BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pembentukan Pigmen Kulit
Warna kulit tergantung pada 3 (tiga) komponen menurut derajat yang
bervariasi. Jaringan memiliki warna inheren kekuningan akibat kandungan
karoten. Adanya Hemoglobin beroksigen dalam dasar kapiler dari dermis
memberinya warna kemerahan. Dan warna kecoklatan sampai kehitaman adalah
akibat jumlah pigmen melanin yang bervariasi. Dari ketiga substansi berwarna ini
hanya melanin yang dihasilkan di kulit. Melanin adalah produk dari melanosit
(Junquiera, 2003).
Melanin dibentuk oleh melanosit dengan enzim tirosinase memainkan
peranan penting dalam proses pembentukannya. Sebagai akibat dari kerja enzim
tironase, tiroksin diubah menjadi 3,4 dihidroksiferil alanin (DOPA) dan kemudian
menjadi dopaquinone, yang kemudian dikonversi, setelah melalui beberapa tahap
transformasi menjadi melanin. Enzim tirosinase dibentuk dalam ribosom,
ditransfer dalam lumer retikulum endoplasma kasar, melanosit diakumulasi dalam
vesikel yang dibentuk oleh kompleks golgi (Junquiera, 2003).
Empat tahapan yang dapat dibedakan pada pembentukan granul melanin
yang matang (Junquiera, 2003) :
Tahap 1: Sebuah vesikel dikelilingi oleh membran dan menunjukkan awal proses
dari aktivitas enzim tirosinase dan pembentukan substansi granul halus
pada bagian perifernya. Untaian-untaian padat elektron memiliki suatu
susunan molekul tirosinase yang rapi pada sebuah matrik protein.
Tahap 2: Vesikel (melanosom) berbentuk oval dan memperlihatkan pada bagian
dalam filamen-filamen dengan jarak sekitar 10 nm atau garis lintang
Tahap 3: Peningkatan pembentukan melanin membuat struktur halus agak sulit
lihat.
Tahap 4: Granul melanin matang dapat terlihat dengan mikroskop cahaya dan
melanin secara sempurna mengisi vesikel.
2.2. Melanosis 2.2.1. Definisi
Melanosis atau kelainan pigmentasi adalah kelainan warna kulit akibat
berkurang atau bertambahnya pertumbuhan pigmen melanin pada kulit
(Soepardiman, 2010).
2.2.2. Klasifikasi
Melanosis adalah kelainan pada proses pembentukan melanin kulit
(Soepardiman, 2010):
1. Hipermelanosis (melanoderma) bila produksi pigmen melanin bertambah,
2. Hipomelanosis (lekoderma) bila produksi pigmen melanin berkurang.
Hipermelanosis dapat disebabkan oleh sel melanosit bertambah maupun
hanya karena pigmen melanin saja yang bertambah. Sebaliknya leukoderma dapat
disebabkan oleh pengurangan jumlah pigmen melanin atau berkurang maupun
tidak adanya sel melanosit.
Fitzaptrick membagi hipermelanosis berdasarkan distribusi melanin kulit
(Soepardiman, 2010)
1. Hipermelanosis coklat bila pigmen melanin terletak pada epidermis.
2. Hipermelanosis abu-abu bila pigmen melanin terletak didalam dermis
2.2.3. Jenis Hipermelanosis
2.2.3.1. Melasma 1. Definisi
Melasma adalah gangguan kulit yang umum diperoleh yang ditandai
dengan bercak hiperpigmntasi lokal pada kulit yang terpapar sinar matahari.
Penyebaran melasma melibatkan wajah dengan bagian tersering di dahi, pipi, dan
bibir (Fauci, et al., 2008). Sedangkan pada bagian leher dan lengan lebih jarang.
Gangguan kulit ini ditandai dengan warna coklat, dapat pula makula atau patch
biru abu-abu (Taylor, 2007).
