APGAR 4-6 ; sianosis, sirkulasi tidak lancar, tonus otot kurang baik. Penanganannya perlu dilakukan tindakan

(6)

3. Asfiksia berat, skor APGAR 0-3 ; tidak ada pernafasan, bayi lemas,tonus otot

buruk, sianosis berat, pucat, reflek tidak ada. Penanganannya sangat memerlukan

tindakan resusitasi intensif serta ditangani oleh dokter ahli anak. (Boyle. M, 2009)

Kejadian asfiksia jika berlangsung terlalu lama dapat menimbulkan

perdarahan otak, kerusakan otak dan kemudian keterlambatan tumbuh kembang.

Asfiksia juga dapat menimbulkan cacat seumur hidup seperti buta, tuli , cacat otak

dan kematian. Oleh karena itu asfiksia memerlukan intervensi dan tindakan yang

tepat untuk meminimalkan terjadinya kematian bayi, yaitu penatalaksanaan

manajemen asfiksia pada bayi baru lahir yang dilakukan oleh bidan. (Depkes.RI,

2011).

Penatalaksanaan asfiksia pada bayi baru lahir adalah resusitasi neonatus atau

bayi. Resusitasi adalah suatu prosedur yang diterapkan untuk bayi baru lahir

(neonatus) yang gagal bernafas secara spontan. Semua bayi dengan depresi

pernafasan harus mendapat resusitasi yang adekuat. (Maryunani, 2009).

Penatalaksanaan manajemen asfiksia pada bayi baru lahir bertujuan untuk

mempertahankan kelangsungan hidup bayi dan membatasi gejala sisa berupa kelainan

neurology yang mungkin muncul, dan langkah – langkah dalam manajemen asfiksia ini ditujukan kepada bidan yang pada umumnya bekerja secara mandiri dalam

memberikan pelayanan kesehatan. Adapun manajemen asfiksia terdiri dari kegiatan

(7)

1. Persiapan Resusitasi Bayi Baru Lahir

Resusitasi merupakan sebuah upaya menyediakan oksigen ke otak,jantung,

dan organ-organ vital lainnya melalui sebuah tindakan yang meliputi pemijatan

jantungdan menjamin ventilasi yang adekuat.

Bidan harus siap melakukan resusitasi bayi baru lahir pada setiap menolong

persalinan. Tanpa persiapan kita akan kehilangan waktu yang sangat berharga, walau

hanya beberapa menit bila bayi baru lahir tidak segera bernafas, bayi dapat menderita

kerusakan otak atau meninggal. Persiapan yang diperlukan adalah :

1) Persiapan keluarga ; membahas dengan keluarga persiapan persalinan dan

kemungkinan resusitasi pada bayi baru lahir

2) Persiapan tempat ; menggunakan ruangan yang hangat dan terang, menyiapkan

tempat resusitasi yang rata, keras, bersih, kering dan hangat.

3) Alat untuk resusitasi ; menyiapkan alat resusitasi dalam keadaan siap pakai.

4) Persiapan diri bidan ; mengenakan alat pelindung diri pada persalinan, mencuci

kedua tangan dengan air mengalir dan sabun atau alkohol dan gliserin,

menggunakan sarung tangan sebelum menolong persalinan.

2. Keputusan Resusitasi Bayi Baru Lahir

Bidan harus mampu melakukan penilaian untuk mengambil keputusan guna

menentukan tindakan resusitasi. Bidan harus mampu melakukan penilaian kondisi

bayi baru lahir secara cepat dengan mempertimbangkan atau menanyakan 5

(8)

apakah bayi bernapas spontan ; apakah kulit bayi berwarna kemerahan ; apakah

tonus/kekuatan otot bayi cukup ; apakah ini kehamilan cukup bulan.

Bila kelima pertanyaan tersebut jawabannya “ya”, maka bayi dapat diberikan

kepada ibunya untuk segera menciptakan hubungan emosional, kemudian di lakukan

asuhan bayi baru lahir normal. Bila salah satu atau lebih pertanyaan tersebut

jawabannya “tidak”, maka segera lakukan langkah awal resusitasi bayi baru lahir.

Dalam manajemen asfiksia, proses penilaian sebagai dasar pengambilan keputusan

bukanlah suatu proses sesaat yang dilakukan satu kali. Setiap tahapan manajemen

asfiksia senantiasa dilakukan penilaian untuk membuat keputusan, tindakan apa yang

tepat dilakukan.

3. Tindakan Resusitasi

Tindakan resusitasi merupakan tindakan kritis yang dilakukan pada saat

terjadi kegawatdaruratan pada sistem pernafasan dan system kardiovaskuler.

