• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Dampak Program Penataan Kembali Pasar Centong Di Kecamatan Blangkejeren Kabupaten Gayo Lues

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Dampak Program Penataan Kembali Pasar Centong Di Kecamatan Blangkejeren Kabupaten Gayo Lues"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Reformasi yang berjalan di Indonesia menuntut berbagai bidang khususnya

di bidang pemerintahan yang merupakan salah satu penyelenggara Negara.

Pelaksanaan pemerintahan yang baik merupakan salah satu sentral pemerintahan.

Sebagai salah satu Negara yang berkembang Indonesia adalah Negara yang

demokratis yang selalu mengalami perubahan di segala bidang meliputi

penyediaan pelayanan publik yang ekonomis serta efektif dan efisien dan

transparan. Paradigma pemerintahan baru tersebut merubah masyarakat sebagai

pemegang kedaulatan Negara. Pelaksanaan Otonomi Daerah kini memasuki

tahapan baru setelah Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang

Pemerintahan Daerah yang kini direvisi menjadi Undang-Undang Nomor 32

Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun

2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Maka

dengan berbagai ketentuan yang telah dibuat sedemikian rupa kebebasan daerah

untuk menjalankan pemerintahan daerah tidak terpengaruh oleh pemerintah pusat.

Seiring dicetuskannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, Pemerintah

Daerah dengan sangat bebas menjalankan roda pemerintahan sesuai dengan apa

yang telah mejadi visi misi daerah tersebut. Berlakunya Undang-Undang tentang

Pemerintahan Daerah membuat Pemerintahan Daerah menjadi sangat berkuasa di

(2)

sekarang ini menjadi sebagai salah satu alat “fasilitator” dari Pemerintahan

Daerah kabupaten/ kota tersebut. Maksud dan tujuan dicetuskannya

Undang-Undang tersebut adalah tentang pemberian hak dan wewenang khusus dari

Pemerintahan Pusat kepada Pemerintah Daerah untuk mengatur daerah kekuasaan

dan wewenang untuk mengatur rumah tangganya sendiri, dengan demikian bangsa

Indonesia diharapkan bisa mencapai suatu keberhasilan dari suatu harapan akhir

yang hendak dicapai yaitu menciptakan masyarakat yang adil, makmur dan

sejahtera. Masyarakat diharapkan bisa menuju keberhasilan bersama dengan

semangat juang guna membangun bangsa Indonesia kembali pada titik jaya dalam

segala bidang di sektor kehidupan masyarakat. Pemberian hak Otonom tersebut

mebawa pengaruh yang cukup berkompeten dalam mengatur pemerintahan

daerah.

Pada akhir tahun 1990-an telah terjadi masalah yang sangat dahsyat bagi

Negara Indonesia yaitu krisis moneter yang hampir saja membawa bangsa

Indonesia keterpurukan ekonomi, tetapi krisis itu bukan hanya dialami oleh

bangsa Indonesia saja, adapun Negara yang mengalami krisis tersebut adalah

Thailand, Korea Selatan dan Malaysia. Krisis itu sendiri membawa dampak yang

yang sangat luar biasa bagi rakyat dan pemerintahan. Bahkan diikuti oleh

sejumlah krisis yang lainya, seperti krisis ekonomi, hukum, politik dan bahkan

krisis kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.

Pada akhir tahun 1990-an telah terjadi masalah yang sangat dahsyat bagi

(3)

Indonesia keterpurukan ekonomi, tetapi krisis itu bukan hanya dialami oleh

bangsa Indonesia saja, adapun Negara yang mengalami krisis tersebut adalah

Thailand, Korea Selatan dan Malaysia. Krisis itu sendiri membawa dampak yang

yang sangat luar biasa bagi rakyat dan pemerintahan. Bahkan diikuti oleh

sejumlah krisis yang lainya, seperti krisis ekonomi, hukum, politik dan bahkan

krisis kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.

