BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Higiene dan Sanitasi
Higiene dan sanitasi adalah suatu istilah yang erat kaitannya satu sama lain
sehingga tidak dapat dipisahkan. Namun demikian, pengertian higene dan sanitasi
mempunyai perbedaan. Higiene lebih mengarah pada usaha kesehatan perorangan
atau manusia beserta lingkungan tempat orang tersebut berada (Widyati, 2002).
Untuk memelihara kesehatan masyarakat perlu sekali pengawasan terhadap
pembuatan dan penyediaan bahan-bahan makanan dan minuman agar tidak
membahayakan kesehatan masyarakat. Hal-hal yang dapat membahayakan antara
lain zat-zat kimia yang bersifat racun, bakteri-bakteri pathogen dan bibit penyakit
lainnya, yakni pencegahan penyakit yang menitikberatkan kegiatan pada usaha
kesehatan lingkungan hidup manusia (Widyati, 2002).
2.1.1 Pengertian Higiene
Higiene adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi
kebersihan individu subjeknya. Misalnya mencuci tangan untuk melindungi
kebersihan tangan, cuci piring untuk melindungi kebersihan piring, membuang
bagian makanan yang rusak untuk melindungi keutuhan makanan secara
keseluruhan (Depkes,2004).
Higiene adalah usaha kesehatan masyarakat yang mempelajari pengaruh
kondisi lingkungan terhadap kesehatan manusia, upaya mencegah timbulnya
penyakit karena pengaruh lingkungan tersebut serta membuat lingkungan
melindungi, memelihara dan mempertinggi derajat kesehatan manusia. Sehingga
berbagai faktor lingkungan yang tidak menguntungkan tidak sampai menimbulkan
gangguan terhadap kesehatan (Azwar, 1996).
2.1.2 Pengertian Sanitasi
Menurut Purnawijayanti yang mengutip dari Labensky dkk, (1994), secara
khusus memberi batasan pada pengertian sanitasi pengelolaan makanan, yaitu
sebagai penciptaan atau pemeliharaan kondisi yang mampu mencegah terjadinya
kontaminasi makanan atau timbulnya penyakit melalui makanan. Maksud
kontaminasi makanan disini secara umum diartikan sebagai munculnya bahan
atau organisme berbahaya dalam makanan secara tidak sengaja. Keberadaan
kontaminasi dalam makanan dapat menurunkan nilai etis dari makanan atau
bahkan dapat menimbulkan efek yang lebih merugikan sehingga menimbulkan
penyakit akibat pencemaran makanan. Sanitasi makanan adalah upaya-upaya
yang ditujukan untuk kebersihan dan keamanan makanan agar tidak menimbulkan
bahaya keracunan dan penyakit pada manusia (Purnawijayanti, 2001).
Sanitasi makanan adalah salah satu usaha pencegahan yang menitikberatkan
kegiatan dan tindakan yang perlu untuk membebaskan makanan dan minuman
dari segala bahaya yang dapat menggangu atau merusak kesehatan, mulai dari
sebelum makanan diproduksi, selama dalam proses pengolahan, penyimpanan,
pengangkutan, sampai pada saat dimana makanan dan minuman tersebut siap
Sanitasi makanan yang buruk yang dapat disebabkan 3 faktor yakni faktor
fisik, faktor kimia, dan faktor mikrobiologi. Faktor fisik terkait dengan kondisi
ruangan yang tidak mendukung pengamanan makanan seperti sirkulasi udara
yang kurang baik, temperatur ruangan yang panas dan lembab dan sebagainya.
Untuk menghindari kerusakan makanan yang disebabkan faktor fisik, maka perlu
diperhatikan sususan dan konstruksi dapur serta tempat penyimpanan makanan.
Sanitasi makanan yang buruk disebabkan oleh faktor kimia karena adanya
zat-zat kimia yang digunakan untuk mempertahankan kesegaran bahan makanan,
obat-obat penyemprot hama, penggunaan wadah bekas, obat-obat pertanian untuk
kemasan makanan, dll. Sanitasi makanan yang buruk disebabkan oleh faktor
mikrobiologi karena adanya kontaminasi bakteri, virus, jamur, dan parasit. Akibat
buruknya sanitasi makanan dapat timbul gangguan kesehatan pada orang yang
mengkonsumsi makanan tersebut (Mulia, 2005).
2.1.3 Tujuan Higiene dan Sanitasi Makanan
Istilah higiene dan sanitasi mempunyai tujuan yang sama, yaitu
mengusahakan cara hidup sehat, sehingga terhindardari penyakit. Tetapi dalam
penerapanya mempunyai arti yang sedikit berbeda : usaha sanitasi lebih
menitikberatkan kepada faktor-faktor lingkungan hidup manusia, sedangkan
higiene lebih menitikberatkan usaha-usaha kepada kebersihan individu (Azwar,
Selain untuk mengisahkan cara hidup sehat sehingga terhindar dari
penyakit, menurut Purnawijayanti (2001) yang mengutip dari Labensky, dkk
(1994), tujuan dari higiene dan sanitasi makanan adalah sebagai berikut :
1. Menjamin keamanan dan kemurnian makanan.
2. Mencegah konsumen dari penyakit.
3. Mencegah penjualan makanan yang merugikan pembeli.
4. Mengurangi kerusakan/pemborosan makanan.
2.2 Makanan
Makanan adalah semua substansi yang diperlukan tubuh. Menurut defenisi
WHO mengenai makanan, ditegaskan bahwa dalam batasan makanan tidak
termasuk air, obat-obatan dan subtansi-substansi yang digunakan untuk tujuan
pengobatan. Walaupun air merupakan elemen vital dalam makan manusia, akan
tetapi air yang memenuhi syarat-syarat kesehatan memerlukan penanganan yang
khusus. Menurut Depkes RI (2001), makanan adalah kebutuhan pokok manusia
yang diperlukan setiap saat dan harus ditangani dan dikelola dengan baik dan
benar agar bermanfaat bagi tubuh.
