• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisa Data Pasang Surut di Pelabuhan Ferry Bangsal Desa Krakas Kab. Lombok Provinsi Nusa Tenggara Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Analisa Data Pasang Surut di Pelabuhan Ferry Bangsal Desa Krakas Kab. Lombok Provinsi Nusa Tenggara Barat"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki wilayah perairan yang terbentang dari Sabang sampai Merauke, hampir dan pertiganya adalah lautan dengan panjang garis pantai 80 ribu kilometer dan berada pada posisi 7º20'LU-14ºLS dan 92º-141º BT (Atmodjo 2000).

Laut menjadi salah satu jalur transportasi yang banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia. Sehingga pengetahuan tentang gejala-gejala yang ada di laut perlu untuk diketahui guna memperlancar aktivitas yang ada dilautan. Salah satunyaadalah pengetahuan tentang pasang surut. Di setiap perairan memiliki parameter fisika yang berbeda-beda. Parameter tersebut meliputi arus, gelombang, dan pasang surut.

Pariwono (1987) menyatakan bahwa pasang surut adalah proses naik turunnya paras laut (sea level) secara berkala yang ditimbulkan oleh adanya gaya tarik dari benda-benda angkasa, terutama matahari dan bulan, terhadap massa air di bumi. Proses pasang yang dapat dilihat secara nyata di daerah pantai, mempengaruhi kegiatan manusia yang hidup di daerah pantai, seperti pelayaran dan penangkapan/budidaya sumber hayati perairan. Penelitian tentang pasang surut dilakukan untuk menentukan elevasi pasang yang aman dalam jangka panjang melalui prediksi pasang surut untuk beberapa tahun mendatang. Pengamatan pasang surut dilakukan untuk memperoleh data tinggi muka air laut yang dilakukan dengan cara membaca skala pada palem pasang surut dengan interval waktu tertentu. Pengamatan pasang surut dilakukan minimal 15 hari karena telah mencakup satu kali siklus pasang surut (purnama dan perbani) (Musa et al. 2013).

(2)

muara sungai tidak dapat dipisahkan dengan fenomena alam pasang surut, baik secara langsung maupun tidak langsung. Hal ini menunjukkan adanya kemungkinan pasang surut dapat mempengaruhi cara hidup, cara kerja dan bahkan budaya dai masyarakat (Ongkosongo dan Suyarso 1989). Triatmodjo (1999) menyatakan bahwa dengan adanya data pasang surut maka kedalaman suatu perairan akan diketahui sehingga alur pelayaran untuk kapal dapat ditentukan.

Pengetahuan tentang pasang surut di Indonesia sangat penting bagi pengukuran, analisa dan pengkajian data muka air laut yang berkaitan dengan laut atau pantai seperti pelayaran antar pulau, pencemar laut, pengelolaan sumber daya laut dan pertahanan nasional. Secara umum pengetahuan tentang pasang surut juga memberikan informasi yang bermacam-macam, baik untuk ilmiah maupun pemanfaatan secara luas. Pengetahuan tersebut dapat berupa nilai duduk tengah, tunggang air, tipe pasang suru dan peramalan pasang surut lautnya. Data tersebut digunakan untuk mengetaui perubahan muka air laut untuk kepentingan pelayaran (Atmodjo 2000).

Salah satu instansi yang mengelolah dan menganalisa data pasang surut adalah Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan (PPPGL). Instansi tersebut bergerak dalam riset dan penelitian dalam bidang geologi kelautan. Maka dari itu saya memilih Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan (PPPGL) sebagai tempat magang saya. Karena saya beranggapan bahwa dengan magang ditempat tersebut dapat menambah wawasan saya.

1.2. Tujuan

1. Mengetahui cara mengolah data pasang surut dengan metode Admiralty dan Aplikasi NAOTide

(3)

1.3. Manfaat

1. Mahasiswa mampu mengetahui cara peramalan pasang surut

2. Mahasiswa mampu berinteraksi dan berorganisasi dalam dunia kerja. 3. Menambah khasanah ilmu bagi mahasiswa

4. Ilmu yang diperoleh dapat diaplikasikan ke masyarakat dan dunia kerja

(4)

2.1. Pasang Surut

2.1.1.Tenaga Pembangkit Pasang Surut

Pasang surut adalah fenomena naik turunnya muka air laut secara periodik karena gaya tarik benda-benda angkasa, terutama bulan dan matahari (Sujatmiko 2009). Fenomena pasang surut disebabkan oleh adanya gaya tarik bulan dan gaya tarik matahari serta gaya sentrifugal. Gaya tarik bulan lebih besar dari gaya tarik matahari terhadap bumi maka bagian bumi yang dekat dengan bulan akan tertarik dn menyebabkan permukaan air lut akan naik dan menimbulkan pasang. Sedangkan bagian bumi yang tegak lurus terhadp poros bumi dan bulan, air bergerak ke arah samping dan menyebabkan terjainya surut (Iskandar 2009).

