• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pengaruh Harga dan Faktor Psikologis Konsumen Terhadap Pengambilan Keputusan Nasabah Memilih Tabungan Haji Di Bank Muamalat Cabang Tanjung Balai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Pengaruh Harga dan Faktor Psikologis Konsumen Terhadap Pengambilan Keputusan Nasabah Memilih Tabungan Haji Di Bank Muamalat Cabang Tanjung Balai"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1. Penelitian Terdahulu

Hasil penelitian terdahulu yang dilakukan Tim Penelitian dan

Pengembangan Bank Syariah Bank Indonesia tahun 2001 berdasarkan hasil survei

menunjukkan bahwa persepsi bunga dari sudut pandang agama dapat dibedakan

menjadi tiga pendapat; (1) bertentangan dengan ajaran agama, (2) tidak

bertentangan dengan ajaran agama, (3) tidak tahu/ragu-ragu. Survey di Jawa Barat

tahun 2001 menunjukkan indikasi bahwa 62% responden menyatakan

bertentangan dengan ajaran agama, sementara 22% diantara responden

menyatakan tidak bertentangan dan sisanya (16%) menyatakan tidak

tahu/ragu-ragu. Sedangkan hasil penelitian Bank Indonesia tahun 2001 di Sumatera Barat

menunjukkan bahwa 20% masyarakat menyatakan bunga itu haram, 39%

menyatakan tidak tahu/ ragu-ragu, dan sisanya 41% menyatakan bahwa bunga itu

tidak haram. (dalam Utomo, 2001),

Untuk tingkatan internasional, penelitian tentang perilaku nasabah Islamic

Bank di Bahrain oleh Metawa & Almossawi (1998) menemukan bahwa keputusan nasabah dalam memilih bank syariah lebih didorong oleh faktor keagamaan

melalui dukungan masyarakat pada ketaatan perbankan terhadap prinsip-prinsip

Islam. Di samping itu masyarakat di negara tersebut mereka juga dipengaruhi oleh

(2)

Penelitian yang dilakukan oleh Irbid dan Zarka (2001) memberikan

kesimpulan yang berbeda tentang faktor yang mendorong nasabah memilih bank

konvensional atau bank syariah. Hasil penelitian tersebut mendukung bahwa

motivasi nasabah dalam memilih bank syariah cenderung didasarkan kepada motif

keuntungan, bukan kepada motif keagamaan. Dengan kata lain, nasabah lebih

mengutamakan economic rationale dalam keputusan memilih bank syariah

dibandingkan dengan lembaga perbankan non-syariah atau bank konvensional.

Penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh Center for Banking Research

(CBR) Universitas Andalas kerjasama dengan Bank Indonesia (2010) tentang

Identifikasi Faktor Penentu Keputusan Konsumen dalam Memilih Jasa Perbankan;

Bank Syariah vs Bank Konvensional. Hasil penelitian melalui pengolahan analisis

faktor menemukan bahwa faktor internal yang sangat mempengaruhi keputusan

konsumen dibandingkan faktor eksternal. Faktor internal untuk memilih bank

syariah adalah (1) persepsi, (2) biaya dan manfaat, dan (3) agama. Sementara itu,

faktor internal yang mempengaruhi keputusan memilih bank konvensional terdiri

dari; (1) motivasi rasional, (2) biaya dan manfaat, dan (3) gaya hidup.

2.2. Landasan Teori

2.2.1. Teori Pemasaran Jasa

Pemasaran merupakan bagian yang sangat penting bagi perusahaan untuk

mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam menghadapi persaingan yang

semakin ketat. Kita ketahui bahwa “Pemasaran merupakan kegiatan yang

(3)

konsumen secara efektif dengan maksud dapat menciptakan permintaan efektif”.

(Kotler & Armstrong, 2008)

Sebenarnya pemasaran bukanlah sekedar meliputi kegiatan menjual barang

dan jasa, akan tetapi meliputi kegiatan-kegiatan yang dilakukan sebelum dan

sesudah barang dan jasa dihasilkan. Banyak ahli mengemukakan pendapatnya

tentang pengertian pemasaran menurut persepsinya masing-masing yang pada

prinsipnya mempunyai pengertian yang sama. Berikut ini dikemukakan pendapat

beberapa ahli: “Pemasaran adalah suatu proses sosial yang di dalamnya individu

dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan

menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukaran produk yang bernilai

dengan pihak lain”.(Kotler & Keller,2007)

Dari defenisi-defenisi pemasaran di atas dapat diketahui bahwa pengertian

pamasaran bukan hanya sekedar menjual satu produk atau usaha memasang iklan.

Akan tetapi pengertian pemasaran mempunyai makna yang lebih luas, dimulai

dari sejak produk belum dihasilkan. Artinya kegiatan pemasaran telah ada

sebelum adanya produk. Kegiatan pemasaran tersebut antara lain penelitian

terhadap kebutuhan konsumen, peluang pasar dan lain-lain. Kemudian barulah

produk tersebut dihasilkan berdasarkan dari hasil penelitian yang dilakukan.

Setelah itu perusahaan akan menyusun strategi pemasaran seperti harga, promosi

dan penentuan distribusi yang paling sesuai dengan produk tersebut.

Pentingnya manajemen pemasaran untuk kegiatan pemasaran itu sehingga

harus dipikirkan sasaran dan cara mendapatkan tanggapan yang dikehendaki oleh

(4)

memilih pasar sasaran dan mendapatkan, menjaga, dan menumbuhkan pelanggan

dengan menciptakan, menyerahkan dan mengomunikasikan nilai pelanggan yang

unggul”.(Kotler&Keller, 2007)

Rangkuti (2003) menyatakan bahwa, “Pemasaran jasa tidak sama dengan pemasaran produk. Pemasaran jasa lebih bersifat intangible dan immaterial karena produknya tidak kasat mata dan tidak dapat diraba, produk jasa dilakukan saat konsumen berhadapan dengan petugas sehingga pengawasan kualitasnya dilakukan dengan segera, interaksi antara konsumen dan petugas adalah penting untuk mewujudkan produk yang dibentuk”.

Menurut Yazid (2001) bahwa dalam pemasaran jasa, ada elemen-elemen lain yang bisa dikontrol dan dikoordinasikan untuk keperluan komunikasi dan pemuasan konsumen jasa. Elemen-elemen tersebut adalah: orang (people or participant), lingkukang fisik dimana jasa diberikan atau bukti fisik (physical evidence), dan proses (process) jasa itu sendiri. Sebagai suatu bauran, elemen-elemen tersebut saling mempengaruhi satu sama lain sehingga bila salah satu tidak tepat pengorganisasiannya akan mempengaruhi strategi pemasaran jasa secara keseluruhan.

Zethalm dan Bitner dalam Lupiyoadi (2001) memberikan batasan tentang jasa sebagai berikut: “service is all economic activities whose output is not physical product or construction is generally consumed at that time it is produced, and provide added value in form (such as convenience, amusement, comport or health)”. Atau jasa adalah semua kegiatan ekonomi yang menghasilkan output tidak berupa produk fisik atau kontruksi yang secara umum dikonsumsi pada saat diproduksi, dan memberikan nilai tambah dalam bentuk (seperti kenyamanan, hiburan, kesenangan, atau kesehatan).