Makanan bila ditetapkan fungsinya paling tidak harus memenuhi 2 dari 3
fungsi berikut ini (Chandra, 2006) :
1. Memberikan panas dan tenaga pada tubuh.
2. Membangun jaringan-jaringan tubuh baru, memelihara dan memperbaiki
yang tua.
Makanan pada umumnya tidak saja bermanfaat bagi manusia, tetapi juga
sangat baik untuk pertumbuhan mikroba yang pathogen dan dapat mengakibatkan
gangguan kesehatan pada manusia seperti keracunan makan. Untuk menjaga agar
manusia tidak sakit karena makanan, maka sanitasi makanan menjadi sangat
penting (Soemirat, 1994).
2.2.1 Peranan Makanan Sebagai Media Penularan Penyakit.
Menurut Anwar (1997), dalam hubungannya dengan penyakit/keracunan
makanan dapat berperan sebagai berikut :
1. Agent
makanan dapat berperan sebagai agent penyakit, contohnya : jamur, ikan
dan tumbuhan lain yang secara alamiah memang mengandung zat beracun.
2. Vehicle
Makanan juga dapat sebagai pembawa (vehicle) penyebab penyakit,
seperti bahkan kimia atau parasit yang ikut termakan bersama makanan
dan juga beberapa mikroorganisme yang pathogen, serta bahan radioaktif.
3. Media
Kontaminan yang jumlahnya kecil, jika dibiarkan berada dalam makanan
dengan suhu dan waktu yang cukup, maka bisa menyebabkan wabah yang
serius.
Ditinjau dari sudut kesehatan makanan sehat adalah makanan yang
mengandung gizi yang seimbang dan diperlukan oleh tubuh untuk tumbuh dan
berkembang. Sebaliknya jika makanan itu mengandung zat pencemar akan
2.2.2. Patogenesis atau Kejadian Penyakit
Patogenesis penyakit dalam perspektif lingkungan dan variabel
kependudukan dapat digambarkan dalam teori simpul (Achmadi,1987 ; Achmadi,
1991) pada gambar 2.1, sebagai berikut :
Tabel 2.1. Patogenesis atau Kejadian Penyakit
Sumber : Achmadi,1991
Gambar 2.1. Diagram Skematik Patogenesis Penyakit
Mengacu kepada gambaran skematik tersebut di atas, penyakit atau proses
kejadian, maka pathogenesis penyakit atau proses kejadian penyakit dapat diuraikan
ke dalam 4 simpul, yakni :
1. Simpul 1, disebut sebagai sumber penyakit.
2. Simpul 2, komponen lingkungan yang merupakan media transmisi penyakit.
3. Simpul 3, penduduk dengan berbagai variabel kependudukan seperti
pendidikan, perilaku, kepadatan, gender.
4. Simpul 4, penduduk yang dalam keadaan sehat atau sakit setelah mengalami
interaksi dengan komponen lingkungan yang mengandung bibit penyakit atau
agent penyakit. Sumber Penyakit
Penduduk Sakit/Sehat
Variabel Lain yang Berpengaruh Komponen
2.2.2.1. Teori Simpul Kejadian Penyakit
a. Simpul 1 : Sumber Penyakit
Sumber penyakit adalah titik mengeluarkan atau mengemisikan agent
penyakit. Agent penyakit adalah komponen lingkungan yang dapat menimbulkan
gangguan penyakit melalui kontak secara langsung atau melalui media perantara
yang juga komponen lingkungan (Achmadi,2008).
Menurut Achmadi (2008) berbagai agent penyakit yang baru maupun lama
dapat dikelompokkan ke dalam 3 kelompok besar, yaitu :
1. Mikroba, seperti virus, amuba, jamur, bakteri, parasit dan lain-lain.
2. Kelompok fisik, misalnya kekuatan radiasi, energy kebisingan, kekuatan
cahaya.
3. Kelompok bahan kimia, misalnya pestisida, merkuri, cadmium, CO, H
2S dan
lain-lain.
Acmadi (2008) membagi sumber penyakit dalam 2 kelompok besar, yakni :
1. Sumber penyakit alamiah, misalnya gunung berapi yang mngeluarkan
gas-gas dan debu beracun, proses pembusukan yang terjadi karena proses
alamiah.
