BAB II
KERANGKA TEORI
2.1 Kualitas Pelayanan ( Service Quality) 2.1.1 Pengertian Pelayanan
Pelayanan (service)adalahsetiap tindakan atau kegiatan yang dapat
ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud
dan tidak mengakibatkan kepemilikan sesuatu. Produksinya dapat dikaitkan atau
tidak dikaitkan pada satu produk fisik (Kotler dan Keller (2009 : 42). Menurut
Tjiptono (2012:4) pelayanan (service) bisa dipandang sebagai sebuah sistem yang
terdiri atas dua komponen utama, yakni service operations yang kerap kali tidak
tampak atau tidak diketahui keberadaannya oleh pelanggan (back office atau
backstage) dan service delivery yang biasanya tampak (visible) atau diketahui
pelanggan (sering disebut pula front office atau frontstage).
Produk layanan yang ditawarkanorganisasi dalam rangka menciptakan
kepuasan pelanggan harus berkualitas. Karena kualitas memiliki sejumlah level
antara lain: universal (sama dimanapun), kultural (tergantung sistem nilai
budaya), sosial (dibentuk oleh kelas sosial ekonomi, kelompok etnis, teman
pergaulan, dan personal) serta selera masing-masing.
2.1.2 Karakteristik Layanan
Menurut Tjiptono (2012:28) layanan memiliki empat karakteristik utama yaitu :
1) Tidak Berwujud (Intangibility)
Layanan berbeda secara signifikan dengan barang fisik. Bila
disentuh dan dirasa dengan panca indera; maka jasa/ layanan justru
merupakan perbuatan, tindakan, pengalaman, proses, kinerja
(performance), atau usaha yang sifatnya abstrak. Bila barang dapat
dimiliki , maka jasa/ layanan cenderung hanya dapat dikonsumsi tetapi
tidak dapat dimiliki (non- ownership).
Jasa bersifat intangible, artinya layanan tidak dapat dilihat, dirasa,
dicium, didengar atau diraba sebelum dibeli dan dikonsumsi. Seorang
konsumen layanan tidak dapat menilai hasil dari sebuah layanan sebelum
ia mengalami atau mengkonsumsinya sendiri.
2) Bervariasi (Heterogeneity)
Layanan bersifat varibel atau heterogen karena merupakan non-
standardized output, artinya bentuk, kualitas dan jenisnya sangat beraneka
ragam, tergantung pada siapa, kapan, dan di mana layanan tersebut
dihasilkan. Terdapat tiga faktor yang menyebabkan variabilitas kualitas
layanan, yaitu : (1) kerja sama atau partisipasi pelanggan selama
penyampaian layanan; (2) moral/ motivasi karyawan dalam melayani
pelanggan; serta (3) beban kerja perusahaan.
3) Tidak Terpisahkan (Inseparability)
Barang biasanya diproduksi terlebih dahulu, kemudian dijual, baru
dikonsumsi. Sedangkan layanan umumnya dijual terlebih dahulu, baru
kemudian diproduksi dan dikonsumsi pada waktu dan tempat yang sama.
Interaksi antara penyedia layanan dan pelanggan merupakan ciri khusus
dalam pemasaran layanan bersangkutan. Keduanya mempengaruhi hasil
Dalam hubungan antara penyedia layanan dan pelanggan ini,
efektivitas staff layanan merupakan unsur kritis. Implikasinya, sukses
tidaknya layanan bersangkutan ditunjang oleh kemampuan organisasi
dalam melakukan proses rekrutmen dan seleksi, penilaian kinerja, sistem
kompensasi, pelatihan, dan pengembangan karyawannya secara efektif.
4) Tidak tahan lama (Perishability)
Perishability berarti bahwa layanan adalah komoditas yang tidak
tahan lama, tidak dapat disimpan untuk pemakaian ulang di waktu yang
akan datang, dijual kembali, atau dikembalikan. Permintaan layanan juga
bersifat fluktuasi dan berubah, dampaknya perusahaan jasa/layanan
seringkali mengalami masalah sulit. Oleh karena itu perusahaan
jasa/layanan merancang strategi agar lebih baik dalam menjalankan
usahanya dengan menyesuaikan permintaan dan penawaran.