(5)

Gambar 2.1. Pengaruh bulan terhadap pasang surut (Iskandar 2009)

Apabila bulan, bumi dan matahari berada pada suatu garis lurus maka terjadi pasang purnama sedangkan pasang perbani terjadi ketika bulan, bumi dan matahari membentuk sudut 90º. Pasang purnama dan perbani disebabkan orbit bulan mengelilingi matahari yang berbntuk elips sehingga menghasilkan gaya gravitasi maksimum dan minimum (Triatmodjo 1999).

Pada saat pasang surut purnama dihasilkan pasang maksimum yang sangat tinggi dan surut minimum yang sangat rendah. Pasang surut ini terjadi dua kali dalam satu bulan yakni pada bulan baru dan bulan purnama. Pasang surut perbani menghasilkan pasang maksimum yang rendah dan surut minimum yang tinggi. Sama halnya dengan pasang purnama pasang perbani juga terjadi dua kali dalam satu bulan yaitu pada saat bulan seperempat pertama dan seperempat terakhir (Tanto 2009).

Gambar 2.2. (a) Pasang surut Purnama, (b) Pasang Surut Perbani (Triatmodjo, 2008)

(6)

Tipe pasang surut yang ada di Indonesia, terdiri atas :

 Pasang surut harian ganda, dalam satu haru terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dengan tinggi yang hampir sama dan pasang surut terjadi secara berurutan dengan rata-rata priode 12 jam 24 menit. Biasanya terdapat di selat Malaka sampai Andaman.

 Pasang surut harian tunggal, bila terjdi satu kali pasang dan satu kali surut dalam satu hari dengan priode 24 jam 50 menit. Biasanya terdapat di perairan selat Karimata.

 Pasang surut campuran condong ke harian ganda ( mixed tide prevailing semidiurnal), terjadi dua kali pasang dan surut dalam satu hari tetapi periode dan tingginya berbeda. Biasanya terjadi di Indonesia bagian timur.

 Pasang surut campuran condong ke harian tunggal ( mixed tide previling diurnal), terjadi satu kali pasang dan surut dalam satu hari, akan tetapi terkadang terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dengan priode dan tinggi yang sangat berbeda. Pasang Surut ini terdapat di selat Kalimantan dan Pantai utara Jawa Barat.

(7)

Gambar 2.3. Tipe pasang surut (Triatmodjo 2008)

Tidal range (kisaran pasang surut), yakni perbedaan tinggi muka air pada saat pasang maksimum dengan tinggi air pada saat surut minimum rata-rata berkisar antara 1m hingga 3m. Hayes (1979) mengklasifikasikan tidal range menjadi 5 yaitu :

1. Microtidal = <1 meter

2. Low - Mesotidal = 1 - 2 meter 3. High - Mesotidal = 2 - 3,5 meter 4. Low - Macrotidal = 3,5 - 5 meter 5. High - Macrotidal = > 5 meter.

2.2. Komponen - Komponen Pasang Surut

(8)

periode berdasarkan perhitungan astronomi dan sudut fase yang tergantung kondisi lokal. Ini berarti setiap komponen satu dengan yang lain berbeda-beda, hal ini disebabkan karena data yang dianalisis akan semakin tinggi angka keamanan yang akan diperlukan. Adapun komponen-komponen tersebut adalah :

Tabel 2.1. Delapan Komponen Pasang Surut

Simbol Priode keterangan

Pasang surut semi diurnal M2 12,42 Komponen utama semi diurnal S2 12,00 Komponen utama semi diurnal

matahari

N2 12,66 Komponen bulan akibat variasi bulan jarak bumi-bulan

K2 11,97 Komponen matahari-bulan akibat perubahan sudut deklinasi matahari-bulan

Pasang-surut diurnal K1 23,93 Komponen matahari bulan O1 25,82 Komponen utama diurnal bulan P1 24,07 Komponen utama diurnal

(9)

sudut fase yang berbeda dan tidak saling tergantung satu dengan yang lain (Pratikto dkk 1997). Elevasi muka air sesaat pada gelombang pasang surtu diberikan dengan rumus sebagai berikut :

: elevasi muka air laut

A : jarak vertikal antara bidang referensi (datum) muka air rerata MWL Ai : amplitudo komponen ke-i

Ti : periode komponen ke-i i

: sudut fase ke-i T : waktu

N : jumlah komponen yang dipakai

Sedangkan data pasang surut yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisa Harmonik dengan metode Admiralty dengan menghitung amplitudo dan beda fase terhadap komponen setimbangnya. Hasil analisa ini berupa konstanta-konstanta pasang surut yaitu, M2, S2, K2, N2, K1, O1, P1, M4, MS4 serta MSL (Mean Sea Level), komonen-komponen tersebut digunakan untuk menentukan tipe-tipe pasang surut, adapun rumusnya adalah :