2. Epidemiologi dan Insidens
Melasma dapat mengenai semua ras terutama penduduk yang tinggal di
daerah tropis. Melasma terutama dijumpai pada wanita, meskipun didapat pula
pada pria (10%). Di Indonesia perbandingan kasus wanita dan pria adalah 24:1.
Terutama tampak pada wanita usia subur dengan riwayat langsung terkena
pajanan sinar matahari. Insidens terbanyak pada usia 30-44 tahun (Soepardiman,
2010).
3. Etiopatogenesis
Meskipun melasma memiliki banyak faktor etiologi yang diakui namun
patogenesis pastinya tidak diketahui (Soepardiman, 2010). Bukti menunjukkan
bahwa faktor internal dan lingkungan mungkin bertanggung jawab untuk memicu,
mempertahankan, dan membuat kambuh lesi melasma (Tadokoro, et al., 2002).
Faktor-faktor tersebut seperti pengaruh genetik, disfungsi tiroid, kosmetik, dan
obat-obatan seperti obat anti kejang dan fototoksik (Im, et al., 2002).
4. Faktor Resiko
Faktor kausatif yang dianggap berperan pada patogenesis melasma adalah
(Soepardiman, 2010) : Sinar ultra violet, hormon, obat, genetik, ras, kosmetik dan
idiopatik.
5. Gejala Klinis
Lesi melasma berupa makula berwarna coklat muda atau coklat tua
berbatas tegas dengan tepi tidak teratur, sering pada pipi, dan hidung yang disebut
pelipis, dahi, alis, dan bibir atas. Warna keabu-abuan atau kebiru-biruan terutama
pada tipe dermal (Soepardiman, 2010).
Gambar 2.1. Melasma
(Dikutip dari: Andrew, 2014)
6. Diagnosis
Diagnosis melasma ditegakkan hanya dengan pemeriksaan klinis. Untuk
menentukan tipe melasma dilakukan pemeriksaan sinar Wood, sedangkan
pemeriksaan histopatologik hanya dilakukan pada kasus-kasus tertentu
(Soepardiman, 2010).
Soepardiman (2010) menjelaskan bahwa pemeriksaan pembantu diagnosis
pada melasma diantaranya :
a) Pemeriksaan histopatologik
b) Pemeriksaan mikroskop elektron
c) Pemeriksaan dengan sinar wood
7. Penatalaksanaan
Pengobatan melasma memerlukan waktu yang cukup lama, kontrol yang
teratur serta kerja sama yang baik antara penderita dan dokter yang
menanganinya. Kebanyakan penderita berobat untuk alasan kosmetik. Pengobatan
dan perawatan kulit harus dilakukan secara teratur dan sempurna karena melasma
bersifat kronis residif. Pengobatan yang sempurna adalah yang kausal, maka
Adapun jenis pengobatan yang diberikan (Soepardiman, 2010)
Pengobatan topikal
a) Hidrokinon
b) Asam retinoat (retinoic acid/tretinoin)
c) Asam azeleat (Azeleic acid)
Pengobatan sistemik
a) Asam arkobat/Vitamin C.
b) Glutation
Tindakan khusus (Soepardiman, 2010)
a) Pengelupasan kimiawi
b) Bedah laser
2.2.3.2. Hiperpigmentasi pasca inflamasi 1) Definisi
Hiperpigmentasi pasca inflamasi (HPI) adalah kelainan pigmen yang
didapat akibat terakumulasi pigmen setelah terjadinya proses peradangan akut
atau kronik
2) Epidemiologi
Semua tipe kulit terutama tipe kulit gelap baik pria maupun wanita segala
usia dapat mengalami HPI
3) Etiologi
Keadaan ini disebabkan oleh meningkatnya sintesis melanin sebagai
respon peradangan dan inkontinensia pigmenti yaitu terperangkapnya pigmen
melanin di dalam makrofag di bagian atas dermis
4) Patogenesis
Hiperpigmentasi pasca inflamasi terjadi akibat kelebihan produksi melanin
atau tidak teraturnya produksi melanin setelah proses inflamasi. Jika HPI terbatas
pada epidermis, terjadi peningkatan produksi dan transfer melanin ke keratinosit
produksi dan transfer melanin dirangsang oleh prostanoids, sitokin, kemokin, dan
mediator inflamasi yang dilepaskan selama inflamasi.