2.1.3 Pengertian Kualitas Pelayanan
Pada prinsipnya, kualitas pelayanan berfokus pada upaya pemenuhan
kebutuhan dan keinginan pelanggan, serta ketepatan penyampaiannya untuk
mengimbangi harapan pelanggan. Harapan pelanggan bisa berupa tiga macam tipe
(Rust dalam Tjiptono, 2005 : 259 ). Pertama, will expectation, yaitu tingkat
kinerja yang diprediksi atau diperkirakan konsumen sewaktu menilai kualitas
pelayanan tertentu. Kedua, should expectation, yaitu tingkat kinerja yang
dianggap sudah sepantasnya diterima konsumen. Biasanya tuntutan dari apa yang
seharusnya diterima jauh lebih besar daripada apa yang diperkirakan akan
diterima. Ketiga, ideal expectation, yaitu tingkat kinerja optimum atau terbaik
Menurut Tjiptono dan Chandra (2005 : 121) Kualitas layanan (service
quality) sebagai ukuran seberapa bagus tingkat layanan yang diberikan mampu
sesuai dengan ekspektasi pelanggan. Berdasarkan defenisi tersebut, kualitas
layanan bisa diwujudkan melalui pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan
serta ketepatan penyampaiannya untuk mengimbangi harapan pelanggan.
Lebih lanjut, Menurut Wyckop (dalam Tjiptono, 2005 : 260), kualitas
pelayanan merupakan tingkat keunggulan (excellence) yang diharapkan dan
pengendalian atas keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan.
Dengan kata lain, terdapat dua faktor utama yang mempengaruhi kualitas
pelayanan yakni, layanan yang diharapkan (expected service) dan layanan yang
dipersepsikan (perceived service) (Parasuraman dalam Tjiptono, 2005 : 262).
Implikasinya, baik buruknya kualitas pelayanan tergantung kepada kemampuan
penyedia layanan memenuhi harapan pelanggannya secara konsisten.
Bagi pelanggan, kualitas layanan adalah sedekat mana pelayanan yang
diterimanya dibandingkan dengan harapannya. Apabila persepsi terhadap
pelayanan sesuai dengan yang diharapkan pelanggan, maka kualitas layanan
dipersepsikan sebagai kualitas yang ideal.Sebaliknya apabila persepsi terhadap
layanan lebih jelek dibandingkan dengan yang diharapkan pelanggan, maka
kualitas pelayanan dipersepsikan negatif atau buruk. Oleh sebab itu, baik tidaknya
kualitas pelayanan tergantung pada kemampuan perusahaan dan stafnya
memenuhi harapan pelanggan secara konsisten.
Kualitas pelayanan mengacu pada penilaian-penilaian pelanggan tentang inti
pelayanan, yaitu sipemberi pelayanan itu sendiri atau keseluruhan organisasi
terhadap pelayanan prima, mereka bukan lagi sekedar membutuhkan produk atau
jasa yang bermutu tetapi mereka lebih senang menikmati kenyamanan
pelayanan.Banyak penelitian mengenai kualitas pelayanan jasa, hal ini karena ada
persaingan bisnis yang ketat sehingga menawarkan kualitas pelayanan sebagai
strategi yang mendasar untuk sukses dan bertahan. Ini menjadi fokus utama bagi
menajemen perusahaan untuk menyusun strategi yang dapat menentukan kualitas
pelayanan bagi penumpang dan bagaimana mengembangkan strategi tersebut agar
dapat memenuhi harapan pelanggan.Karenanya perusahaan yang mampu
memberikan kualitas pelayanan dari kualitas pelayanan pesaingnya akan mampu
memenangkan persaingan (Kusuma Atmaja 2011).
2.1.4 Ukuran Kualitas Pelayanan
Ukuran kualitas pelayanan yang banyak dijadikan acuan dalam riset
pemasaran adalah model SERVQUAL (Service Quality). Servqual dibangun atas
adanya perbandingan dua faktor utama yaitu layanan yang dipersepsikan
(perceived service) dengan layanan yang sesungguhnya diharapkan/diinginkan
(expected service).
2.1.4.1 Layanan yang Dipersepsikan
Kualitas pelayanan harus dimulai dari kebutuhan pelanggan dan berakhir
pada persepsi pelanggan (Kotler dalam Tjiptono 2005 : 273) . Sebagai pihak yang
membeli dan megonsumsi layanan, pelangganlah yang menilai tingkat kualitas
pelayanan sebuah perusahaan. Sayangnya, layanan memiliki karakteristik
variability, sehingga kinerjanya acapkali tidak konsisten. Hal ini menyebabkan
pelanggan menggunakan isyarat intrinsik (output dan penyampaian layanan) dan
mengevaluasi kualitas pelayanan. Konsekuensinya, layanan yang sama bisa dinilai
secara berlainan oleh konsumen yang berbeda.