(10)

1

AK : amplitudo komponen pasang surut unggal utama yang disebabkan oleh gaya tarik menarik bulan dan matahari

2

AM : amplitudo komponen pasang surut ganda utama yang disebabkan oleh gaya tarik bulan

2

AS : amplitudo komponen pasang surut ganda utama yang disebabkan oleh gaya tarik matahari

Dengan ketentuan :

F  0.25 : pasang surut harian ganda (semidiurnal tides)

0.25 < F < 1.5 : pasang surut campuran condong ke harian ganda (mixed mainly semidiurnal tides)

1.5 < F < 3.0 : pasang surut campuran condong harian tunggal (mixed mainly diurnal tides)

F > 3.0 : pasang surut harian tunggal (diurnal tide) (Bakti 2010)

(11)

TR : Tidal Range

MHHWS : Mean Highest of High Water Spring/ rata-rata muka air tinggi tertinggi saat pasang purnama.

MLHWN : Mean Lowest of High Water Neap / rata-rata muka air tinggi terendah saat pasang perbani.

MLLWS : Mean Lowest of Low Water Spring/ rata-rata muka air rendah terendah saat pasang purnama.

MLLWN : Mean Lowesr of Low Water Neap/ rata-rata muka air rendah terendah saat pasang perbani.

2.4. RMSE (Root Mean Square Error)

Selain itu, perlu di ketahui juga nilai persentase dari RMSE (Root Mean Square Error), dimana RMSE adalah metode alternatif untuk mengevaluasi teknik peramalan yang digunakan untuk mengukur tingkat akurasi hasil prakiraan suatu model. RMSE merupakan nilai rata-rata dari jumlah kuadrat kesalahan, juga dapat menyatakan ukuran besarnya kesalahan yang dihasilkan oleh suatu model prakiraan. Nilai RMSE rendah menunjukkan bahwa variasi nilai observasinya. Menurut Makridakis et al. (1982) salah satu ukuran kesalahan dalam peramalan adalah nilai tengah akar kuadrat atau Root Mean Square Error (RMSE).

Cara yang biasanya digunakan untuk mengevaluasi model regresi liniear adala dengan RMSE. Cara ini juga dikenal dengan nama root mean squared deviation (RMSD). Seperti dapat diperkirakan dari namanya, RMSE atau RMSD dihitung dengan menggunakan mengkuadratkan error (predicted - observed) dibagi dengan jumlah data (= rata-rata), lalu diakarkan. Secara matematis, rumusnya ditulis sebagai berikut :

(12)

RSS n RMSE 1

Semakin kecil nilai RMSE mengindikasikan model memiliki tingkat prediksi yang kecil. Begitupun sebaliknya, semakin besar nilai RMSE mengindikasikan model memiliki tingkat kesalahan predikisi yang besar.

2.5. Cara Pengolahan Data Pasang Surut 2.5.1. Metode Admiralty

Admiralty adalah salah satu metode perhitungan pasang surut untuk menentukan Muka Air Laut Rata-rata (MLR). Pada tahap perhitungan MLR akan diperoleh nilai bacaan tertinggi yang menunjukkan kedudukan air tertinggi dan nilai bacaan terendah (Mihardja 1994).

Metode perhitungan Admiralty digunakan untuk mencari nilai amplitudo serta phase dari masing masing komponen. Metode ini sangat efektif dan cepat karena dengan metode admiralty kita dapat langsung mendapatkan komponen-komponen pasang surut yaitu, S0 yang menjadi nilai MSL, M2, S2, N2, K2, K1, O1, P1, M4, MS4. Dari komponen-komponen yang didapat kita dapat menghitung nilai dari Formzhal (F), sehingga kita dapat menentujan tipe pasang surut yang terjadi. Metode ini cenderung lebih dekat dengan keadaan yang sebenarnya (Triatmodjo 1999). 2.5.2. Aplikasi Perangkat Lunak NOTide

(13)

keluaran data. Berbeda dengan metode Admiralty, metode ini tidak dapat menghasilkan komponen pasang surut, melainkan hanya dapat meramalkannya saja (Nizcha 2009).