5) Gejala Klinis
Proses inflamasi awal pada HPI biasanya bermanifestasi sebagai makula
atau bercak yang tersebar merata. Tempat kelebihan pigmen pada lapisan kulit
akan menentukan warnanya. Hipermelanosis pada epidermis memberikan warna
coklat dan dapat hilang berbulan-bulan sampai bertahun-tahun tanpa pengobatan.
Sedangkan hipermelanosis pada dermis memberikan warna abu-abu dan biru
permanen atau hilang selama periode waktu yang berkepanjangan jika dibiarkan
tidak diobati.
Distribusi lesi hipermelanosis tergantung pada lokasi inflamasi. Warna lesi
berkisar antara warna coklat muda sampai hitam dengan penampakan warna lebih
ringan jika pigmen dalam epidermis dan penampakan warna abu-abu gelap jika
pigmen dalam dermis.
6) Diagnosis
Anamnesis yang dapat mendukung diagnosa HPI adalah riwayat penyakit
sebelumnya yang mempengaruhi kulit seperti infeksi, reaksi alergi, luka mekanis,
reaksi obat, trauma (misalnya luka bakar), dan penyakit inflamasi seperti akne
vulgaris, liken planus, dan atopi.
7) Penatalaksanaan
Ada beberapa obat dan prosedur disamping fotoprotektif dapat secara
aman dan efektif mengobati pasien HPI yang berkulit gelap. Agen depigmentasi
topikal seperti hidrokuinon, asam azelat, asam kojik, ekstrak permen hitam, dan
asam retinoik 0,1-0,4%
2.2.3.3. Efelid 1) Definisi
Makula hiperpigmentasi berwarna coklat terang yang timbul pada kulit
yang sering terkena sinar matahari (Soepardiman, 2010).
2) Insidens
3) Etiologi
Diturunkan secara dominan autosomal (Soepardiman, 2010).
4) Gejala Klinis
Biasanya efelid timbul pada umur lima tahun, berupa makula
hiperpigmentasi terutama pada daerah kulit yang sering terkena sinar matahari.
Pada musim panas jumlahnya akan bertambah, lebih besar, dan lebih gelap.
Kadang-kadang efelid ini tidak begitu berarti, tetapi terkadang merupakan
problem kosmetik (Soepardiman, 2010).
Gambar 2.2 Efelid
(Dikutip dari: Rudi, 2015)
5) Pembantu diagnosis
Pada pemeriksaan histopatologik didapatkan tidak adanya penambahan
jumlah melanosit, tetapi melanosom panjang dan berbentuk bintang seperti yang
didapatkan pada orang berkulit hitam. Pembentukan melanin lebih cepat setelah
penyinaran matahari. Jumlah melanin di epidermis juga bertambah (Soepardiman,
2010).
6) Penatalaksanaan
Dapat dicoba dengan obat pemutih atau dikelupas dengan fenol 40%
kemudian dinetralkan dengan alkohol. Sunscreen diberikan untuk pencegahan
2.2.3.4. Lentigo 1) Definisi
Lentigo adalah makula coklat atau coklat kehitaman berbentuk bulat atau
polisiklik. Lentiginosis adalah keadaan timbulnya lentigo dalam jumlah yang
banyak atau dengan distribusi tertentu (Soepardiman, 2010).