Kebijakan Otonomi Daerah yang mendorong pemerintah daerah untuk

membangun daerahnya sesuai dengan kapasitas kemajuan ilmu dan teknologi,

lahan dan daya dukung dari berbagai sektor dan faktor. Salah satu sektor yang

sangat berpengaruh dan sangat penting adalah sektor pasar dan pertanian karena

sektor ini mejadi salah satu penentu tingkat perekonomian pada suatu Negara

yang berkembang. Semangat otonom yang diharapkan oleh arah kebijakan

tersebut bersumbu pada kabupaten atau kota, semua ini diharapkan agar level

pemerintah yang terendah bisa menjalankan kebijakan yang telah dibuat dengan

prakarsa dan seluruh perampungan dari aspirasi masyarakat. Di samping itu,

dengan sistem otonom daerah bukan berarti pemerintah daerah bersikap lebih

dewasa dalam mengurus segala permasalahan yang ada di pemerintah kabupaten

atau kota tersebut. Hal ini tidak lepas dari kebijakan pemerintah pusat untuk

membantu pemerintah daerah karena pemerintah pusat mempunyai andil besar

dalam penyelenggara pemerintahan yang baik.

Selayaknya pelaksanaan otonomi daerah di beberapa kabupaten atau kota

(4)

penyelenggaraan roda pemerintahan di Kabupaten Gayo Lues yakni secara

spesifik mengarah pada Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan UKM,

Surat Keputusan Bupati Kabupaten Gayo Lues Nomor : 30 Tahun 2009, Tanggal

07 Mei 2009, Keputusan Menteri Koperasi Indonesia Nomor :

127.1/Kep/M.KUKM/X/2003 tentang pengembangan pasar tradisional melalui

koperasi. Sebagai salah satu kebijakan pemerintah daerah yang cukup vital

tentunya dalam perwujudannya kebijakan ini juga mengacu pada Rencana Tata

Ruang Wilayah Kabupaten/Kota yang berkembang di kota Blangkejeren

Kabupaten Gayo Lues.

Kenyataan yang terjadi sampai pada saat ini, masyarakat di Kabupaten gayo

Lues sangat membutuhkan tempat penyedia kebutuhan publik seperti pasar

tradisional sebagai penyangga rotasi kehidupan perekonomian masyarakat

sehari-hari. Dengan demikian, ketetapan kebijakan yang mengacu kepada Tata Ruang

Wilayah masih bisa dioptimalkan sesuai harapan bersama.

Pasar tradisional sangatlah penting keberadaannya dan mendukung

ketercukupan APBD dan PAD Kabupaten Gayo Lues. Hal ini menegaskan

kembali bahwa kenyataan yang ada masih berbanding terbalik dengan pengertian

otonomi daerah yang masih didominasi dua cara pandang. Pertama yaitu cara

pandang yang menekankan pada segi perolehan keuangan daerah dari pemerintah

pusat yang besar agar bisa melakukan otnomi daerah. Dengan cara pandang ini

menitikberatkan kepada “kucuran dana yang besar bagi pelaksanaan otonomi

daerah”. Cara pandang ini akan menimbulkan pesimisme masyarakat yang

(5)

pandang kedua yaitu lebih menekankan pentingnya mendayagunakan

kewenangan yang telah diberikan kepada daerah seoptimal mungkin. Dengan

kewenangan yang besar, daerah dapat melakukan keleluasaan dalam menggali

potensi sumber dayanya.

Kebijakan Otonomi Daerah yang mendorong pemerintah daerah untuk

membangun daerahnya sesuai dengan kapasitas kemajuan ilmu dan teknologi,

lahan dan daya dukung dari berbagai sektor dan faktor. Salah satu sektor yang

sangat berpengaruh dan sangat penting adalah sektor pasar dan pertanian karena

sektor ini mejadi salah satu penentu tingkat perekonomian pada suatu daerah yang

berkembang. Semangat otonomi yang diharapkan oleh arah kebijakan tersebut

bersumbu pada kabupaten atau kota, semua ini diharapkan agar tingkat

pemerintah yang terendah bisa menjalankan kebijakan yang telah dibuat dengan

prakarsa dan seluruh perampungan dari aspirasi masyarakat. Di samping itu,

dengan sistem otonom daerah bukan berarti pemerintah daerah bersikap lebih

dewasa dalam mengurus segala permasalahan yang ada di pemerintah kabupaten

atau kota tersebut. Hal ini tidak lepas dari kebijakan pemerintah pusat untuk

membantu pemerintah daerah karena pemerintah pusat mempunyai andil besar

dalam penyelenggara pemerintahan yang baik.

Mencuatnya perdebatan teoritis tentang sector informal adalah sejak

International Labour Organization (ILO) mulai mengembangkan program

pembangunannya di kalangan penduduk miskin perkotaan yang terlibat pada

(6)

Pertumbuhan sector informal yang relative kecil modalnya, tidak teratur, kotor

dan kurang stabil sangat menarik perhatian para pakar dam pembuat kebijakan.

