• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penetapan Metode Analisis P Tersedia Tanah Entisol

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Penetapan Metode Analisis P Tersedia Tanah Entisol"

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

PENETAPAN METODE ANALISIS P TERSEDIA

TANAH ENTISOL

S K R I P S I

MULYANIS RAHMI

030303047

DEPARTEMEN ILMU TANAH

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

PENETAPAN METODE ANALISIS P TERSEDIA

TANAH ENTISOL

S K R I P S I

MULYANIS RAHMI

030303047

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan

Dibimbing Oleh

Ir. Mukhlis, MSi Ir. A. B. Sinulingga, SU

Ketua Anggota

DEPARTEMEN ILMU TANAH

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

ABSTRACT

(4)

ABSTRAK

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Padang Panjang pada tanggal 06 Oktober 1985 dari

ayah Syukri dan Ibu Emy Yustiti. Penulis merupakan anak kedua dari delapan

bersaudara.

Tahun 2003 penulis lulus dari SMU Negeri 2 Padang Panjang dan pada

tahun yang sama lulus seleksi masuk Universitas Sumatera Utara (USU) melalui

jalur SPMB. Penulis memilih program studi Ilmu Tanah Departemen Ilmu Tanah,

Fakultas Pertanian.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten mata kuliah agama

Islam, Perancangan Penelitian Tanah dan Analisis Tanah dan Tanaman.

Mengikuti organisasi BKM Al-Mukhlisin (2004-2007), KAM RABBANI FP

USU (2006-2007), Pengajian Al – Bayan dan organisasi Himpunan Mahasiswa

Departemen Ilmu Tanah.

Penulis melaksanakan praktek kerja lapangan di PTPN III Kebun Sei

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas berkah,

rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Judul dari penelitian ini adalah Penetapan Metode Analisis P Tersedia

Tanah Histosol dibawah bimbingan Ir. Mukhlis, MSi dan Ir. A. B. Sinulingga, SU

Terima kasih penulis sampaikan kepada Ir. Mukhlis, MSi

dan Ir. A. B. Sinulingga, SU selaku komisi pembimbing, Dr. Ir. Abdul Rauf, MP

Ir. Bintang Sitorus, MP, Jamilah, SP. MP, Dr. Ir. Hamidah Hanum, MP

dan Ir. Fauzi, MP serta seluruh dosen di Departemen Ilmu Tanah yang banyak

memberikan ilmu dan saran.

Teristimewa ungkapan terima kasih dan rasa hormat penulis sampaikan

kepada ayahanda Syukri Kt. Mudo dan ibunda Emy Yustiti serta seluruh keluarga

besar, Ibu Hj. Nurlena A. M. Pd atas kepercayaan dan doanya. Penghargaan

penulis berikan kepada Yayasan Leuser Indonesia, Keluarga Besar BKM Al

Mukhlisin (ukhti lina, mimi, yani, syam, eci, listia siti, nisa, syari dan ukhtiku

semua) jazakillah khairan katsiro. Bang Anwar dan keluarga, Sri Budiarti SS,

Arliza, Yeni dan Nanda serta seluruh stambuk 2003 atas kebersamaan selama ini.

Keluarga pondok pelangi atas ukhwahnya dan seluruh asisten laboratorium Kimia

dan kesuburan Tanah serta seluruh pihak yang banyak membantu dalam

pelaksanaan penelitian ini. Tanpa mereka semua penulis tidak ada dan bukanlah

siapa – siapa. Semoga skripsi ini bermanfaat.

Medan, November 2007

(7)
(8)

DAFTAR PUSTAKA ... 26

(9)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Hal

1. Perlakuan pemberian pupuk P ... 13

2. Metode analisis P tersedia tanah ... 14

3. Kadar P tersedia tanah 10 hari setelah pemupukan P menggunakan

beberapa metode ... 17

4. Tinggi tanaman, berat kering tajuk dan akar serta serapan P tanaman ... 18

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran Hal

1. Analisis awal tanah Entisol ... 28

2. Bagan penelitian di Rumah kaca FP USU……….……..29

3. Perhitungan kebutuhan pupuk P ... 30

4. Rataan kadar P tanah hasil analisis metode Bray I ... 32

5. Daftar sidik ragam kadar P tersedia tanah hasil analisis metode Bray I .. 32

6. Rataan kadar P tersedia tanah hasil analisis metode Bray II ... 33

7. Daftar Sidik Ragam kadar P tersedia tanah hasil analisis metode Bray II . 33 8. Rataan kadar P tersedia tanah hasil analisis metode North Carolina ... 34