2.1.4.2Layanan yang Diharapkan
Model Servqual menekankan arti penting harapan pelanggan sebelum
membeli atau mengonsumsi suatu layanan sebagai standar/acuan dalam
mengevaluasi kinerja layanan yang bersangkutan. Hasil penelitian Zeithaml, et al
(dalam Tjiptono, 2005 : 271) menunjukkan bahwa terdapat sepuluh faktor utama
yang mempengaruhi harapan pelanggan tehadap suatu layanan. Kesepuluh faktor
tersebut meliputi, (1) enduring service intensifiers,berupa harapan yang
disebabkan oleh orang lain dan filosofi pribadi seseorang mengenai suatu layanan;
(2) kebutuhan pribadi, meliputi kebutuhan fisik, sosial, dan psikologis; (3)
transitory service intensifiers, terdiri atas situasi darurat yang menbutuhkan jasa
tertentu (seperti asuransi kesehatan dan asuransi kecelakaan) dan layanan terakhir
yang pernah dikonsumsi pelanggan; (4) persepsi pelanggan terhadap tingkat
pelayanan perusahaan lain; (5)self-perceived service role, yaitu persepsi
pelanggan terhadap keterlibatannya dalam proses penyampaian layanan; (6) faktor
situasional yang barada diluar kendali penyedia layanan; (7) janji pelayanan
eksplisit, baik berupa iklan, personal selling, perjanjian, maupun komunikasi
dengan karyawan penyedia layanan; (8) janji layanan implisit, yang tercermin dari
harga dan sarana pendukung jasa; (9) word-of-mouth, baik dari teman, keluarga,
rekan kerja, pakar, maupun publikasi media massa; dan (10) pengalaman masa
2.1.4.3 Dimensi Kualitas pelayanan
Pengukuran kualitas layanan dalam model Servqual didasarkan pada
skala multi item yang dirancang untuk mengukur harapan dan persepsi
pelanggan. Menurut Parasuraman, et al., 1988 (dalam Tjiptono, 2005 : 273)
tedapat lima dimensi kualitas pelayanan sesuai urutan derajat kepentingannya
yakni sebagai berikut:
1. Keandalan (Realibility)
Kemampuan perusahaan untuk memberikan layanan sesuai dengan yang
dijanjkan secara akurat dan terpercaya. Kinerja harus sesuai dengan harapan
pelanggan yang berarti ketepatan waktu, pelayanan yang sama untuk semua
pelanggan tanpa kesalahan, sikap yang simpatik, dan dengan akurasi yangtinggi.
2. Ketanggapan (Responsiveness)
Suatu kebijakan untuk membantu dan memberikan pelayanan yang cepat
(responsif) dan tepat kepada pelanggan, dengan penyampaian informasi yang
jelas. Membiarkan konsumen menunggu persepsi yang negatif dalam kualitas
pelayanan.
3. Jaminan dan Kepastian (Assurance)
Pengetahuan, kesopansantunan, dan kemampuan para pegawai
perusahaan untuk menumbuhkan rasa percayapara pelanggan kepada perusahaan.
Hal ini meliputi beberapa komponen antara lain: komunikasi (communication),
kredibilitas (credibility), keamanan (security), kompetensi (competence), dan
4. Empati (empathy)
Memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual atau pribadi
yang diberikankepada pelanggan dengan berupaya memahami keinginan
konsumen.Dimana suatu perusahaan diharapkan memiliki pengertian dan
pengetahuan tentang pelanggan, memahami kebutuhan pelanggan secara spesifik,
serta memiliki waktu pengoperasian yang nyaman bagi pelanggan.
5. Bukti fisik(Tangibles)
kemampuan suatu perusahaan dalam menunjukkan eksestensinya kepada
pihak eksternal. Penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana fisik
perusahaan yang dapat diandalkan keadaan lingkungan sekitarnya merupakan
bukti nyata dari pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa.Hal ini meliputi
fasilitas fisik (contoh : gedung, gudang, dan lain-lain), perlengkapan dan peralatan
yang digunakan ( teknologi ), serta penampilan pegawainya.
2.2 Kepuasan Pelanggan 2.2.1 Pengertian Pelanggan
Menurut Nasution (2001 : 44 ) pelangggan merupakan orang yang teramat
penting yang harus dipuaskan oleh perusahaan dan perusahaan tergantung
padanya. Sedangkan menurut Rambat Lupiyoadi (2001 : 143) Pelanggan adalah
seseorang yang beberapa kali datang ke tempat yang sama untuk membeli suatu
Pada dasarnya, dikenal tiga macam pelanggan dalam sistem kualitas
modern (Nasution, 2001 : 44-45) yaitu sebagai berikut:
1. Pelanggan internal. Pelanggan internal adalah orang yang berada dalam perusahaan dan memiliki pengaruh pada performa pekerjaan
(perusahaan). Bagian-bagian pembelian, produksi, penjualan,
pembayaran gaji, rekrutmen, dan karyawan merupakan contoh dari
pelanggan internal.