Kendati usaha ini masih dilakasanakan dengan sukses, namun tidak dapat

dipungkiri masih terdapat kelemahan International Labour Organization (ILO)

dalam menangani isu dan strategi mengenai pertumbuhan sector informal ini,

terutama dalam mengkaji hubungan sector informal dengan sector formal pada

wiliayah perkoataan. (Nasution, 2008)

Pasca Penandatanganan Kesepahaman Perdamaian Pemerintah Republik

Indonesia dengan pihak GAM pada tangal 15 Agustus 2005 kondisi keamanan

serta pemerintahan kembali kondusif sehingga pengembangan pelayanan publik

terutama sektor pasar yang sempat menghilang kini telah dapat dibangun kembali

dengan konsep penataan yang baru.

Penataan arah kebijakan program yang baru ini pula diharapkan tidak ada

lagi kecemasan pada pemerintah dan masyarakat umumnya, dan juga diharapkan

dapat memacu kreativitas pemerintah dalam menyusun program kebijakan

pemerintahan yang membawa pengaruh bagi pelayanan pemenuh kebutuhan

publik yang seimbang dan berkembang serta membawa dampaknya kepada

pengembangan kota.

Pasar Tradisional Centong yang berada di Kecamatan Blangkejeren

Kabupaten Gayo Lues mulanya berada pada sekitar pemukiman warga sekitar

(7)

kegiatan sehari-hari yang biasa dilakukan di pasar tersebut. Masyarakat banyak

mengeluhkan sikap pemerintah yang kurang tanggap akan permasalahan yang

terjadi pada rakyatnya. Pada dasarnya masyarakat adalah pemegang kedaulatan

sepenuhnya yang harus diberikan pelayanan dari pemerintah sesuai dengan dilema

permasalahan yang dihadapi saat itu. Pasar memang merupakan tempat penyedia

kebutuhan publik, akan tetapi semua komponen yang saling berhubungan yang

berada didalamnya harus memahami serta mengerti akan faktor keterbatasan

pemerintah dalam menanggapi berbagai aspirasi dari masyarakat.

Negara Indonesia adalah Negara yang demokratis. Maka dari itu seiring

berjalannya waktu pemerintah daerah Kabupaten Gayo Lues melakukan

perampungan aspirasi dari seluruh masyarakat yang tengah mengeluhkan kinerja

aparatur pemerintahan dalam penataan pasar yang bagi mereka itu adalah salah

satu masalah yang harus secepatnya diselesaikan. Setelah perampungan aspirasi

tersebut, pemerintah daerah merundingkan apa yang harus dilakukan agar

terwujudnya masyarakat yang aman, sejahtera serta masyarakat yang mandiri.

Secara tidak langsung dengan berjalannya aktivitas perekonomian warga dengan

baik, masyarakat telah turut ikut dalam mensukseskan program kerja pemerintah

daerah dalam mewujudkan pengembangan kota atau penataan kota yang baik.

Eksistensi pasar, khususnya pasar tradisional, merupakan indikator paling

nyata kegiatan ekonomi kemasyarakatan di suatu daerah. Pemerintah harus lebih

fokus dan peduli terhadap eksistensi pasar tradisional sebagai salah satu sarana

publik berongkos murah yang menunjang kegiatan ekonomi masyarakat. Pasar

(8)

beli, melainkan juga mendukung kelancaran produksi, distribusi hasil pertanian,

dan industri kecil yang menyerap banyak tenaga kerja. Perkembangan

jaman,perubahan gaya hidup, dan kualitas sarana yang diusung oleh beberapa

pihak komersil ritel modern begitu hebat sehingga membuat eksistensi pasar

tradisional menjadi sedikit tenggelam.

Kondisi ini bertentangan, mengingat bahwa sektor pasar tradisional yang

sebenarnya memiliki potensi dan kapasitas cukup besar ini, juga menghadapi

kompetisi kualitas sarana dan produk dari perkembangan sektor ritel modern.

Mengangkat eksistensi pasar tradisional merupakan action sangat penting,

mengingat dalam kegiatan pasar modern, terjadi kegiatan jual beli antara

masyarakat yang menginginkan kualitas dan ekonomis produk. Hal ini seharusnya

diintensifkan dengan kecepatan dalam melakukan inovasi pemasaran guna

menarik konsumen yang merupakan kunci sukses di sektor ritel, yang seharusnya

juga diimplementasikan pada pasar tradisional agar nilai eksistensi itu tidak pudar.