9. Daftar Sidik kadar P tersedia tanah hasil analisis metode North Carolina..34

10. Rataan kadar P tanah hasil analisis metode HCl 25 %... 35

11. Daftar sidik ragam kadar P tersedia tanah hasil analisis metode HCl 25 %32 ... 35

12. Rataan kadar P tersedia tanah hasil analisis metode Truog ... 36

13. Daftar Sidik Ragam kadar P tersedia tanah hasil analisis metode Troug... 36

14. Rataan kadar P tersedia tanah hasil analisis metode Pengabuan kering .... 37

15. Daftar sidik ragam kadar P tersedia tanah hasil analisis metode Pengabuan kering ... 37

16. Rataan serapan P tanaman jagung pada masa akhir vegetatif ... 38

17. Daftar sidik ragam serapan P tanaman jagung pada akhir masa vegetatif……… 38

18. Rataan tinggi tanaman jagung pada masa akhir vegetatif ... 39

19. Daftar sidik ragam tinggi tanaman jagung pada akhir masa vegetatif…. ...39

(11)

21. Daftar sidik ragam berat kering tajuk tanaman jagung pada akhir masa

vegetatif………. 40

22. Rataan berat kering akar tanaman jagung pada masa akhir vegetatif ... 41

23. Daftar sidik ragam berat kering akar tanaman jagung pada akhir masa vegetatif ………. 41

24. Kriteria penilaian sifat – sifat tanah………42

25. Metode analisis P tersedia tanah metode Bray I……….. 43

26. Metode analisis P tersedia tanah metode Bray II……….. 46

27. Metode analisis P tersedia tanah metode North Carolina………...49

28. Metode analisis P tersedia tanah metode HCl 25 %………...52

29. Metode analisis P tersedia tanah metode Truog……….………. … 55

30. Metode analisis P tersedia tanah metode Pengabuan kering………..58

31. Foto tanaman dan kegiatan ………59

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tanah Entisol merupakan tanah yang baru berkembang sehingga sangat

potensial untuk dijadikan lahan pertanian baik tanaman pangan dan perkebunan.

Meskipun tanah ini sangat potensial, tapi dalam perkembangan tanahnya sangat

bergantung pada bahan induk dan topografi sehingga akan berpengaruh terhadap

kesuburan tanahnya seperti pemadatan, sifat kimia tanah bervariasi dan besarnya

kehilangan air infiltrasi. Sebagai tanah yang baru terbentuk perlu dikaji sifat –

sifat tanah yang dapat mempengaruhi kesuburan tanah dan keberadaan unsur

haranya.

Fosfor (P) merupakan unsur hara esensial yang sangat dibutuhkan oleh

tanaman dalam jumlah besar, sedangkan jumlah P dalam tanah dan tanaman

relatif sedikit dibandingkan unsur hara esensial lainnya. Hal ini disebabkan oleh

unsur P bersifat mobil atau mudah bergerak antar jaringan

(Rosmarkam dan Yuwono, 2002) sehingga mudah mengalami fiksasi. Proses

fiksasi dapat mengakibatkan pemupukan P menjadi tidak maksimal diserap

tanaman. Agar pemupukan P lebih efektif perlu diketahui kadar ketersediannya

didalam suatu jenis tanah.

Ketersedian P tanah entisol dapat diketahui dengan adanya suatu metode

analisis yang dapat menggambarkan dan mendeteksi ketersedian P dalam tanah

yang sebenarnya. P tersedia merupakan P yang dapat diserap oleh tanaman.

(13)

sangat sesuai adalah yang memberikan korelasi yang tinggi antara hasil analisis

dengan serapan P tanaman. Korelasi uji tanah dapat menentukan metode analisis

yang sesuai untuk suatu jenis tanah sehingga untuk mengetahui metode analisis P

tersedia yang tepat di tanah entisol maka dilakukan uji korelasi.