Selanjutnya Kotler & Armstrong (2008) menyatakan bahwa, “jasa adalah

bentuk produk yang terdiri dari aktivitas, manfaat atau kepuasan yang ditawarkan

untuk dijual dan pada dasarnya tak berwujud serta tidak menghasilkan

kepemilikan akan sesuatu”.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat dikemukakan bahwa jasa merupakan

suatu tindakan atau kegiatan yang bersifat tak berwujud. Dengan demikian jika

(5)

pelaksanaannya atau hasil kerjanya bukan dari karakteristiknya secara fisik.Dalam

proses pertukarannya konsumen membayar untuk sesuatu yang tidak berwujud.

Walaupun pada pembelian jasa-jasa tertentu konsumen memperoleh sesuatu yang

berwujud, seperti kartu kredit, polis asuransi, tetapi pada dasarnya yang dibeli

bukanlah benda-benda tersebut.

Produk jasa ada dua macam, yaitu produk jasa industri dan produk jasa

konsumen. Produk jasa industri disediakan untuk organisasi dalam lingkungan

yang luas, termasuk pengolahan, pertambangan, pertanian, organisasi dalam

lingkungan yang luas, seperti jasa penelitian, jasa financial, jasa pendidikan dan

sebagainya.

Sedangkan produk jasa konsumen banyak dipergunakan secara luas dalam

masyarakat seperti jasa hiburan, kesehatan, transportasi, perbankan dan lain

sebagainya.

Jasa berbeda dengan hasil produksi perusahaan. Jasa tidak dapat dilihat,

diraba, dirasa, didengar, dicium sebelum jasa itu dibeli. Benda atau barang yang

kita beli atau yang kita gunakan sehari-hari adalah sebuah objek, sebuah alat atau

sebuah benda, sedangkan jasa merupakan perbuatan, penampilan atau sebuah

usaha.

Bila kita membeli barang, maka barang tersebut dipakai atau ditempatkan

di suatu tempat. Tetapi bila membeli jasa, maka pada umumnya tidak ada

wujudnya. Bila uang dibayar untuk membeli jasa, maka pembeli tidak akan

memperoleh tambahan benda-benda yang dapat dibawa ke rumah. Jasa

(6)

wujud tertentu, misal pesawat atau mobil dapat mewakili jasa yang ditawarkan

oleh taksi, namun esensi jasa yang dibeli adalah penampilan.

Umumnya jasa dihasilkan dan dikonsumsi secara bersama tidak seperti

barang fisik yang diproduksi, disimpan dalam persediaan, didistribusikan lewat

berbagai penjualan dan baru kemudian dikonsumsi. Sedangkan jasa biasanya

dijual dahulu, kemudian diproduksi dan dikonsumsi secara serentak. Misalnya,

jasa yang diberikan oleh sebuah perusahaan penerbangan, calon penumpang

membeli tiket, kemudian berangkat dan duduk dalam kabin pesawat, lalu pesawat

menerbangkannya ke tempat tujuannya, pada saat penumpang itu duduk dalam

kabin pesawat, pada saat itulah jasa diproduksi.

Jasa juga sangat bervariasi, karena tergantung pada siapa yang

menyediakan dan kapan serta di mana jasa itu dilakukan. Misalkan saja jasa yang

diberikan oleh sebuah maskapai penerbangan yang melayani rute terbang pendek

dengan maskapai penerbangan yang melayani rute terbang yang panjang, akan

sangat berbeda.

Selain itu jasa tidak dapat disimpan. Seorang calon penumpang yang telah

membeli tiket pesawat untuk suatu tujuan tertentu tetap dikenakan biaya

administrasi, walaupun ia tidak jadi berangkat. Tidak tahan lamanya jasa tidak

jadi masalah bila permintaan tetap. Tetapi jika permintaan berfluktuasi,

perusahaan menghadapi masalah yang rumit. Misalnya, pada musim-musim

puncak seperti liburan sekolah, tahun baru, musim haji, atau hari raya, sebuah

perusahaan penerbangan harus mempersiapkan lebih armada pesawat dari

(7)

Menurut Berry dalam Alma (2011) mengemukakan ada 3 karakteristik jasa

yaitu : (1) lebih bersifat tidak berujud daripada berujud (more intangible than

tangible), (2) produksi dan konsumsi bersamaan waktu (simultaneous production

and consumption), (3) kurang memiliki standar dan keseragaman (less

standardized and uniform).

Melihat karakteristik yang demikian akan jasa maka bagi pemasar yang

memilih melakukan pemasaran jasa harus lebih mengenal sifat-sifat khusus dari

pemasaran jasa sebagaimana dikemukakan oleh Alma (2011) berikut :

Sifat-sifat khusus dari pemasaran jasa antara lain : (1) Menyesuaikan dengan selera konsumen; (2) Keberhasilan pemasaran jasa dipengaruhi oleh jumlah pendapatan penduduk; (3) Pada pemasaran jasa tidak ada pelaksanaan fungsi penyimpanan; (4) Mutu jasa dipengaruhi oleh benda berujud (perlengkapannya); (5) Saluran distribusi dalam marketing jasa tidak begitu penting; dan (6) Beberapa problema pemasaran dan harga jasa

Dengan lebih mengenal karakteristik dan sifat pemasaran jasa akan lebih

mudah pemasar dalam mengatur strategi pemasarannya.

2.2.2. Teori Harga

Masalah kebijaksanaan penetapan harga merupakan merupakan hal yang

kompleks dan rumit. Untuk itu dibutuhkan suatu pendekatan yang sistematis, yang

melibatkan penetapan tujuan dan mengembangkan suatu struktur penetapan harga

yang tepat. Karenanya akan dibahas terlebih dahulu pengertian mengenai harga.

Menurut Kotler & Armstrong (2008) dalam arti sempit, harga (price)

adalah jumlah yang ditagihkan dalam suatu produk dan jasa. Secara luas, harga

adalah jumlah semua nilai yang diberikan oleh pelanggan untuk mendapatkan

(8)

Dari defenisi harga di atas, dapat disimpulakan bahwa harga adalah nilai

suatu barang atau jasa yang diukur dengan sejumlah uang yang dikeluarkan oleh

pembeli untuk mendapatkan sejumlah kombinasi dari barang atau jasa berikut

pelayanannya.

Pada hakekatnya tujuan pemasaran adalah menciptakan permintaan atas

suatu produk. Kebijakan bauran pemasaran merupakan alat yang dipergunakan

untuk tujuan tersebut. Kebijakan harga dipergunakan untuk merebut hati pembeli

melalui produk perusahaan. Variabel harga di dalam bauran pemasaran tidak

kalah pentingnya dibandingkan dengan variabel-variabel lainnya. Penetapan harga

atas suatu produk dapat menentukan apakah produk itu akan laku dipasar atau

tidak.

Dalam menetapkan harga, perusahaan harus mengetahui terlebih dahulu

tujuan dari penetapan harga itu sendiri. Makin jelas tujuannya, makin mudah

harga ditetapkan. Pada dasarnya, tujuan penetapan harga dapat dikaitkan dengan

laba atau volume tertentu. Tujuan ini harus selaras dengan tujuan pemasaran yang

dikembangkan dari tujuan perusahaan secara keseluruhan. Keputusan penetapan

harga, seperti keputusan bauran pemasaran lainnya, harus dimulai dengan nilai

pelanggan. Bila para pelanggan membeli sebuah produk, mereka menukarkan

suatu nilai (harganya) untuk mendapatkan sesuatu nilai (keuntungan dari memiliki

atau menggunakan produk). Secara efektif, penetapan harga yang berorientasi

pelanggan melibatkan pemahaman akan nilai yang dianggap pelanggan dapat

menggantikan keuntungan yang mereka peroleh dari produk dan menetapkan

(9)

Kotler (2001) mengemukakan tujuan penetapan harga adalah:

1) Penetapan harga untuk laba maksimal

Salah satu tujuan yang paling lazim dalam penetapan harga ialah untuk

memperoleh hasil laba jangka pendek yang maksimal. Perusahaan harus yakin

dengan harga yang telah ditetapkan, apakah harga tersebut akan dapat bersaing

di pasar sehingga akan dapat meningkatkan volume penjualan.