2.6. Alat Pengukur Pasang Surut 2.6.1. Tide Staff (Papan Skala)

Papan ukur (Tide staff) merupakan alat pengukur pasang surut paling sederhana berupa papan dengan tebal 1-2 inci dengan lebar 4-5 inci. Sedangkan panjangnya harus lebih dari tunggang pasang surut. Dimana pemasangan tide staff ini haruslah pada kondisi muka air terendah (lowest water) skala nolnya masih terendam air, dan saat pasang tertinggi skala terbesar haruslah masih terlihat dari muka air tertinggi (highest water). Dengan demikian maka tinggi rendahnya muka air laut dapat kita ketahui. Dan dari data yang dicatat dari skala tide staff tersebut, kita dapat mengetahui pla pasang surut pada suatu daerah pada waktu tertentu. Dalam pemasangannya rambu tersebut disekrup atau ditempelkan pada posisi vertikal pada tiang atau penyangga yang cocok. Lokasi rambu harus berada pada lokasi yang aman dan mudah terlihat dengan jelas, tidak bergerak-gerak akibat gelombang atau arus laut. Tempat tersebut tidak pernah kering pada saat kedudukan air yang paling surut. Oleh karena itu panjang rambu pasang surut yang dipakai sangat tergantung sekali pada kondisi pasut air laut di tempat tersebut. Bila seluruh rambu pasut dapat terendam air, maka air laut tidak dapat diastikan kedudukannya. Pada prinsipnya bentuk rambu pasut hampir sama dengan rambu dipakai pada pengukuran sifat datar (levelling) (Pariwono 1989).

(14)

Gambar 2.4. Tide staff

III. METODE PELAKSANAAN PKL 3.1. Tempat dan Waktu

(15)

Gambar 3.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 27 September - 25 Oktober 2015 pengambilan data dilakukan di dermaga Pelabuhan Ferry Bangsal Desa Krakas Kabupaten Lombok Provinsi Nusa Tenggara Barat. Analisa data dilakukan di perpustakaan Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan, Bandung. Metode yang digunakan adalah dengan menggunakan metode admiralty dengan piantan 29 hari.

(16)

3.2.1. Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu, 1. Software

Software yang digunakan adalah :

 Microsoft excel 2010 untuk proses analisis harmonik pasang surut laut metode admiralty dan perhitungan statistik

 Microsoft word 2010 untuk penulisan laporan

 Program NAOTide untuk peramalan pasang surut

3.2.2. Bahan

 Data pasang surut hasil dari pengamatan langsung oleh PPPGL di Pelabuhan Ferry Bangsal Desa Krakas, Lombok, NTB periode 27 September - 25 Oktober 2015.

 Data peramalan menggunakan aplikasi NAOTide periode 27 September-25 Oktober 2015.

3.3. Metodelogi

(17)

Gambar 3.2. Bagan Metode Admiralty Keterangan

1. Skema 1

Pada hitungan kelompok ini ditentukan pertengahan pengamatan, bacaan tertinggi dan terendah. Bacaan tertinggi menunjukkan kedudukan alat tertinggi dan bacaan terendah menunjukkan alat terendah.

2. Skema 2

Ditentukan bacaan positif (+) dan negatif (-) untuk kolom X1, Y1, X2 ,Y2

, X4 dan Y4 dalam setiap hari pengamatan.

3. Skema 3

Pengisian kolom X0, X1, Y1, X2 ,Y2 , X4 dan Y4 dalam setiap hari

(18)

kelompok hitungan 2 tanpa memperhatikan tanda (+) dan (-). Kolom X1, Y1, X2

,Y2, X4 dan Y4 merupakan penjumlahan mendatar dari X1, Y1, X2,Y2, X4

dan Y4 pada kelompok hitungan 2 dengan memperhatikan tanda (+) dan (-) harus

ditambah dengan besaran B (B Kelipatan 100) 4. Skema 4

Untuk pengamatan 15 hari, besaran yang telah ditambah B dapat ditentukan dan selanjutnya menghitung X00, Y00 sampai dengan X4d , Y4d dimana :

Perhitungan pada kelompok ini sudah memperhatikan sembilan unsur utama pembangkit pasang surut (M2, S2, K2, N2, K1, O1, P1, M4 dan MS4).

Untuk perhitungan kelompok hitungan 5 mencari nilai X00, X10, selisih X12 dan Y

b

(19)

harga p serta harga r. Akhir dari perhitungan ini akan menentukan harga w dan (1+W), besaran g, kelipatan 3600 serta amplitudo (A) dan beda fase (g0).

3.3.2. Aplikasi NAOTide

Gambar 3.3. Bagan Alur Pengerjaan Prediksi Pasang Surut dengan Aplikasi NAOTide

(20)

3.4. Skema Kegiatan Praktek Kerja Lapang

Gambar 3.4. Alur Pelaksanaan Praktek Kerja Lapang di PPPGL 2017

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Profil PPPGL

(21)

Sejarah Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan (PPPGL) dimulai dengan dibentuknya Seksi Geologi Marin dan Seksi Geofisika Marin pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi (P3G) tahun 1979. Pada tanggal 06 Maret 1984 kedua Seksi tersebut kemudian ditingkatkan menjadi Pusat Pengembangan Geologi Kelautan (PPGL) di bawah Direktorat Jendral Geologi dan Sumber Daya Mineral berdasarkan SK Menteri Pertambangan dan Energi No. 1092 1984. Pada awal berdirinya, PPGL didukung oleh empat bidang teknis, yaitu : Bidang Geologi Kelautan, Bidang Geofisika Kelautan, Bidang Sarana Operasi Kelautan, Bidang Manajemen Informasi dan Bagian Umum, dengan jumlah sumber daya manusia 164 orang. Sarana dan prasarana yang dimiliki sebagian berasal dari P3G.