Tujuan Penelitian

Untuk menetapkan metode analisis P tersedia tanah yang tepat untuk

tanah Entisol

Hipotesa Penelitian

Metode analisis P tersedia yang tepat untuk tanah Entisol dapat ditentukan

dengan melakukan uji korelasi.

Kegunaan Penelitian

o Sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan.

o Sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar sarjana di Fakultas

(14)

TINJAUAN PUSTAKA

Tanah Entisol

Konsep pemikiran dari Entisol adalah (recent = umur geologi

Holosin, solum = tanah) adalah tanah mineral yang masih muda

(Holosin), tanah yang baru diendapkan, belum atau masih sedikit mengalami

pelapukan atau berasal dari sisa erosi. Termasuk tanah ini adalah tanah yang

belum memiliki horison pedogenik dan umumnya masih berupa lapisan – lapisan

tanah atau tanah yang hanya memiliki satu atau dua horison pedogenik tertentu

(Hardjowigeno, 1993; Munir, 1996; Subagyo dkk., 2000). Menurut Taksonomi

Tanah, entisol didefinisikan sebagai tanah yang memenuhi syarat bila regim

suhu adalah mesi, isomesik atau lebih panas dan pada waktu kering ditemukan

retakan – retakan sampai selebar 1 cm pada kedalaman 50 cm tapi pada kadar liat

< 39 %, di beberapa sub horison pada kedalaman < 50 cm dan salah satu syarat

dari kriteria berikut ini yaitu bahan sulfidik pada kedalaman < 50 cm dari

permukaan tanah mineral atau mempunyai horison penciri epipedon okhrik,

albik, anthropik, histik atau spodik pada kedalaman lebih dari 2 meter

( Munir, 1996).

Proses pembentukan Entisol dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya

iklim yang sangat kering sehingga proses pelapukan berjalan lambat, erosi yang

kuat sehingga mampu membawa bahan endapan lebih banyak dari yang dibentuk

melalui proses pedogenik, pengendapan terus – menerus, bahan induk yang sukar

(15)

Tanah entisol terdiri dari 5 sub ordo dan 4 diantaranya termasuk dalam

tanah pertanian utama yaitu Aquent yaitu entisol basah yang selalu jenuh air

sehingga drainase terhambat, Fluvent terbentuk dari bahan endapan di dataran

banjir sungai, Psamment, entisol bertekstur pasir atau berlempung dan Orthent

yaitu entisol berpenampang dangkal atau tipis dan berbatu di lereng – lereng

curam (Subagyo dkk., 2000)

Fluvent dan aquents (tanah aluvial) terdapat di dataran-dataran banjir pada

lembah-lembah sungai dan di dataran pantai, yang menerima endapan baru dari

lembah-lembah sungai dan di dataran pantai, yang menerima endapan baru dari

tanah aluvial secara berkala ( Nordin, 2006)

Jenis tanah fluvents penting di dataran banjir di tepi sungai atau danau di

Kalimantan. Tanah-tanah ini umumnya terdapat di sungai-sungai yang

mengangkut endapan yang rawan terhadap banjir dan perubahan aliran sungai.

Kandungan mineral dan kesuburan tanah tropofluvents tergantung pada formasi

geologi di daerah aliran sungai bagian hulu dan topografi daerah sekitarnya. Dua

lingkungan utama yang bertanah aluvial adalah muara sungai dan rawa-rawa

belakangnya (Nordin, 2006).

Tanah-tanah aluvial baru yang berasosiasi dengan air tawar sebagian

besar mendukung hutan-hutan rawa air tawar. Tanah aluvial yang lebih baru ini

umumnya lebih subur dari pada lereng-lereng sekitarnya, tetapi tidak sesubur

tanah aluvial laut atau abu vulkanik Tanah-tanah aluvial di dataran tepi sungai

adalah tanah-tanah yang paling subur dan merupakan habitat yang mudah

(16)

tanah muda yang mencolok, umumnya terdapat pada pantai-pantai muda maupun

pantai tua (Nordin, 2006)