Revitalisasi pasar tradisional dinilai sangat strategis untuk meningkatkan

daya saing pasar tradisional di tengah persaingan dengan ritel modern, dan

pusat-pusat perbelanjaan yang kian memambaiak di berbagai wilayah perkotaan.

Karenanya, pemerintah melakukan revitalisasi untuk membangkitkan dan

menggerakan kembali eksistensinya, sekaligus memposisikan pasar tradisional

dengan konsep belanja satu atap yang aman, nyaman, bersih dan ekonomis bagi

pembeli maupun pedagangnya.

Berbicara mengenai revitalisasi, Gayo Lues termasuk salah satu kabupaten

di Aceh. Mulai tahun 2007 hingga 2010, sudah ada beberapa pasar yang

(9)

juga bekerja sama dengan pihak ketiga. Program revitalisasi ini antara lain

pembangunan fisik pasar tradisional, dengan mengadopsi percontohan pasar

bersih, aman, nyaman dan sehat. program revitalisasi selanjutnya adalah

membenahi sistem pengelolaan pasar tradisional, mengingat kualitas dari

pengelola pasar tradisonal, yaitu yang tidak peduli dengan pengembangan dan

pembinaan pedagang pasar tradisional yang menyangkut penataan wilayah

perkotaan.

Hasil pengkajian dari latar belakang masalah yang diuraikan di atas

menunjukan bahwa masalah kebijakan penataan alokasi pasar tradisional yang

berada di Kecamatan Blangkejeren belum berjalan seefektif mungkin. Dari

kebijakan yang dikeluarkan pemerintah daerah dalam pengembangan pasar

tradisional setidaknya menimbulkan pro dan kontra pada perilaku masyarakat.

Penataan kembali merupakan salah satu bentuk kesiapan pemerintah untuk

membina pengembangan pasar tradisional yang berada di sekitar wilayah

kacamatan Blangkejeren. Pasar tradisional centong pada kecamatan blangkejeren

kabupaten Gayo Lues merupakan pasar tradisional yang akan diteliti oleh peneliti

tentang bagaimana strategi – strategi yang akan dilakukan.

Disadari atau tidak, persepsi masyarakat terhadap pasar tradisional adalah

kumuh, semrawut, becek, kotor dan minimnya fasilitas seperti terbatasnya tempat

parkir, tempat sampah yang bau dan kotor, lorong yang sempit dan sebagainya.

Kondisi ini yang seringkali menyebabkan masyarakat cenderung memilih

(10)

dibandingkan harga barang di pasar tradisional. Terlebih pasar modern memiliki

tempat berbelanja yang lebih bersih dan praktis.

Pencitraan negatif pada pasar tradisional ini tidak terlepas dari lemahnya

manajemen dari pasar tradisional itu sendiri, antara lain masih rendahnya

kesadaran terhadap kedisiplinan pada aspek kebersihan dan ketertiban sehingga

kurang memperhatikan pemeliharaan sarana fisik, adanya premanisme, tidak ada

pengawasan terhadap barang yang dijual dan standarisasi ukuran dan timbangan,

terbatasnya masalah fasilitas umum, pemahaman rendah terhadap perilaku

konsumen, dan penataan los/kios/lapak yang tidak teratur. Manajemen pasar yang

lemah ini disebabkan karena pengelola pasar belum berfungsi dan bertugas secara

efektif dan belum didukung Standard Operation Procedure (SOP) yang jelas.

Kondisi semacam ini menggambarkan bahwa pasar tradisional di Indonesia masih

cukup memprihatinkan.

Di balik beberapa kelemahan, pasar tradisional menyimpan peran penting

bagi masyarakat luas yang tidak dapat sepenuhnya digantikan oleh pasar-pasar

modern. Pasar tradisional oleh sebagian konsumen dianggap memiliki 3 (tiga)

karakteristik yang khas yaitu pertama, suasana dimana adanya proses

tawar-menawar harga yang dapat menjalin kedekatan personal dan emosional antara

penjual dan pembeli yang tidak mungkin didapatkan ketika berbelanja di pasar

modern. Dalam proses tawar-menawar ini ada rasa “trust” di antara pembeli dan

pelanggan yang terbangun baik. Kedua, para pedagang di pasar tradisional sudah

(11)

pasar tradisional mampu menawarkan produk yang diinginkan masyarakat dengan

harga yang menarik pada barang/produk khusus yang tidak didapatkan di

pasar-pasar modern.