Kegawatdaruratan pada kedua sistem ini dapat menimbulkan kematian dalam waktu

yang singkat (4-6 menit). Tindakan resusitasi meliputi ;

a. Langkah awal diselesaikan dalam waktu 30 detik, yaitu jaga bayi tetap hangat,

atur posisi bayi, isap lendir, keringkan dan rangsang bayi, atur posisi kepala dan

selimuti bayi. Bila air ketuban bercampur mekonium maka dilakukan langkah

berikut :

1) Saat kepala bayi lahir, sebelum bahu dilahirkan ; menghisap lendir dari

mulut lalu hidung bayi di perineum ibu.

(9)

3) Bila bayi tidak bernafas ; membuka lebar mulut bayi, usap mulut bayi,

ulangi mengisap lendir, menilai apakah bayi bernafas atau tidak

4) Bila bayi bernafas ; melanjutkah dengan 5 langkah awal.

b. Ventilasi adalah memasukkan sejumlah volume udara kedalam paru dengan

tekanan positif untuk membuka alveoli paru agar bayi bisa bernafas spontan dan

teratur. Langkah-langkahnya :

1) Pemasangan sungkup.

2) Melakukan ventilasi 2 kali ; meniup udara kemulut bayi 2 kali dengan tekanan

30 cm air, melihat apakah dada bayi mengembang setelah ditiup 2 kali, bila

dada bayi berkembang lanjutkan ventilasi.

3) Melakukan ventilasi 20 kali dalam 30 detik dengan tekanan 20 cm air ; bila

bayi mulai bernafas normal hentikan ventilasi bertahap ( lihat dada, frekuensi

nafas permenit) dan lanjutkan asuhan pasca resusitasi. Apabila bayi

megap-megap atau tidak bernafas lanjutkan ventilasi.

4) Ventilasi, setiap 30 detik hentikan dan lakukan penilaian ulang nafas ; bila

bayi mulai bernafas normal hentikan ventilasi bertahap lanjutkan asuhan pasca

resusitasi. Apabila bayi megap-megap atau tidak bernafas teruskan ventilasi

20 kali dalam 30 detik kemudian lakukan penilaian ulang nafas setiap 30

detik.

(10)

6) Lanjutkan ventilasi sambil memeriksa denyut jantung bayi selama 10 menit,

hentikan resusitasi jika denyut jantung tetap tidak terdengar dan pulsasi tali

pusat tidak teraba.

4. Asuhan Pasca Resusitasi

Setelah tindakan resusitasi diperlukan asuhan pasca resusitasi yang merupakan

perawatan intensif selama 2 jam pertama. Asuhan pasca resusitasi adalah pelayanan

kesehatan pasca resusitasi yang diberikan baik kepada bayi baru lahir ataupun ibu dan

keluarganya. Pelayanan kebidanan yang diberikan berupa ;

1) Melakukan pemantauan secara intensif bayi pasca resusitasi selama 2 jam ;

memperhatikan tanda-tanda kesulitan bernafas pada bayi

2) Jaga bayi tetap hangat dan kering ; menunda memandikan bayi sampai dengan

6-24 jam

3) Bila nafas bayi dan warna kulit normal, berikan bayi kepada ibunya.

4) Bila kondisi bayi memburuk, rujuk segera ; memperhatikan tanda-tanda bahaya

pada bayi

5) Pencatatan ; membuat catatan resusitasi selengkapnya.

5. Asuhan Pasca Lahir Lebih Lanjut

Sesudah pemantauan 2 jam pasca resusitasi, bayi masih perlu asuhan pasca

lahir lebih lanjut. Tujuan dari asuhan pasca lahir adalah untuk mengetahui kondisi

lebih lanjut dalam 24 jam pertama kesehatan bayi setelah mengalami tindakan

(11)

6. Pencegahan Infeksi

Tindakan pencegahan infeksi (PI) tidak terpisah dari komponen-komponen

lain dalam asuhan bayi baru lahir. Tindakan ini harus diterapkan dalam setiap aspek

asuhan untuk melindungi bayi baru lahir, bidan dan tenaga kesehatan lainnya dengan

mengurangi infeksi dengan bakteri, virus dan jamur. Tujuan tindakan-tindakan PI

adalah meminimalkan infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme tersebut dan

menurunkan resiko penularan penyakit yang mengancam jiwa.

Adapun pencegahan infeksi menurut jenis alat resusitasi adalah :

1) Meja resusitasi ; basuh dengan larutan dekontaminasi dan kemudian cuci dengan

sabun dan air, keringkan dengan udara/angin.

2) Tabung resusitasi ; lakukan dekontaminasi, pencucian secara teratur tergantung

frekuensi resusitasi. Lakukan tiga langkah pencegahan infeksi (dekontaminasi,

pencucian dan desinfeksi tingkat tinggi) apabila alat digunakan pada bayi dengan

infeksi.

3) Sungkup silikon dan katup karet ; dapat di rebus

4) Alat penghisap yang dipakai ulang ; lakukan ke tiga langkah pencegahan infeksi

(dekontaminasi, pencucian dan desinfeksi tingkat tinggi)

5) Kain dan selimut ; lakukan dekontaminasi dan pencucian kemudian dikeringkan

dengan angin/udara atau sinar matahari kemudian simpan di tempat yang bersih

dan kering.