Sifat dan Ciri Tanah Entisol

Tanah aquents jenuh air dalam suatu periode yang panjang dalam satu

tahun dengan ciri khas dalam, berwarna abu-abu dan warna lainnya; tingkat

kesuburannya bergantung pada kandungan mineral dan bahan organik endapan

aluvial asalnya. Tanah hydraquents terdapat di rawa pasang surut, tanah ini muda,

lunak, berlumpur dan belum berkembang. Tanah sulfaquents umumnya terdapat

bersama-sama dengan hydraquents. Tanah -tanah ini sangat terbatas untuk tanah

pertanian, karena mengandung pirit yang apabila teroksidasi akan menimbulkan

kondisi yang sangat masam dengan kadar besi dan aluminium sulfat yang cukup

tinggi sehingga bersifat beracun ( Suhardjo dkk., 2000; Noor, 2004; Nordin, 2006)

Kapasitas umum menyimpan zat-zat hara pada tanah-tanah sebagian besar

bergantung pada kandungan humus. Oleh karena itu kandungan zat hara yang

sangat rendah bila lapisan humusnya rendah, misalnya pada tanah-tanah pasir. Di

dalam tanah yang dalamnya satu meter, hampir setengahnya dari basa yang

diserap hanya terdapat dalam lapisan atas sedalam 25 cm (Nordin, 2006).

Kesuburan tanahnya bervariasi bergantung pada bahan induk dan topografi

seperti reaksi tanah antara Aquent dan Fluvent atau Psamment. Reaksi tanah

aquent biasanya masam sampai agak masam (pH 4,7 – 6,6), Fluvent dan Orthent

cenderung masam sampai agak masam (pH 5,0 – 6,5) sedangkan Psamment

(17)

lebih masam dari lapisan atas. Kejenuhan basa bervariasi, KTK bervariasi baik

antara horison A maupun C, kandungan P bervariasi sebagian sangat rendah

sampai tinggi pada semua lapisan (Subagyo dkk., 2000; Ritung dan Wahyunto,

2003).

Unsur Hara P

Fosfor (P) merupakan unsur yang diperlukan dalam jumlah besar ( hara

makro) yang berfungsi sebagai penyusun sel hidup, terutama dalam pembelahan

dan pembentukan membran sel, berperan aktif dalam mentranfer energi yakni

merubah ADP menjadi ATP (Hakim dkk., 1996). P diserap tanaman dalam bentuk

ion orthofosfat H2PO4- dan HPO4-2 dan ion ini tidak diikat oleh liat ataupun

koloid organik karena muatannya sama (Rosmarkam dan Yuwono, 2004)

P tanah dapat dibedakan menjadi tak tersedia, potensial tersedia dan segera

tersedia. P segera tersedia adalah bentuk P anorganik di larutan tanah. Bentuk

yang potensial tersedia meliputi bentuk P organik dan beberapa bentuk P

anorganik yang relatif tidak tersedia seperti bentuk P terendapkan (Al – P, Ca – P

dan Mn – P) dan bentuk ini cenderung terakumulasi dalam keadaan stabil dan

dalam keadaan tertentu dapat menjadi tersedia seperti penggenangan pada

tanah sawah (Mukhlis, 2007). Umumnya bentuk P organik ditemukan dalam

bentuk inositol fosfat terutama hexafosfat (60 % dari total P organik). Bentuk –

bentuk lain seperti fosfolipid, asam nukleat, glukosa 1 – fosfat, gliserol fosfat dan

protein fosfat dalam tanah hanya berkisar 2 % dari total P organik

(18)

Adanya reaksi – reaksi pelepasan anion P kedalam larutan tanah dan

penjerapan dari larutan tanah berkaitan erat dengan pH larutan tanah dapat

digambarkan dalam kesetimbangan senyawa P di dalam tanah sebagai berikut

+ OH- + OH

-H2PO4- H2O + HPO4-2 H2O + PO4-3

Reaksi ini memperlihatkan bahwa pada kisan pH dari asam sampai basa, larutan

tanah dapat mengandung berbagai bentuk anion P. Pada pH 6,0 larutan tanah di

dominasi bentuk H2PO4- dan HPO4- dan basa di dominasi oleh PO4-3.