2) Penetapan harga untuk merebut saham pasaran.

Perusahaan dapat memutuskan menetapkan harga untuk memaksimalkan

saham pasar. Harga sangat menentukan untuk persaingan di pasar, dengan

harga yang murah akan dapat mempengaruhi konsumen. Namun demikian

perusahaan hendaknya jangan hanya menetapkan harga yang rendah tetapi

kualitas produk tidak terjamin. Jika perusahaan mengabaikan kualitas barang

atau produk dikhawatirkan dengan harga yang murah konsumen malah akan

sebalikny berpaling pada produk yang lain.

3) Penetapan harga untuk pendapatan maksimal.

Mungkin perusahaan menetapkan harga yang dapat memaksimalkan

pendapatan penjualan sekarang. Hal ini merupakan soal menemukan

kombinasi harga/kuantitas yang menghasilkan pendapatan penjualan yang

terbesar. Perusahaan berhasrat untuk secara cepat menghasilkan dana tunai,

mungkin karena sedang haus mencari dana, atau karena ia menganggap masa

depan kurang menentu sehingga tidak membenarkan pembinaan pasar secara

benar.

(10)

Banyak perusahaan yang menetapkan tujuan penetapan harga untuk mencapai

tingkat hasil laba memuaskan. Akibatnya tidak jarang mengalami kerugian

dengan penetapan harga yang tidak seimbang dengan permintaan pasar. Hal

ini menjadi perhatian khusus bagi perusahaan agar tidak menetapkan harga

hanya semata untuk kepentingan laba.

5) Penetapan harga untuk promosi

Penetapan harga kadangkala bertujuan untuk mempromosikan produk baru

yang telah diproduksi oleh perusahaan. Banyak perusahaan berhasil

mempromosikan produknya dengan cara memberi harga yang murah kepada

konsumen. Namun demikian harga tersebut tentunya tidak baku atau tidak

tetap, suatu saat bilamana produk yang baru dipromosi tersebut telah dikenal

oleh konsumen maka perusahaan akan menstabilkan harga tersebut.

Gregorius (2002) menyatakan tujuan penetapan harga adalah:

1) Elastistisitas harga dari permintaan perusahaan

Penetapan harga tergantung pada dampak perubahan harga terhadap

permintaan.Akan tetapi perubahan harga memiliki dampak ganda terhadap

penerimaan penjualan perusahaan, perubahan unit penjualan dan perubahan

penerimaan per unit.Elastisitas harga dan sensitif harga merupakan dua konsep

yang berkaitan namun berbeda. Perubahan harga menyebabkan terjadinya

perubahan dalam unit penjualan.

2) Aksi dan reaksi pesaing

Reaksi pesaing terhadap perubahan harga merupakan salah satu faktor yang

(11)

semua pesaing, maka sebenarnya tidak aka nada perubahan pangsa pasar. Oleh

sebab itu manajer pemasaran harus berusaha menentukan kemungkinan reaksi

penetapan harga pesaing.

3) Biaya dan konsekuensinya pada profitabilitas

Struktur biaya perusahaan merupakan faktor pokok yang menentukan batas

bawah harga. Artinya, tingkat harga minimal harus dapat menutup biaya.

Harga yang murah akan menyebabkan penurunan biaya jika penurunan

tersebut dapat menaikkan volume penjualan secara signifikan.

4) Kebijakan lini produk

Penetapan harga sebuah produk dapat berpengaruh terhadap penjualan produk

lainnya yang dihasilkan oleh perusahaan yang sama. Perusahaan dapat

menambah lini produknya dalam rangka memperluas served marked,

perluasan ini dapat dalam bentuk perluasan vertical dan perluasan horizontal.

Keberhasilan perusahaan dalam memasarkan produknya tidak terlepas dari

metode penetapan harga yang dilakukan perusahaan. Kegagalan yang ditimbulkan

perusahaan dalam hal memasarkan produknya terkadang disebabkan

ketidakmampuan perusahaan dalam mengendalikan harga. Agar perusahaan tidak

menderita kerugian terhadap pemasaran produknya hendaknya perusahaan harus

melihat metode penetapan harga yang akan diterapkan. Walaupun terdapat

berbagai cara untuk menetapkan harga jual, namun secara teoritis menurut Kotler

(2001) dalam menetapkan harga haruslah berorientasi kepada tiga hal yaitu:

(12)

Banyak perusahan menetapkan harga untuk sebagian besar ataupun

seluruhnya berdasarkan soal biaya. Pihak perusahaan hendaknya dalam

menentukan harga harus melihat total biaya yang telah dikeluarkan dari suatu

produk yang telah diproduksi. Sehingga harga yang telah ditetapkan akan

terjangkau oleh konsumen dan dapat bersaing di pasaran.

2) Faktor Permintaan

Penetapan harga yang berorientasi kepada permintaan menghendaki penetapan

harga yang lebih didasarkan pada persepsi konsumen dan intensitas

permintaan dan bukan pada biaya.Penetapan harga yang berorientasi pada

permintaan ini erat hubungannya dengan elastisitas permintaan dan

penawaran. Bila permintaan meningkat maka perusahaan akan cenderung

meningkatkan harga jual produksinya. Di samping elastisitas permintaan dan

penawaran terdapat pula beberapa faktor yang perlu diperhatikan oleh

perusahaan dalam menetapkan harga jual, diantaranya adalah persepsi nilai

dari pihak penjual atau perusahaan itu sendiri.

3) Faktor Persaingan

Dasar penetapan harga jual hasil produksi yang lainnya adalah faktor

persaingan yaitu harga jual yang ditetapkan oleh pesaing atas hasil

produksinya yang berlaku di pasar bebas.dalam hal ini pengusaha dapat

menetapkan harga di bawah, atau sama atau lebih. Maksudnya perusahaan

dalam menetapkan harga harus melihat pasar pesaing, terutama untuk pesaing

dengan produk sejenis.Keuntungan yang lebih baik diraih oleh perusahaan

(13)

Kotler (2001) menyebutkan bahwa penetapan harga jual suatu produk

dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:

1) Cost-Plus Pricing (Penetapan harga berdasarkan biaya plus)

Dalam metode ini penjual atau produsen menetapkan harga jual untuk suatu

unit barang yang besarnya sama dengan jumlah biaya per unit ditambah

dengan sejumlah biaya lagi untuk mendapatkan laba yang diinginkan pada

unit tersebut. Rumus metode ini:

Harga Jual = Biaya Total + Marjin

Penetapan harga seperti ini paling banyak dipakai oleh pengecer dan grosir.

Mereka memberikan imbuhan harga tertentu (mark up) yang cukup untuk

menutupi biaya took, transport dan lain-lain (sejumlah % tertentu). Besarnya

mark upakan sangat tergantung pada produk. Mark up bervariasi, ini

menggambarkan perbedaan dalam biaya persatuan, perputaran, merek pabrik

dan merek privat, dan lain-lainnya.

2) Break-even analysis dan Target Profit Pricing (analisa titik impas dan penetapan harga untuk sasaran laba).