2. Pelanggan antara. Pelanggan antara adalah mereka yang bertindak atau berperan sebagai perantara, bukan sebagai pemakai akhir produk.
Distributor yang mendistribusikan merupakan contoh dari pelanggan
perantara.
3. Pelanggan eksternal. Pelanggan eksternal adalah pembeli atau pemakai akhir produk, sering disebut sebagai pelanggan nyata.
Pelanggan eksternal merupakan orang yang membayar untuk
menggunakan produk yang dihasilkan.
Dalam era globalisasi seperti ini, perusahaan harus tanggap dalam
menyadari arti penting seorang pelanggan. Karena pelanggan merupakan aset
pemberi kekayaan buat produsen.Pelanggan memiliki peranan penting bagi
kelangsungan hidup perusahaan, hal ini seringkali diungkapkan oleh para pelaku
bisnis dengan cara mengungkapkannya dalam bentuk pujian dan kebanggaan
kepada pelanggan. Dengan kata lain, pelanggan adalah seseorang yang secara
berulang kali datang ke suatu tempat yang sama untuk memuaskan keinginannya
dengan memiliki suatu produk atau mendapatkan layanan dan membayar produk
2.2.2 Pengertian Kepuasan Pelanggan
Kepuasan pelanggan telah menjadi konsep sentral dalam teori dan praktik
pemasaran serta merupakan salah satu tujuan esensial dalam teori dan konsep
pemasaran, serta merupakan salah satu tujuan esensial bagi aktivitas bisnis.
Kepuasan pelanggan berkontribusi pada sebuah aspek krusial, seperti terciptanya
loyalitas pelanggan, meningkatnya reputasi perusahaan, berkurangnya elastisitas
harga, berkurangnya biaya transaksi masa depan, dan meningkatnya efesiensi dan
prokdutifitas karyawan (Anderson, et al., dalam Tjiptono, 2005 : 349).
Kata kepuasan berasal dari bahasa latin “Satis”, yang cukup baik dan
memadai, sedangkan “Facio” artinya melakukan atau membuat. Jadi kepuasan
bisa diartikan sebagai “upaya pemenuhan sesuatu” (Fandy Tjiptono dan Gregorius
Chandra, 2005 : 195).Karena itu, pelanggan tidak akan puas, apabila pelanggan
mempunyai persepsi bahwa harapannya belum terpenuhi, pelanggan akan merasa
puas jika persepsinya sama atau lebih dari yang diharapkan. Dari hal ini terlihat
bahwa yang penting adalah persepsi dan bukan aktual. Jadi, bisa terjadi bahwa
secara aktual, suatu produk mempunyai potensi untuk memenuhi harapan
pelanggan tetapi ternyata hasil dari persepsi pelanggan tidak sama dengan yang
diinginkan oleh produsen.
Howard & Shet (dalam Tjiptono, 2005 : 349) mengungkapkan bahwa
kepuasan pelanggan adalah situasi kognitif pembeli berkenaan dengan
kesepadanan dan ketidaksepedanan antara hasil yang didapatkan dibandingkan
dengan pengorbanan yang dilakukan. Sedangkan menurut Swat, et al., (dalam
Tjiptono, 2005 : 349) mendefinisikan kepuasan pelanggan sebagai evaluasi secara
atau jelek atau apakah produk bersangkutan cocok atau tidak cocok dengan
tujuan/pemakaiannya.
Lebih lanjut, Oliver (dalam Tjiptono, 2005 : 349) mengemukakan bahwa
kepuasan pelanggan adalah evaluasi terhadap surprise yang inheren atau melekat
padapemerolehan produk dan/atau pengalaman konsumsi. Sedangkan Churchill
dan Surprenant (dalam Tjiptono, 2005 : 349) merumuskan kepuasan pelanggan
sebagai hasil pembelian dan pemakaian yang didapatkan dari perbandingan antara
reward dan biaya pembelian dengan konsikuensi yang diantisipasi sebelumnya.
Tse dan Wilton (dalam Tjiptono, 2005 : 349) mendefinisikan kepuasan
atau ketidakpuasan pelanggan sebagai respon pelanggan terhadap evaluasi
ketidaksesuaian (disconfirmation) yang dipersepsikan antara harapan awal
sebelum pembelian (norma kinerja lainnya) dan kinerja produk aktual yang
dipersepsikan setelah pemakaian atau konsumsi produk bersangkutan.Mowen
(dalam Tjiptono, 2005: 349) mendefinisikan kepuasan pelanggan sebagai sikap
keseluruhan terhadap suatu barang atau jasa setelah perolehan (acquition) dan
pemakaiannya. Dengan kata lain, kepuasan pelanggan merupakan penilaiaan
evaluative purnabeli yang yang dihasilkan dari seleksi pembeliaan spesifik.