2) Etiologi
Disebabkan karena bertambahnya jumlah melanosit pada taut
dermo-epidermal tanpa adanya poliferasi fokal (Soepardiman, 2010)
3) Klasifikasi (Soepadirman, 2010) a) Lentiginosis generalisata
Lesi lentigo umumnya multipel, timbul satu demi satu dalam kelompok
kecil sejak masa kanak-kanak.
b) Lentiginosis sentrofasial
Distribusi terbatas pada garis horisontal melalui sentral muka tanpa
mengenai membran mukosa.
c) Sindrom Peutz-Jegher
4) Gejala klinis
Lesi berupa makula hiperpigmentasi yang timbul sejak lahir dan
berkembang pada masa anak-anak. Makula tersebut selalu mengenai selaput
lendir mulut berbentuk bulat, oval, atau tidak teratur berwarna coklat kehitaman
berukuran 1-5 cm (Soepardiman, 2010).
Gambar 2.3 Lentigo
5) Pembantu diagnosis
Pada pemeriksaan histopatologik dari makula hiperpigmentasi didapatkan
jumlah melanosit bertambah di lapisan sel basal dan makrofag berisi pigmen di
dermis bagian atas. Diseluruh epidermis terdapat banyak granula melanin
(Soepardiman, 2010).
6) Penatalaksanaan
Terapi pembedahan untuk mengurangi gejala saja. Polip yang meluas dan
sifatnya jinak merupakan kontraindikasi untuk tindakan radikal, kecuali kalau
lambung, duodenum, atau kolon terkena, maka reseksi profilaksis dapat
dianjurkan (Soepardiman,2010).
7) Prognosis
Prognosis pada lentigo bervariasi bergantung pada tipe lentigo dan
pengobatannya. Tetapi pada umumnya prognosis baik kecuali pada tipe sindrom
lentigo yang tidak diterapi dengan baik (Schwatz & James, 2012).
2.2.4. Jenis Hipomelanosis
Berikut beberapa jenis kelainan hipomelanosis pada wajah antara lain :
2.2.4.1. Vitiligo 1. Definisi
Vitiligo adalah hipomelanosis idiopatik didapat ditandai dengan adanya
makula putih meluas. Dapat mengenai seluruh bagian tubuh yang mengandung sel
melanosit, misalnya rambut dan mata (Soepardiman, 2010).
2. Epidemiologi
Insidens yang dilaporkan berviasi antara 0,1 sampai 8,8%. Dapat
mengenai semua ras dan kelamin. Awitan terbanyak sebelum 20 tahun. Ada
pengaruh faktor genetik (Soepardiman, 2010).
3. Etiologi
Penyebab belum diketahui, berbagai faktor pencetus sering dilaporkan,
4. Gejala Klinis
Makula berwarna putih dengan diameter beberapa mililiter sampai
beberapa sentimeter, bulat atau lonjong dengan batas tegas, tanpa perubahan
epidermis yang lain. Kadang-kadang terlihat makula hipomelanotik selain makula
apigmentasi.
Daerah yang sering terkena adalah bagian ekstensor tulang terutama diatas
jari, periorifisial sekitar mata, mulut dan hidung, tibialis anterior, dan pergelangan
tangan bagian fleksor (Soepardiman, 2010).
Gambar 2.4 Vitiligo
(Dikutrip dari: Dermatlas, 2014)
5. Diagnosis
Evaluasi klinis berdasarkan atas anamnesis dan gambaran klinis,
Pemeriksaan histopatologi dan pemeriksaan biokimia (Soepardiman, 2010).
6. Penatalaksanaan
Pengobatan vitiligo kurang memuaskan. Dianjurkan penderita memakai
kamuflase agar kelainan tersebut tertutup dengan cover mask. Pengobatan
sistemik adalah dengan trimetilpsoralen atau metoksi-psoralen dengan gabungan
sinar matahari atau sumber sinar yang mengandung ultra violet gelombang
2.2.4.2. Albinisme Okulokutanea 1) Definisi
Albinisme okulokutanea adalah hipopigmentasi pada kulit, rambut, dan
mata. Ada 4 kelainan autosomal resesif yang mencakup kelainan ini. Kelainan
yang diturunkan secara sex-linked resesif disebut albinisme okular, hanya
mengenai mata (Soepardiman, 2010).
