• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran Tidar Gerindra Untuk Meraih Suara Pemilih Dalam Pemenangan Gus Irawan Pasaribu Pada Pilgubsu 2013 Di Kota Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peran Tidar Gerindra Untuk Meraih Suara Pemilih Dalam Pemenangan Gus Irawan Pasaribu Pada Pilgubsu 2013 Di Kota Medan"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Perubahan dalam perpolitikan Indonesia sejak jatuhnya rezim Soeharto telah

memberikan ruang demokrasi yang sesungguhnya. Hal ini ditandai dengan lahirnya

era Reformasi, di mana Indonesia menjadi negara yang kian menghargai hak-hak

warga negaranya terutama dalam menentukan pemimpinnya. Pemerintahan yang

sebelumnya sentralistik diubah menjadi desentralistik dalam artian pemerintahan

pusat memberikan wewenang kepada daerahnya masing-masing untuk memilih

kepala daerah dan wakilnya. Selain itu juga memberikan ruang demokrasi politik

lokal menjadi terbuka dan bebas dalam menentukan pembangunan di daerahnya

masing-masing.

Ruang demokrasi itu terletak pada implementasi otonomi daerah diatur dalam

UU No. 32 Tahun 2004 yang di dalam penjelasan umumnya diterangkan sebagai

berikut: pembentukan daerah pada dasarnya dimaksudkan untuk meningkatkan

pelayanan publik guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat, di

samping sebagai sarana pendidikan politik di tingkat lokal. Maka pembentukan

daerah harus mempertimbangkan berbagai faktor seperti kemampuan ekonomi,

potensi daerah, luas wilayah, kependudukan, dan pertimbangan dari aspek sosial

politik, sosial budaya, pertahanan, dan keamanan serta pertimbangan dan syarat lain

yang memungkinkan daerah itu dapat menyelenggarakan dan mewujudkan

tujuannya.1

1

(2)

Oleh sebab itu, otonomi daerah yang dijalankan selain bersifat nyata dan

luas, tetap harus dilaksanakan secara bertanggung jawab. Maksudnya otonomi

daerah harus dipahami sebagai perwujudan pertanggungjawaban konsekuensi

pemberian hak dan kewenangan kepada daerah dalam wujud tugas dan kewajiban

yang harus dilaksanakan daerah. Ide dasar dari pemberian otonomi kepada daerah

sejatinya adalah untuk; pertama, meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan

masyarakat yang semakin baik; kedua, memelihara hubungan yang serasi antara

pusat dan daerah serta antar daerah dalam rangka menjaga keutuhan Negara

Kesatuan Republik Indonesia (NKRI); ketiga, mengembangkan kehidupan

demokrasi, keadilan dan pemerataan.2

Dalam rangka menjalankan tugas dan kewajiban tersebut, esensi mendasar

dalam kebijakan pelaksanaan otonomi daerah adalah pemberian kewenangan yang

ditetapkan batasan kewenangan yang dimiliki daerah untuk mengatur dan mengurus

rumah tangganya sendiri. Adanya pemberian kewenangan ini tentu merupakan esensi

dasar dalam pelaksanaan otonomi daerah di mana daerah mempunyai cukup

keleluasaan gerak dalam menggunakan potensinya, baik yang berasal dari daerahnya

sendiri maupun dari pemberian pemerintah pusat sesuai dengan kebutuhan daerah

dan kesejahteraan masyarakatnya.3

Di samping itu, perubahan sangat signifikan terhadap perkembangan

demokrasi di daerah, sesuai dengan tuntutan reformasi adalah pemilihan kepala

daerah dan wakil kepala daerah secara langsung, dan tidak lagi dilakukan melalui

pemilihan di DPRD. Pemilihan kepala daerah dan wakilnya secara langsung ini

merupakan konsekuensi perubahan tatanan kenegaraan kita akibat amandemen UUD

2

Agustino Leo. Dasar-dasar Kebijakan Publik. Bandung : Alfabeta, 2009. hal. 26

3

(3)

1945. Undang-undang baru ini pada dasarnya mengatur mengenai penyelenggaraan

pemerintah daerah dalam rangka melaksanakan kebijakan desentralisasi.4

Dalam konteks itu, kepala daerah yang terpilih nantinya bisa menjalani asas

desentralisasi, karena ia adalah pejabat yang dekat dengan masyarakat lokal dan

diharapkan lebih peka terhadap segala permasalahan daerahnya masing-masing,

karena lebih mengerti segala yang dibutuhkan oleh masyarakatnya. Oleh karena itu,

otonomi daerah mempunyai tanggung jawab terhadap rakyat secara langsung yang

dibebankan kepada kepala daerah terpilih melalui pilkada langsung.

Indonesia adalah salah satu negara didunia yang menerapkan paham

demokrasi dan melaksanakan pemilihan umum didalam melakukan regenerasi

kepemimpinan pemerintahan maupun anggota lembaga legislatif. Di Indonesia,

pasca reformasi tahun 1999, terdapat beberapa perubahan didalam hal pemilu, yang

paling tampak jelas adalah dengan melaksanakan pemilihan presiden dan wakil

presiden secara langsung dan pemilihan kepala daerah tingkat I dan II juga secara

langsung, disamping juga ada penambahan satu lembaga perwakilan yang disebut

dengan dewan perwakilan daerah (DPD).

Sumatera Utara merupakan salah satu dari 34 propinsi yang ada di Indonesia

saat ini. Sebagai salah satu propinsi terbesar, Sumatera Utara juga memiliki sejarah

yang panjang dalam perjalanannya. Sumatera Utara telah menjadi salah satu

barometer politik nasional di Indonesia, selain Jakarta, Jawa Timur, dll. Mengapa

Sumatera Utara menjadi salah satu barometer politik nasional di Indonesia? Karena

aktivitas politik yang begitu tinggi di Sumatera Utara, pluralitas dan keberagaman

sosial yang tertata dengan baik, menjadikan Sumatera Utara begitu penting dalam

4

(4)

arena politik nasional, disamping juga faktor penduduk yang relatif banyak di

Sumatera Utara.

Tahun 2013, tepatnya tanggal 7 Maret 2013, Sumatera Utara melaksanakan

pemilihan gubernur Sumatera Utara secara langsung. Dalam Pilkada tersebut

terdapat lima calon gubernur yang akan dipilih oleh masyarakat Sumatera Utara,

yaitu :5

Tabel 1.1 Nama Calon Gubernur Sumatera Utara

No.

Urut Calon Gubernur

Calon Wakil

Gubernur Partai Pengusung

1

Gus Irawan Pasaribu

Jabatan terakhir mantan Direktur Utama Bank Sumut

Soekirman

Saat itu menjabat Wakil Bupati Serdang Bedagai

Partai Gerakan Indonesia Raya

Partai Amanat Nasional Partai Bulan Bintang Partai Kebangkitan Bangsa Partai lain (23 partai)

2

Effendi Simbolon

Anggota DPR-RI dari partai DPI-P

Djumiran Abdi

Menjabat Wakil Ketua Kwarda Pramuka

Sumut

PDI Perjuangan Partai Peduli Rakyat Nasional

Partai Damai Sejahtera

3

Chairuman Harahap

Anggota DPR-RI dari partai Golkar

Fadly Nurzal Pohan

Ketua Partai Pembangunan, Sumut

Partai Golkar Partai Persatuan Pembangunan

Partai Pemuda Indonesia Partai Buruh

Partai Republika

4

Amri Tambunan

Saat itu menjabat Bupati Deli Serdang

Rustam Effendy Nainggolan

Mantan Sekda Pemrov Sumut, sebelumnya pernah menjabat Bupati

Tapanuli Utara

Partai Demokrat

5

Gatot Pujo Nugroho

Saat itu menjabat Wakil Gubernur

Sumatera Utara/Pelaksana tugas

Gubernur Sumatera Utara

Tengku Erry Nuradi

Saat itu menjabat sebagai Bupati Serdang

Bedagai

Partai Keadilan Sejahtera Partai Hati Nurani Rakyat Partai Patriot

Partai Bintang Reformasi Partai Kebangkitan Nasional Ulama

5

(5)

Kelima calon inilah yang kemudian bertarung secara politik untuk

mendapatkan simpati masyarakat, dengan harapan pada hari pemilihan nanti

masyarakat sumatera utara akan memilih calon tersebut. Kemudian pada tanggal 15

Maret 2013 diumumkanlah hasil pemungutan suara oleh KPU siapa yang

mendapatkan suara terbanyak pada pemilihan gubernur Sumatera Utara periode

2013-2018, dan hasilnya adalah (1) Gatot Pujo Nugroho-Erry Nuradi meraih suara

terbanyak dengan meraih 1.604.337 suara atau 33%, (2) Effendi Simbolon-Jumiran

Abdi dengan 1.183.187 suara atau 24,34%, (3) Gus Irawan-Soekirman yang meraih

1.027.433 suara atau 21,13%, (4) Amri Tambunan-RE Nainggolan yang

mendapatkan 594.414 suara atau 12,23%, dan (5) Chairuman Harahap-Fadly Nurzal

meraih 452.096 suara atau 9,30%.

Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) yang merupakan pendukung utama

dari pasangan Gus Irawan Pasaribu – Soekirman dan beberapa partai politik lainnya.

Partai Gerindra sendiri bila dilihat di wilayah Sumatera Utara merupakan partai

politik yang masih tergolong kecil, karena hanya mampu mendapatkan 3 kursi saja

di DPRD Sumatera Utara. Sebagai partai politik yang masih muda bila dibandingkan

dengan PPP, Partai Golkar dan PDI-P, Partai Gerindra ternyata mampu membawa

calon yang mereka dukung dan juga kader yang mereka distribusikan untuk ikut

dalam kompetisi pemilihan gubernur Sumatera Utara 2013. Walaupun dalam

Pemilihan Gubernur Sumatera Utara tahun 2013 ini Partai Gerindra tidak sendiri

dalam mengusung pasangan Gus Irawan – Soekirman, akan tetapi menjadi menarik

untuk dikaji dan diteliti bagimana sebenarnya upaya dan peran sayap Partai Gerindra

(6)

Seperti partai politik lainnya, Partai Gerindra memiliki sayap-sayap di tiap

daerah yang tujuannya untuk dapat menggalang suara masyarakat. Berikut ini adalah

daftar lengkap sayap Partai Gerindra saat ini, yaitu :6

1. Gerakan Rakyat Dukung Prabowo (Gardu Prabowo)

2. Tunas Indonesia Raya (TIDAR)

3. Perempuan Indonesia Raya (PIRA)

4. Kristen Indonesia Raya (KIRA)

5. Gerakan Muslim Indonesia Raya (GEMIRA)

6. Sentral Gerakan Buruh Indonesia Raya (SEGARA)

7. Persatuan Tionghoa Indonesia Raya (PETIR)

8. Satuan Relawan Indonesia Raya (SATRIA)

9. Kesehatan Indonesia Raya (KESIRA)

10.Gerakan Masyarakat Sanathana Dharma Nusantara (GEMA SADHANA)

11.Barisan Garuda Muda (BGM)

12.Garuda Muda Indonesia (GMI)

Dari keduabelas sayap partai yang dibentuk oleh Partai Gerindra seperti

disebutkan diatas yang lebih berperan dalam roses pemenangan Gus Irawan Pasaribu

pada pemilihan Gubernur Sumatera Utara tahun 2013 adalah Tunas Indonesia

Raya (TIDAR).

Alasan dalam memilih topik tentang peran sayap partai adalah berdasarkan

pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut :

1. Sayap partai yang dimiliki oleh Partai Gerindra merupakan ujung tombak

partai untuk menggalang suara untuk kepentingan partai.

6

(7)

2. Sayap partai yang dimiliki oleh Partai Gerindra merupakan organisasi partai

yang berperan dalam upaya implementasi dan sosialisasi program dan

kebijakan partai.

3. Sayap partai yang dimiliki oleh Partai Gerindra mampu menggali potensi,

kebutuhan dan masalah yang dihadapi partai serta merumuskan solusi dan

langkah-langkah yang efektif, terutama dalam kaitan dengan upaya

pemenangan pemilu.

Untuk melihat dan meneliti lebih mendalam tentang bagaimana sebenarnya

Partai Gerindra dalam meraih suara untuk memenangkan pasangan Gus Irawan

Pasaribu–Soekirman pada Pemilihan Gubernur Sumatera Utara 2013, maka

penelitian ini mencoba mengangkat hal tersebut dalam sebuah penelitian dengan

judul : ”Peran Sayap Partai Gerindra Untuk Meraih Suara Pemilih Dalam

Proses Pemenangan Gus Irawan Pasaribu Pada Pemilihan Gubernur Sumatera

Utara Tahun 2013”.

1.2 Perumusan Masalah

Berangkat dari latar belakang yang dipaparkan di atas, maka perumusan

masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana profil TIDAR selaku sayap Partai Gerindra selaku partai

pengusung Gus Irawan Pasaribu pada pemilihan gubernur Sumatera Utara

tahun 2013?

2. Bagaimana peran kampanye politik yang dilakukan oleh sayap Partai

Gerindra yaitu TIDAR untuk meraih suara pemilih dalam memenangkan Gus

(8)

1.3. Pembatasan Masalah

Agar penelitian ini tidak terlalu melebar dan mengaburkan penelitian, maka

penulis membuat pembatasan masalah penelitian sebagai berikut :

Penelitian ini bersifat mengkaji lebih dalam strategi politik yang dilakukan oleh

TIDAR selaku Sayap Partai Gerindra dalam memenangkan Gus Irawan Pasaribu di

kota Medan pada Pemilihan Gubernur Sumatera Utara tahun 2013.

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.4.1 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini merupakan hal yang sangat penting dalam sebuah

penelitian, adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui profil Partai Gerindra selaku partai pengusung dan

pendukung dalam proses pemenangan Gus Irawan Pasaribu sebagai gubernur

Sumatera Utara periode 2013 – 2018

2. Untuk mengetahui dan menganalisa strategi kampanye politik yang dilakukan

TIDAR selaku Sayap Partai Gerindra selaku partai pengusung dan

pendukung dalam proses pemenangan Gus Irawan Pasaribu sebagai gubernur

Sumatera Utara periode 2013 – 2018.

1.4.2. Manfaat Penelitian

Berikut ini adalah beberapa manfaat yang penulis dapatkan dalam melakukan

penelitian, yaitu :

1. Penelitian ini diharapkan mampu meningkatkan pemahaman dan kemampuan

berfikir secara akademis dalam melihat suksesi politik dan strategi politik

(9)

2. Menambah khasanah ilmu pengetahuan, terutama dibidang politik, dan

khususnya mengenai partai politik dan strategi suksesi calon kepala

pemerintahan.

3. Sebagai literatur yang baru bagi daftar kepustakaan untuk yang tertarik dan

konsentrasi dengan bidang dan permasalahan yang serupa.

1.5 Kerangka Teori

1.5.1 Partai Politik

1. Pengertian Partai Politik

Manurut pengertian dalam pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 2 tahun

2011, Partai Politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh

sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak

dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota,

masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan

Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945.