Dalam buku teks standar marketing yang ditulis Kotler dikutip dalam buku
(Tjiptono, 2005 : 350)banyak dijadikan acuan, sang mahaguru pemasaran
menandaskan bahwa kepuasan pelanggan adalah tingkat perasaan seseorang
setelah membandingkan kinerja atau hasil yang ia rasakan dibandingkan dengan
harapannya. Berbagai studi literatur menunjukkan bahwa salah satu defenisi yang
banyak diacu dalam literatur pemasaran adalah defenisi berdasarkan
paradigma tersebut, kepuasan pelanggan dirumuskan sebagai evaluasi purnabeli,
dimana persepsi terhadap kinerja alternatif produk/jasa yang dipilih memenuhi
atau melebihi harapan sebelum pembelian. Apabila persepsi terhadap kinerja tidak
bisa memenuhi harapan, maka yang terjadi adalah ketidakpuasan.
2.2.3 Manfaat Kepuasan Pelanggan
Menurut Tjiptono dan Chandra (2012:57) secara garis besar, kepuasan
pelanggan memberikan dua manfaat utama bagi perusahaan, yaitu berupa
loyalitas pelanggan dan penyebaran (advertising) dari mulut ke mulut atau yang
biasa disebut dengan istilah gethok tular positif.
Gambar 2.1Manfaat Kepuasan Pelanggan Sumber : Tjiptono (2012:57)
2.2.4 Pengukuran Kepuasan Pelanggan
Meskipun belum ada konsensus mengenai cara mengukur kepuasan
pelanggan, sejumlah studi menunjukkan bahwa ada tiga aspek penting yang perlu
ditelaah dalam kerangka pengukuran kepuasan pelanggan (Fornell, et al. 1996
dalam Tjiptono, 2005), yakni (1) kepuasan general atau keseluruhan (overall
statisfaction) ; (2) konfirmasi harapan (confirmation of expestations), yakni
tingkat kesesuaian antara kinerja dengan ekspektasi; dan (3) perbandingan dengan Kepuasan Pelanggan
Pembelian Ulang
Gethok Tular Poisitif Loyalitas Pelanggan
Penjualan Silang
Pertambahan Jumlah
situasi ideal (comparison to ideal), yaitu kinerja produk dibandingkan dengan
produk ideal menurut persepsi konsumen.Dalam hal implementasi pengukuran
kepuasan pelanggan, terdapat aspek-aspek penting yang saling berkaitan, yakni
(1) apa yang diukur (objek pengukuran); (2) dimensi untuk mengukur kepuasan,
dan (3); metode pengukuran.
2.2.4.1 Objek Pengukuran
Dalam mengukur kepuasan pelanggan ada enam konsep inti mengenai
objek pengukuran (Tjiptono, 2005 : 366-367)sebagai berikut :
1. Kepuasan Pelanggan Keseluruhan (Overall Customer Satisfaction)
Cara yang paling sederhana untuk mengukur kepuasan pelanggan adalah
langsung menanyakan kepada pelanggan seberapa puas mereka dengan produk
atau jasa spesifik tertentu. Biasanya ada dua bagian dalam proses pengukurannya.
Pertama, mengukur tingkat kepuasan pelanggan terhadap produk dan/ jasa
perusahaan bersangkutan.Kedua, menilai dan membandingkannya dengan tingkat
kepuasan pelanggan keseluruhan terhadap produk dan/ jasa para pesaing.
2. Dimensi Kepuasan Pelanggan
Berbagai penelitian memilah kepuasan pelanggan ke dalam
komponen-komponennya.Umumnya, proses semacam ini terdiri atas empat langkah.Pertama,
mengidentifikasi dimensi-dimensi kunci kepuasan pelanggan.Kedua, meminta
pelanggan menilai produk dan jasa perusahaan perdasarkan item-item spesifik,
seperti kecepatan layanan, fasilitas layanan, atau keramahan staf layanan
pelanggan.Ketiga,meminta pelanggan menilai produk dan jasa pesaing
untuk menentukan dimensi-dimensi yang menurut mereka paling penting dalam
menilai kepuasan pelanggan keseluruhan.
3. Konfirmasi Harapan (Confirmation Of Expectations)
Dalam konsep ini, kepuasan tidak diukur langsung, namun disimpulkan
berdasarkan kesesuaian/ ketidaksesuaian antara harapan pelanggan dengan kinerja
aktual produk perusahaan pada sejumlah atribut atau dimensi penting.