Penataan kembali pasar tradisional berarti mensinergikan sumberdaya

potensial yang dimiliki oleh pasar tradisional dengan mempertimbangkan seluruh

aspek secara komprehensif, terintegrasi dan holistik sehingga mampu

meningkatkan dayasaing pasar tradisional dengan tetap mempertahankan

kekhasan maupun keunggulan yang dimiliki pasar tradisional tersebut.

Revitalisasi pasar tradisional dapat dilakukan dengan menata dan membenahi

pasar tradisional, dimana kelemahan-kelemahan pada pasar tradisional yang

menyebabkan penurunan dayasaing pasar tradisional sendiri harus segera

dibenahi. Tentunya, Penataan kembali pasar tradisional membutuhkan kebijakan

yang berpihak (affirmative action), baik pemerintah maupun seluruh stakeholder

yang terkait.

Adapun kebijakan-kebijakan yang dapat dilaksanakan oleh pemerintah

dalam rangka merevitalisasi pasar tradisional kita, adalah pertama, pemerintah

seyogianya mampu merubah “wajah” pasar tradisional agar bisa lebih higienis,

lebih nyaman dan lebih teratur. Pembenahan pasar tradisonal ini hendaknya

mengedepankan kepentingan para pedagangnya dan konsumen bukan kepentingan

investor semata. Kedua, pemerintah harus terus melakukan kampanye massal

untuk mendorong kesadaran pedagang dalam melakukan sanitasi lingkungan,

kesehatan dan menjual produk yang higienis. Ketiga, pemerintah juga senantiasa

mendorong dan membangun kesadaran masyarakat dan pedagang akan

(12)

menggunakan instrumen CSR perusahaan-perusahaan distributor untuk membina

pedagang pasar tradisional. Kelima, diperlukan koordinasi dan kerjasama yang

erat antar semua pihak agar tidak terjadi kerancuan dalam menyikapi

kebijakan-kebijakan yang telah dikeluarkan.

Regulasi pemberdayaan pasar tradisional hendaknya diupayakan dengan

memfasilitasi pedagang pasar tradisional agar mendapatkan iklim usaha yang

kondusif. Kebijakan yang berpihak mempercepat terjadinya distribusi manfaat

yang bersifat ”positive-sum game” dalam sistem kerjasama antara pasar modern

dan pasar tradisional. Bila pasar tradisional dapat dibenahi dengan baik, niscaya

produk-produk yang dijual akan memiliki kualitas yang baik dan tidak ada

pertentangan lagi antara pasar tradisional dengan pasar modern, keduanya akan

berkembang dengan nuansanya serta daya tariknya sendiri-sendiri.

Namun, jika pemerintah tidak berpihak kepada pasar tradisional, maka

mereka akan semakin termarjinalkan dan membiarkan keberadaan pasar

tradisional semakin terpinggirkan dan mati oleh para pelaku usaha retailer besar

yang lebih kuat. Jika demikian halnya, pertumbuhan yang memberikan manfaat

bagi banyak pihak (inclusive growth) tidak terjadi. Bukan pula ”trickle down

effects” yang terjadi, tetapi malah ”trickle up effects”, yakni pertumbuhan yang menyebabkan jurang yang kaya dan miskin semakin lebar. Tentu saja hal

semacam ini tidaklah kita harapkan.Beberapa deskripsi di atas memberikan arti

tersendiri bagi penulis khususnya dalam memotivasi ketertarikan penulis untuk

menganalisis bagaimana sebenarnya dampak yang telah tercapai dari pelaksanaan

kebijakan penataan kembali Pasar Centong di Kecamatan Blangkejeren

(13)

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan deskripsi di atas, secara jelas dapat menggambarkan rumusan

masalah yang akan diteliti yakni; “Bagaimanakah dampak pelaksanaan kebijakan

penataan kembali Pasar Centong di Kecamatan Blangkejeren Kabupaten Gayo

Lues.?”.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini tentunya menggambarkan hasil dari keseluruhan

pelaksanaan prosedur penelitian ilmiah. Dengan demikian yang menjadi tujuan

penelitian ini adalah untuk menganalisis dampak pelaksanaan kebijakan penataan

kembali Pasar Centong di Kecamatan Blangkejeren Kabupaten Gayo Lues.