Manajemen asfiksia bayi baru lahir merupakan pelayanan kebidanan yang

(12)

yang tepat pada saat kritis. Kemampuan ini memerlukan penguasaan pengetahuan dan

ketrampilan kebidanan pada situasi kritis dan mampu menerapkannya untuk

memenuhi kebutuhan pasien kritis. ( Hudak dan Gallo, 2000).

Bidan harus mengetahui faktor-faktor resiko yang berpotensi untuk

menimbulkan asfiksia. Apabila ditemukan adanya faktor risiko tersebut maka hal itu

harus dibicarakan dengan ibu dan keluarganya tentang kemungkinan perlunya

tindakan resusitasi. Akan tetapi, adakalanya faktor risiko menjadi sulit dikenali atau

(sepengetahuan bidan) tidak dijumpai tetapi asfiksia tetap terjadi. Oleh karena itu,

bidan harus mempunyai pengetahuan dan ketrampilan manajemen asfiksia pada bayi

baru lahir, pengetahuan dan ketrampilan ini digunakan setiap kali menolong

persalinan. (Depkes RI, 2011).

Peningkatan kualitas pelayanan kebidanan hanya dapat dicapai melalui

pelayanan tenaga yang professional dan berkompeten. Bidan dalam memberikan

pelayanan kebidanan kepada masyarakat haruslah memiliki kompetensi, kurangnya

pengetahuan dan ketrampilan bidan dapat menyebabkan hal-hal yang seringkali

menjadi penyebab kematian bayi,seperti bidan tidak memiliki kemampuan dan

ketrampilan manajemen asfiksia pada bayi baru lahir, terlambat merujuk, terlambat

mengambil keputusan, sehingga penanganan terlambat dilakukan. Maka kompetensi

yang dimiliki seorang bidan mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap

(13)
(14)

2.2. Bidan

Bidan adalah seorang yang telah mengikuti dan menyelesaikan pendidikan

bidan yang telah di akui pemerintah dan lulus ujian sesuai dengan persyaratan yang

telah berlaku, dicatat (Registrasi), di beri izin secara sah untuk menjalankan

praktek.(Nazriah, 2009). Menurut Soepardan (2010) Bidan adalah seorang yang telah

menyelesaikan program pendidikan bidan yang diakui oleh negara tempat ia tinggal,

dan telah berhasil menyelesaikan studi terkait kebidanan serta memenuhi persyaratan

untuk terdaftar dan/ atau memiliki izin formal untuk praktik bidan.

Defenisi Bidan menurut Ikatan Bidan Indonesia atau IBI (2010) adalah

seorang wanita yang telah mengikuti dan menyelesaikan pendidikan yang telah diakui

pemerintah dan lulus ujian sesuai dengan persyaratan yang berlaku dan diberi izin

secara sah untukmelaksanakan praktek. Dalam melaksanakan pelayanan kesehatan

dan kebidanan dimasyarakat, bidan wewenang oleh pemerintah sesuai dengan

wilayah pelayanan yang diberikan. Wewenang tersebut berdasarkan peraturan

Menkes RI Nomor 900/Menkes ISK/VII/2002 tentang registrasi dan praktek bidan.

Federation of International Gynaecologist and Obstetritian atau FIGO (1991) dan World Health Organization atau WHO (1992) menyempurnakan pengertian

bidan yaitu seseorang yang telah menyelesaikan Program Pendidikan Bidan yang

diakui oleh Negara serta memperoleh kualifikasi dan diberi izin untuk menjalankan

praktek kebidanan di negeri itu. Dia harus mampu memberikan supervisi, asuhan dan

memberikan nasehat yang dibutuhkan kepada wanita selama masa hamil, persalinan

(15)

jawabnya sendiri serta asuhan pada bayi baru lahir dan anak. Asuhan ini termasuk

tindakan preventif, pendeteksian kondisi abnormal pada ibu dan bayi, dan

mengupayakan bantuan media serta melakukan tindakan pertolongan gawat darurat

pada saat tidak hadirnya tenaga medik lainnya. Dia mempunyai tugas penting dalam

konsultasi dan pendidikan kesehatan, tidak hanya untuk wanita tersebut, tetapi juga

termasuk keluarga dan komunitasnya. Pekerjaan itu termasuk pendidikan antenatal,

dan persiapan untuk menjadi orang tua, dan meluas kedaerah tertentu dari ginekologi,

keluarga berencana dan asuhan anak. Dia bisa berpraktek di rumah sakit, klinik, unit

kesehatan, rumah perawatan atau tempat – tempat pelayanan lainnya.