2) Insidens
Terdapat pada semua ras dengan prevalensi berbeda (Soepardiman, 2010).
3) Gambaran klinis
Adanya pengurangan pigmen yang nyata pada kulit, rambut, dan mata.
Penderita mengalami fotopobia dan mempunyai ekspresi muka yang khas karena
silau. Dapat timbul kerusakan karena sinar matahari, misalnya karsinoma sel
skuamosa, dan melanoma (Soepardiman, 2010).
Gambar 2.5 Albinisme Okulokutanea
(Dikutip dari: Raymond, 2014)
4) Penatalaksanaan
Tidak ada pengobatan yang diberikan kecuali preparat pelindung terhadap
sinar. Pemeriksaan berkala untuk deteksi dini dan pengobatan lesi premaligna
dianjurkan terutama untuk penderita yang tinggal di daerah tropis (Soepardiman,
2.2.4.3. Hipopigmentasi Pasca Inflamasi 1) Definisi
Hipopigmentasi pasca inflamasi adalah hipopigmentasi yang terjadi
setelah atau berhubungan dengan dermatosis yang disertai inflamasi. Keadaan ini
biasanya terjadi pada dermatitis atopik, dermatitis eksematosa, dan alopesia
musinosa, mikosis fungoides, lupus eritematous diskoid, liken planus, liken
striatus, dan dermatitis seboroik (Ortonne J.P., 2003).
2) Etiologi
Berbagai proses inflamasi pada penyakit kulit dapat pula menyebabkan
hipopigmnetasi misalnya lupus eritematosus diskoid, dermatitis atopik, psoriasis,
prapsoriasis gutata kronis, dan lain-lain. Predileksi dan bentuk kelainan
hipopigmentasi yang terjadi sesudah menderita psoriasis (Soepardiman, 2010).
3) Patogenesis
Hipopigmentasi pasca inflamasi terjadi karena hambatan penyebaran
melanosom. Gambaran klinis berupa makula berwarna keputihan dengan batas
yang menyebar pada tempat terjadinya kelainan kulit primer (Ortonne J.P., 2003).
Hipomelanosis terjadi segera setelah resolusi penyakit primer dan mulai
menghilang setelah beberapa minggu hingga beberapa bulan terutama pada area
yang terpapar matahari. Patogenesis proses ini sering dianggap sebagai hasil dari
gangguan transfer melanosom dari melanosit kekeratinosit. Pada dermatitis
hipopigmentasi mungkin merupakan akibat dari edema sedangkan pada psoriasis
mungkin akibat meningkatnya epidermal turnover (Ortonne J.P., 2003).
4) Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit yang berhubungan
sebelumnya. Jika diagnosis belum berhasil ditegakkan maka biopsi pada lesi
hipomelanosis akan menunjukkan gambaran penyakit kulit primernya (Ortonne
J.P., 2003).
5) Penatalaksanaan
Penatalaksanaan hipopigmentasi pasca inflamasi biasanya sesuai dengan
kelainan kulit yang mendasarinya. Keadaan hipopigmentasi ini tidak akan
2.3. Kualitas Hidup 2.3.1. Definisi
Kualitas hidup adalah keadaan yang dipersepsikan terhadap keadaan
seseorang sesuai konteks budaya dan sistem nilai yang dianutnya, termasuk tujuan
hidup, harapan dan niatnya (Elvina, 2011).
2.3.2. Skala Kualitas Hidup Dermatologi Umum
Skala dermatologi umum adalah spesifik untuk kulit tetapi tidak penyakit
kulit tertentu. Beberapa contoh termasuk Skindex-29, Dermatology Life Quality
Index (DLQI), Dermatology Quality of Life Scales (DQOLS), dan
Dermatology-Specific Quality of Life (DSQL). Versi anak-anak dari DLQI disebut Children’s
Dermatology Life Quality Index (CDLQI) yang tersedia dalam versi kartun
berwarna (Ahmed, 2013).