Secara umum dapat dikatakan bahwa partai politik adalah suatu kelompok

terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita

yang sama. Tujuan kelompok ini adalah memperoleh kekuasaan politik dan merebut

kedudukan politik (biasanya) dengan cara konstitusional untuk melaksanakan

programnya.7

Sigmund Neuman dalam buku karnyanya, Modern Political Parties,

mengemukakan definisi sebagai berikut : partai politik adalah organisasi dari

aktivis-aktivis politik yang berusaha untuk menguasai kekuasaan pemerintahan serta

7

(10)

merebut dukungan rakyat melalui persaingan dengan suatu golongan atau

golongan-golongan lain yang mempunyai pandangan yang berbeda (A political party is

thearticulate organization of society’s active political agents; those who are

concerned with the control og govermental polity power, and who compate for

popular support with other group or groups holding divergent views.)8

Prof. Carl J. Friedrich dalam bukunya Constitutional Goverments and

Democracy merumuskan bahwa “partai politik adalah sekelompok manusia yang

terorganisir secara mapan dengan tujuan untuk menjamin dan mempertahankan

pemimpin-pemimpinnya, tetap mengendalikan pemerintahan dan lebih jauh lagi

memberikan keuntungan-keuntungan terhadap anggota partai baik materiil maupun

spiritual”.9

Melihat rumusan-rumusan diatas jelaslah bahwa tujuan partai politik ialah

menguasi negara atau pemerintahan baik secaraparlementer maupun ekstra

parlementer, atau dengan kata lain baik secara konstitusionil yaitu ikut serta dalam

pemilihan umum dan secara inkonstitusional yaitu dengan cara revolusi atau coup

d’etat.10

2. Sejarah Partai Politik

Partai Politik pertama-tama lahir di negara-negara Eropa Barat seperti Inggris

dan Perancis pada akhir abad 18-an. Kegiatan-kegiatan politik dipusatkan pada

kelompok-kelompok politik dalam parlemen. Kegiatan ini mula-mula bersifat elitis

dan Aristokratis, mempertahankan kepentingan kaum bangsawan terhadap

tuntutan-tuntutat raja. Dengan meluasnya hak pilih, maka kegiatan politk juga berkembang di

8

Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2010, hal. 404

9

Sukarna, Sistem Politik, Alumni, Bandung, 1981, hal. 89

10

(11)

luar parlemen dengan terbentuknya panitia-panitia pemilihan yang mengatur

pengumpulan suara para pendukungnya menjelang masa pemilihan umum. Maka

pada akhir abad ke-19 lahirlah partai politik, yang pada masa selanjutnya

berkembang menjadi penghubung (link) antara rakyat di satu pihak dengan

pemerintah di pihak lain.

Partai semacam ini dalam prakteknya hanya mengutamakan kemenangan

dalam pemilihan umum, sedangkan pada masa antara dua pemilihan umum biasanya

kurang aktif. Partai ini dinamakan patronage party (partai lindungan yang dapat

dilihat dalam rangka patron client relationship), yang juga bertindak semacam

broker. Partai mengutamakan kekuasaan berdasarkan keunggulan jumlah anggota,

maka itu ia sering dinamakan partai massa.

Dalam perkembangan selanjutnya di dunia Barat timbul pula partai yang lahir

di luar parlemen. Partai-partai ini kebanyakan bersandar pada suatu asas atau

ideologi atau weltanschauung tertentu sepertisosialisme, fasisme, komunisme,

kristen demokrat, dan sebagainya. Dalam partai semacam ini disiplin partai lebih

ketat. Pemimpin partai yang biasanya sangat sentralitas menjaga kemurnian doktrin

politik yang dianut dengan jalan mengadakan saringan terhadap calon anggotanya

dan memecat anggota yang menyimpang dari garis partai yang telah ditetapkan.

Pendidikan kader sangat diutamakan dalam partai jenis ini. Partai kader biasanya

lebih kecil dari partai massa.

Pada masa menjelang Perang dunia I telah timbul klasifikasi partai

berdasarkan ideologi dan ekonomi, yaitu partai “kiri” dan “kanan”. Pembagian ini

berasal dari Revolusi Perancis waktu parlemen mengadakan sidang pada tahun 1879.

Para pendukung raja dan struktur tradisional duduk di sebelah kanan panggung

(12)

Tabel 1.2 Pembedaan Ideologi “Kiri” dan “Kanan”

Kiri Kanan

Perubahan, kemajuan.

Kesetaraan (equality) untuk

lapi-san bawah.

Campur tangan negara (dalam

kehidupan sosial/ekonomi)

Hak

Status quo

Privilege (untuk lapisan atas)

Pasar bebas

Kewajiban

Menjelang Perang Dunia ke II, ada kecenderungan pada partai-partai politik

di dunia Barat untuk meninggalkan tradisi membedakan antara berbagai jenis partai.

Hal ini disebabkan karena keinginan partai kecil untuk menjadi partai besar dan

menang dalam pemilihan umum, partai-partai itu menyadari bahwa untuk

memenangi pemilu mereka perlu dukungan besar dari pemilih dengan merangkul

pemilih tengah.

Karena perkembangan ini, telah timbul sejenis partai modern yang oleh Otto

Kirchimer disebut partai catch all. Yaitu partai yang ingin menghimpun semaksimal

mungkin dukungan dari bermacam-macam kelompok masyarakat dan dengan

sendirinya menjadi lebih inklusif. Ciri khas dari partai semacam ini adalah

terorganisasi secara profesional dengan staff yang bekerja penuh waktu, dan

memperjuangkan kepentingan umum daripada kepentingan satu kelompok saja.

Partai Golkar dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) adalah contoh dari

(13)

3. Klasifikasi Sistem Kepartaian

Banyak ahli yang memberikan klasifikasinya tentang partai politik, hanya

saja, yang digunakan dalam penelitian ini adalah sistem kepartaian sebagaimana

dijelaskan oleh Maurice Duverger. Sistem kepartaian (Party System) pertama kali

dijelaskan oleh Maurice Duverger dalam bukunya Political Parties. Duverger

mengklasifikasi sistem kepartaian dalam tiga kategori, sistem partai-tunggal, sistem

dwi-partai, dan sistem multi-partai.

a. Sistem Partai Tunggal

Istilah ini telah tersebar luas di kalangan masyarakat dan dipakai baik untuk

partai yang benar-benar merupakan satu-satunya partai dalam suatu negara maupun

untuk partai yangmempunyai kedudukan dominan di antara beberapa partai lain.

Pola partai tunggal terdapat di beberapa negara: Afrika, China, dan Kuba,

sedangkan dalam masa jayanya Uni Soviet dan beberapa negara Eropa Timur

terdapat dalam kategori ini. Suasana kepartaian dinamakan non kompetitif karena

semua partai harus menerima pimpinan dari partai yang dominan, dan tidak

dibenarkan bersaing dengannya.11

Terutama di negara-negara yang baru merdeka, ada kecenderungan kuat

untuk memakai pola partai tunggal karena pimpinan dihadapkan pada kondisi

bagaimana mengintegrasikan berbagai golongan, daerah, serta suku bangsa yang

berbeda corak sosial serta pandangan hidupnya. Di Indonesia pada tahun 1945 ada

usaha mendirikan partai tunggal sesuai dengan pemikiran yang pada saat itu banyak

dianut di negara-negara yang baru melepaskan diri dari rezim kolonial. Diharapkan

partai itu akan menjadi “motor perjuangan”. Akan tetapi sesudah beberapa bulan

11

(14)

usaha itu dihentikan sebelum terbentuk secara kongkret. Penolakan ini antara lain

disebabkan karena dianggap berbau fasis.12

b. Sistem Dwi Partai

Dalam sistem ini, partai-partai dengan jelas dibagi dalam partai yang

berkuasa (karena menang dalam pemilihan umum) dan partai oposisi (karena kalah

dalam pemilihan umum). Dalam persaingan memenangkan pemilihan umum, kedua

partai berusaha untuk merebut dukungan orang-orang yang ada ditengah duapartai

dan yang sering dinamakan pemilih terapung (floating vote) atau pemilih di tengah

(median vote). Dewasa ini hanya beberapanegara yang memiliki ciri-ciri sistem dwi

partai, yaitu Inggris, Amerika Serikat, Filipina, Kanada, dan Selandia Baru. Oleh

Maurice Duverger malahan dikatakan bahwa sistem ini adalah khas Anglo Saxon.

Inggris biasanya digambarkan sebagai contoh yang paling ideal dalam

menjalankan sistem dwi partai ini. Partai buruh dan partai konservatif boleh

dikatakan tidak mempunyai pandangan yang jauh berbeda mengenai azaz dan tujuan

politik, dan perubahan pimpinan umumnya tidak terlalu menganggu kontinuitas

kebijakan pemerintahan. Perbedaan yang pokok antara kedua partai hanya berkisar

pada cara serta kecepatan melaksanakan berbagai program pembauran yang

menyangkut masalah sosial, perdagangan dan industri. Partai buruh lebih condong

agar pemerintah melaksanakan pengendalian dan pengawasan terutama di bidang

ekonomi, sedangkan partai Konservatif cenderung memilih cara-cara kebebasan

berusaha.13

Di Indonesia pada tahun 1968 ada usaha untuk mengganti sistem multi partai

yang telah berjalan lama dengan sistem dwi partai agar sistem ini dapat membatasi

12

Sukarna, Op. Cit, hal. 416.