Menurut Estiwidani.D, dkk (2010) peran, fungsi bidan dalam pelayanan

kebidanan adalah sebagai : pelaksana, pengelola, pendidik, dan peneliti. Sedangkan

tanggung jawab bidan meliputi pelayanan konseling, pelayanan kebidanan normal,

pelayanan kebidanan abnormal, pelayanan kebidanan anak, pelayanan Keluarga

Berencana, dan pelayanan kesehatan masyarakat. Sedemikian kompleksnya peran,

fungsi, dan tanggung jawab seorang bidan dalam melaksanakan tugasnya

memberikan pelayanan kebidanan yang terbaik dan profesional kepada masyarakat

maka untuk keberhasilan dalam mencapai tujuan tersebut diperlukan landasan yang

kuat berupa kompetensi bidan.

2.3. Kompetensi

Kompetensi adalah suatu kemampuan yang dilandasi oleh ketrampilan dan

(16)

tugas dan pekerjaan ditempat kerja yang mengacu pada persyaratan kerja yang

ditetapkan. (Sutrisno, 2012).

Menurut Boulter, Dalziel, dan Hill (2003) dalam Sutrisno (2012),

mengemukakan kompetensi adalah suatu karakteristik dasar dari seseorang yang

memungkinkannya memberikan kinerja unggul dalam pekerjaan, peran, atau situasi

tertentu. Ketrampilan adalah hal-hal yang orang bisa dengan baik. Pengetahuan

adalah apa yang diketahui seseorang tentang suatu topik. Peran sosial adalah citra

yang ditunjukkan oleh seseorang dimuka publik. Peran sosial mewakili apa yang

orang itu anggap penting. Peran sosial mencerminkan nilai-nilai orang itu.

Mulyasa (2003) dalam Sutrisno (2012) mengemukakan kompetensi

merupakan perpaduan dari pengetahuan, ketrampilan, nilai, dan sikap yang

direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Kompetensi adalah suatu

kemampuan yang dilandasi oleh ketrampilan dan pengetahuan yang didukung oleh

sikap kerja serta penerapannya dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan ditempat

kerja yang mengacu pada persyaratan kerja yang ditetapkan (Sutrisno, 2012).

Menurut Peraturan Pemerintah No.101 Tahun 2000, kompetensi adalah

kemampuan dan karakteristik yang dimiliki oleh seorang pegawai negeri sipil berupa

pengetahuan, sikap perilaku yang diperlukan dalam tugas dan jabatannya (Pasal 3).

Adapun McAshan (1981) dalam sutrisno (2012) mengemukakan, kompetensi

diartikan sebagai pengetahuan, ketrampilan, dan kemampuan yang dikuasai oleh

seseorang yang telah menjadi bagian dari dirinya, sehingga ia dapat melakukan

(17)

kompetensi diartikan sama dengan kemampuan, maka dapat diartikan pengetahuan

memahami tujuan bekerja, pengetahuan dalam melaksanakan kiat-kiat jitu dalam

melaksanakan pekerjaan yang tepat dan baik, serta memahami betapa pentingnya

disiplin dalam organisasi agar semua dapat berjalan dengan baik.

Gordon (1988) dalam Sutrisno (2012), menjelaskan beberapa aspek yang

terkandung dalam konsep kompetensi sebagai berikut :

1. Pengetahuan (knowledge), yaitu kesadaran dalam bidang kognitif. Misalnya,

seorang bidan mengetahui cara melakukan identifikasi belajar, dan bagaimana

melakukan pembelajaran yang baik sesuai dengan kebutuhan yang ada ditempat

kerja.

2. Pemahaman (understanding), yaitu kedalaman kognitif, dan afektif yang dimiliki

oleh individu. Misalnya, seorang bidan dalam melaksanakan pembelajaran harus

mempunyai pemahaman yang baik tentang karakteristik dan kondisi kerja secara

efektif dan efisien.

3. Kemampuan (skill), adalah sesuatu yang dimiliki oleh individu untuk

melaksanakan tugas atau pekerjaan yang dibebankan kepadanya. Misalnya

kemampuan seorang bidan dalam memilih metode kerja yang dianggap lebih

efektif dan efesien.

4. Nilai (value), adalah suatu standar perilaku yang telah diyakini dan secara

psikologis telah menyatu dalam diri seseorang. Misalnya, standar perilaku bidan

(18)

5. Sikap (attitude), yaitu perasaan (senang-tidak senang, suka-tidak suka) atau

reaksi terhadap suatu rangsangan yang datang dari luar. Misalnya, perasaan

terhadap kenaikan gaji dan sebagainya.

6. Minat (interest), adalah kecendrungan seseorang untuk melakukan suatu

perbuatan. Misalnya, melakukan suatu aktivitas kerja.

Kompetensi pengetahuan (knowledge competencies) dan keahlian (skills

competencie) cenderung lebih nyata dan berada dipermukaan sebagai salah satu kaakteristik yang dimiliki manusia, kompetensi pengetahuan dan keahlian relatif

mudah untuk dikembangkan sehingga program pelatihan merupakan cara yang baik

menjamin tingkat kemampuan sumber daya manusia. Sedangkan motif, konsep diri

dan ciri diri lebih tersembunyi dan cukup sulit untuk dinilai dan dikembangkan

karena pada titik central kepribadian seseorang. (Hutapea P dan Thoha N, 2010).