4. Minat Pembeli Ulang (Repurchase Intent)
Kepuasan pelanggan diukur secara behavioral dengan jalan menanyakan
apakah pelanggan akan berbelanja atau menggunakan jasa perusahaan lagi.
5. Kesediaan Untuk Merekomendasi (Willingness To Recommend)
Dalam kasus produk yang pembelian ulangnya relatif lama atau bahkan
hanya terjadi satu kali pembelian (seperti pembelian mobil, broker rumah,
asuransi jiwa, tur keliling dunia, dan sebagainya), kesediaan pelanggan untuk
merekomendasikan produk kepada teman atau keluarganya menjadi ukuran yang
penting untuk dianalisis dan ditindaklanjuti.
6. Ketidakpuasan Pelanggan (Customer Dissatisfaction)
Beberapa macam aspek yang sering ditelaah guna mengetahui
ketidakpuasan pelanggan, meliputi (a) komplain; (b) retur atau pengambilan
produk; (c) biaya garansi; (d) product recall (penarikan kembali produk dari
pasar); (e) gethok tular negatif; dan (f) defections (konsumen yang beralih ke
2.2.4.2 Dimensi untuk mengukur kepuasan pelanggan
Menurut Kotler dan Keller (2009:138) perusahaan akan bertindak
bijaksana dengan mengukur kepuasan pelanggan secara teratur karena salah satu
kunci untuk mempertahankan pelanggan adalah kepuasan pelanggan. Menurut
Kotler dan Keller (2009:140) mempertahankan pelanggan merupakan hal penting
daripada memikat pelanggan. Oleh karena itu terdapat 5 dimensi untuk mengukur
kepuasan pelanggan yaitu :
1. Membeli lagi.
2. Mengatakan hal-hal yang baik tentang perusahaan kepada orang lain dan
merekomendasikan.
3. Kurang memperhatian merek dan iklan produk pesaing.
4. Membeli produk lain dari perusahaan yang sama.
5. Menawarkan ide produk atau jasa kepada perusahaan.
2.2.4.3 Metode Pengukuran Kepuasan Pelanggan
Menurut kotler yang dikutip oleh Tjiptono (2005) Paling tidak ada empat
metode yang banyak dipergunakan dalam mengukur kepuasan pelanggan, yaitu :
1. Sistem Keluhan Dan Saran
Setiap organisasi jasa yang berorientasi pada pelanggan wajib memberikan
kesempatan seluas-luasnya bagi para pelanggannya untuk menyampaikan saran,
kritik, pendapat, dan keluhan mereka.Media yang digunakan bisa berupa kotak
saran yang diletakkan di tempat-tempat strategis (yang mudah diakses atau sering
via pos kepada perusahaan), saluran telepon khusus bebas pulsa, website, dan
lain-lain.
Informasi-informasi yang diperoleh melalui metode ini dapat memberikan
ide-ide baru dan masukan yang berharga kepada perusahaan, sehingga
memungkinkannya untuk bereaksi dengan tanggap dan cepat untuk mengatasi
masalah-masalah yang timbul.Akan tetapi, karena metode ini bersifat pasif, maka
sulit mendapatkan gambaran lengkap mengenai kepuasan atau ketidakpuasan
pelanggan. Tidak semua pelanggan yang tidak puas akan menyampaikan
keluhannya. Sangat mungkin mereka langsung berganti pemasok dan tidak akan
membeli produk/ jasa perusahaan yang bersangkutan lagi. Upaya mendapatkan
saran yang bagus dari pelanggan juga sulit diwujudkan dengan metode
ini.Terlebih lagi bila perusahaan tidak memberikan timbal balik dan tindak lanjut
yang memadai kepada mereka yang telah bersusah payah berpikir
(menyumbangkan ide) kepada perusahaan.
2. Ghost Shopping
Salah satu metode untuk memperoleh gambaran mengenai kepuasan
pelanggan adalah dengan mempekerjakan beberapa orang ghost shoppers untuk
berperan sebagai pelanggan potensial jasa perusahaan dan pesaing. Mereka
diminta melaporkan berbagai temuan penting berdasarkan pengalamannya
mengenai kekuatan dan kelemahan jasa perusahaan dibandingkan para pesaing.
Selain itu, para ghost shoppers juga dapat mengobservasi cara perusahaan
dan pesaingnya melayani permintaan spesifik pelanggan, menjawab pertanyaan
pelanggan, dan menangani setiap masalah/keluhan pelanggan. Tentunya karyawan
(misalnya dengan cara menelepon perusahaannya sendiri dan melontarkan
berbagai keluhan atau pertanyaan). Bila karyawan tahu bahwa dirinya sedang
dinilai, tentu saja perilakunya akan menjadi sangat manis dan hasil penilaian akan
menjadi bias.