13

(15)

pengaruh partai-partai yang telah lama mendominasi kehidupan politik. Beberapa

ekses dirasakan menghalangi badan eksekutif untuk menyelenggarakan

pemerintahan yang baik. Akan tetapi eksperimen dwi partai ini, sesudah

diperkenalkan di beberapa wilayah, ternyata mendapat tantangan dari partai yang

merasa terancam eksistensinya. Akhirnya gerakan ini dihentikan pada tahun 1969.14

c. Sistem Multi Partai

Sistem multi partai ditemukan antara lain di Indonesia, Malaysia, Nederland,

Australia, Perancis, Swedia, dan Federasi Rusia. Sistem multipartai, apalagi apabila

dihubungkan dengan sistem parlementer, mempunyai kecenderungan untuk

menitikberatkan kekuasaan pada badan legislatif, sehingga badan eksekutif sering

lemah dan ragu-ragu. Di lain pihak, partai-partai oposisi pun kurang memainkan

peranan yang jelas karena sewaktu-waktu masing-masing partai dapat diajak untuk

duduk dalam pemerintahan koalisi baru. Dalam sistem semacam ini masalah letak

tanggung jawab menjadi kurang jelas. Indonesia mempunyai sejarah panjang dengan

berbagai jenis sistem multi partai. Sistem ni telah melalui beberapa tahap dengan

bobot kompetitif yang berbeda-beda. Mulai tahun 1989 Indonesia berupaya untuk

mendirikan suatu sistem multi partai yang mengambil unsur-unsur positif dari

pengalaman masa lalu, sambil menghindari unsur negatifnya.

1.5.2 Sayap Partai

Menurut kamus Besar Bahasa Indonesia arti dari Sayap adalah bagian tubuh

beberapa binatang (seperti burung dan sebagainya) yang digunakan untuk terbang.

Dari pengertian tersebut maka penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa sayap

14

(16)

partai adalah bagian atau anggota tubuh dari partai yang ditempatkan disetiap daerah

dengan tujuan untuk menggalang suara pemenangan Partai Gerindra.

1.5.3 Definisi Pemilih

Memilih ialah suatu aktifitas yang merupakan proses menentukan sesuatu

yang dianggap cocok dan sesuai dengan keinginan seseorang atau kelompok, baik

yang bersifat eksklusif maupun yang inklusif.

Memilih merupakan aktifitas menentukan keputusan secara langsung maupun

tidak langsung. Menurut Surbakti menilai perilaku memilih ialah keikutsertaan

warga Negara dalam pemilihan umum merupakan serangkaian kegiatan membuat

keputusan, yakni apakah memilih atau tidak memilih dalam pemilihan umum.15

Perilaku pemilih merupakan realitas sosial politik yang tidak terlepas dari

pengaruh faktor eksternal dan internal. Secara eksternal perilaku politik merupakan

hasil dari sosialisasi nilai-nilai dari lingkungannya, sedangkan secara internal

merupakan tindakan yang didasarkan atas rasionalitas berdasarkan pengetahuan dan

pengalaman yang dimiliki.

Pemilih diartikan sebagai semua pihak yang menjadi tujuan utama para

konsestan untuk mereka pengaruhi dan yakinkan agar mendukung dan kemudian

memberikan suaranya kepada konsestan yang bersangkutan.16 Dinyatakan sebagai

pemilih dalam Pilkada yaitu mereka yang telah terdaftar sebagai peserta pemilih oleh

petugas pendata peserta pemilih. Pemilih dalam hal ini dapat berupa konsituen

maupun masyarakat pada umumnya. Konstiuen adalah kelompok masyarakat yang

15

Surbakti, Ramlan, Memahami Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia Widya Pustaka Utama, 1992, hal. 145

16

(17)

merasa diwakili oleh suatu ideologi tertentu yang kemudian termanifestasikan dalam

institusi politik seperti partai politik dan seorang pemimpin.17

Pemilih dapat memberikan suara dan menentukan siapa yang akan dipilih

menjadi Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dalam Pilkada secara langsung.

Pemberian suara atau vottingsecara umum dapat diartikan sebagai; “sebagai sebuah

proses dimana seorang anggota dalam suatu kelompok menyatakan pendapatnya dan

ikut menentukan konsnsus diantara anggota kelompok seorang pejabat maupun

keputusan yang diambil”.18

Pemberian suara dalam Pilkada secara langsung

diwujudkan dengan memberikan suara pada pasangan calon Kepala Daerah dan

Wakil Kepala Daerah yang didukungnya atau ditujukan dengan perilaku masyarakat

dalam memilih pasangan Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.

Keputusan untuk memberikan dukungan dan suara tidak akan terjadi apabila tidak

terdapat loyalitaspemilih yang cukup tinggi kepada calon pemimpin jagoannya.

Begitu juga sebaliknya, pemilih tidak akan memberikan suaranya kalau mereka

menganggap bahwa sebuah partai atau calon pemimpin tidak loyal serta tidak

konsisten dengan janji dan harapan yang telah mereka berikan.

1.5.4 Sistem Pemilihan Kepala Daerah

Menurut Ramlan Surbakti, ada dua alasan mengapa kepala daerah dan wakil

kepala daerah dipilih secara langsung. Pertama, agar lebih konsisten dengan sistem

pemerintahan presidensial. Sistem pemerintahan presidensial antara lain ditandai

oleh pemilihan kepala pemerintahan secara langsung oleh rakyat. Karena itu

sebagaimana pada tingkat nasional presiden sebagai kepala pemerintahan dipilih

17

Firmanzah,Op. Cit, hal 105

18

(18)

langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum, maka untuk kepala daerah otonom

juga dipilih secara langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum. Dengan memilih

secara langsung siapa yang memimpin suatu daerah, rakyat yang berhak memilih

dapat menentukan kepala daerah macam apakah yang akan memimpin daerahnya,

dan dapat menentukan pola dan arah kebijakan macam apakah yang akan dibuat dan

dilaksanakan untuk kesejahteraan daerah.

Kedua, untuk menciptakan pembagian kekuasaan yang seimbang dan saling

mengecek (checks and balances) antara DPRD dan kepala daerah/wakil kepala

daerah. Salah satu ciri pemerintahan yang menganut pembagian kekuasaan yang

seimbang dan saling mengecek adalah baik lembaga legislatif maupun eksekutif

sama-sama dipilih secara langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum. Keduanya

memiliki kekuasaan yang seimbang dengan tugas dan kewenangan yang berbeda,

keduanya saling mengontrol melalui pembuatan peraturan daerah dan APBD,

keduanya memiliki legitimasi dari rakyat. Dalam bahasa yang sering digunakan oleh

elit lokal, kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih secara langsung oleh rakyat

melalui pemilihan umum untuk menjamin agar kepala daerah menjadi mitra sejajar

dengan DPRD. Dengan begitu interaksi DPRD dan kepala daerah/wakil kepala

daerah diharapkan tidak saja dinamis tetapi produktif bagi kesejahteraan masyarakat

daerah.19

Oleh karena itu, sistem politik memiliki peran penting terutama terkait sistem

pemilihan langsung baik dalam konteks nasional maupun lokal/daerah. David Easton

(2003)20, mengemukakan pendapatnya teoretisi politik pertama yang

memperkenalkan pendekatan sistem dalam politik, menyatakan bahwa suatu sistem

19

Ramlan Surbakti, 2006, Memahami Ilmu Politik. Jakarta: Grasindo. hal. 4-5

20

(19)

selalu memiliki sekurang-kurangnya tiga sifat, yakni terdiri dari banyak bagian,

bagian itu saling berinteraksi, saling tergantung dan mempunyai perbatasan yang

memisahkan dari lingkungannya yang juga terdiri dari sistem-sistem lain. Sebagai

suatu sistem, sistem pemilihan kepala daerah mempunyai bagian-bagian yang

merupakan sistem sekunder dan sub-sub sistem. Bagian tersebut adalah, electoral

regulation, electoral process, dan electoral law enforcement.