Adapun klasifikasi kompetensi menurut Mustopadidjaja (2009) terbagi

kedalam empat jenis, yaitu :

1. Kompetensi Tekhnis (Technical Competence), yaitu kompetensi mengenai

bidang yang menjadi tugas pokok organisasi. Kompetensi ini antara lain meliputi

operasional system prosedur kerja, yang berkaitan dengan pelaksanaan kebijakan

dan tugas instansi, penerapan sistem dan prinsip-prinsip akuntabilitas.

2. Kompetensi manajerial (Manajerial Competence), kompetensi yang berkaitan

dengan kemampuan manajerial yang dibutuhkan dalam menangani tugas-tugas

organisasi. Kompetensi ini meliputi kemampuan menerapkan konsep dan tehnik

(19)

unit organisasi, juga kemampuan dalam melaksanakan prinsip-prinsip good

governance dalam manajemen pemerintahan.

3. Kompetensi Sosial (Social Competence), kemampuan melakukan komunikasi

yang dibutuhkan oleh organisasi dalam pelaksanaan tugas pokoknya. Kompetensi

ini secara internal memotivasi sumberdaya manusia dalam meningkatkan

produktivitas, secara eksternal melaksanakan kemahiran, kolaborasi,

pengembangan jaringan kerja dengan berbagai lembaga dalam rangka

meningkatkan citra dan kinerja organisasi.

4. Kompetensi Intelektual/Strategik, kemampuan untuk berpikir secara strategik

dengan visi jauh kedepan. Kompetensi ini meliputi kemampuan merumuskan

visi, misi startegi dalam rangka mencapai tujuan organisasi sebagai bagian

integral dari pembangunan nasional, merumuskan dan memberikan masukan

untuk pemecahan masalah dan pengambilan keputusan yang logis dan sistematis,

memahami paradigm pembangunan kesehatan yang revelan serta kemampuan

dalam menjelaskan kedudukan, tugas, fungsi organisasi kesehatan dalam

mewujudkan tujuan pembangunan kesehatan Indonesia.

Kompetensi bidan adalah kemampuan dan karakteristik yang dilandasi oleh

pengetahuan, ketrampilan dan sikap perilaku yang harus dimiliki seorang bidan

dalam melaksanakan praktek kebidanan pada berbagai tatanan pelayanan kesehatan,

secara aman dan bertanggung jawab sesuai dengan standar sebagai syarat untuk

(20)

Didalam lingkup praktik kebidanan, kompetensi bidan sebagaimana tertuang

dalam buku kompetensi bidan Indonesia meliputi pengetahuan, ketrampilan dan sikap

prilaku yang harus dimiliki oleh seorang bidan dalam melaksanakan praktik

kebidanan secara aman dan bertanggung jawab. Kompetensi tersebut dikelompokkan

dalam dua kategori yaitu : kompetensi dasar yang merupakan kompetensi minimal

yang secara mutlak harus dimiliki oleh bidan dan kompetensi tambahan yang

merupakan pengembangan dari pengetahuan dan ketrampilan dasar untuk mendukung

tugas bidan dalam memenuhi tuntutan/kebutuhan masyarakat yang sangat dinamis

serta perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi. (Hidayat, 2010).

Berdasarkan Kepmenkes RI Nomor :369/Menkes/SK/III/2007 tentang Standar

Profesi Bidan, maka ditetapkan standar kompetensi bidan yang harus dimiliki yaitu :

1. Bidan mempunyai persyaratan pengetahuan dan ketrampilan dari ilmu-ilmu

sosial, kesehatan masyarakat dan etik yang membentuk dasar dari asuhan yang

bermutu tinggi sesuai dengan budaya, untuk wanita, bayi baru lahir dan

keluarganya.

2. Pra konsepsi, Keluarga Berencana dan Ginekologi; bidan memberikan asuhan

yang bermutu tinggi, pendidikan kesehatan yang tanggap terhadap budaya dan

pelayanan menyeluruh dimasyarakat dalam rangka untuk meningkatkan

kehidupan keluarga yang sehat, perencanaan kehamilan dan kesiapan menjadi

(21)

3. Asuhan dan konseling selama kehamilan; bidan member asuhan antenatal

bermutu tinggi untuk mengoptimalkan kesehatan selama kehamilan yang

meliputi deteksi dini, pengobatan atau rujukan dari komplikasi tertentu.

4. Asuhan selama persalinan dan kelahiran; bidan memberikan asuhan yang

bermutu tinggi, tanggap terhadap kebudayaan setempat selama persalinan,

memimpin selama persalinan yang bersih dan aman, menangani situasi

kegawatdaruratan tertentu tertentu untuk mengoptimalkan kesehatan wanita dan

bayinya yang baru lahir.