Dalam perjalanannya, PPPGL telah membangun Kapal Peneliti Geomarin I dan memiliki berbagai peralatan survei pantai. Kapal Peneliti Geomarin I dioperasikan untuk mendukung kegiatan pemetaan geologi kelautan bersistem skala 1:250.000 di perairan dangkal. Peralatan survei pantai dioperasikan untuk mendukung kajian geologi kelautan tematik di kawasan pesisir. Selanjutnya berdasarkan SK Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral. No. 150 Tahun 2001, PPGL dimekarkan menjadi Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan (PPPGL) di bawah Badan Litbang Energi dan Sumber Daya Mineral.

4.1.2. Struktur Organisasi

(22)

Pengembangan energi dan Sumber Daya Mineral. PPPGL dipimpin oleh Dr. Ediar Usman, Ir. M.T. Dengan struktur organisasi yang terdiri dari Bidang Tata Usaha, Bidang Program, Bidang Penyelenggaraan dan Sarana Penelitian dan Pengembangan, Bidang Afilisiasi dan Informasi dan Kelompok Pelaksana Litbang.

NO BIDANG NAMA PEJABAT TUGAS BIDANG DI

DALAMNYA 1 Kepala PPPGL Dr. Ediar Usman, Ir.

M.T.

Pimpinan PPPGL - Bidang Tata usaha 2 Tata Usaha Ir. Joni Widodo,

M.Si. 3 Program Ir. Eri wahyu

Nugroho

(23)

Gambar 4.1. Struktur Organisasi Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan, Bandung (PPPGL).

4.1.3. Visi dan Misi PPPGL

Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan (PPPGL) memiliki visi dan misi sebagai berikut :

(24)

Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan (PPPGL) memiliki visi yaitu menjadi pusat penelitian dan pengembangan geologi kelautan yang profesional, unggul dan mandiri di bidang energi dan sumber daya mineral.

Misi

Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan (PPPGL) memiliki beberapa misi sebagai berikut:

1. Melaksanakan litbang dan pemetaan geologi kelautan dan potensi energi sumber daya mineral kawasan pesisir dan laut

2. Melaksanakan pengelolaan dan pengembangan sarana dan prasarana litbang 3. Memberikan kontribusi dalam perumusan evaluasi dan rekomendasi kebijakan

potensi energi dan sumber daya mineral di wilayah landas komitmen Indonesia 4. Memberikan pelayanan jasa teknologi dan informasi hasil litbang

5. Melaksanakan pengembangan sistem mutu kelembagaan dan HAKI litbang.

4.1.4. Tugas dan Fungsi PPPGL

Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan (PPPGL) di bawah Badan Litbang Energi dan Sumber daya Mineral mengemban tugas dan fungsi sebagai berikut:

Tugas

(25)

Dalam melaksanakan tugasnya Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan (PPPGL) memiliki fungsi-fungsi sebagai berikut :

1) Perumusan pedoman dan prosedur kerja

2) Perumusan rencana, program penelitian dan pengembangan berbasis kinerja 3) Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan pemetaan geologi, geokimia dan

geofisika kelautan, serta pengelolaan sarana dan prasarana penelitian dan pengembangan

4) Perumusan rekomendasi batas landas kontinen Indonesia

5) Pengelolaan kerja sama kemitraan penerapan hasil penelitian dan pelayaran jasa teknologi, serta kerja sama penggunaan sarana dan prasarana penelitian dan pengembangan

6) Pengelolaan sistem informasi dan layanan informasi, serta sosialisasi dan dokumentasi hasil penelitian dan pengembangan teknologi

7) Penanganan masalah hukum dan hak atas kekayaan intelektual, serta pengembangan sistem mutu kelembagaan penelitian dan pengembangan teknologi

8) Pembinaan kelompok jabatan fungsional pusat

9) Pengelolaan ketatausahaan, rumah tangga, administrasi keungan dan kepegawaian pusat.

10) Evaluasi pelaksanaan penelitian dan pengembangan bidang geologi kelautan. 4.2. Partisipasi Aktif yang Dilakukan di PPPGL

(26)

seperti materi tentang Bathimetri, Pasang Surut, Sedimen, Foraminifera, Arus, Digitasi Peta, Melakukan tracking dengan GPS dan beberapa topik bahasan lainnya. 4.2.1. Pengenalan GPS dan Cara Melakuka Tracking dengan GPS

Salah satu komponen penting yang dibutuhkan dalam survey data lapangan adalah data koordinat yang bisa didapatkan melalui proses tracking dengan menggunakan perangkat Global Positioning System (GPS). Pengenalan dan pelatihan menggunakan GPS dilakukan di lapangan parkir kantor PPPGL dengan mengatur GPS dalam mode tracking dan berjalan mengitari pekarangan kantor PPPGL.