Electoral regulation adalah segala ketentuan atau aturan mengenai pemilihan

kepala daerah yang berlaku bersifat mengikat dan menjadi pedoman bagi

penyelenggara, calon dan pemilih dalam menjalankan peran dan fungsi

masing-masing. Electoral process adalah seluruh kegiatan yang terkait secara langsung

dengan pemilihan kepala daerah yang merujuk pada ketentuan perundang-undangan

baik bersifat legal maupun teknikal. Electoral law enforcement adalah penegakan

hukum terhadap aturan-aturan pemilihan kepala daerah baik politisi, administrasi

atau pidana. Ketiga bagian ini dapat menjadi pedoman untuk melaksanakan proses

pemilihan kepala daerah.

Sedangkan kalau dari perspektif praktisnya, kepala daerah adalah jabatan

politik dan jabatan publik yang bertugas memimpin birokrasi dan menggerakkan

jalannya roda pemerintahan yang berfungsi sebagai perlindungan, pelayanan publik,

dan pembangunan. Istilah jabatan publik mengandung arti bahwa kepala daerah

menjalankan fungsi pengambilan kebijakan yang terkait langsung dengan

kepentingan rakyat, berdampak kepada rakyat dan dirasakan oleh rakyat. Oleh

karena itu, kepala daerah harus dipilih oleh rakyat dan wajib

mempertanggungjawabkan kepercayaan yang telah diberikan oleh rakyat. Jabatan

politik bermakna bahwa mekanisme rekrutmen kepala daerah dilakukan dengan

(20)

rakyat dan partai politik. Pemilihan kepala daerah merupakan rekrutmen politik,

yaitu penyeleksian rakyat terhadap tokoh-tokoh yang mencalonkan diri sebagai

kepala daerah, baik gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati ataupun

walikota/wakil walikota. Aktor utama sistem pemilihan kepala daerah adalah rakyat,

partai politik dan calon kepala daerah.

Dari tinjauan organisasi dan manajemen, kepala daerah merupakan figur atau

manajer yang menentukan efektivitas pencapaian tujuan organisasi pemerintahan

daerah. Proses pemerintahan di daerah secara sinergis ditentukan sejauh mana peran

yang dimainkan oleh pemimpin atau manajer pemerintah daerah. Dengan kata lain,

arah dan tujuan organisasi pemerintah daerah ditentukan oleh kemampuan,

kompetensi, dan kapabilitas kepala daerah dalam melaksanakan fungsi-fungsi

administrasi/manajerial, kepemimpinan, pembinaan dan pelayanan, serta tugas-tugas

lain yang menjadi kewajiban dan tanggung jawab kepala daerah.21

Betapapun fenomena pilkada telah menjadi ikon demokratisasi di Indonesia

Pasca Orde Baru. Selain jumlah pemilihan langsung yang sangat banyak dalam satu

tahun, pelaksanaan pilkada juga diwarnai isu konflik karena berbagai hal yaitu

regulasi, kapasitas penyelenggara, persaingan antar pendukung pasangan calon,

konflik internal partai. Pilkada juga menjadi pertarungan antara para (petahana)

dalam mempertahankan kekuasaan formalnya untuk periode kedua. Oleh karena itu,

ruang demokrasi lokal yang terbuka ini harus dimanfaatkan sebaik-baiknya, pilkada

tidak dijadikan ruang konflik politik yang tidak menghasilkan apapun, namun

pilkada adalah prosesdemokrasi yang mesti dijalankan dengan penuh harapan guna

memilih kepala daerah yang sesuai dengan pilihan rakyat.

21

(21)

Melalui pilkada langsung, rakyat menentukan calon berdasarkan kredibilitas

dan kapabilitasnya. Publik daerah melihat rekam jejak dan pengabdian mereka pada

daerah itu sendiri. Atas dasar aspek inilah konstituen daerah akan memilihnya.

Apabila di era yang transparan ini dengan dukungan media massa, rekam jejak figur

dengan mudah dapat dilacak. Bagaimanapun perjalanan proses karir sang kandidat,

baik politik, pemerintah maupun karir bisnis akan tergambar dan menjadi

representasi dari jati diri seorang figur kandidat. Menurut Arnold Steinberg, strategi

adalah rencana untuk tindakan. Penyusunan dan pelaksanaan strategi

mempengaruhin sukses atau gagalnya strategi pada akhirnya.

1.5.5 Teori Strategi Politik

Pengertian strategi berasal dari bidang militer. Pemikiran strategis senantiasa

dibutuhkan apabila sekelompok besar orang yang perlu dipimpin dan oleh karena itu

membutuhkan orientasi. Hingga awal industrialisasi pengertian strategi hampir

hanya terbatas pada makna militer. Baru sesudah itu kepemimpinan atas sejumlah

besar orang diperlukan juga di bidang ekonomi. Sejak itu pengertian strategi

memperoleh perluasan makna. Setelah itu terciptalah strategi perluasan yang

diperlukan ke dalam kepemimpinan terencana atas orang-orang dalam suatu

perusahaan. Sedikit demi sedikit pengertian strategi makin diperluas ke berbagai

aspek masyarakat. Tentu saja pengertian ini juga diperluas ke bidang politik, karena

pergerakan massa dalam jumlah besar atau anggota partai politik dan organisasi

untuk mencapai suatu tujuan juga berlaku dalam bidang ini.

Meskipun strategi bisnis merupakan ilmu yang relatif baru, banyak konsep

dan teori dalam ilmu ini berasal dari strategi militer. Strategi militer ini ada

(22)

pada tulisan yang dibuat oleh Sun Tzu sekitar tahun 360 sebelum Masehi.

Sementara, kata strategi berasal dari Yunani yaitu strategos, yang terbentuk dari kata

statos yang berarti militer dan - ag yang berarti memimpin. Seiring berjalannya

waktu, pengertian strategi makin diperhalus dan disesuaikan dengan kepentingan

militer, tetapi kemudian juga disesuaikan dengan kepentingan bisnis dan politik.

Strategi menurut Arnold Steinberg adalah rencana untuk tindakan,

penyusunan dan pelaksanaan strategi mempengaruhi sukses atau gagalnya strategi

pada akhirnya. Menurut Carl Von Clausewitz perbedaan antara taktik dan strategi

yaitu : taktik adalah seni menggunakan kekuatan senjata dalam pertempuran untuk

memenangkan peperangan dan bertujuan mencapai perdamaian. Rencana jangka

tersebut adalah strategi. Dalam strategi ini tujuan jangka pendek dicapai melalui

taktik. Namun tanpa strategi, taktik tidak ada gunanya. Jadi strategi adalah rencana

untuk tindakan. Sedangkan penyusunan dan pelaksanaan strategi mempengaruhi

sukses atau gagalnya strategi pada akhirnya.22

Sementara pandangan strategi menurut Donald C. Hambrick dan James W.

Fredrickson, strategi adalah pusat, integrasi konsep yang beorientasi secara eksternal

bagaimana perusahaan mencapai tujuannya.23 Von Clausewitz menjelaskan bahwa

tujuan strategi bukanlah merupakan kemenangan yang nampak di permukaan,

melainkan kedamaian yang terletak di belakangnya. Perencanaan ini sangatlah

penting bagi perencanaan strategi politik. Jadi yang terpenting di sini adalah

mengenali yang tersembunyi dibalik tujuan akhir kemenangan pemilu, atau apa yang

direncanakan dengan pemberlakuan peraturan baru. Strategi itu sendiri memiliki

tujuan yaitu “kemenangan”. Kemenangan akan tetap menjadi fokus, baik tercermin

22

Andrianus Pito, Toni dkk, Mengenal Teori-Teori Politik, Bandung: Penerbit Nuansa, 2006, hal. 196–197

23

(23)

dalam mandatnya dalam perolehan tambahan suara. Dalam sebuah kemenangan

pemilu bagi kandidatnya atau dalam mayoritas bagi suatu peraturan. Bagaimana

kemenangan tersebut digunakan merupakan tujuan politik yang ada di balik

kemenangan yang nampak.24

Menurut Carl Von Clausewitz, perbedaan antara taktik dan strategi adalah

sebagai berikut : “Taktik adalah seni menggunakan kekuatan bersenjata dalam

pertempuran untuk memenangkan pertempuran untuk memenangkan peperangan dan

bertujuan mencapai perdamaian. Rencana jangka tersebut disebut dengan strategi.