5. Asuhan pada ibu nifas dan menyusui; bidan memberikan asuhan pada ibu nifas

dan menyusui yang bermutu tinggi dan tanggap terhadap budaya setempat.

6. Asuhan pada bayi baru lahir; bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi,

komprehensif pada bayi baru lahir sehat sampai dengan 1 bulan.

7. Asuhan pada bayi dan balita; bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi,

komprehensif pada bayi dan balita sehat (1 bulan – 5 tahun).

8. Kebidanan komunitas; bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi dan

komprehensif pada keluarga, kelompok dan masyarakat sesuai dengan budaya

setempat.

9. Asuhan pada ibu/wanita dengan gangguan reproduksi; melaksanakan asuhan

kebidanan pada wanita/ibu dengan gangguan system reproduksi.

Dengan demikian seorang dimasa sekarang dituntut memiliki kompetensi

dalam memberikan pelayanan kebidanan. Hal ini semua dapat terwujud bila seorang

(22)

perkembangannya juga mampu bersikap professional sesuai dengan kode etik yang

telah ditetapkan.

2.4. Pengetahuan

Menurut Mustopadidjaja (2009), pengetahuan adalah informasi yang dimiliki

oleh seseorang dalam suatu bidang tertentu dan keterampilan adalah kemampuan

untuk melaksanakan tugas tertentu baik mental ataupun fisik. Pengetahuan dan

keterampilan sesungguhnya yang mendasari pencapaian produktivitas, pengetahuan

dan ketrampilan termasuk faktor pembentuk kemampuan. Apabila seseorang

mempunyai pengetahuan dan keterampilan yang tinggi akan memiliki kemampuan

(ability) yang tinggi pula sehingga akan membentuk kompetensi seorang pegawai/

pekerja (Sulistiyani & Rosidah, 2009).

Pengetahuan merupakan informasi yang dimiliki oleh seseorang. Pengetahuan

adalah komponen utama kompetensi yang mudah diperoleh dan mudah

diidentifikasikan (Hutapea P dan Thoha N, 2008). Notoatmodjo (2009) berpendapat

bahwa pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap sesuatu objek tertentu.

Sulistiyani dan Rosidah (2009) mengemukakan konsep pengetahuan lebih

berorientasi pada intelejensi, daya pikir dan penguasaan ilmu serta luas sempitnya

wawasan yang dimiliki seseorang. Dengan demikian pengetahuan adalah merupakan

akumulasi hasil proses pendidikan baik yang diperoleh secara formal maupun

(23)

masalah, daya cipta, termasuk dalam melakukan atau menyelesaikan pekerjaan.

Dengan pengetahuan yang luas dan pendidikan tinggi, seorang pegawai diharapkan

mampu melakukan pekerjaan dengan baik dan produktif.

Menurut Roger (1974) dalam Notoatmodjo (2009) Pengetahuan atau kognitif

merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt

behaviour) yang memiliki 6 tingkatan yaitu :

1. Tahu (know), mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.

Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall)

tehadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan

yang telah diterima. Merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.

2. Memahami (comprehension), suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar

tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut

secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau mengerti harus dapat

menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya

terhadap objek yang dipelajari.

3. Aplikasi (application), kemampuan untuk menggunakan materi yang telah

dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat

diartikan sebagai penggunaan hukum – hukum, rumus, metode, prinsip dan

sebagainya dalam konteks atau situai yang lain. Misalnya : dapat menggunakan

prinsip – prinsip siklus pemecahan masalah (problem solving cyclel) di dalam

(24)

4. Analisis (analysis), kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek

kedalam komponen – komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi,

dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemapuan analisis ini dapat dilihat dari

penggunaan kata – kata kerja; dapat menggambarkan (membuat sebagian),

membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.

5. Sintesis (synthesis), kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan

bagian – bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain

sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari

formulasi – formulasi yang ada, misalnya dapat menyusun, merencanakan,

meringkaskan, menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau

rumusan – rumusan yang telah ada.

6. Evaluasi (evaluation), kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian

terhadap suatu materi atau objek. Penilaian – penilaian itu didasarkan pada suatu

kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria – kriteria yang ada.

Merujuk pada beberapa teori dan pendapat yang mendefenisikan tentang

pengetahuan yang dijabarkan di atas maka Pengetahuan Bidan adalah kemampuan

bidan terhadap semua tingkatan pengetahuan, mulai dari tahu, memahami hingga

dapat dalam mengevaluasi materi – materi yang telah ditetapkan sebagai pengetahuan

penatalaksanaan manajemen asfiksia bayi baru lahir , dengan standar yang telah

ditentukan. Dengan pengetahuan yang luas tentang ilmu kebidanannya diharapkan

(25)

2.5. Sikap

Menurut Notoatmodjo (2009), sikap secara nyata menunjukkan konotasi

adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan

sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Newcomb

dalam Notoatmodjo (2009), menyatakan sikap merupakan kesiapan atau kesediaan

untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum

merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan

atau perilaku. Sikap dapat bersifat positif dan dapat bersifat negatif.