Gambar 4.2. Alat GPS

(27)

Gambar 4.3. Lintasan tracking GPS pada Map Source

(28)

Gambar 4.5. Lintasan tracking pada Map Info 4.2.2. Register Peta AMS (Army Map Service)

Peta AMS (Army Map Service) merupakan peta topografi yang dikembangkan oleh Pemerintah Amerika sekitar tahun 1950-1960. Peta ini dapat digunakan sebagai acuan data penelitian seperti perubahan garis pantai, karakteristik pantai dan sebagaina. Proses register pada peta AMS dilakukan di software Map Info Professional untuk mendapatkan koordinat yang pas pada peta tersebut karena peta AMS asli masih dalam bentuk raster dan belum memiliki koordinat. Berikut merupakan langkah-langkah melakukan register peta AMS.

1. Langkah pertama adalah jalankan aplikasi Map Info, kemudian klik file akan muncul jendela yang berisi pilihan antara Display dan Registrasi. Pilih Registrasi

2. Selanjutnya akan muncul jendela Image Registration

(29)

Untuk mendapatkan hasil register peta yang pas, dibutuhkan empat titik register, yaitu di setiap sudut peta. Dengan mengklik sudut peta, maka akan muncul kolom "Edit Control Point", lalu masukkan koordinat X dan Y pada kolom yang disediakan.

4. Peta hasil Register

Setelah selesai melakukan Register, maka akan muncul peta yang sudah dilengkapi dengan koordinat.

4.3. Hasil

4.3.1. Pengukuran Dengan Tide Staff 4.3.1.1. Tide Staff

(30)

Papan ukur (Tide staff) merupakan alat pengukur pasang surut paling sederhana dengan tebal 1-2 cm dan lebar 3-4 cm. Sedangkan ketinggian harus melebihi ketinggian pasang surut. Dimana pemasangan papan ukur harus pada kedudukan muka air terendah (Lowest Water) dengan skala 0 harus masih terendam air dan saat pasang tertinggi papan ukur harus melebihi muka air tertinggi (Higest Water) dengan demikian tinggi rendahnya muka air laut dapat diketahui. Dalam pemasangannya papan ukur disekrup dalam kedudukan vertikal pada tiang penyangga, untuk lokasi penempatan papan ukur adalah 100 meter dari bibir pantai dan terlihat dengan jelas, tidak mudah bergerak apabila terkena arus gelombang. Oleh karena itu lokasi penempatan papan ukur sangat berpengaruh pada kedudukan papan ukur, mengingat bahwa papan ukur yang dipakai untuk pengukuran ketinggian air laut, maka papan tersebut harus terbuat dari bahan yang tahan terhadap tingkat keasaman air laut. Papan ukur hampir digunakan di semua pelabuhan.

4.3.1.2. Hasil Pengukuran Tide Staff

(31)

Gambar 4.2. Grafik Pengamatan Pasang Surut (Tide Staff) Periode 27 September -25 Oktober 2015

4.3.2. Peramalan dengan NAOTide 4.3.2.1. NAOTide

NAOTide adalah salah satu cara yang digunakan untuk meramalkan pasang surut. Output NAOTide berupa elevasi muka air laut. Elevasi muka air laut berguna untuk komponen pasang surut sehingga tipe pasang surut yang terjadi disuatu wilayah dapat ditentukan dan di prediksi. Input data NAOTide adalah titik koordinat daerah yang akan diteliti, selain itu juga adalah tanggal, waktu atau awal dan akhir waktu peramalan.

4.3.2.2. Hasil Pengukuran Dengan Aplikasi NAOTide

(32)

Tabel 4.1. Hasil Prediksi Pasang Surut Menggunakan Aplikasi NAOTide

(33)

Gambar 4.3. Grafik Prediksi Pasang surut menggunakan Software NAOTide Periode 27 September-25 Oktober 2015

4.4. Perbandingan Antara Data Pengamatan (Tide Staff) dan Prediksi Menggunakan Aplikasi NAOTide

(34)

Gambar 4.4. Grafik perbandingan pasang surut antara pengamatan langsug (Tide Staff) dengan Prediksi menggunakan Software NAOTide

Gambar 4.5. Grafik Residu Pasang Surut 4.5. Hasil Perhitungan

Tabel 4.2. Hasil Perhitungan Komponen Pasang Surut

Data NAOtide Data Pengamatan

Komponen Amplitud

o (cm)