Dalam strategi ini tujuan-tujuan jangka pendek dicapai melalui taktik. Namun tanpa

strategi, taktik ini tidak ada gunanya.25

Menurut David Horowitz, Art Of Political War memiliki 6 (enam) prinsip,

yaitu :

1. Politik adalah perang dengan peralatan lain

2. Politik adalah perang merebutkan posisi

3. Dalam politik yang menang biasanya adalah sang agresor

4. Posisi didefenisikan dengan kekuatan dan harapan

5. Senjata politik adalah simbol ketakutan dan harapan

6. Kemenangan selalu berada di pihak rakyat

Manajemen politik adalah sebuah seni dan keterampilan tentang perebutan

kekuasaan dan alatnya bukanlah mainan anak-anak, dan instrumennya yang disebut

dengan ketakutan dan harapan bisa berupa senjata tajam.26

Dalam merumuskan strategi, Sun Tzu menjelaskan bahwa dalam pemilihan

strategi harus ada hal-hal tertentu yang diprioritaskan, selanjutnya ia berpendapat

24

Schroder, Peter, Strategi Politik, Jakarta: Friedrich-Noumann-Stiftung, 2004, hal. 4

25

Andrianus Pito, Op. Cit, hal. 621

26

(24)

bentuk yang lain dalam memimpin perang adalah menyerang strategi lawan,

kemudian yang terbaik berikutnya adalah menghancurkan aliansi lawan, berikutnya

adalah menyerang tentara lawan, sedangkan yang paling buruk adalah menduduki

kota-kota yang dibentengi lawan. Untuk dapat menyerang lawan, maka strategi

lawan tersebut harus dapat dikenali terlebih dahulu. Oleh karena itu pengenalan atas

pihka lawan sangatlah penting. Jika tidak, kita tidak akan dapat mengenali lawan.

Penyerangan strategi lawan berarti secara terus menerus mengganggu jalannya

pelaksanaan strategi lawan, sehingga lawan tidak bisa merealisasikan strateginya.

Dalam sepak bola hal ini dikenal dengan istilah gangguan dini yang menyebabkan

pola permainan tidak dapat dibangun.27

Tabel 1.3 Strategi Politik Menurut Peter Schroder

Strategi Ofensif Strategi Defensif

Strategi Memperluas Pasar (Strategi Persaingan)

Strategi Mempertahankan Pasar (Strategi Pelanggan, Strategi

Multiplikator)

Strategi Menembus Pasar (Strategi Pelanggan)

Strategi Menutup/Menyerahkan Pasar (Strategi Lingkungan Sekitar)

Sumber : Peter Schroder, Strategi Politik, 2003

Strategi ofensif selalu dibutuhkan, misalnya apabila partai ingin

meningkatkan jumlah pemilihnya atau apabila pihak ekselutif ingin

mengimplementasikan sebuah proyek. Dalam kedua kasus tersebut harus ada lebih

banyak hak orang yang memiliki pandangan positif terhadap partai atau proyek

tersebut, sehingga kampanye dapat berhasil. Yang termasuk strategi ofensif adalah

strategi memperluas pasar dan strategi menembus pasar. Pada dasarnya, semua

27

(25)

strategi ofensif yang ditetapkan saat kampanye pemilu harus menampilkan

perbedaan yang jelas dan menarik antara kita dan partai-partai pesaing yang ingin

kita ambil alih pemilihnya. Didalam strategi ofensif yang digunakan untuk

mengimplementasikan politik yang harus dijual atau ditampilkan adalah perbedaan

terhadap keadaan yang berlaku saat itu serta keuntungan-keuntungan yang dapat

diharapkan daripadanya.

Strategi defensif menurut Peter Schroder akan muncul ke permukaan,

misalnya apabila partai pemerintah atau koalisi pemerintahan yang terdiri atas

beberapa partai ingin mempertahankan mayoritasnya atau apabila pangsa pasar ingin

dipertahankan. Selain itu strategi defensif juga dapat muncul pabila sebuah pasar

tidak akan dipertahankan lebih lanjut atau ingin ditutup, dan penutupan pasar ini

diharapkan membawa keuntungan sebanyak keuntungan.

1.5.6 Teori Kampanye Politik

Kampanye politik dalam suatu pemilihan umum adalah bagian dari

demokrasi, meskipun kritik yang disampaikan melalui karikatur sering memberikan

kesan tidak baik, tetapi kampanye pemilu tidak dapat dianggap sebagai tidak legitim

ataupun tidak bermoral. Kampanye pemilu merupakan instrumen yang sah, dimana

kelompok kepentingan politik berupaya menjelaskan kebenaran tujuannya kepada

masyarakat umum. Kampanye politik mendapatkan legitimasi dari arti pemilu itu

sendiri, karena pemilu adalah fondasi kebebasan individu.

Menurut Arnold Steinberg, kampanye politik adalah cara yang digunakan

warga negara dalam demokrasi untuk menentukan siapa yang akan memerintah

(26)

mengikhtiarkan orang dicalonkan, dipilih, atau dipilih kembali dalam suatu jabatan

resmi. Setiap kampanye politik adalah suatu usaha hubungan masyarakat.28

Apapun ragam dan tujuannya, upaya perubahan yang dilakukan kampanye

selalu terkait dengan aspek pengetahuan (knowledge), sikap (attitude), dan perilaku

(behavioral), yaitu :

1. Kegiatan kampanye biasanya diarahkan untuk menciptakan perubahan pada

tataran pengetahuan atau kognitif. Pada tahap ini pengaruh yang diharapkan

adalah munculnya kesadaran, berubahnya keyakinan atau meningkatnya

pengetahuan khalayak terhadap isu tertentu.

2. Pada tahap berkutnya diarahkan pada perubahan sikap. Sasarannya adalah

untuk memunculkan simpati, rasa suka, kepedulian dan keberpihakan

khalayak pada isu-isu yang menjadi tema kampanye.

3. Pada tahap terakhir kegiatan kampanye ditujukan untuk mengubah perilaku

khalayak secara kongkrit dan terukur. Tahap ini menghendaki adanya

tindakan tertentu yang dilakukan oleh sasaran kampanye.29

Menurut Charles U. Larson, cara kampanye dibagi kedalam tiga kampanye

yaitu :

1. Product iriented campaign (comercial campaign atau corporate campaign) atau

kampanye yang berorientasi pada produk umumnya terjadi di dunia bisnis.

Motivasi yang yang mendasarinya adalah keuntungan finansial. Cara yang

ditempuh adalah dengan memperkenalkan produk dan melipatgandakan

penjualan sehingga didapatkan keuntungan yang diharapkan.

28

Steinberg, A., 1981. Kampanye Politik Dalam Praktek, PT Intermasa, hal 1

29

(27)

2. Candidate Oriented Campaigns atau kampanye yang berorientasi pada kandidat,

umumnya dimotivasi oleh hasrat untuk meraih kekuasaan politik. Karena itu

jenis kampanye ini dapat juga disebut sebagai political campaigns (kampanye

politik). Tujuannya antara lain adalah untuk memenangkan dukungan masyarakat

terhadap kandidat-kandidat yang diajukan oleh partai politik agar dapat

menduduki jabatan-jabatan politik yang diperebutkan melalui proses pemilihan

umum.

3. Ideologically or cause oriented campaigns adalah jenis kampanye yang

berorientasi pada tujuan-tujuan yang bersifat khusus dan sering kali berdimensi

perubahan sosial.30

Larson juga menjelaskan dengan model five stages development model. Pada

model ini digambarkan bagaimana tahapan kegiatan kampanye harus dilalui sebelum

akhirnya kegiatan tersebut berhasil atau gagal mencapai tujuan. Tahap kegiatan

tersebut meliputi identifikasi, legitimasi, partisipasi, penetrasi dan distribusi.