Sikap dikatakan sebagai suatu respon evaluatif. Respon hanya akan timbul

apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya reaksi

individual. Respon evaluatif berarti bahwa bentuk reaksi yang dinyatakan sebagai

sikap itu timbulnya didasari oleh proses evaluasi dalam diri individu yang memberi

kesimpulan terhadap stimulus dalam bentuk nilai baik-buruk, positif-negatif,

menyenangkan-tidak menyenangkan, yang kemudian mengkristal sebagai potensi

reaksi terhadap objek-sikap. (Azwar,S. 2013).

Teori Rosenberg dikenal dengan teori affective cognitive consistency dalam

hal sikap dan teori ini juga teori dua faktor yang memusatkan perhatian pada

hubungan komponen kognitif dan komponen afektif. Menurut Rosenberg pengertian

kognitif dalam sikap tidak hanya mencakup tentang pengetahuan-pengetahuan yang

berhubungan dengan objek sikap, melainkan juga mencakup kepercayaan atau belifes

tentang hubungan antara objek sikap itu dengan system nilai yang ada dalam diri

(26)

pada seseorang yang menyertai sikapnya, dapat positif serta dapat juga negative

terhadap objek sikap. Bila seseorang yang mempunyai sikap positif terhadap objek

sikap, maka ini berarti adanya hubungan pula dengan nilai-nilai positif yang lain yang

berhubungan dengan objek sikap tersebut, demikian juga dengan sikap yang negatif.

(Dewi,2010).

Teori yang dikemukakan oleh Notoatmojo (2003), yang menyatakan sikap

merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan motif

tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas akan tetapi merupakan

predisposisi tindakan suatu prilaku yang merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap

objek dilingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek. (Dewi, 2010).

Notoatmodjo (2009) menjelaskan bahwa sikap positif kecenderungan tindakan

adalah mendekati, menyenangi, mengharapkan objek tertentu, sedangkan pada sikap

negatif terdapat kecenderungan untuk menjauhi, menghindar, membenci, tidak

menyukai objek tertentu. Sikap terdiri dari berbagai tingkatan, yaitu:

1. Menerima (Receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus

yang diberikan (objek). Misalnya sikap seseorang terhadap kejadian aspiksia pada

bayi baru lahir yaitu terlihat dari kesediaan dan perhatiannya terhadap kejadian

tersebut.

2. Merespon (Responding)

Merespon adalah memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan

(27)

usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas

pekerjaan itu benar atau salah, berarti orang menerima ide tersebut.

3. Menghargai (Valuing)

Menghargai dapat dilihat dari sikap mengajak orang lain mengerjakan sesuatu

atau berdiskusi mengenai suatu masalah. Misalnya seorang bidan yang mengajak

petugas lainnya untuk menilai resiko terjadinya hal-hal lain dari asfiksia jika keadaan

tersebut tidak segera ditanggani..

4. Bertanggungjawab (Responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala

resiko merupakan sikap yang paling tinggi. Pengukuran sikap dilakukan dengan

secara langsung atau tidak langsung.

Menurut Allport dalam Notoatmodjo (2009), sikap biasanya memberikan

penilaian (menerima atau menolak) terhadap objek yang dihadapi, oleh karena itu

sikap merupakan predisposisi untuk berespon yang akan membentuk tingkah laku.

Terdapat 3 (tiga) komponen pokok sikap yaitu:

1. Komponen kognisi yang berhubungan dengan kepercayaan atau keyakinan, serta

ide dan konsep terhadap objek, artinya keyakinan dan pendapat atau pemikiran

seseorang terhadap objek.

2. Komponen afeksi yang berhubungan dengan kehidupan emosional seseorang

atau evaluasi orang terhadap objek, artinya penilaian (terkandung dalam faktor

(28)

3. Komponen konasi yang berhubungan dengan kecenderungan untuk bertingkah

laku atau bertindak (tend to behave), sikap merupakan komponen yang

mendahului tindakan atau perilaku terbuka. Sikap adalah ancang-ancang untuk

bertindak atau berperilaku terbuka.

Ketiga komponen ini secara bersama – sama membentuk sikap yang utuh

(total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran,

keyakinan , dan emosi memegang peranan penting. Newcomb dalam Notoatmodjo

(2009), salah seorang ahli psikologis sosial, menyatakan bahwa sikap itu merupakan

kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif

tertentu.