Metode lainnya dalam penetapan harga yang berorientasi pada biaya adalah

“target profit pricing”. Perusahaan mencoba menetapkan harga yang akan

menghasilkan laba seperti yang telah ditetapkan sebelumnya.

Target pricing menggunakan konsep bagan break even. Bagan break even menunjukkan total biaya dan total pendapatan (penjualan) atau total revenue

(14)

Metode ini digunakan oleh perusahaan yang menetapkan harga untuk

mencapai laba sebesar 15% atau 20% dari investasinya.Biasanya digunakan

oleh perusahaan umum negara (listrik, air, dan telepon) untuk mendapatkan

laba yang wajar dari investasi mereka.

3) Perceived-Value Pricing (penetapan harga menurut persepsi nilai)

Metode ini menetapkan harga berdasarkan nilai persepsi dari pembeli. Jadi

perusahaan akan berusaha merebut nilai persepsi tersebut, dan tidak

menetapkan harga berdasarkan biaya yang dikeluarkan oleh penjual. Misalnya

ada terdapat bermacam-macam harga yang ditetapkan oleh berbagai rumah

makan untuk suatu jenis makanan yang sama. Masing-masing pengusaha

dapat menaikkan harga karena adanya nilai tambah (value added) menurut

suasana tempat.

4) Going-rate pricing (penetapan harga dengan mengikuti harga)

Pada metode ini perusahaan mendasarkan harganya terutama pada harga

pesaing, dan kurang memperhatikan biaya atau permintaan sendiri.

Perusahaan dapat menetapkan harga yang sama, lebih tinggi, atau lebih murah

dari pesaingnya yang besar. Pada industri oligopolistik yang menjual komoditi

seperti baja, pupuk atau kertas, biasanya menetapkan harga yang sama. Dan

perusahaan yang kecil akan mengikuti saja jejak pemuka pasar dalam

mengikuti ketetapan harga.

Perusahaan kecil akan merubah harga produknya kalau pemuka pasar merubah

harga. Memang sebagian perusahaan kecil menambahkan sedikit premi atau

(15)

Misalnya pengecer kecil yang menjual bensin yang biasanya menetapkan

harga bensin lebih tinggi beberapa puluh rupiah dari penyalur yang lebih

besar.

Metode going rate pricing sangat popular. Kalau elastisitas permintaan sulit

diukur, perusahaan berpendapat bahwa harga yang berlaku pada suatu waktu

menunjukkan kebijaksanaan bersama daripada industri yang bersangkutan

mengenai harga yang akan menghasilkan laba yang wajar. Juga mereka telah

bersepakat mengadakan penyesuaian dengan harga yang berlaku, untuk

menjaga keharmonisan industri bersangkutan.

5) Sealed-bird pricing (penawaran harga dalam sampul tertutup)

Metode penetapan harga ini adalah dalam rangka melaksanakan suatu

pekerjaan atau proyek. Jadi berdasarkan pada persaingan yang akan terjadi

bila perusahaan mengikuti suatu tender. Dalam penetapan harga, perusahaan

berpatokan kepada suatu harapan, akan berapa besar harga yang akan

ditetapkan oleh para pesaing sedangkan hubungan antara harga tersebut

dengan biaya dan permintaan perusahaan diabaikan. Perusahaan berupaya

dengan giat untuk memenangkan tender dan memperoleh kontrak, untuk itu

perlu penetapan harga yang lebih rendah dari perusahaan lainnya.

Walaupun demikian, tidak berarti perusahaan dapat menetapkan harga di

bawah harga pokok tanpa merusak posisi perusahaan. Sebaliknya juga, bila

harga yang ditetapkan semakin tinggi di atas harga pokok, semakin sulit

(16)

Dengan menggunakan laba yang diharapkan sebagai kriteria penetapan harga,

wajarlah kalau perusahaan banyak penawaran. Dengan cara untung-untungan

ini, perusahaan akan mencapai laba maksimum dalam jangka panjang.

Pada dasarnya setiap perusahaan dalam melakukan penjualan produknya

melakukan berbagai strategi agar produknya laku di pasar.Namun demikian

hendaknya pihak perusahaan juga melihat atau melakukan juga strategi harga

untuk meningkatkan penjualannya. Dengan kebijaksanaan harga yang diberikan

kepada konsumen atau pembeli, pihak konsumen akan merasa tertarik untuk

membeli produk yang ditawarkan atau dengan kata lain konsumen akan

terpengaruh untuk memilih dan membeli produk tersebut.

Untuk menarik para konsumen, maka produsen atau para penjual dapat

menggunakan kebijaksanaan harga promosi dan diskriminasi harga. Menurut

Alma (2011) harga promosi dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti:

1) Menjual barang dibawah harga pasar (loss leader pricing), dengan tujuan

untuk menarik para konsumen baru.

2) Menetapkan harga khusus pada peristiwa-peristiwa tertentu, misalnya pada

hari ulang tahun perusahaan, ulang tahun kota, atau pada hari-hari khusus

lainnya.

3) Memberikan potongan pada pembelian yang dilakukan secara kontan, atau

pembelian dalam jumlah banyak.

4) Menjual secara kredit, dengan perhitungan bunga rendah, bersaing dengan

(17)

5) Atau bisa pula menjual kredit, dengan memberikan cicilan jangka panjang,

sehingga pembayaran tiap bulan kecil.

6) Memberikan berbagai macam bonus pada setiap pembelian.

7) Memberikan harga yang berbeda, atau dengan istilah lain memberikan

diskriminasi harga disebabkan karena: segmen konsumen, anak-anak dewasa,

orang tua, berbeda karena kemasan, lokasi pembeli, waktu pembelian, seperti

tarif telepon atau tarif bus, taman rekreasi, hotel dan sebagainya berbeda pada

jam padat dan jam sepi.

8) Harga juga berbeda karena citra terhadap sesuatu produk, semakin tinggi.

2.2.3. Teori Faktor Psikologis

Titik awal memahami perilaku konsumen adalah dengan mengetahui pola

pembentuk konsumen itu sendiri. Bagaimana suatu konsep pemasaran dan

rangsangan lingkungan mempengaruhi kesadaran konsumen yang pada akhirnya

mempengaruhi keputusan pembelian. Satu proses psikologis berkombinasi dengan

karakteristik konsumen tertentu untuk menghasilkan proses keputusan dan

keputusan pembelian. Hal ini dimulai dari pemberian rangsangan pemasaran

berupa produk dan jasa, harga, distribusi dan komunikator serta rangsangan lain

seperti perkembangan ekonomi, teknologi politik dan budaya yang pada akhirnya

masuk ke diri konsumen membentuk motivasi, persepsi, pembelajaran dan

memori. Pada prosesnya keputusan pembelian oleh konsumen dilakukan setelah

konsumen melakukan pencarian informasi dan penilaian alternatif setelah terlebih

dahulu mengenali masalah pembelian barulah selanjutnya konsumen memutuskan

(18)

Pilihan membeli seseorang juga dipengaruhi oleh empat faktor psikologis

utama yaitu : motivasi, persepsi, pembelajaran, kepercayaan dan sikap. (Kotler &

Armstrong, 2008). Tidak jauh beda dalam Kotler & Keller (2007) dinyatakan

“empat proses psikologis penting motivasi, persepsi, pembelajaran, dan memori

secara fundamental mempengaruhi tanggapan konsumen terhadap berbagai

rangsangan pemasaran.