2. Hasil kegiatan manusia, seperti insdustri, rumah tangga, knalpot
kendaraaan bermotor, atau penderita penyakit menular.
b. Simpul 2 : Media Transmisi Penyakit
Komponen lingkungan yang dapat memindahkan agent penyakit pada
transmisi penyakit, yakni :
1. Udara
2. Air
3. Tanah/pangan
4. Binatang/serangga
5. Manusia/langsung
Media transmisi tidak akan memiliki potensi penyakit kalau didalamnya
tidak mengandung bibit penyakit atau agent penyakit (Achmadi,2008).
c. Simpul 3 : Perilaku Pemajanan
Agent penyakit, dengan atau tanpa menumpang komponen lingkungan
lain, masuk ke dalam tubuh melalui satu proses yang kita kenal sebagi proses
“hubungan interaktif”. Hubungan interaktif antara komponen lingkungan dengan
penduduk berikut perilakunya, dapat diukur dalam konsep yang disebut sebagi
perilaku pemajanan atau behavioural Exposure (Achmadi, 1985).
Menurut Achmadi (2008) agent penyakit msuk kedalam tubuh dengan
cara-cara yang khas. Ada 3 cara jalan raya atau route of entry, yakni :
1. System pernapasan
2. System pencernaan
3. Masuk melalui permukaan kulit
d. Simpul 4 : Kejadian Penyakit
Kejadian penyakit merupakan outcome hubungan interaktif antara penduduk
dengan lingkungan yang memiliki potensi bahaya gangguan kesehatan. Seseorang
dibandingkan rat-rata penduduk lainnya. Bias kelainan bentuk atau kelainan
fungsi, sebagai hasil interaksi dengan lingkungan, baik fisik maupun social
(Achmadi, 2008).
2.3 Penyehatan Makanan
Makanan merupakan suatu hal yang sangat penting di dalam kehidupan
manusia. Makanan yang dimakan bukan saja harus memenuhi gizi dan
mempunyai bentuk yang menarik, akan tetapi juga harus aman dalam arti tidak
mengandung mikroorganisme dan bahan-bahan kimia yang dapat menyebabkan
penyakit. Penyehatan makanan adalah upaya mengendalikan faktor makanan,
orang, tempat dan perlengkapan yang dapat atau menimbulkan penyakit atau
gangguan kesehatan lainnya (Depkes RI, 2003).
Aspek penyehatan makanan adalah aspek pokok dari penyehatan makanan
yang berpengaruh terhadap keamanan makanan, yang meliputi :
Kontaminasi/Pengotoran makanan (food contamination), Keracunan makanan
(food poisoning), Pembusukan makanan (food decomposition atau food spoilage)
dan pemalsuan makanan (food adulteration), Depkes RI (2001).
2.4 Prinsip Dalam Higiene dan Sanitasi Makanan
Faktor-faktor dalam higiene dan sanitasi makanan adalah tempat, peralatan,
personal (orang) dan makanan. Dalam upaya untuk mengendalikan faktor tempat,
peralatan, orang dan makanan yang dapat atau mungkin menimbulkangangguan
rangkaian dari faktor-faktor tersebut secara rinci. Adapun keenam prinsip higiene
sanitasi makanan tersebut adalah (Depkes RI, 2004) :
1. Pemilihan Bahan makanan
2. Penyimpanan Bahan makanan
3. Pengolahan makanan
4. Pengangkutan makanan
5. Penyimpanan makanan Masak
6. Penyajian/Penjaja makanan
2.4.1 Pemilihan Bahan Makanan
Bahan makanan yang akan diolah harus dalam keadaan baik, utuh, segar,
dan tidak busuk. Dianjurkan membeli bahan makanan di tempat yang telah
diawasi oleh pemerintah seperti pasar, swalayan, atau suppliyer bahan makanan
yang telah berizin. Dan untuk bahan bahan tambahan makanan seperti zat
pewarna harus terdaftar pada departemen Kesehatan (Depkes RI, 2001).
Kualitas bahan makanan yang baik dapat dilihat melalui ciri-ciri fisik dan
mutunya dalam hal ini bentuk, warna, kesegaran, bau dan lainnya. Bahan
makanan yang baik terbebas dari kerusakan dan pencemaran termasuk
pencemaran oleh bahan kimia seperti pestisida (Kusmayadi, 2008).
Bahan makanan yang akan diolah terutama yang mengadung protein
hewani seperti daging, susu, ikan/udang, dan telur harus dalam keadaan baik dan
segar. Demikian pula bahan sayur harus dalam keadaan segar dan tidak rusak,
begitu juga dengan bahan makanan lainnya keadaanya tidak boleh berubah
baik adalah dengan menghindari penggunaan bahan makanan yang berasal dari
sumber yang tidak jelas (liar) karena kurang dapat dipertanggungjawabkan secara
kualitasnya (Purawidjaja, 1995).
Pemilihan bahan makanan adalah semua bahan baik terolah maupun tidak
termasuk bahan tambahan makanan dan bahan penolong (Kepmenkes RI
No.1908/ Menkes/SK/VII/2003). Bahan tambahan disebut aman bila memenuhi 4
(empat) kriteria, yaitu :
1. Tingkat kematangan sesuai dengan yang diinginkan
2. Bebas dari pencemaran pada tahapan proses berikutnya
3. Bebas dari adanya perubahan secara fisik/kimia akibat faktor-faktor luar
4. Bebas dari mikroorganisme dan parasit penyebab penyakit
2.4.2 Penyimpanan Bahan Makanan
Proses penyimpanan bahan makanan adalah agar bahan makanan tidak
mudah rusak dan kehilangan nilai gizinya. Semua bahan makanan dibersihkan
terlebih dahulu sebelum disimpan, yang dapat dilakukan dengan cara mencuci.