Gambar 1.1 Model Perkembangan Lima Tahap Fungsional

Sumber : Antar Venus, Manajemen Kampanye, 2004

30

Venus, A., Op. Cit, hal. 11 Identifikasi

Legitimasi

Partisipasi

Penetrasi

(28)

Model ini dijelaskan sebagai berikut :

1. Tahap identifikasi merupakan tahap penciptaan identitas kkampanye yang

dengan mudah dikenali oleh khalayak. Hal-hal yang umum digunakan

sebagai identitas politik adalah simbol, warna, lagu atau jingle, seragam dan

slogan.

2. Tahap berikutnya adalah legitimasi. Dalam kampanye politik, legitimasi

diperoleh ketika seseorang telah masuk dalam daftar kandidat anggota

legislatif, atau seorang kandidat presiden memperoleh dukungan yang kuat

dalam polling yang dilakukan lembaga independen.

3. Tahap ketiga partisipasi. Tahap ini dalam praktiknya sulit dibedakan dengan

tahap legitimasi, karena ketika seseorang mendapatkan legitimasi, pada saat

yang sama dukungan yang bersifat partisipatif mengalir dari khalayak,

partisipasi ini bersifat nyata (real) atau simbolik. Partisipasi nyata

ditunjukkan oleh keterlibatan orang-orang dalam menyebarkan pamflet,

brosur atau poster. Sementara partisipasi sombolik bersifat tidak langsung,

misalnya ketika anda menempelkan stiker nama partai tertentu dibelakang

mobil anda atau sekedar mengenalkan kaos partai yang dibagikan gratis.

4. Tahap penetrasi. Pada tahap ini seorang kandidat telah hadir dan mendapat

tempat di masyarakat. Seorang juru kampanye misalnya telah berhasil

menarik simpati masyarakat dan meyakinkan mereka bahwa ia adalah

kandidat yang terbaik dari sekian kandidat yang ada, dengan menggunakan

media massa untuk menyiarkan dan memberitakan secara luas dangan

harapan untuk lebih memperkuat keyakinan masyarakat.

5. Terakhir adalah tahap distribusi. Pada tahap ini tujuan kampanye umumnya

(29)

mereka inginkan, tinggal sekarang bagaimana mereka membuktikan

janji-janji mereka pada saat kampanye dengan harapan bahwa periode kedepan dia

dapat dipilih kembali oleh masyarakat.

Nowak dan Warneyrd memberikan model kampanye yang dikenal dengan

model Nowak dan Warneryd, yaitu :

Gambar 1.2 Model Kampanye Nowak dan Warneryd

Sumber : Antar Venus, Manajemen Kampanye, 2004

Pada model kampanye Nowak dan Warneryd terdapat delapan elemen

kampanye yang harus diperhatikan, yakni :

1. Efek yang diharapkan.

Efek yang ingin dicapai harus dirumuskan terlebih dahulu secara jelas,

dengan demikian penentuan elemen lainnya akan dengan mudah dilakukan.

Kesalahan umum yang sering terjadi adalah terlalu mengagung-agungkan

efek kampanye, sehingga efek yang ingin dicapai menjadi tidak jelas dan

tidak tegas.

2. Persaingan komunikasi.

Agar suatu kampanye menjadi efektif, maka perlu diperhitungkan suatu

potensi gangguan dari kampanye yang bertolakbelakang (counter campaign).

3. Objek komunikasi.

Objek kampanye biasanya dipusatkan pada satu hal saja, karena untuk objek

yang berbeda menghendaki metode komunikasi yang berbeda. Ketika objek Efek Yang

Diharapkan n

Titik Tolak Persaingan Komunikatif Objek

Target Populasi

Kelompok Penerima

Faktor Yang Dimanipulasi Pesan

Saluran/Media Komunikator

(30)

kampanye telah ditentukan, pelaku kampanye akan dihadapkan lagi pada

pilihan apa yang akan ditonjolkan atau yang ditekankan pada objek tersebut.

4. Populasi target dan kelompok penerima.

Kelompok penerima adalah bagian dari populasi target. Agar penyebaran

pesan dapat lebih mudah dilakukan maka penyebaran lebih baik ditujukan

kepada opinion leader (pemuka pendapat) dari populasi target. Kelompok

penerima dan populasi target akan diklasifikasikan menurut sulit atau

mudahnya mereka dijangkau oleh pesan kampanye. Mereka yang tidak

membutuhkan atau tidak terterpa pesan kampanye adalah bagian dari

kelompok yang sulit dijangkau.

5. Saluran (The Chanel)

Saluran digunakan dapat bermacam-macam tergantung karakterisik

kelompok penerima dan jenis pesan kampanye. Media dapat dijangkau

hampir seluruh kelompok, namun bila tujuannya adalah mempengaruhi

perilaku maka akan efektif bila melakukan melalui saluran antar pribadi.

6. Pesan (The Message)

Pesan dapat dibentuk sesuai dengan karakteristik kelompok yang

menerimanya, pesan juga dapat dibagi kedalam tiga fungsi, yakni :

a. Menumbuhkan kesadaran

b. Mempengaruhi

c. Memperteguh dan meyakini penerima pesan bahwa pilihan atau

tindakan mereka adalah benar.

7. Komunikator/penerima pesan

Komunikator dipilih berdasarkan pertimbangan tertentu, misalnya seorang

(31)

8. Efek yang dicapai

Efek kampanye yang meliputi efek kognitif (perhatian, peningkatan

pengetahuan dan kesadaran), afektif (berhubungan dengan perasaan, mood

dan sikap) dan konatif (keputusan bertindak dan penerapan).31

Kampanye Politik dalam pemilu jika dilakukan tanpa perencanaan adalah

seperti perjalanan kearah yang tidak jelas tanpa peta dan kompas. Artinya, hampir

bisa dipastikan orang si pelaku perjalanan tidak akan sampai di tempat yang dituju.

Dalam melakukan kampanye, harus memiliki rencana kampanye yang mencakup dua

belas hal berikut ini, yaitu :

1. Meneliti dan menganalisa lawan politik dan perencanaan kampanyenya,

komposisi demografi dan gaya hidup pemilih, cara-cara perilaku sosial dan

politis mereka, dan juga kelebihan dan kelemahan pihak sendiri.

Tujuannya untuk mengetahui apa kira-kira yang akan menyebabkan

kekalahan dan dalam kondisi bagaimana kampanye akan dimulai.

2. Penelitian jajak pendapat secara kuantitatif. Hasil dari penelitian opini publik

tidak perlu berasal dari lembaga peneliti yang mahal.

Yang penting adalah kita tahu dimana posisi partai kita. Artinya, kita tahu

apa yang sedang berkembang, dimana pihak lawan menunjukkan

kelemahannya, tema atau isu-isu apa saja yang sedang panas dan yang dapat

dimanfaatkan sebagai kendaraan bagi tujuan kita. Apakah data-data tersebut

berasal dari profesor yang kita kenal atau dari lembaga komersial yang besar,

itu kurang penting. Yang terpenting adalah independensi sumber yang

memberikan fakta nyata tanpa kepentingan strategis.

31

(32)

3. Aliansi politik

Perlu dibentuk koalisi klasik didalam dan diluar partai politik, misal dengan

perkumpulan dekat, dan klub lobi, dan kelompok-kelompok kepentingan

serta media yang berpihak pada kita. Yang juga perlu dicari adalah tokoh

terjun sendiri kedalam kampanye atau yang dapat memobilisasi orang lain.

4. Promosi

Tujuannya komunikasi yang terbiayai dan terkontrol sesuai anggaran. Iklan

di koran, plakat, iklan di radio dan TV, iklan di bioskop, iklan di situs

internet (direct mailling); semua ini membutuhkan kesiapan para agen

(kegiatan ini sering disebut dengan briefing, tahap perancangan dan

penolakan konsep, tahap produksi alat-alat promosi dan iklan dan juga tahap

penempatan. Artinya, membeli tempat pemasangan iklan dan durasi iklan.

Kegiatan ini harus dilakukan pihak profesional.

5. Kampanye di jalan-jalan dan events

Langkah ini diartikan sebagai aksi basis atau aktivitas partai yang

terorganisasi, dengan atau tanpa selebriti, stan-stan informasi, aksi telepon,

canvassing dari rumah ke rumah, kegiatan ini tidak hanya membutuhkan

manajemen personal para profesional tetapi juga pembantu sukarela dan

biaya logistik yang besar.

