• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hibah Kepada Ahli Waris Tanpa Persetujuan Ahli Waris Lain (Studi Putusan Pengadilan Agama Stabat Nomor 207 Pdt.G 2013 P.A.Stabat)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hibah Kepada Ahli Waris Tanpa Persetujuan Ahli Waris Lain (Studi Putusan Pengadilan Agama Stabat Nomor 207 Pdt.G 2013 P.A.Stabat)"

Copied!
3
0
0

Teks penuh

(1)

i ABSTRAK

Berdasarkan Kompilasi Hukum Islam maka pemberian hibah harus berdasarkan persetujuan anak-anaknya dan tidak boleh melebihi dari 1/3 hartanya, dan jika ada ahli waris yang merasa haknya dirugikan maka dapat menuntutnya ke Pengadilan, dan hibah atas barang bergerak dan barang tidak bergerak harus dilakukan dihadapan Notaris/PPAT, maka berdasarkan hal tersebut yang terjadi pada kasus ini adalah hibah yang dilakukan tanpa persetujuan ahli waris dan dibuat tanpa dihadapan Notaris/Pejabat Pembuat Akta Tanah Hibah yang hal inilah yang mendorong penelitian ini dilakukan yaitu Hibah Kepada Ahli Waris Tanpa Persetujuan Ahli Waris Lain (Studi Putusan Pengadilan Agama Stabat Nomor 207/Pdt.G/2013/PA.Stb).

Meneliti masalah tersebut diatas teori yang digunakan adalah Teori Keadilan dan didukung oleh Teori Kemaslahatan Penelitian ini dilakukan dengan metode yuridis normatif, yang bersifat deskriptip analitis dan tehnik pengumpulan datanya dengan menggunakan data sekunder yang diperoleh dengan cara studi kepustakaan dan penelitian di lapangan yaitu Hakim Pengadilan Agama Stabat, dan Notaris Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) di Medan.

(2)

ii

mempertimbangkan alat bukti surat keterangan pembagian harta tanah/lahan pertanian/perumahan, pernyatan hibah tidak dapat disesuaikan dengan yang aslinya dan objek perkara yang ditetapkan sebagai harta peninggalan tidak dapat diterima, sehingga tidak memenuhi syarat formil dan tidak dapat diterima sebagai alat bukti, berdasarkan keterangan saksi bahwa harta warisan belum pernah dibagi wariskan dengan para ahli waris lainnya maka berdasarkan Pasal 171 huruf (c), (d), (e), jo Pasal 185 KHI maka yang menjadi pertimbangan adalah ahli waris yang berhak terhadap objek perkara berdasarkan bagiannya.

Dari hasil penelitian diatas disarankan pada masyarakat yang ingin menghibahkan hartanya terutama benda tidak bergerak untuk membuatnya dalam akta otentik dan bagi Notaris harus memperhatikan ahli waris sesuai SKHW dan setelah membacakan akta harus menanyakan kembali kepada para penghadap apa benar isi akta yang dibacakan sesuai kehendak para pihak karena jika penghadap menjawab benar maka lepaslah tanggungjawab Notaris karena Notaris hanya bertanggungjawab formil atas materi akta, dan untuk Notaris/PPAT agar Notaris membuat Akta Pernyataan yang isinya menyatakan bahwa harta yang dihibahkan tidak melebihi dari 1/3 bagian, dan hibah tersebut telah disetujui oleh seluruh ahli waris, dan jika penghadap yang beragama Islam tapi tidak mau menggunakan Peraturan KHI dalam menghibahkan haknya maka buatlah Akta Pernyataan bahwa ia menghibahkan haknya berdasarkan hukum lain yang diakui di Indonesia selain peraturan KHI.

(3)

iii ABSTRACT

Based on KHI (Compilation of the Islamic Law), giving a hibah (gift) must be approved by the giver’s heirs and it not more than 1/3 of his property. If the other heirs feel that they are harmed, they can file a complaint to the Court. Hibah on movable and immovable properties must be made before a Notary/PPAT (official empowered to draw up land deeds). Therefore, the research will be Hibah to an Heir without the Approval of the other Heirs (A Case Study on the Verdict of the Religious Court at Stabat No. 207/Pdt.G/2013/PA.Stb. The objective of the research was to find out the legal consequences of giving hibah without the approval of the other heirs, Notary’s responsibility for a hibah certificate which was made without the approval of the other heirs, and judge’s legal consideration in the Verdict of the Religious Court No. 207/Pdt.G/2013/PA.Stb.

The research used judicial normative and descriptive analytic methods in order to analyze legal provisions and regulations on hibah so that it would be known the legal basis was adequate to describe judges’ consideration in giving verdicts. The secondary data were gathered by conducting library research and field research at the Religious Court and PPAT Office, in Medan.

The conclusion of the research showed that basically a hibah can be made orally and in a written form as it is found in Al-Quran, Al-Baqarah, verses 282 and 283 as the basis for any agreement in Islam; thus, hibah which is give orally (not in a written form in an authentic certificate) does not mean that it is invalid. Concerning the legal consequence of a hibah which is given without the other heirs’ approval, without any authentic certificate, and if it is more than 1/3 of the property, it can be cancelled. This is in line with Article 210, paragraph 2 of KHI which states that if one of the heirs feels that he is harmed, he can file a complaint to the Religious Court to cancel the hibah. A Notary/PPAT is not responsible for an authentic certificate which has been made without the approval of one of the heirs if it is beyond his knowledge that there is another heir who does not approve of it, or the data are forged by keeping the existence of the heir secret, or one of the persons appearing is not the real person. However, if he knows that one of the heirs does not approve of it and the Notary is proved to attach falsified information, the Notarial/PPAT deed is legally cancelled and the Notary is responsible for his criminal act according to Articles 264, 266 in conjunction with Articles 55 and 56 of the Penal Code. Judges’ legal consideration of the Verdict of the Religious Court No. 207/Pdt.G/2013/PA.Stb is by considering evidence that the hibah is not made authentically and the witnesses’ testimony states that hibah is not contributed to the other heirs; and thus according to Article 171, points c, d, and e in conjunction with Article 185 of KHI, the consideration was that the heir has the right on the case object, based on his share.

Referensi

Dokumen terkait

Penetapan capaian standar kompetensi keperawatan di RS Aisyiyyah Muntilan berdasarkan Area pelayanan keperawatan dari berbagai level jenjang perawat klinik terendah sampai ke

bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 184 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah beberapakali terakhir

Hal inilah yang mendasari terbentuknya Majelis Rakyat Papua (MRP) agar kesejahteraan masyarakat perempuan asli Papua mampu meningkatkan kesejahteraan dengan

Hasil penelitian menunjukan bahwa peningkatan kemampuan representasi matematis mahasiswa yang belajar menggunakan model pembelajaran berbasis masalah berbantuan

Pada Terminal BBM Semarang Group mesin pompa produk yang sering breakdown, yang dapat membuat kerugian waktu pengiriman bahan bakar ke SPBU di Jawa Tengah dan

z Cluster 3: Di masing-masing RT terpilih, didaftar populasi keluarga, dan dipilih secara random 2 keluarga. z Cluster 4: Di masing-masing keluarga terpilih, kemudian didaftar

[r]

Kabupaten Banyuwangi merupakan lokasi perancangan sekolah kejuruan desain grafis, dengan kondisi lingkungan yang ada pada lokasi tapak diperlukan pembuatan tema