Setelah dikeringkan kemudian dibungkus dengan pembungkus yang bersih dan
disimpan dalam ruangan yang bersuhu rendah (Kusmayadi, 2008).
Makanan yang cepat membusuk seperti daging, ikan, susu, dan telur
disimpan pada tempat khusus sesuai suhu yang ditetapkan dan diusahakan adanya
sirkulasi udara/ventilasi ,untuk bahan lainnya pada tempat yang tidak terjangkau
tikus, serangga, dan binatang penggangu lainnya. Sedangkan untuk
wadah yang telah diatur kelembabannya agar tidak mudah tumbuh spora
(Mukono, 2008).
Menyimpan makanan dalam freezer sama sekali tidak membunuh bakteri
melainkan menghambat pertumbuhan (berkembang biak bakteri). Apabila
makanan dikeluarkan dari dalam freezer dan temperatur menjadi tinggi, maka
bakteri akan mulai memperbanyak diri kembali. Bakteri baru berhenti tumbuh
apabila makanan disimpan pada temperatur di bawah 30C (Moehyi, 1992).
Syarat-syarat penyimpanan bahan makanan menurut Kepmenkes
RI.No.1098/Menkes/SK/VII/2003 adalah :
1. Tempat penyimpanan bahan makanan selalu terpelihara dan dalam keadaan
bersih
2. Penempatannya terpisah dengan makanan jadi
3. Penyimpanan bahan makanan diperlukan untuk setiap jenis bahan makanan
yaitu:
a. Dalam suhu yang sesuai
b. Ketebalan bahan makanan
c. Kelembaban penyimpanan dalam ruangan 80-90 %
4. Bila bahan makanan disimpan di gudang, cara penyimpanan tidak menempel
pada langit-langit, dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Jarak makanan dengan lantai 15 cm
b. Jarak makanan dengan dinding 5 cm
5. Bahan makanan disimpan dalam aturan sejenis, disusun dalam rak-rak
sedemikian rupa sehingga tidak mengakibatkan rusaknya bahan makanan.
Bahan makanan yang dismpan lebih dahulu digunakan dahulu (antri),
sedangkan bahan makanan yang masuk belakangan terakhir dikeluarkan.
Pengambilan dengan cara seperti ini disebut cara First in First Out (FIFO).
2.4.3 Pengolahan Makanan
Pengolahan makanan adalah proses pengubahan bentuk dari bahan mentah
menjadi makanan siap santap. Pengolahan makanan yang baik adalah yang
mengikuti kaidah prinsip-prinsip higiene sanitasi (Depkes RI, 2004). Dalam
proses pengolahan makanan, harus memenuhi persyaratan higiene sanitasi
terutama menjaga kebersihan peralatan masak yang digunakan, tempat
pengolahan atau disebut dapur serta kebersihan penjamah makanan (Kusmayadi,
2008).
Menurut Moehyl (1992) pelayanan makanan diluar rumah yang
diselenggarakan secara khusus biasanya dikenal dengan istilah penyelenggaraan
makanan kelompok, dengan ciri sebagai berikut :
a. Umumnya mereka jauh dari lingkungan keluarga
b. Mereka tidak bebas meninggalkan tempat mereka berada sehingga makan
harus disediakan secara khusus untuk mereka.
Mereka merupakan satu kesatuan karena berbagai hal, seperti orang sakit di
rumah sakit, narapidana, pengungsi, kelompok prajurit yang sedang bertugas atau
Saat ini jumlah tempat pengolahan makanan terjadi peningkatan, tempat
pengolahan makanan telah dikategorikan dalam Kepmenkes No.715 tahun 2003
pasal 2. Jasaboga dikelompokkan dalam 3 golongan, yakni golongan A yakni
melayani kebutuhan masyarakat umum, golongan B yakni melayani kebutuhan
khusus, seperti : asrama penampungan jemaah haji, asramatransito atau asrama
lainnya,perusahaan, pengeboranlepas pantai dan golongan C yakni jasa boga yang
melayani kebutuhan alat angkutan umum internasional dan pesawat udara.
2.4.3.1Penjamah Makanan
Penjamah makanan adalah seorang tenaga kerja yang menjamah mulai dari
persiapan, mengolah, menyimpan, mengangkut maupun dalam penyajian
makanan. Pengetahuan, sikap dan tindakan seorang penjamah mempengaruhi
kualitas makanan yang disajikan. Penjamah yang sedang sakit flu, demam, dan
diare sebaiknya tidak dilibatkan dahulu dalam proses pengolahan makanan. Jika
terjadi luka, penjamah harus menutup luka dengan pelindung kedap air misalnya
plester atau sarung tangan plastik (Kusmayadi, 2008).
Penjamah makanan adalah orang yang secara langsung berhubungan
dengan makanan dan peralatan mulai dari tahap persiapan, pembersihan,
pengolahan, pengangkutan sampai penyajian (Depkes RI, 2006).
Dalam proses pengolahan makanan, peran dari penjamah makanan sangatlah
besar perannya. Penjamah makanan ini berpeluang untuk menularkan penyakit.
Beberapa infeksi yang ditularkan melalui penjamah makanan, antara lain
Staphylococcus aureus ditularkan melalui hidung dan tenggorokan, Clostridium
itu penjamah makan harus selalu dalam keadaan sehat dan terampil (Purawidjaja
1995).