6. Humas

Fokus humas adalah komunikasi yang terjadi dengan cara memberikan

informasi dan pengaruh kepada media independen. Tujuannya adalah agar

informasi tentang parpol masuk kedalam redaksi siaran berita dengan

(33)

diberikan kepada ide-ide spontan juru bicara partai, tapi harus mengikuti

keseluruhan strategi komunikasi.

7. Koordinasi dan perencanaan waktu untuk kandidat

Bagian ini berarti mendefenisikan aturan-aturan terhadap persetujuan dan

penolakan agenda termasuk masing-masing tujuan politik dan komunikatif.

Setidaknya harus dipersiapkan sebuah sistem dan logistik setelah undangan

diterima atau ditolak.

8. Perencanaan keuangan

Bukan hanya berarti membuat kas penerimaan dan pengeluaran yang

sederhana, tetapi juga harus membuat defenisi yang tepat tentang tugas-tugas

tertentu dalam kas dan waktu masuk dan keluarnya uang.

9. Pengumpulan dana

Komunikasi adalah kegiatan yang tidak murah. Siapa yang sebelum atau

selama kampanye mengumpulkan sumbangan-sumbangan kecil secara

sistematis, maka ia akan dapat menambahkan modal dananya dari segelintir

sumbangan besar, subsidi dan iuran anggota.

10.Administrasi dan pembukuan

Merupakan tim-tim kecil yang harus ditata dengan baik. Artinya, ada

kegiatan rutin kantor, asisten dan manajemen office dan selain itu kewengan

yang jelas dalam menjalankan pembukuan keuangan (bendahara).

11.Mobilisasi pada hari pemilihan

Penyelesaian akhir harus disiapkan dengan tepat agar mendapatkan hasil

(34)

12.Perencanaan waktu

Untuk semua isu/tema, promosi, aksi PR, fundraising, dan keuangan

tujuannya tidak boleh ditentukan pada satu waktu, namun harus dibuat jadwal

yang pasti kapan tujuan tersebut akan dicapai.32

1.6. Metodologi Penelitian

1.6.1. Teknik Analisis Data

Adapun teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

teknik analisis data deskriptif kualitatif, dimana teknik ini mendeskripsikan data-data

yang ada yang didapat dari hasil wawancara dengan narasumber dan kemudian

dilakukan analisis sehingga diperoleh gambaran yang jelas tentang objek yang akan

diteliti dan kemudian dilakukan penarikan kesimpulan. Metodologi kualitatif dipilih

guna memperoleh pemahaman yang otentik dari pengalaman orang-orang yang

berhubungan erat dengan topik penelitian, dalam hal ini ada pengalaman dari sayap

Partai Gerindra Kota Medan.

Pendekatan kualitatif merupakan pendekatan penelitian yang berlandaskan

fenomenologi dan paradigma konstruktivisme dalam mengembangkan ilmu

pengetahuan. Sementara ciri-ciri penelitian kualitatif yaitu mengkonstruksi realitas

makna sosial budaya, meneliti interaksi peristiwa dan proses, melibatkan

variabel-variabel yang komplek, memiliki keterkaitan erat dengan konteks, melibatkan

peneliti secara penuh, memiliki latar belakang alamiah, menggunakan sampel

purposif, menerapkan analisis induktif, mengutamakan makna di balik realitas dan

mementingkan pertanyaan “mengapa” daripada“apa”.33

32

Venus, A., Op. Cit, hal. 9-12

33

(35)

1.6.2 Sumber Data

Sumber data dalam penelitian adalah sumber subjek dari mana data dapat

diperoleh. Apabila peneliti menggunakan kuisioner atau wawancara dalam

pengumpulan datanya, maka sumber data disebut responden, yaitu orang yang

merespon atau menjawab pertanyaan-pertanyaan peneliti, baik pertanyaan tertulis

maupun lisan. Sumber data berupa responden ini dipakai dalam penelitian

kuantitatif.

Sedangkan sumber data dalam penelitian kualitatif, posisi narasumber sangat

penting, bukan hanya sekedar memberi respon melainkan juga sebagai pemilik

informasi. Karena itu informan (orang yang memberi informasi, sumber informasi,

sumber data) atau disebut subjek yang diteliti, karena ia bukan saja sebagai sumber

data, melainkan juga aktor yang ikut menentukan berhasil tidaknya suatu penelitian

berdasarkan informasi yang diberikan.

Sumber data dalam penelitian ini penulis diperoleh melalui cara berikut,

yaitu :

1. Wawancara

Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian

dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan

atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide)

wawancara, di mana pewawancara dan informan sebagai narasumber terlibat dalam

kehidupan sosial yang relatif lama. Dengan demikian, kekhasan wawancara

mendalam adalah keterlibatannya dalam kehidupan informan.34 Wawancara

digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi

pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, dan juga untuk

34

(36)

mengetahui hal-hal dari narasumber yang lebih mendalam. Berikut adalah nama

informan yang akan penulis wawancarai untuk penelitian ini, yaitu :

Tabel 1.4 Nama Informan

No. Nama Jabatan

1 Drs. INDRA BAKTI Wakil Sekretaris DPD

2 RUDI LUBIS Wakil Sekretaris DPD

4 YUNDI FAUZA,SE Ketua TIDAR SUMUT

Sumber : Data Partai Gerindra Medan

2. Studi kepustakaan

Studi kepustakaan dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan buku-buku

tentang ilmu politik dan pemilihan kepala daerah juga catatan-catatan, arsip-arsip

yang dimiliki oleh Partai Gerindra sebagai partai pengusung Gus Irawan Pasaribu.

1.6.3 Lokasi Penelitian

Untuk mendapatkan informasi dan data yang menyangkut masalah penelitian

ini maka penelitian dilakukan di DPD Partai Gerindra yang beralamat di Jl. Kapt.

Patimura No. 342 Medan.

1.7 Sistematika Penulisan

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini akan membahas tentang latar belakang masalah, perumusan

masalah, tujuan penelitian, masalah penelitian, kerangka teori,

(37)

BAB II : GAMBARAN UMUM PARTAI GERINDRA

Bab ini akan membahas tentang profil Partai Gerindra, TIDAR Partai

Gerindra dan gambaran umum Pemilihan Gubernur Sumatera Utara

2013.

BAB III : PERAN SAYAP PARTAI GERINDRA

Bab ini akan membahas tentang penyajian data dan fakta yang didapat

dari tempat penelitian selain itu juga melakukan pembahasan dan

analisis dari data-data tersebut.

BAB IV : PENUTUP

Bab ini berisikan kesimpulan yang diperoleh dari bab sebelumnya dan

Gambar

Tabel 1.1 Nama Calon Gubernur Sumatera Utara
Tabel 1.2 Pembedaan Ideologi “Kiri” dan “Kanan”
Tabel 1.3 Strategi Politik Menurut Peter Schroder
Gambar 1.1 Model Perkembangan Lima Tahap Fungsional
+3

Referensi

Dokumen terkait

Land reform in Nigeria is a milestone in the development and implementation of Land Administration Domain Model (LADM) in the country land administration system.. The land

Menindaklanjuti surat dari Kantor Kementerian Agama Kota Surabaya diatas, mengenai daftar lembaga Raudlotul Athfal (RA) penerima dana BOP (Bantuan

UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 2013 DAN 2012 PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR.. Urusan Pemerintahan : 2

[r]

KISI-KISI SOAL UK PPGT PRODI PENDIDIKAN TEKNIK BANGUNAN TAHUN 2016 2 Standar Kompetensi Guru. Kompetensi Kompetensi Inti Guru Kompetensi

KISI-KISI SOAL UK PPGT PRODI PENDIDIKAN TEKNIK ELEKTRO TAHUN 2016 3. Standar Kompetensi Guru

(3) SPT dan SPPD khusus bagi Camat se- Kabupaten Murung Raya yang melakukan perjalanan dinas keluar daerah, ditandatangani oleh Sekretaris Daerah atas nama Bupati, untuk

KISI-KISI SOAL UK PPGT PRODI PENDIDIKAN TEKNIK MESIN TAHUN 2016 3 Standar Kompetensi Guru. Kompetensi Kompetensi Inti Guru Kompetensi