Phasa (go)

Amplitudo (cm)

(35)

So 124,11 - 95,66

-M2 50,6 130,44 27,96 488,61

S2 28,29 314.91 25,82 313,69

N2 5,26 351,93 2,96 172,49

K2 6,51 314,91 5,94 313,69

K1 16,46 484,75 22,14 663,77

O1 25,15 380,02 19,23 22,03

P1 5,43 484,75 7,31 663,77

M4 0,05 77,98 0,97 596,55

MS4 8,84 83,40 8,79 83,46

Q1 - - -

-Nilai F 0,53 0,77

Dari tabel 4.2. diatas adalah perbandingan nilai komponen pasang surut (M2,

2

S , K2, N2, K1, O1, P1, M4 dan MS4) Amplitudo dan Phasa dari

perhitungan admiralty prediksi NAOTide dan pengamatan langsung menggunakan tide staff. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa nilai komponen pasut lebih besar komponen pasut yang berasal dari prediksi NAOTide dari pada nilai komponen pasut pengamatan langsung menggunakan tide staff. Akan tetapi pada komponen tertentu seperti K2 dan M4 nilai komponennya lebih besar komponen pengamatan langsung daripada prediksi NAOTide. Nilai dari bilangan formzhal di dapat dari hasil

(36)

ke harian ganda (Mixed Tide Prevailing Semidiurnal).

Tabel 4.3. Hasil Perhitungan Elevasi Muka Air Laut

Data Elevasi NAOTide Pengamatan Langsung

MSL 124,11 95,66

HHWL 231,39 184,82

MHWL 253,89 210,27

LLWL -15,99 -19,51

MLWL 67,71 67,33

HWL 205,62 164,00

LWL 41,44 26,00

LAT 3,60 -1488,10

HAT 244,61 -1297,81

MHHWS 165,72 -1351,59

MLHWN 115,42 -1390,04

MLLWS 82,49 -1434,32

MLLWN 132,80 -1395,87

Tidal Range (TR) 32,93 44,28

RMSE 69,15 cm (0,69%)

(37)

di dapat dari hasil perhitungan ) 2

2

(MHHWS MLHWN MLLWS MLLWN

TR    .

Nilai yang di dapat adalah sebagai berikut, untuk metode NAOTide bilangan Tidal Range (TR) = 32,93. Sedangkan untuk data pengamatan (Tide Staff) yang dihitung menggunakan metode admiralty didapat bilangan Tidal Range (TR) = 44,28. Dan dari

perhitungan 2

Dilihat dari nilai TR yang dihasilkan menunjukkan niliai TR antara aplikasi NAOTide dan hasil dari pengamatan langsung nilainya tidak jauh berbeda. Kisaran nilai bilangan tidal range yang didapat adalah <1 meter hal ini menunjukka bahwa perairan tersebut memiliki jenis pasang surut berdasarkan jangkauan atau tunggang (Tidal Range) memiliki jenis pasang surut yaitu microtidal. Sedangkan dari nilai RMSE yang dihasilkan dari perhitungan diatas sebesar 0,69% maka dapat dinyatakan bahwa nilai RMSE data prediksi dan pengamatan adalah kecil. Dimana nilai RMSE ini mengindikasikan model memiliki tingkat kesalagn prediksi yang kecil.

4.6. Pembahasan

Dari hasil pengolahan data pasang surut pada bulan September-Oktober 2015 di daerah Pelabuhan Ferry Bangsal Desa Krakas, Kabupaten Lombok, Provinsi Nusa Tenggara Barat diperoleh nilai dari 9 Komponen pembangkit pasang surut yaitu M2,

2

. Nilai yang didapat adalah sebagai berikut, untuk metode NAOTide

(38)

terdapat nilai bilangan tidal range yang di dapat dari hasil perhitungan

Nilai yang di dapat adalah sebagai berikut, untuk metode NAOTide bilangan Tidal Range (TR) = 32,93. Sedangkan untuk data pengamatan (Tide Staff) yang dihitung menggunakan metode admiralty didapat bilangan Tidal Range (TR) = 44,28. Perbedaan nilai tersebut terjadi karena data prediksi dan pengamatan memiliki NAOTide dan hasil dari data pengamatan (Tide Staff) nilainya tidak jauh berbeda hal tersebut dikarenakan kedua metode tersebut untuk mendapatkan komponen pasang surut menggunakan metode admiralty dengan mengolah data tinggi muka air laut yang telah didapat. Kisaran nilai bilangan Formzhal yang didapat adalah

0 F ini menunjukkan bahwa perairan tersebut memiliki tipe pasang surut

campuran condong ke harian ganda (Mixed Tide Prevaliling Semidiurnal). Sedangkan dilihat dari nilai TR yang dihasilkan menunjukkan nilai TR antara aplikasi NAOTide dan hasil dari data pengamatan (Tide Staff) nilainya tidak jauh berbeda pula. Kisaran nilai bilangan Tidal Range yang di dapat adalah <1 meter hal ini menunjukkan bahwa perairan tersebut memiliki jenis pasang surut berdasarkan jangkauan atau tunggang (Tidal Range) memiliki jenis pasang surut microtidal.