Syarat-syarat penjamah makanan (Depkes RI, 2003) :
1. Tidak menderita penyakit mudah menular, misal :batuk, pilek, influensa,
diare, penyakit perut sejenisnya
2. Menutup luka (pada luka terbuka / bisul atau luka lainnya)
3. Menjaga kebersihan tangan, rambut, kuku dan pakaian
4. Memakai celemek dan tutup kepala
5. Mencuci tangan setiap kali hendak menangani makanan
6. Menjamah makanan harus memakai alat / perlengkapan atau dengan alas
tangan
7. Tidak merokok, menggaruk anggota badan (telinga, hidung, mulut dan bagian
lainnya)
8. Tidak batuk atau bersin dihadapan makanan yang disajikan dan atau tanpa
menutup hidung atau mulut.
2.4.3.2Cara Pengolahan Makanan
Tujuan pengolahan bahan makanan adalah agar terciptanya makanan yang
memenuhi syarat kesehatan, mempunyai cita rasa yang sesuai serta mempunyai
bentuk yang merangsang selera. Cara pengolahan makanan yang baik adalah
tidak terjadi kerusakan-kerusakan makanan sebagai akibat cara pengolahan
makanan yang salah dan mengikuti kaidah atau prinsip-prinsip higiene dan
sanitasi yang baik atau disebut GMP/Good Manufacturing Pratice (Purawidjaja,
Dari segi kesehatan atau sanitasi makanan, maka cara pengolahan makanan
yang baik menitikberatkan kepada hal-hal sebagai berikut (Moehyi, 1992) :
1. Cara penjamah makanan yang baik
2. Nilai nutrisi atau gizi yang memenuhi syarat
3. Tehnik memasak yang menarik dan sehat
4. Cara pengolahan makanan serba bersih dan sehat
5. Menerapkan dasar-dasar higiene dan sanitasi makanan
6. Menerapkan dasar-dasar higiene perorangan bagi para peengolahnya
7. Melarang petugas yang berpenyakit kulit atau yang mempunyai luka-luka
pada tangan atau jari-jari untuk bekerja sebagai penjamah makanan.
Persyaratan pengolahan makanan menurut Kepmenkes RI.No.1098/Menkes/
SK/VII/ 2003 adalah :
1. Semua kegiatan pengolahan makanan harus dilakukan dengan cara terlindung
dari kontak langsung antara penjamah dan makanan
2. Perlindungan kontak langsung dengan makanan jadi dilakukan dengan :
a. Sarung tangan plastik
b. Penjepit makanan
c. Sendok, garpu dan sejenisnya
3. Setiap tenaga pengolah makanan pada saat bekerja harus memakai :
a. Celemek
b. Tutup rambut
c. Sepatu dapur
e. Tidak makan / mengunyah
f. Tidak memakai perhiasan kecuali cincin kawin yang tidak berhias/polos
g. Selalu mencuci tangan sebelum bekerja dan sesudah keluar dari kamar
kecil
h. Selalu memakai pakaian kerja yang bersih
4. Tenaga pengolah makanan harus memiliki sertifikat kesehatan
2.4.3.3Tempat Pengolahan Makanan
Tempat pengolahan makanan, dimana makanan diolah sehingga menjadi
makanan jadi biasanya disebut dapur. Berdasarkan Kepmenkes
RINo.1098/Menkes/SK/VII/2003.
Persyaratan tempat pengolahan makanan terdiri dari :
1. Lantai yang memenuhi persyaratan kesehatan adalah sebagai berikut :
a. Lantai harus terbuat bahan yang kuat dan kedap air, mudah dibersihkan
dan tahan korosi atau rapuh
b. Semua sudut-sudut antara lantai dan dinding harus melengkung bulat
dengan jari-jari tidak kurang dari 7,62 cm dari lantai
c. Lantai harus selalu dalam keadaan bersih, terpelihara sebelum dan sesudah
melakukan pekerjaan
2. Dinding yang memenuhi persyaratan kesehatan :
a. Permukaan dalam dinding harus rata, tidak menyerap dan mudah
dibersihkan
b. Dinding yang selalu menerima kelembaban atau percikan air harus rapat
3. Atap dan langit-langit yang sesuai dengan persyaratan kesehatan adalah:
a. Atap terbuat dari bahan rapat air dan tidak bocor.
b. Mudah dibersihkan, tidak menyerap air.
4. Penerangan atau pencahayaan yang sesuai dengan persyaratan kesehatan
adalah :
a. Semua pasangan harus bebas dari silau, tidak menimbulkan bayangan.
b. Intensitas minimum penerangan 20 foot candle (fc).
5. Ventilasi yang dianjurkan adalah :
a. Harus cukup mencegah udara yang melampaui batas, mencegah
pengembunan dan pembentukan kelembaban pada dinding serta bau tidak
sedap.
6. Harus ada persediaan air yang cukup untuk memenuhi syarat-syarat
kesehatan.
7. Harus ada tempat sampah yang memenuhi persyaratan kesehatan.
8. Harus ada pembuangan air bekas yang memenuhi persyaratan.
9. Tersedia tempat pencuci tangan dan alat-alat dapur.
10. Perlindungan dari serangga dan tikus.
11. Barang-barang yang mungkin dapat menimbulkan bahaya tidak
diperbolehkan disimpan di dapur, seperti racun hama, peledak, dan lain-lain.