2.2.3.1. Teori Motivasi

Emosi memegang peranan penting dalam keputusan konsumen dan

strategi pemasaran. Motivasi dan kepribadian sangat erat hubungannya dengan

emosi. Supranto dan Limakrisna (2011), menerangkan motivasi merupakan

kekuatan yang enerjik yang menggerakkan perilaku dan memberikan tujuan dan

arah pada perilaku. Robbins (2006), menerangkan motivasi sebagai proses yang

ikut menentukan intensitas, arah dan ketekunan individu dalam upaya mencapai

sasaran.

Dari pendapat diatas disimpulkan bahwa motivasi merupakan kekuatan

yang mendorong seseorang atau individu dalam melakukan sesuatu aktifitas

dalam mencapai tujuan. Sikap yang dimunculkan mencerminkan perilaku individu

tersebut. Dengan kata lain motivasi mempengaruhi perilaku individu dalam

memutuskan tindakan atau sikap yang ingin diambil.

Hal ini seperti yang dikemukakan Kotler & Armstrong (2008) mengenai

faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen sebagaimana terlihat pada

(19)

Sumber : Kotler & Armstrong (2008)

Gambar 2.1

Model Terperinci dari Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen

Berdasarkan gambar di atas dapat terlihat bahwa ada empat faktor utama

yang mempengaruhi perilaku pembeli antara lain faktor budaya, faktor sosial,

faktor pribadi dan faktor psikologis. Salah satu sub faktor yang mempengaruhi

dari faktor psikologis adalah motivasi.

Motivasi terbentuk karena adanya suatu motif yang mana merupakan

konstrak mewakili kekuatan dalam yang tak terlihat dan memaksa suatu respon

perilaku dan memberikan pengarahan khusus terhadap respon. Motivasi adalah

sebagai suatu tenaga pendorong yang dapat dijelaskan berdasarkan konsep yang

diungkapkan beberapa ahli berikut ini (Ali Hassan, 2010) :

Teori Freud : motivasi adalah kekuatan yang mampu membentuk prilaku biologis, psikologis dan moral. Teori ini dikembangkan sebagai motivational positioning (penempatan persepsi produk) pada tingkat tertentu (biologis, psikologis dan moral) untuk membangkitkan sekumpulan motif yang unik dalam diri konsumen.

(20)

Teori Maslow : kebutuhan manusia tersusun yang paling mendesak sampai yang kurang mendesak. Kebutuhan manusia terdiri atas kebutuhan (1) fisik, (2) rasa aman, (3) sosial, (4) penghargaan, dan (5) aktualisasi diri.

Teori Maslow merupakan teori yang dirancang untuk menjelaskan

perilaku sebagian besar manusia secara umum. Supranto dan Limakrisna (2011)

mengemukakan hirarki kebutuhan menurut Maslow didasarkan pada empat

premis, yaitu :

1. Semua manusia memerlukan suatu set motif yang mirip melalui anugerah genetik dan interaksi sosial.

2. Beberapa motif lebih mendasar atau kritis daripada lainnya.

3. Motif yang lebih mendasar harus dipenuhi sampai pada tingkat minimum, sebelum motif lain mulai dipenuhi.

4. Ketika motif dasar sudah bisa dipenuhi, motif selanjutnya akan timbul.

Dalam buku “Marketing Bank Syariah” karangan Ali Hasan (2010), Riset

motivasi menemukan proporsi kepuasan dan motivasi ekonomi yang berbeda

dalam hirarki kebutuhan sebagaimana terlihat pada Gambar 2.2 berikut :

Hirarki % Motivasi Ekonomi

Rasional Emosional Spiritual

1

2

3

4

5

10 Opportunity for more investment

40 Dependability in quality & use

Gain the blessing of Allah (barokah)

85 Added value for economic

Personal comport Expert financial gain

Sumber : Ali Hasan (2010)

Gambar 2.2

(21)

Dengan demikian bahwa dalam dunia bisnis, ditemukan korelasi positif

antara hirarki kebutuhan dengan tingkat perbedaan produk yang disukai. Tingkat

kebutuhan yang lebih tinggi akan menunjukkan perbedaan yang lebih besar pula

terhadap suatu produk. Implikasi penting dalam memasarkan produk adalah

pemasar harus mampu membuat tawaran produk yang lebih beragam, dan dengan

mempertimbangkan proporsi kebutuhan konsumen menuntut pemasar harus dapat

mengidentifikasi kualitas produk yang paling layak atau tidak untuk konsumen,

serta pemasar harus mampu mempertimbangkan nilai bagi pelanggan (customer

value) dengan pengorbanan pelanggan (customer cost).

Dalam teori Herzberg, ada implikasi yang membantu pemasar dalam

beberapa hal sebagaimana dikemukakan Ali Hasan (2010) bahwa:

Implikasi teori Herzberg : membantu marketer dalam: (1) menyesuaikan daya tarik produk dengan perhatian seseorang yang mencari relaksasi sosial, status, kesenangan; (2) mengenali daya dan menyesuaikan produk dengan rencana, sasaran, dan kehidupan konsumen; (3) menghindari hal-hal yang menyebabkan dissatisfier dan mengidentifikasi satisfier utama pembelian terhadap merek yang dibeli pelanggan.

Diterangkan pula, bahwa kajian empirik secara umum bahwa motivasi

yang memdorong nasabah menggunakan jasa bank syariah (Tabel 2.1), dan ketika

motivasi dipisah menjadi dua, yaitu motivasi internal dan motivasi eksternal.

Motivasi internal (Tabel 2.2) menunjukkan berturut-turut(dari yang lebih

tinggi ke yang rendah) ditentukan oleh motivasi personal, tuntutan bagi hasil yang

jujur, sistem bagi hasil (halal), menjalankan syariat Islam,d an kerelaan membantu

orang lain (tolong menolong).

Sementara itu, motivasi eksternal (Tabel 2.3) yang mempengaruhi

(22)

syariah secara berturut adalah orang lain, transparansi, pelayanan, transaksi, dan

promosi.

Tabel 2.1. Faktor Pendorong Masyarakat Menggunakan Bank Syariah (%)

1 Jasa sesuai kebutuhan 71,7

2 Bonafiditas dan keamanan 66,7

3 Variasi produk 62,3

4 Sikap dan perilaku staf karyawan sesuai syariah 62,0

5 Sesuai dengan agama yang dianut 61,7

6 Pelayanan cepat 61,3

7 Karyawati berbusana sesuai syariah 61,0

8 Tingkat kesehatan bank syariah 60,0

9 Lokasinya strategis, dekat dan terjangkau 57,0

10 Pelayanan tepat 53,0

11 Setelah membandingkan produk antara satu bank dengan lainnya 51,0

Sumber : Jasim Hamidi, dkk (dalam Ali Hasan;2010)

Tabel 2.2. Motivasi Internal

Faktor Dimensi

Tidak mau makan riba 0,854

0,699

Tidak setuju adanya riba 0,803

Sesuai visi dan misi Islam 0,607

Membelanjakan uang sesuai ajaran Alquran 0,531

Hasil yang halal

Sistem bagi hasil sesuai ajaran Islam 0,824 0,725

Mencapai tujuan menabung secara halal 0,625

Rela memberi bantuan

Rela berkorban menolong pengusaha kecil 0,828

0,599

Turut member bantuan orang lain 0,725

Penabung bank syariah meningkat 0,684

Turut andil dalam membangun perekonomian 0,422

Bagi hasil yang jujur

Hak mendapat bagi hasil secara jujur 0,776 0,759

Hak mengambil uang sesuai dengan kesepakatan 0,742

Personal Kemauan diri sendiri 0,904 0,904

N = 9767

(23)

Tabel 2.3. Motivasi Eksternal

Promosi Papan iklan atau spanduk 0,790

0,495

Orang lain Teman 0,908 0,782

Tetangga 0,896

Transparansi Informasi keuangan akhir periode 0,809 0,686

Laporan keuangan transparan 0,796

Keamanan bertransaksi 0,454

Transaksi Kecepatan transaksi 0,691 0,648

Keadilan dalam pelayanan 0,604

Sumber : Jasim Hamidi, dkk (dalam Ali Hasan;2010)

Riset motivasi telah menemukan bahwa orang melakukan pembelian

demikian untuk berbagai motif. Dari pemaparan di atas kita jadi mengetahui motif

apa saja yang mendorong perilaku masyarakat memilih bank syariah sebagai

lembaga keuangan yang dipercayanya.