3. Lost Customer Analysis
Perusahaan seyogyanya menghubungi para pelanggan yang telah
berhentimembeli atau yang telah beralih pemasok agar dapat memahami mengapa
hal itu terjadi dan supaya dapat mengambil kebijakan perbaikan/penyempurnaan
selanjutnya. Bukan hanya exit interview saja yang perlu, tetapi pemantauan
customer loss rate juga penting, dimana peningkatan customer loss rate
menunjukkan kegagalan perusahaan dalam memuaskan pelanggannya. Akan
tetapi, kesulitan menerapkan metode ini adalah pada mengidentifikasi dan
mengontak mantan pelanggan yang bersedia memberikan masukan dan evaluasi
terhadap kinerja perusahaan.
4. Survei Kepuasan Pelanggan
Umumnya sebagian besar penelitian mengenai kepuasan pelanggan
menggunakan metode survei, baik via pos, telepon, e-mail, maupun wawancara
langsung (McNeal & Lamb, dalam Tjiptono,2005). Melalui survei, perusahaan
akan memperoleh tanggapan dan umpan balik langsung dari pelanggan dan juga
2.2.6 Strategi Memuaskan Pelanggan
Menurut Tjiptono (2012:70) setidaknya ada delapan strategi yang selama
ini diterapkan berbagai organisasi dalam rangka memuaskan pelanggan
1. Manajemen Ekspektasi Pelanggan
Manjamen ekspektasi pelanggan adalah berusaha mengedukasi pelanggan
adalah mereka yang benar-benar memahami peran, hak, dan kewajibannya
berkenaan dengan produk/ jasa. Beberapa perusahaan bahkan mencoba
menerapkan kiat “under promise, over delivery” agar kinerja bisa melebih
ekspektasi pelanggan
2. Relationship Marketing and Management
Relationship Marketing (RM) berfokus pada upaya menjalin relasi positif
jangka panjang yang saling menguntungkan dengan stakeholder utama
perusahaan. Gummesson (2002) yang dikutip oleh Tjiptono (2012) merumuskan
pentingnya kemungkinan relasi yang di kelompokkan dalam classic market
relationship,special market relationship mega relationship, dan nano relationship.
3. Aftermarketing
Aftermarketing menekankan pentingnya orientasi pelanggan saat ini
(current customer) sebagai cara yang lebih cost-effective untuk membangun bisnis
yang menguntungkan.
4. Strategi Retensi Pelanggan
Strategi retensi pelanggan mirip dengan aftermarketing. Startegi ini
berusaha meningkatkan retensi pelanggan melalui pemahaman atas faktor-faktor
yang menyebabkan pelanggan beralih pemasok. Dengan kata lain, strategi ini
mudah), product defectors (menemukan produk superior di tempat lain), service
defectors (mendaptkan layanan lebih bagus di tempat lain), market defectors
(pindah ke pasar lain), technological defectors (beralih ke teknologi lain) dan
organizational defectors (beralih karena tekanan politik)
5. Superior Customer Service
Strategi superior customer service diwujudkan dengan cara menawarkan
layanan yang lebih baik dibandingkan para pesaing. Implementasinya bisa
beraneka ragam, di antaranya garansi internal dan eksternal jaminan, pelatihan
cara penggunaan produk, konsultasi teknis, saran pemakaian produk alternative,
peluang penukaran atau pengembalian produk yang tidak memuaskan, reparasi
komponen yang rusak/ cacat, penyediaan suku cadang pengganti,
penindaklanjutan kontak dengan pelanggan, informasi berkala dari perusahaan,
klub/ organisasi pemakai produk, pemantauan dan penyesuaian produk untuk
memenuhi perubahan kebutuhan pelanggan, dan seterusnya.
6. Technology Infusion Strategy
Technology infusion strategy berusaha memanfaatkan kecangihan teknologi untuk
meningkatkan dan memuaskan pengalaman service encounter pelanggan, baik
dalam hal customization dan fleksibilitas, perbaikan pemulihan layanan, maupun
penyediaan spontaneous delight. Salah satu bentuknya SST (Self-Service
Technologies) yang memungkinkan pelanggan menciptakan produk/ jasa bagi
dirinya sendiri.
Strategi penanganaan komplain secara efektif mengandalkan empat aspek
penting. (1) empati terhadap pelanggan; (2) kecepatan dalam penanganan setiap
keluhan; (3) kewajaran atau keadilan dalam memecahkan permasalahan atau
complain; (4) kemudahan bagi konsumen untuk mengkontrak perusahaan. Bagi
perusahaan, komplain sebetulnya merupakan kesempatan berharga untuk
memperbaiki hubungannya dengan pelanggan yang kecewa menghindari
publisitas negative, dan menyempurnakan layanan di masa datang.