(39)

V. PENUTUP 5.1. Kesimpulan

1) Dengan metode Admiralty dihasilkan 9 komponen pembangkit pasang surut

,

2

M S2, K2, N2, K1, O1, P1, M4 dan MS4.

(40)

admiralty F = 0,77 dimana nilai tersebut berkisar antara 0,25F 1,5. Hal

tersebut menunjukkan bahwa perairan tersebut memiliki tipe pasang surut campuran condong ke harian ganda (Mixed Tide Prevailing Semidiurnal), dimana terjadi dua kali pasang dan dua kali surut.

3) Dari perhitungan Tidal Range didapat nilai TR sebagai berikut, metode NAOTide TR = 32,98 dan data pengamatan langsung menggunakan metode admiralty TR = 44,28 dimana nilai tersebut berkisar antara <1 meter. Hal ini menunjukkan bahwa perairan tersebut memiliki jenis pasang surut berdasarkan jangkauan atau tunggang ialah microtide.

4) Dari perhitungan RMSE dihasilkan nilai sebesar 69,15 cm atau 0,69%. Maka dapat dinyatakan bahwa nilai RMSE data prediksi dan pengamatan adalah kecil. Dimana nilai RMSE ini mengindikasikan model memiliki tingkat kesalahan prediksi yang kecil.

5.2. Saran

1. Perlunya pengenalan aplikasi yang berhubungan dengan pasang surut seperti, NAOTide, MatLab (Mathematic Laboratory), ODV (Ocean Data View) dan lain-lain.

2. Perlunya pengenalan beberapa metode pengolahan data pasang surut seperti metode Least Square.

3. Untuk pengolahan data pasang surut dengan metode admiralty perlu ketelitian yang tinggi karena dari setiap perhitungan saling terhubung.

(41)

DAFTAR PUSTAKA

Atmodjo, W. 2000. Analisa Pasang Surut Di Pantai Karti Jepara Dengan Metode Kwadrat Terkecil [Laporan Penelitian]. Universitas Diponegoro

Bakti, L.M. 2010. Kajian Sebaran Potensi Rob Kota Semarang Dan Usulan Penanganannya [tesis]. Universitas Diponegoro : Semarang

Benyamin, A.J., Danar Guruh dan Yuwono. Penentuan Chart Datum Dengan

(42)

Diknas DIY. 2005. Fisika Kelas VIII SMP "Pokok Bahasan 6 Tekanan". Copyright Diknas PemProv DIY : Yogyakarta

Iskandar, T. 2009. Prediksi Pasang Surut laut Di Selat Malaka dengan Menggunakan Model Hamson [tesis]. Universitas Sumatera Utara : Medan.

Ilahude, A. G. 1999. Pengantar Oseanografi Fisika. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi : Jakarta.

James, G., Witten, D., Hastie, T., and Tibshirani, R. 2013. An Introduction to Statistical Learning (p 68). New York : Springer

Makridakis, S. and Bakas, N. 1982. The Accuracy of Extrapolative (Time Series Methods) : Results of a Forecasting Competition. Journal of Forecasting. 1(2) : 111-153).

Mihardja, D.K., S. Hadi dan M. Ali. 1994. Pasang Surut Laut. Kursus Intensive Oseanografi bagi Perwira TNI Laut. Lembaga pengabdian Masyarakat dan Jurusan Geofisika dan Meteorologi. Institut Teknologi Bandung. Bandung

Nizcha. 2009. Pasang Surut [On line]. http://nizcha0804.blogspot.com, diakses pada 15 Februari 2017.

Pratikto, W.A., H.D. Armono., dan Suntoyo. 1997. Perencanaan Fasilitas Pantai Dan Laut 'edisi pertama'. BPD. Yogyakarta

Suardi, Y. 2005. Pasang Surut [On line]. http://www.ilmukelautan.com. diakses pada 15 Februari 2017.

Sujatmiko, C. 2009. Studi Penanggulangan Abrasi Pantai Kalianda. Jurnal Sains dan Inovasi. 5(1): 6-16.

(43)

Tarigan, S.A. 2010. Dinamika Pemrograman Visual. Jurusan Sistwm Informasi: Universitas Sriwijaya.

Gambar

Gambar 2.2. (a) Pasang surut Purnama, (b) Pasang Surut Perbani
Gambar 2.3. Tipe pasang surut
Tabel 2.1. Delapan Komponen Pasang Surut
Gambar 2.4. Tide staff
+7

Referensi

Dokumen terkait