Menurut Alma (2011) mengenai buying motives ada 3 macam, yaitu:

1. Primary buying motive, yaitu motif untuk membeli yang sebenarnya. Misalnya, kalau orang mau makan ia akan mencari nasi.

(24)

berbentuk Rational Buying Motive, Emotional Buying Motive atau Impulse (dorongan seketika).

3. Patronage buying motive. Ini adalah selective buying motive yang ditujukan kepada tempat atau toko tertentu. Pemilihan ini bisa timbul karena layanan memuaskan, tempatnya dekat, cukup persediaan barang, ada halaman parker, orang-orang besar suka berbelanja ke situ dan sebagainya.

Kemampuan menentukan motif manusia membeli barang atau jasa bagi

pemasar menjadi nilai yang sangat berarti bagi perusahaan. Oleh karena itu

pemasar harus benar-benar memahami motif-motif pembelian tersebut.

2.2.3.2. Teori Persepsi

Di era globalisasi, persaingan bisnis sangat keras. Pemasar yang akan

menjual produknya, berupa barang/jasa agar bisa memenangkan persaingan harus

mampu memenuhi apa yang dibutuhkan dan diinginkan para konsumennya,

sehingga bisa memberikan nilai yang lebih baik (a better customer’s value)

daripada pesaingnya. Pemasar harus mencoba mempengaruhi perilaku konsumen,

dengan segala cara agar konsumen bersedia membeli produk yang ditawarkannya,

bahkan yang semula tidak ingin, menjadi ingin membeli. Karena pada prinsipnya

konsumen yang menolak hari ini belum tentu menolak hari berikutnya.

Namun kenyataan menunjukkan bahwa mengetahui kebutuhan dan

keinginan konsumen tidak mudah. Sikap dan perilaku konsumen sukar

ditebak/diramalkan. Konsumen bisa mengubah pikirannya pada detik-detik

terakhir pada saat proses pembelian terjadi, katakan saja ketika seorang konsumen

awalnya ingin membeli barang A dan pada akhirnya justru membeli barang B.

Salah satu yang menjadi berubahnya keputusan konsumen membeli barang A atau

(25)

Pada dasarnya persepsi merupakan proses bagaimana rangsangan yang

diseleksi, diorganisasikan dan diinterpretasikan atau diberi nama/arti. Menurut

Stanton dalam Supranto & Limakrisna (2011): “Persepsi dapat diartikan sebagai

makna yang kita hubungkan berdasarkan pengalaman masa lampau, rangsangan

yang kita terima melalui 5 indera”. Menurut Webster’s New Word Dictionary

dalam Supranto & Limakrisna (2011): “Perception is the mental grasp of object,

etc. through the senses by perceiving or the knowledge etc got”.

Menurut Ali Hasan (2010) bahwa : Persepsi merupakan proses individu (konsumen) memilih, mengorganisasi, dan menginterpretasi (memaknai) masukan-masukan informasi yang dapat menciptakan gambaran objek yang memiliki kebenaran subjektif (bersifat personal), memiliki arti tertentu, dapat dirasakan melalui perhatikan, baik secara selektif, distorsi maupun retensi.

Supranto & Limakrisna (2011) mengemukakan ada tiga urutan yang

pertama yaitu keterbukaan atau “exposure”, perhatian dan interpretasi membentuk

persepsi. Lebih lanjut diterangkan bahwa exposure terjadi ketika rangsangan

(stimulus) datang dalam kisaran saraf penerima pancaindera kita. Selanjutnya

perhatian (attention) terjadi ketika stimulus menggerakkan satu atau lebih panca

indera dan sensasi yang dihasilkan mengarah ke otak untuk diolah. Interpretasi

sendiri adalah pemberian arti/makna terhadap sensasi. Interpretasi merupakan

suatu fungsi “the gestalt” atau pola yang dibentuk oleh karakteristik stimulus,

individual dan situasional.

Dalam upaya mempengaruhi konsumen pemasar harus menggunakan

informasi sebagai bahan utama. Oleh karena itu suatu pemahaman tentang proses

(26)

Persepsi nilai tergantung pada cara pelanggan menghubungkan berbagai

atribut produk yang relevan dengan dirinya sendiri konsekuensi-konsekuensi yang

relevan dengan dirinya sendiri dapat berbeda-beda pada berbagai tingkatan yang

lebih abstraks. Kuat tidaknya persepsi pada konsumen sangat tergantung pada

berbagai daya tarik dan kesesuaian objek dengan individu yang bersangkutan.

Kemampuan menciptakan nilai bagi pelanggan akan sangat tergantung

pada komitmen perusahaan terhadap kualitas. Produk yang dipersepsikan

memiliki kualitas adalah produk yang memiliki kesesuaian dengan yang

dibutuhkan pelanggan dan secara konsisten dapat memenuhi kepuasan pelanggan.

Menurut Ali Hasan (2010), untuk menciptakan kualitas harus dilakukan

berdasarkan kombinasi antara orientasi produk, orientasi proses, dan orientasi

pelanggan yang dihitung dari persepsi nilai.

Lebih lanjut diterangkan bahwa persepsi kualitas dan determinan

keinginan membeli tidak selalu dapat dipastikan bahwa produk berkualitas paling

tinggi akan dibeli, tetapi lebih ditentukan oleh bagaimana (a) persepsi kualitas,

waktu, uang dan usaha, (b) hubungan sosial: mempertimbangkan minat orang

lain, serta (c) kemampuan-kesulitan.

2.2.3.3. Teori Pembelajaran

Ketika orang bertindak, mereka belajar. Pembelajaran (learning)

menggambarkan perubahan dalam perilaku seseorang individu yang bersumber

dari pengalaman (Kotler & Armstrong,2008). Sebagian besar perilaku manusia

(27)

melalui perpaduan kerja antara pendorong, rangsangan, isyarat bertindak,

tanggapan dan penguatan.

Teori pemasaran mengajarkan para pemasar bahwa mereka dapat

membangun permintaan atas produk dengan mengaitkannya pada dorongan yang

kuat, menggunakan isyarat yang memberikan pendorong atau motivasi, dan

memberikan pengukuhan yang positif. Perusahaan baru dapat memasuki pasar

dengan menawarkan bujukan yang sama dengan yang digunakan oleh para

pesaing dan memberikan konfigurasi isyarat yang serupa, karena pembeli

cenderung mengalihkan kesetiaan mereka pada merek yang mirip (generalisasi);

atau perusahaan tersebut dapat merangsang mereknya agar menarik bagi

sekumpulan pendorong yang berbeda dan memberikan isyarat yang memancing

perpindahan merek (diskriminasi). (Kotler & Keller, 2007)

2.2.3.4. Teori Sikap

Sikap merupakan konsep inti dalam ilmu psikologi selama lebih dari satu

abad, serta setidaknya memiliki 100 defenisi dan 500 cara mengukur mengenai

sikap yang diajukan. Walaupun pendekatan dominan terhadap sikap selalu

berubah dari tahun ke tahun, hampir semua defenisi sikap memiliki sati kesamaan

yaitu mengacu mengenai cara seseorang melakukan evaluasi. Atas dasar hal

tersebut Peter & Olson (2005) mendefenisikan sikap (attitude) sebagai evaluasi

secara menyeluruh yang dilakukan seseorang atas suatu konsep.