8. Strategi Pemulihan Layanan
Strategi pemulihan layanan berusaha menangani setiap masalah dan
belajar dari kegagalan produk/ layanan, serta melakukan perbaikan demi
penyempurnaan layanan organisasi. Implementasinya bisa berupa jaminan
layanan tanpa syarat, pemberdayaan karyawan, penyelesaian kegagalan layanan
secara cepat, dan strategi manajemen zero defection. Contoh spesifikasinya antara
lain permohonan maaf atas kesalahan yang terjadi, kompensasi atau ganti rugi,
pengembalian uang, penjelasan atas penyebab kegagalan produk/layanan,
pengerjaan ulang dan seterusnya. Riset menunjukkan bahwa kepuasan terhadap
pemulihan layanan berkontribusi positif terhadap minat pembelian ulang, loyalitas
dan komitmen pelanggan, trust, dan persepsi positif pelanggan terhadap fairness.
2.3.1 Kerangka Konseptual
Sesuai dengan latar belakang permasalahan, penelitian ini akan meneliti
berapa besar faktor kualitas pelayanan mempengaruhi kepuasan pelanggan di CV.
Satu Nusa. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada gambar 2.2 dibawah ini:
Gambar 2.2 : Kerangka konsep
Sumber : dikembangkan oleh peneliti, 2015.
2.3.2 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka konsep diatas, dapat dirumuskan hipotesis debagai berikut :
H0 : pengaruh kualitas pelayanan terhadap kepuasan pelanggan tidak
positif dan sinifikan
H1 : pengaruh kualitas pelayanan terhadap kepuasan pelanggan positif
dan sinifikan
2.4 Penelitian Terdahulu Kualitas Pelayanan (X) • Realibilitas (Relibility)
• Daya Tanggap
(Responsiveness)
• Jaminan (Assurance)
• Empati (Empathy)
• Bukti Fisik (Tangibles)
Kepuasan Pelanggan (Y)
• Membeli kembali
• Mengatakan hal-hal yang baik tentang perusahaan kepada orang lain
(merekomendasikan)
• Kurang memperhatikan merek dan iklan produk pesaing.
• Membeli produk lain dari perusahaan yang sama.
Dari berbagai penelitian yang pernah dilakukan mengenai pengaruh
kualitas pelayanan terhadap kepuasan pelanggan terdapat pengaruh yang positif
dan signifikan dari kualitas pelayanan terhadap kepuasan pelanggan. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 2.2Penelitian terdahulu
Nama & tahun Judul Variabel Hasil
Dodi Febri Aryadi (2013) Aditama Kusuma Atmaja (2011) Pengaruh Kualitas Pelayanan terhadap Kepuasan Pelanggan pada Giant Supermarket Dinoyo Malang. Analisis Pengaruh kualitas Pelayanan terhadap Kepuasan Pelanggan pada Kepuasan pelanggan (dependen).
Bukti fisik (tangible), keandalan (reliability), cepat tanggap (responsiveness), jaminan (assurance), empati (empathy. (independen). Kepuasan Pelanggan (Dependen).
Bukti fisik (tangible), keandalan
(reliability), cepat
tanggap
(responsiveness),
Variabel yang paling berpengaruh terhadap kepuasan adalah variabel cepat tanggap
(respinsiveness).
Ida Manulang
(2008)
Tiket Garuda di PT. Falah Fantastic Tour Travel Bogor.
Pengaruh Kualitas Pelayanan terhadap Kepuasan
Pelanggan Jasa Penerbangan
jaminan (assurance), empati (empathy. (independen).
Kepuasan Pelanggan (dependen)
Bukti fisik (tangible), keandalan
(reliability), cepat
tanggap
(responsiveness),
jaminan
Lima dimensi kualitas pelayanan yaitu keandalan, daya tangggap, jaminan, empati da bukti fisik mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan pelanggan jasa penerbangan.
PT.Garuda Indonesia Airlines diBandara Polonia Medan (assurance),empati (empathy. (independen). Lucianus Sutadji (2012) Pengaruh kualitas pelayanan terhadap kepuasan pelanggan DHL Jakarta Kepuasan pelanggan (dependen) Kualitas pelayanan (independen) Kepuasan konsumen (dependen)
Variabel kualitas pelayanan yang paling berpengaruh adalah variabel empathy (X5)
Maya Fitrianan (2006) Pengaruh dimensi kualitas jasa terhadap kepuasan jasa konsumen pada guest house UB
Malang
Tangible (X1),
reliability (X2),
responsiveness (X3),
assurance (X4),
empathy (X5) debagai
independen
Sumber : diolah peneliti, Maret 2015