2.6. Landasan Teori

Manajemen asfiksia bayi baru lahir merupakan pelayanan kebidanan yang

harus dilakukan oleh bidan yang berkompeten. Bidan harus dapat membuat keputusan

yang tepat pada saat kritis. Kemampuan ini memerlukan penguasaan pengetahuan dan

ketrampilan kebidanan pada situasi kritis dan mampu menerapkannya untuk

memenuhi kebutuhan pasien kritis. ( Hudak dan Gallo, 2000) .

Kompetensi adalah suatu kemampuan yang dilandasi oleh ketrampilan dan

pengetahuan yang didukung oleh sikap kerja serta penerapannya dalam melaksanakan

tugas dan pekerjaan ditempat kerja yang mengacu pada persyaratan kerja yang

(29)

Kompetensi bidan adalah kemampuan dan karakteristik yang dilandasi oleh

pengetahuan, ketrampilan dan sikap perilaku yang harus dimiliki seorang bidan

dalam melaksanakan praktek kebidanan pada berbagai tatanan pelayanan kesehatan,

secara aman dan bertanggung jawab sesuai dengan standar sebagai syarat untuk

dianggap mampu oleh masyarakat. (PP IBI, 2012).

Menurut Mustopadidjaja (2009), pengetahuan adalah informasi yang dimiliki

oleh seseorang dalam suatu bidang tertentu dan keterampilan adalah kemampuan

untuk melaksanakan tugas tertentu baik mental ataupun fisik. Pengetahuan dan

keterampilan sesungguhnya yang mendasari pencapaian produktivitas, pengetahuan

dan ketrampilan termasuk faktor pembentuk kemampuan. Apabila seseorang

mempunyai pengetahuan dan keterampilan yang tinggi akan memiliki kemampuan

(ability) yang tinggi pula sehingga akan membentuk kompetensi seorang pegawai/

pekerja (Sulistiyani & Rosidah, 2009).

Sulistiyani dan Rosidah (2009) mengemukakan konsep pengetahuan lebih

berorientasi pada intelejensi, daya pikir dan penguasaan ilmu serta luas sempitnya

wawasan yang dimiliki seseorang. Dengan demikian pengetahuan adalah merupakan

akumulasi hasil proses pendidikan baik yang diperoleh secara formal maupun

nonformal yang memberikan kontribusi pada seseorang di dalam pemecahan

masalah, daya cipta, termasuk dalam melakukan atau menyelesaikan pekerjaan.

Dengan pengetahuan yang luas dan pendidikan tinggi, seorang pegawai diharapkan

(30)

Sikap dikatakan sebagai suatu respon evaluatif. Respon hanya akan timbul

apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya reaksi

individual. Respon evaluatif berarti bahwa bentuk reaksi yang dinyatakan sebagai

sikap itu timbulnya didasari oleh proses evaluasi dalam diri individu yang memberi

kesimpulan terhadap stimulus dalam bentuk nilai baik-buruk, positif-negatif,

menyenangkan-tidak menyenangkan, yang kemudian mengkristal sebagai potensi

reaksi terhadap objek-sikap. (Azwar,S. 2013).

2.7. Kerangka Konsep

Berdasarkan landasan teori diatas maka dapat disusun kerangka konsep

penelitian adalah sebagai berikut :

Variabel Independen Variabel Dependent

Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian

Penatalaksanaan Manajemen Asfiksia

Bayi Baru Lahir Sikap Bidan

dengan Penatalaksanaan Manajemen Asfiksia

Bayi Baru Lahir Pengetahuan Bidan

dengan Penatalaksanaan Manajemen Asfiksia

Gambar

Tabel 2.1. Skala Pengamatan APGAR Skor
Gambar 2.1. Bagan Alur Manajemen Asfiksia Bayi Baru Lahir
Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan sesuai dengan tujuan penelitian sebagai berikut: (1) Key Performance Indicators (KPI) yang mempengaruhi

Tujuan dari penelitian ini adalah (1) untuk mendeskripsikan tentang respon siswa terhadap penerapan metode pembelajaran demonstrasi di kelas VIII SMP Negeri 9 Kota

Konstruksi sistem suspensi diatas bekerja menjadi satu kesatuan juga, seperti pada sistem suspensi depan. Konstruksi sistem suspensi belakang tersebut bertujuan untuk

tah Kabupaten Belitung Timur meliputi Penda ngan, dan Lain-lain Pendapatan Daerah yang abupaten Belitung Timur terdiri dari Pajak lolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan,

Pendidikan merupakan usaha manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi dan kemampuan anak didik sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam

 Bila primary key nid,thn_akademik,smt, maka tidak bisa karena seorang dosen pada tahun akademik dan semester yang sama bisa mengajar lebih dari satu matakuliah.  Bila primary

Risiko yang muncul dari internet banking adalah jika layanan internet banking tidak dapat diakses oleh nasabah sehingga akan mempengaruhi transaksi perbankan dan

Pada sisi lain, intelijen juga dihadapkan pada suatu dilema besar: di satu pihak, intelijen membutuhkan “sifat kerahasiaan” untuk menjaga efektifitas operasinya, namun di lain