Lebih lanjut diterangkan bahwa konsumen dapat memiliki sikap terhadap

objek fisik dan sosial termasuk produk, merek, model, toko, dan orang, juga aspek

(28)

tidak dapat dihitung seperti konsep dan ide. Konsumen dapat memiliki sikap

terhadap perilaku atau aksi diri sendiri, termasuk aksinya di masa lalu dan

perilaku di masa depan.

Selain itu, Kotler & Armstrong (2008) menerangkan bahwa “sebuah sikap

menggambarkan penilaian kognitif yang baik maupun tidak baik,

perasaan-perasaan emosional, dan kecenderungan berbuat yang bertahan selama waktu

tertentu terhadap beberapa obyek atau gagasan.”

Orang yang mempunyai sikap terhadap hampir segala sesuatu : agama,

politik, pakaian, musik, makanan dan lain-lain. Sikap-sikap itu menempatkan

mereka dalam suatu kerangka berfikir, menyukai atau tidak menyukai suatu

obyek; menghampiri atau menjauhinya.

Sikap menyebabkan orang berperilaku secara tetap terhadap suatu obyek

yang sama. Orang tidak akan bereaksi atau membuat suatu penafsiran terhadap

setiap obyek dengan cara yang polos. Sikap berguna untuk menghemat tenaga dan

fikiran. Berdasarkan alasan ini, sikap amat sukar berubah. Sikap seseorang

bertahan dalam suatu pola yang tetap, dan perubahan satu sikap mungkin

memerlukan penyesuaian yang banyak dalam sikap lainnya. Karena itu, sebuah

perusahaan perlu menyesuaikan produk mereka dengan sikap yang telah ada,

daripada mencoba untuk mengubah sikap orang-orang. Sudah tentu ada juga

pengecualian di mana upaya mengubah sikap yang memerlukan biaya yang cukup

(29)

indiv 2.2.4. Teori Keputusan Membeli

Para pemasar telah jauh mendalami berbagai hal yang mempengaruhi

pembeli dan mengembangkan suatu pengertian tentang bagaimana konsumen

dalam kenyataannya membuat keputusan mereka pada waktu membeli sesuatu.

Para pemasar harus mengenal siapa yang membuat keputusan itu, bagaimana tipe

keputusan membeli yang tercakup di dalamnya dan bagaimana langkah-langkah

dalam proses membeli itu.

Proses pengambilan keputusan pembelian merupakan proses psikologis

dasar yang memainkan peran penting dalam memahami secara aktual mengambil

keputusan pembelian. Para pemasar harus memahami setiap sisi perilaku

konsumen. Keputusan membeli yang dilakukan oleh konsumen, dipengaruhi oleh

banyak hal. Demikian pola konsumen-konsumen terbentuk karena pengaruh

lingkungan seperti dikemukakan Ben M. Enis, dalam Alma (2011) pada gambar

berikut :

Sumber : Alma (2011)

Gambar 2.3.

(30)

Tahap penilaian keputusan menyebabkan konsumen membentuk pilihan

mereka diantara beberapa merek yang tergabung dalam perangkat pilihan.

Konsumen, mungkin juga membentuk suatu maksud membeli dan cenderung

membeli merek yang disukainya.

Menurut Sutisna (2002) “Pengambilan keputusan oleh konsumen untuk

melakukan pembelian suatu produk diawali oleh adanya kesadaran atas

pemenuhan kebutuhan dan keinginan yang oleh Assaeldisebut need arousal”.

Sedangkan menurut Schiffman dan Kanuk (2008), keputusan didefinisikan

sebagai seleksi terhadap dua pilihan alternatif atau lebih.Jika seseorang

mempunyai pilihan antara melakukan pembelian dantidak melakukan pembelian,

pilihan antara merek satu dengan merekyang lain, atau pilihan untuk

menggunakan waktu mengerjakan A atau B, orang tersebut berada dalam posisi

untuk mengambil keputusan. Ada lima tahapan mewakili proses secara umum

yangmenggerakkan konsumen dari pengenalan produk ke evaluasi pembelian,

sebagaimana yang terlihat pada gambar berikut :

Sumber: Kotler & Armstrong (2008)

Gambar 2.4

Proses Keputusan Pembelian Menurut elemen dasar pembuatan keputusan yaitu:

1. Representasi

Representasi masalah mungkin pertama: menyangkut tujuan akhir. (an end

goal); kedua: suatu “set sub goal” diorganisasikan kedalam suatu hirarki

(31)

tujuan; ketiga: pengetahuan produk yang relevan dan keempat: suatu set

aturan sederhana atau ”heuristic” dengan mana konsumen mencari untuk

mengevaluasi dan mengintegrasikan pengetahuan ini untuk membuat suatu

kerangka keputusan (frame decision), suatu perspektif atau kerangka referensi

melalui mana pengambil keputusan, memandang masalah dan alternatif yang

harus dievaluasi.

2. Proses integrasi

Proses integrasi yang terlibat dalam pemecahan masalah membentuk dua tugas

penting yaitu: alternatif pilihan harus dievaluasi berdasarkan kriteria pilihan

dan kemudian salah satu dari alternatif harus dipilih.

3. Rencana keputusan

Proses mengenali, mengevaluasi dan memilih diantara alternatif selama

pemecahan masalah menghasilkan suatu rencana keputusan, terdiri dari satu

atau lebih intensi perilaku (behavioral intentions). Rencana keputusan berbeda

didalam kespesifikan dan kekomplekan (specification & complexity). Rencana

keputusan spesifik berkenaan dengan intensi/maksud untuk menunjukkan

perilaku khusus di dalam situasi khusus. Rencana keputusan lainnya,

menyangkut intensi/maksud yang agak lebih umum.

Menurut Kotler & Armstrong (2008), ada dua faktor yang mencampuri

antara niat pembelian dan proses keputusan pembelian, yakni:

1. Sikap orang lain.

Seberapa jauh sikap pihak lain akan mengurangi satu alternatif yang disukai

(32)

terhadap pilihan alternatif konsumen, dan 2. Motivasi konsumen tunduk pada

keinginan orang lain). Makin kuat intensitas sikap negatif orang lain, dan

makin dekat orang lain itu dengan konsumen, maka makin banyak

kemungkinan konsumen untuk mengurungkan maksudnya untuk membeli

sesuatu. Pernyataan yang sebaliknya juga benar: preferensi pembeli atau

merek akan meningkat jika seseorang telah menyukai merek tertentu.

Pengaruh lainnya semakin kompleks ketika beberapa orang mengurungkan

niat pembeli memenuhi pendapat (opini) yang bertentangan dan pembeli akan

membelinya dengan senang hati.

2. Faktor situasional yang tidak diharapkan.

Konsumen mungkin membentuk niat pembelian berdasarkan faktor-faktor

seperti pendapatan, harga, dan manfaat produk yang diharapkan. Namun,

kejadian yang tak terduga bisa mengubah niat pembelian. Oleh karena itu,

preferensi dan niat pembelian tidak selalu menghasilkan pilihan pembelian

yang aktual.