2.3.3. Kuesioner Dermatology Life Quality Index (DLQI)
DLQI adalah salah satu kuesioner kualitas hidup yang secara khusus
dirancang untuk penyakit kulit dan dapat digunakan baik untuk mengukur kualitas
hidup dan untuk membandingkannya dengan penemuan pada penyakit kulit
lainnya.
Nilai kualitas hidup DLQI digambarkan dengan memberikan skor untuk
setiap domain. Domain dinilai oleh DLQI adalah sebagai berikut : a) Gejala fisik
dan perasaan (pertanyaan 1 dan 2), b) kegiatan sehari-hari (pertanyaan 3 dan 4), c)
rekreasi (pertanyaan 5 dan 6), d) kerja / sekolah (pertanyaan 7), e) hubungan
pribadi (pertanyaan 8 dan 9) dan f) perlakuan (pertanyaan 10).
Setiap pertanyaan memiliki empat tanggapan alternatif: “sama sekali tidak”, “sedikit”, “banyak” dan “sangat banyak” sesuai skor 0, 1, 2, dan 3. Skor total dihitung dengan menjumlahkan nilai dari setiap pertanyaan, dan rentang total
skor dari minimal 0 maksimal 30, dengan skor yang lebih tinggi mewakili
penurunan lebih besar dari kualitas hidup. Hasil 0-1 berarti tidak ada efek
berarti efek sedang, nilai dari 11-20 berefek besar dan sejumlah 21-30 berarti efek
yang sangat penting dari penyakit pada kualitas hidup pasien.
2.3.4. Kualitas hidup pada kelainan pigmentasi
Gangguan hiperpigmentasi kulit biasanya dalam berbagai bentuk yang
berbeda. Ada dua mekanisme yang menjelaskan peningkatan pigmentasi dan
masing-masing mungkin timbul di epidermis, dermis, atau campuran (dermis dan
epidermis). Biasanya, pasien menanggung konsekuensi yang sama. Kelainan
hiperpigmentasi yang muncul memiliki sifat yang mempengaruhi efek psikologis
yang cukup besar pada pasien yang terkena (Halioua, Beumont, dan Lunel, 2000).
Lesi signifikan yang menodai pada wajah dapat mempengaruhi keseluruhan
kesejahteraan emosional seseorang dan dapat memberikan kontribusi untuk
penurunan fungsi sosial, produktivitas di tempat kerja atau sekolah , dan harga diri
(Finlay, 1997). Beberapa gangguan yang paling umum menodai wajah termasuk
gangguan hiperpigmentasi.
Melasma secara medis merupakan masalah kesehatan dan secara estetika
dapat merusak kecantikan wanita (Yani, 2008). Walaupun tidak memberikan
gejala, melasma terbukti akan memberi dampak negatif pada kesehatan fisik,
kehidupan sosial dan psikologis seseorang sehingga perlu dilakukan lebih banyak
penelitian mengenai masalah ini (Pawaskar, et al., 2007; Taylor, et al., 2008). Lesi
dan noda pada wajah yang terkait dengan melasma dapat menurunkan fungsi
sosial, mengurangi produktivitas dalam bekerja, dan menurunkan harga diri.
Melasma meningkatkan personal distress, penilaian negatif yang menimbulkan
kekhawatiran, dan sangat mempengaruhi kualitas hidup. Selain itu, melasma dapat
menimbulkan perasaan malu, cemas, dan depresi yang menyebabkan pengucilan
sosial dan rasa kesepian (Pawaskar, et al., 2007).
Beberapa peneliti telah mempelajari berbagai faktor yang mempengaruhi
kualitas hidup pada pasien dengan vitiligo. Porter, et al., (2003) melaporkan
bahwa sebagian besar pasien vitiligo mengalami kecemasan dan rasa malu saat
bertemu orang asing atau awal berhubungan seksual dan banyak penderita merasa