2.4.3.4 Perlengkapan/Peralatan dalam Pengolahan Makanan
Menurut Anwar, dkk (1997), prinsip dasar persyaratan
perlengkapan/perala-tan dalam pengolahan makanan adalah aman sebagai alat/perlengkapan
pemerosesan makanan. Aman ditinjau dari bahan yang digunakan juga dari
desain perlengkapan tersebut. Syarat bahan perlengkapan mencakup :
1. Persyaratan umum, terdiri dari bahan yang digunakan untuk membuatnya
atau bahan yang digunakan untuk perbaikan harus anti karat , kedap air,
halus, mudah dibersihkan, tidak berbau, dan tidak berasa. Hindari
bahan-bahan antimon (An), Cadmium (Cd),timah hitam (Pb).
2. Bila digunakan sambungan, gunakan bahan yang anti karat dan aman.
3. Bila digunakan plastik, dianjurkan yang aman dan mudah dibersihkan
permukaannya.
4. Makanan cepat busuk disimpan dalam suhu panas 65.50C atau lebih, atau
disimpan dalam suhu dingin 40C atau kurang.
2.4.4 Pengangkutan Makanan
Pengangkatan makanan yang sehat akan sangat berperan didalam mencegah
terjadinya pencemaran makanan. Pencemaran pada makanan masak lebih tinggi
resikonya daripada pencemaran pada bahan makanan. Oleh karena itu titik berat
pengambilan yang perlu diperhatikan adalah pada makanan masak.
Pengangkutan makanan perlu mendapat perhatian agar tidak terjadi kontaminasi,
baik serangga, debu, maupun bakteri.Wadah yang dipergunakan harus utuh, kuat,
dan tidak berkarat atau bocor. Pengangkutan untuk waktu yang lama harus diatur
2.4.5 Penyimpanan Makanan Masak
Kualitas makanan yang diolah sangat dipengaruhi oleh suhu. Namun
demikian di dalam perkembangan bakteri tersebut masih ditentukan oleh jenis
makanan yang cocok sebagai media pertumbuhannya. Untuk itu perlu
diperhatikan tehnik penyimpanan makanan yang baik, ditujukan untuk mencegah
pertumbuhan dan perkembangan bakteri patogen, mengawetkan makanan dan
mengurangi pembusukan.
Menurut Kepmenkes RI No.1098/Menkes/SK/VII/2003, penyimpanan
ma-kanan jadi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. Terlindung dari debu, bahan kimia berbahaya, serangga, tikus dan hewan
lainnya
2. Disimpan dalam ruang tertutup
3. Makanan cepat busuk disimpan dalam suhu panas 65,50C atau lebih, atau
disimpan dalam suhu dingin 40C atau kurang.
4. Makanan cepat busuk untuk penggunaan dalam waktu yang lama (lebih
dari 6 jam) disimpan dalam suhu -50C sampai dengan 10C
5. Tidak tercampur antara makanan yang siap untuk dimakan dengan bahan
makanan mentah dan tidak disajikan ulang.
2.4.6 Penyajian Makanan
Penyajian makanan merupakan rangkaian akhir dari perjalanan makanan.
Saat penyajian makanan yang perlu diperhatikan adalah agar makanan tersebut
terhindar dari pencemaran, peralatan yang digunakan dalam kondisi baik dan
kesehatan dan kebersihan pakaiannya, tangan penyaji tidak boleh kontak langsung
dengan makanan yang disajikan, ( Purawidjaja, 1995).
Menurut Kepmenkes RI No.1098/Menkes/SK/VII/2003, persyaratan
penyajian makanan adalah sebagai berikut :
1. Harus terhindar dari pencemaran
2. Peralatan untuk penyajian harus terjaga kebersihannya
3. Harus diwadahi dan dijamah dengan peralatan yang bersih
4. Penyajian dilakukan dengan perilaku yang sehat dan pakaian yang bersih
Selain itu dalam penyajian makan, hal yang juga harus diperhatikan adalah
lokasi penjualan yang mana juga harus memenuhi syarat kesehatan , antara lain :
a. Lokasi usaha harus jauh atau minimal 500 m darisumber pencemar.
b. Lokasi usaha terhindar dari serangga.
c. Lokasi usaha dilengkapi tempat pembuangan sampah yang tertutup.
d. Lokasi usaha dilengkapi fasilitas sanitasi air bersih, tempat penampungan
sampah,saluran pembuangan air limbah, dan sebagainya.
2.5 Lalat
Lalat merupakan salah satu insekta (serangga) yang termasuk ordo
Dipthera, yaitu insekta yang mempunyai sepasang sayap berbentuk membran.
Lalat mempunyai sifat kosmopolitan, artinya kehidupan lalat dijumpai merata
hampir diseluruh permukaanbumi. Diperkirakan diseluruh dunia terdapat lebih
kurang 85.000 jenis lalat, tetapi tidak semua jenis lalat terdapat di Indonesia. Jenis
domestica), lalat hijau (Lucilia sertica), lalat biru (Calliphora vomituria) dan lalat
latrine (Fannia canicularis). Lalat juga merupakan spesies yang berperan dalam
masalah kesehatan masyarakat yaitu sebagai vektor penularan penyakit saluran
pencernaan.
Vektor adalah arthropoda yang dapat memindahkan atau menularkan agent
infection dari sumber infeksi kepada host yang rentan (Kusnoputranto, 2000).