Keputusan konsumen untuk memodifikasi, menunda, atau menghindari

keputusan pembelian sangat dipengaruhi oleh risiko yang dipikirkan (perceived

risk).

Menurut Kotler & Keller (2007) ada beberapa macam jenis risiko yang

bisa dirasakan konsumen dalam membeli dan mengkonsumsi sebuah produk,

yaitu:

1. Risiko fungsional – produk tidak berkinerja sesuai harapan.

2. Risiko fisik – produk menimbulkan ancaman terhadap kesejahteraan atau kesehatan fisik dari pengguna atau orang lain.

(33)

4. Risiko sosial – produk menimbulkan rasa malu terhadap orang lain.

5. Risiko psikologis – produk mempengaruhi kesejahteraan mental dari pengguna.

6. Risiko waktu – kegagalan produk mengakibatkan biaya peluang karena menemukan produk lain yang memuaskan.

Besarnya risiko yang dipikirkan berbeda-beda menurut besarnya uang

yang dipertaruhkan, ketidakpastian atribut, dan kepercayaan diri konsumen. Para

konsumen mengembangkan rutinitas tertentu untuk mengurangi risiko, seperti

penghindaran keputusan, pengumpulan informasi dari teman-teman, dan

preferensi atas nama merek dalam negeri serta garansi. Para pemasar harus

memahami faktor-faktor yang menimbulkan perasaan dalam diri konsumen akan

adanya risiko dan memberikan informasi serta dukungan untuk mengurangi risiko

yang dipikirkan itu.

Berikut terlihat jelas pada gambar faktor-faktor yang mempengaruhi

konsumen dalam membuat keputusan :

Gambar 2.5

(34)

Berdasarkan gambar 2.5 dapat dilihat bahwa dalam model pengambilan

keputusan pembeliannya, menggambarkan bahwa keputusan konsumen

dipengaruhi oleh pengaruh internal yaitu faktor psikologi yang meliputi motivasi,

persepsi, pengetahuan, kepribadian, dan sikap.Selain itu, keputusan konsumen

juga dipengaruhi faktor ekternal yang terdiri dari usaha pemasaran perusahaan

melalui produk, promosi, harga, dan saluran distribusi; serta lingkungan

sosiobudaya yang meliputi keluarga.

2.3. Kerangka Konseptual

Menurut Supranto dan Limakrisna (2011) Harga adalah sejumlah uang

seseorang harus membayar untuk mendapatkan hak menggunakan produk.

Motivasi terbentuk karena adanya suatu motif yang mana merupakan

konstrak mewakili kekuatan dalam yang tak terlihat dan memaksa suatu respon

perilaku dan memberikan pengarahan khusus terhadap respon. Menurut Freud

(dalam Ali Hasan;2010) dalam teorinya motivasi adalah kekuatan yang mampu

membentuk prilaku biologis, psikologis dan moral. Teori ini dikembangkan

sebagai motivational positioning (penempatan persepsi produk) pada tingkat

tertentu (biologis, psikologis dan moral) untuk membangkitkan sekumpulan motif

yang unik dalam diri konsumen.

Lain halnya dengan motivasi, persepsi merupakan proses bagaimana

rangsangan yang diseleksi, diorganisasikan dan diinterpretasikan atau diberi

nama/arti. Menurut Stanton dalam Supranto & Limakrisna (2011): “Persepsi dapat

diartikan sebagai makna yang kita hubungkan berdasarkan pengalaman masa

(35)

Word Dictionary dalam Supranto & Limakrisna (2011): “Perception is the mental grasp of object, etc. through the senses by perceiving or the knowledge etc got”.

Sedangkan menurut Ali Hasan (2010) bahwa persepsi merupakan proses

individu (konsumen) memilih, mengorganisasi, dan menginterpretasi (memaknai)

masukan-masukan informasi yang dapat menciptakan gambaran objek yang

memiliki kebenaran subjektif (bersifat personal), memiliki arti tertentu, dapat

dirasakan melalui perhatikan, baik secara selektif, distorsi maupun retensi.

Pengambilan keputusan oleh konsumen beraneka ragam menurut jenis

keputusan pembelian. Pengambilan keputusan konsumen menghubungkan konsep

perilaku dan strategi pemasaran. Pembuatan keputusan yang dilakukan konsumen

berbeda-beda sesuai dengan tipe/prilaku keputusan membeli (Kotler &

Armstrong,2008). Perusahaan yang cerdas akan mencoba memahami sepenuhnya

proses pengambilan keputusan pelanggan semua pengalaman mereka dalam

belajar, memilih, menggunakan bahkan dalam mendisposisikan produk. (Kotler &

Keller, 2007).

Berdasarkan teori-teori yang dikemukakan sebelumnya, secara skematis

dapat dibuat kerangka konseptual dalam penelitian ini sebagai berikut:

Gambar 2.6. Kerangka Konseptual Harga (X1)

Keputusan Memilih (Y) Motivasi (X2)

Persepsi (X3)

Pembelajaran (X4)

(36)

Berdasarkan gambar kerangka konseptual, dapat dijelaskan bahwa variabel

harga, variabel motivasi, variabel persepsi konsumen, variabel pembelajaran dan

variabel sikap mempengaruhi keputusan memilih.

2.4. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang diajukan dan tujuan penelitian yang

dikemukakan, maka hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut:

1. Harga dan faktor psikologis konsumen yang terdiri dari motivasi, persepsi,

pembelajaran, dan sikap secara simultan mempengaruhi keputusan nasabah

memilih tabungan haji di Bank Muamalat Cabang Tanjung Balai.

2. Harga dan faktor psikologis konsumen yang terdiri dari motivasi, persepsi,

pembelajaran, dan sikap secara parsial mempengaruhi keputusan nasabah

Gambar

Gambar 2.1  Model Terperinci dari Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku
Gambar 2.2 Aplikasi Teori Kebutuhan Maslow Pada Masyarakat Muslim
Tabel 2.1. Faktor Pendorong Masyarakat Menggunakan Bank Syariah (%)
Tabel 2.3. Motivasi Eksternal
+5

Referensi

Dokumen terkait

Tak lupa juga diperuntukkan kepada dosen-dosen Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya dan tak lupa juga kepada sahabat dan teman-teman yang

2 Banjarharjo, Jetis, Pulosari, Macana , Waru, Inceptisol 0‐3 (datar) Sedang Kaling, Karangmojo, Pandeyan, Buran, Ngringo,.. Kemiri, Kragan, Karangturi,

Setelah r (koefisien korelasi) dari pola asuh orang tua terhadap perilaku agresif peserta didik kelas VIII di MTs Negeri 2 Kudus tahun pelajaran 2016/2017 diketahui

Uji normalitas data adalah untuk menguji apakah model regresi variabel independen dan variabel dependen memiliki distribusi normal atau tidak. Model regresi yang

judul Kawasan Wisata Budaya Samin dengan Pendekatan Arsitektur Kontekstual di Blora ini..

kill, and destroy (…and that goes on today. Ia bisa saja berkata, orang-orang Farisi yang buta, orang-orang upahan, dan mereka yang mengajarkan omong kosong

Zaradi osredotočanja na ţrtve so bolj navezali stik s skupnostjo, kar skoraj meji ţe na prej omenjeno v skupnost usmerjeno policijsko delo, vendar se še vedno ostali osredotoči

Berdasarkan hasil pengujian hipotesis, kinerja keuangan daerah yang terdiri dari indikator rasio kemandirian, rasio efektivitas, rasio efisiensi, rasio ruang fiskal, rasio keserasian