1.4. Manfaat Penelitian

Secara teoritis Penelitian ini dapat menjadi referensi dan memberikan

sumbangan konseptual bagi peneliti sejenis maupun civitas akademia dalam

rangka mengembangkan ilmu pengetahuan untuk perkembangan kemajuan dunia

pendidikan.

Selanjutnya secara praktis bagi masyarakat khususnya yang berada di

wilayah Kecamatan Blangkejeren dengan adanya penataan kembali Pasar Centong

di Kecamatan Blangkejeren Kabupaten Gayo Lues tersebut agar dapat

meningkatkan perannya pada pembangunan berkelanjutan dan mengutamakan

kemandirian dalam upaya mengatasi penanggulangan kemiskinan. Selain itu

(14)

pelaksanaan dari program penataan kembali Pasar Centong di Kecamatan

Blangkejeren Kabupaten Gayo Lues sebagai upaya untuk meningkatkan

kesejahteraan masyarakat akan tercapai.

1.5. Kerangka Berfikir Penelitian

Sebagai sebuah perencanaan metode ilmiah, penulis memerlukan berbagai

teori dalam upaya menjawab permasalahan penelitian ini. Pelaksanaan penelitian

yang terfokus pada implementasi kebijakan penataan kembali Pasar Centong di

Kecamatan Blangkejeren Kabupaten Gayo Lues.

Di sisi lain desentralisasi sistem penyelenggaraan pemerintahan hingga ke

lapisan pemerintahan desa memberikan konsekwensi bahwa selain berdaya guna

dan partisipasi yang tinggi dari masyarakat, kemandirian pun menjadi tolok ukur

kemajuan masyarakat seiring perjalanan waktu. Oleh karenanya konsepsi serta

teori desentralisasi memberikan penjelasan bahwa perwujudan kewenangan di

daerah secara otonom baik oleh pemerintah daerah maupun desa sekalipun,

dituntut mandiri dalam upaya mengatur “rumah tangga”nya sendiri dan

membiayai kebutuhan “rumah tangga”nya sendiri. Oleh karenanya kedewasaan

dalam memahami pelaksanaan otonomi di daerah hingga desa menjadi penting

untuk ditelaah secara mendalam. Adapun secara sederhana kerangka pemkiran ini

mendasari peninjauan pustaka yang secara sederhana dapat dipahami melalui

(15)

Gambar 1.1. Kerangka Berfikir Penelitian Desentralisasi Kepemerintahan

(Kebijakan Penataan Pasar)

Partisipasi Masyarakat hingga

pelaksanaan pembangunan

Pemberdayaan Masyarakat

Kemampuan Ekonomi

masyarakat

Sarana dan prasarana Aspek SDM

Masyarakat

Kemandirian dan Kesejahteraan

Gambar

Gambar 1.1. Kerangka Berfikir Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Pada hari ini Rabu tanggal Dua Belas bulan Maret Tahun Dua ribu empat belas , kami yang bertanda tangan dibawah ini Pokja Peradilan Agama III Korwil

fiegitu pula oaya tidak dapat terlepaa dari kowaj ib- an dan peifayaratan yang telah ditentukan dalan kurikulum itu dan untuk itu saya memilihjudul « llASALAH OAITTI RUGI BAGI

(3) Pelaksanaan konservasi energi dalam pengusahaan energi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui penerapan teknologi yang efisien energi yang memenuhi standar

11 2 Ada autoresponse yang tampil di website ketika pengunjung menghubungi berupa ucapan terimakasih, waktu response yang dibutuhkan untuk menjawab pengunjung,

Tidak e ggu aka HURUF BE“AR pada seluruh judul atau deskripsi... No NAMA

Oleh karena itu Peraturan Pemerintah ini mengatur mengenai mitigasi bencana dalam perencanaan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, mitigasi terhadap kegiatan

Area penyimpanan, persiapan, dan aplikasi harus mempunyai ventilasi yang baik , hal ini untuk mencegah pembentukan uap dengan konsentrasi tinggi yang melebihi batas limit

Disuntikkan secara terpisah dan dilakukan KCKT dengan kolom Oktadesilsilana pada partikel silika 10 µm/5 µm, 4-6 mm x 15 cm, fase gerak isokratik : metanol: dapar posfat (8 : 92)