Lalat umumnya mempunyai sepasang sayap asli serta sepasang sayap kecil yang
digunakan untuk menjaga kestabilan saat terbang. Lalat sering hidup di antara
manusia dan sebagian jenis dapat menyebabkan penyakit yang serius. Lalat
disebut penyebar penyakit yang sangat serius karena setiap lalat hinggap di suatu
tempat, kurang lebih 125.000 kuman yang jatuh ke tempat tersebut. Lalat sangat
mengandalkan penglihatan untuk bertahan hidup. Mata majemuk lalat terdiri atas
ribuan lensa dan sangat peka terhadap gerakan. Beberapa jenis lalat memiliki
penglihatan tiga dimensi yang akurat.
Penularan penyakit terjadi secara mekanis, dimana bulu-bulu badannya,
kaki-kaki serta bagian tubuh yang lain dari lalat merupakan tempat menempelnya
mikroorganisme penyakit yang dapat berasal dari sampah, kotoran manusia dan
binatang. Bila lalat tersebut hinggap ke makanan manusia, maka kotoran tersebut
akan mencemari makanan yang akan dimakan oleh manusia sehingga akhirnya
akan timbul gejala sakit pada manusia yaitu sakit pada bagian perut serta lemas.
Penyakit-penyakit yang ditularkan oleh lalat antara lain disentri, kolera, thypus
perut, diare dan lainnya yang berkaitan dengan kondisi sanitasi lingkungan yang
2.5.1 Siklus Hidup Lalat
Lalat adalah insekta yang mempunyai metamorfosa sempurna dengan
stadium telur, larva, kepompong, dan stadium dewasa. Perkembangan lalat
memerlukan waktu antara 7 – 22 hari, tergantung dari suhu dan nutrisi yang
tersedia. Lalat betina umumnya dapat menghasilkan telur pada usia 4 – 8 hari
dengan jumlah 150-200 butir sekali bertelur. Semasa hidupnya, seekor lalat
bertelur 5 – 6 kali. (Depkes, 1991)
Gambar 1. Siklus Hidup Lalat
a. Telur
Telur diletakkan pada bahan-bahan organik yang lembab (sampah, kotoran
binatang, dll) pada tempat yang tidak langsung terkena sinar matahari. Telur
bewarna putih dan biasa menetes setelah 8 – 30 jam, tergantung dari suhu
sekitarnya (Depkes RI, 1991).
b. Larva
Tingkat I : Telur yang jadi menetas, disebut instar I, berukuran
panjang 2 mm, bewarna putih, tidak bermata dan
berkaki, sangat reaktif dan ganas terhadap makan,
setelah 1-4 hari melepas kulit dan keluar menjadi instar II.
Tingkat II : Ukuran besarnya 2 kali instar I, sesdah satu sampai
beberapa hari kulit mengelupas menjadi instar III.
Tingkat III : Larva berukuran 12 mm atau lebih, tingkat ini memakan waktu
3-9 hari (Depkes RI, 1991).
c. Pupa (Kepompong)
Pada masa kepompong, jaringan tubuh larva berubah menjadi jaringan
tubuh dewasa. Stadium ini berlangsung 3 – 9 hari. Suhu yang disukai ± 350C .
Setelah stadium ini selesai, keluar lalat muda melalui lingkaran pada bagian
interior (Depkes RI, 1991).
d. Dewasa
Proses pematangan menjadi dewasa ± 15 jam, setelah itu siap untuk
mengadakan perkawinan. Seluruh waktu yang diperlukan 7 – 22 hari. Tergantung
pada suhu setempat, kelembaban, dan makan yang tersedia. Jarak terbang efektif
450 – 900 meter. Lalat tidak kuat terbang menantang angin, tetapi sebaliknya lalat
akan terbang mencapai 1 Km (Depkes RI, 1991)
2.5.2 Pola Hidup Lalat
Adapun pola hidup lalat adalah sebagai berikut (Depkes 1992) :
Tempat yang disenangi lalat adalah tempat basah, benda-benda organik,
tinja, kotoran binatang, tumbuh-tumbuhan busuk. Kotoran yang menumpuk secara
kumulatif sangat disenangi oleh lalat, larva lalat sedangkan yang tercecer yang
dipakai sebagai tempat berkembang biak lalat.
b. Jarak Terbang
Jarak terbang sangat tergantung pada adanya makan yang tersedia. Jarak
terbang efektif adalah 450-900 meter. Lalat tidak kuat terbang menantang arah
angin, sebaliknya jika searah arah angin lalat akan terbang mencapai 1 km.
c. Kebiasaan Makan
Lalat dewasa sangat aktif sepanjang hari, dari makan yang satu ke makan
lainnya. Lalat sangat tertarik pada makan yang dimakan oleh manusia
sehari-hari, seperti gula, susu dan makan lainnya, kotoran manusia serta darah.
Sehubungan dengan bentuk mulutnya, lalat hanya makan dalam bentuk cair atau
makanan yang basah, sedangkan makan yang kering dibasahi oleh ludahnya
terlebih dahulu lalu dihisap.
d. Tempat Istirahat
Pada siang hari, bila lalat tidak mencari makan mereka akan istirahat pada
lantai, dinding, langit-langit, jemuran pakaian, rumput-rumput, kawat listrik, serta
tempat-tempat dengan yang tepi tajam dan permukaanya vertikal. Biasanya
tempat istirahat ini terletak berdekatan dengan tempat makannya atau tempat
berkembangbiakknya, biasnya terlindung dari angin dan tidak lebih dari 4.5 meter
diatas permukaan tanah.
Pada musim panas, berkisar antara 2 – 4 minggu. Sedangkan pada musim
dingin bisa mencapai 70 hari.
f. Temperatur
Lalat mulai terbang pada temperatur 150C dari aktifitas optimumnya pada
temperatur 210C. Pada temperatur di bawah 7.50C tidak aktif dan diatas
temperatur 450C terjadi kematian.
g. Kelembaban
Kelembaban erat kaitannya dengan temperatur
h. Cahaya
Lalat merupakan serangga yang bersifat fototrofik, yaitu menyukai cahaya,
pada malam hari tidak aktif dengan sinar buatan.
2.5.3 Tingkat Kepadatan Lalat
Upaya untuk menurunkan populasi lalat adalah sangat penting, mengingat
dampak yang ditimbulkan. Untuk itu sebagai salah satu cara penilaian baik
buruknya suatu lokasi adalah dilihat dari angka kepadatan lalatnya. Dalam
menentukan kepadatan lalat, pengukuran terhadap populasi lalat dewasa tepat dan
biasa diandalkan daripada pengukuran populasi larva lalat. Tujuan dari
pengukuran angka kepadatan lalat adalah untuk mengetahui tentang :
- Tingkat kepadatan lalat
- Sumber-sumber tempat berkembang biaknya lalat
Lokasi pengukuran kepadatan lalat adalah yang berdekatan dengan
kehidupan/kegiatan manusia karena berhubungan dengan kesehatan manusia,
antara lain (Depkes, 1992) :
- Pemukiman penduduk
- Tempat-tempat umum (pasar, terminal, rumah makan, hotel)
- Lokasi sekitar Tempat Pembuangan Sementara (TPS) sampah
berdekatan dengan pemukiman
- Lokasi Sekitar Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah yang
berdekatan dengan pemukiman.
- Untuk mengetahui angka kepadatan lalat di suatu wilayah dilakukan
dengan cara mengukur angka kepadatan lalat.
2.5.4 Pengendalian Lalat
Metode yang dapat dilakukan yaitu metode nonkimiawi. Metode ini dikenal
sebagai metode yang ramah lingkungan dan dapat menurunkan populasi serangga.
Salah satu langkahnya, yaitu dengan cara :
1. Pemulihan lingkungan berupa meningkatkan mutu sanitasi, yaitu dengan
cara mengatasi kelemahan dalam pembuangan sampah, meningkatkan
kesadaran masyarakat terhadap kebutuhan akan lingkungan yang bersih.
Penataan hunian yang sehat.
2. Penggunaan bahan fisik : penggunaan bahan fisik dipergunakan untuk
mencegah kontak dengan lalat. Misalnya dengan cara mengatur tata letak
dan rancang bangun rumah tinggal agar tidak mudah lalat masuk ke dalam.
2.5.5 Fly-grill
Fly-grill dapat dibuat dari bilah kayu yang lebarnya 2 cm dan tebalnya 1 cm
dengan panjang masing-masing 80 cm sebanyak 16-24 buah dan dicat warna
putih. Bilah-bilah yang telah disiapkan dibentuk berjajar dengan jarak 1-2 cm
pada kerangka kayu yang telah disiapkan dan pemasangan bilah kayu pada
kerangka sebaiknya memakai sekrup sehingga dapat dibongkar pasang. Fly-grill
dipakai untuk mengukur kepadatan lalat dengan cara meletakkan Fly-grill
ditempat yang akan diukur kepadatan lalatnya, lalu dihitung jumlah lalat yang
hinggap diatas Fly-grill dihitung selama 10 detik, dari 5 kali hasil perhitungan
lalat yang tertinggi dibuat rata-ratanya dan dicatat dalam kartu hasil perhitungan
(Depkes RI, 1991).
Angka rata-rata itu merupakan petunjuk (indeks) populasi pada satu lokasi
tertentu. Sedangkan sebagai interpretasi hasil pengukuran indeks populasi lalat
pada setiap lokasi atau blok grill adalah sebagai berikut :
a. 0 – 2 : rendah atau tidak menjadi masalah
b. 3 – 5 : sedang dan perlu dilakukan pengamanan terhadap tempat-tempat
berkembang biakan lalat.
c. 6 – 20 : tinggi/padat dan perlu pengamanan terhadap tempat-tempat
perkembangbiakan lalat dan bila mungkin direncanakan
upaya pengendaliannya.
d. >21 : sangat tinggi/sangat padat dan perlu dilakukan pengamanan
terhadap tempat-tempat berkembangbiaknya lalat dan tindakan
2.6 Kerangka Konsep
Karakteristik penjamah makanan 1. Pendidikan
2. Umur
3. Jenis kelamin 4. Lama berdagang
5. Jumlah tenaga pengolah
Warung makan pasar tradisional
- 6 prinsip higiene sanitasi pengolahan makanan :
1. Pemilihan bahan makanan 2. Penyimpanan bahan makanan 3. Pengolahan makanan
4. Penyimpanan makanan jadi 5. Pengangkutan bahan makanan 6. Penyajian makanan
- Fasilitas sanitasi dasar
Pengukuran kepadatan lalat
Memenuhi syarat Kepmenkes RI No. 1098/Menkes/SK/ VIII/2003