(Poerwowidodo, 1992).

Analisis P Tanah

P tersedia dalam tanah dapat diartikan sebagai P tanah yang dapat larut

dalam air dan asam sitrat. Berdasarkan kelarutan dan ketersediannya dalam tanah

maka bentuk P dalam tanah dapat dibedakan ke dalam P yang dapat larut dalam

air merupakan bentuk P yang segera dapat diserap tanaman, bentuk Al – P yang

dapat diekstraksikan dengan NH4F, bentuk Fe – P dapat diekstraksikan oleh

NaOH dan Ca – P yang dapat diekstraksikan oleh campuran Na sitrat dan Na

ditionat (Hakim dkk., 1986).

P tersedia tanah dapat dianalisis dengan berbagai metode. Larutan

ekstraktan yang direkomendasikan cukup banyak, Fixen dan Grove (1990)

mendata beberapa ekstraktan P dalam menetapkan P tersedia tanah yaitu :

- Soltanpour dan Schwab (1977) menggunakan ekstraktan 1 M NH4 HCO3 +

0,005 M DTPA pada pH 7,5

- Bray dan Kurtz (1945) menggunakan ekstraktan 0,03 M NH4 F+ 0,0025 M

(19)

- Dyer (1894) menggunakan asam sitrat 1 % pada temperatur konstan

selama 7 hari

- Egner et. al (1960) menggunakan ekstraktan 0,01 M Ca laktat + 0,02 M

HCl

- ISFEIP (1972) menggunakan ekstraktan 0,25 M NaHCO3 + 0,01 M NH4 +

0,01 EDTA pada pH 8,5

- Menlich (1953) menggunakan ekstraktan 0,05 M HCl + 0,0125 M H2So4

- Menlich (1978) menggunakan ekstraktan 0,015 M NH4F + 0,2 M

CH3COOH + 0,2 M NH4Cl + 0,012 M HCl

- Menlich (1984) menggunakan ekstraktan 0,015 M NH4F + 0,2 M

CH3COOH + 0,25 M NH4NO3 + 0,013 M HNO3

- Olsen et. al (1954) menggunakan ekstraktan 0,5 M NaHCO3 pada pH 8,5

- Troug (1930) menggunakan ekstraktan 0,001 M H2SO4 + (NH4)2SO4 pada

pH 3.

Fixen dan Grove (1990) menetapkan bahwa ektraktan yang baik harus

mampu mengekstrak P tersedia tanah, prosedurnya harus bekerja cepat dan tepat

dan nilai uji tanah yang ditentukan harus berkorelasi dengan pertumbuhan

tanaman atau respon P. Pengekstrak tidak menganggu proses analisa, harga bahan

kimia rendah dan mudah dikerjakan (Widjik dkk., 1984) disamping itu metode

tersebut harus menghasilkan angka yang diteliti.

Penelitian korelasi uji tanah dapat menentukan metode ekstraksi yang

sesuai untuk berbagai komoditi pada berbagai jenis tanah. Al – Jabri dkk (1984)

melaporkan bahwa pengekstrak Troug dimodifikasi, HCl 25 %, dan Bray 2

(20)

Sitiung untuk tanaman padi gogo. Widjaja- Adhi dan Widjik (1984) melaporkan

metode Bray 1 adalah metode terbaik untuk tanah Hydric dystrandepts untuk

tanaman kentang. Menurut Nursyamsi dan Sutriadi (2002) pengekstrak HCl 25 %

dan Corlwell merupakan pengekstrak terbaik untuk menetapkan status hara P

untuk tanaman kedelai pada Ultisol Deli Serdang, Bray 1 dan Olsen untuk

Inseptisol Subang dan Olsen untuk Vertisol. Nursyamsi dkk (2004) menyatakan

pengekstrak Bray 1 sebagai metode yang terbaik untuk menduga kebutuhan P

tanaman kedelai pada tanah typic Kandiudox. Selanjutnya Iboy (2006)

melaporkan pengekstrak Bray 2 merupakan metode yang terbaik untuk tanah

sawah.

Pengukuran laturan P yang telah terekstrak bisa dilakukan secara

Spektofotometer. Spektrofotometer merupakan instrumen yang digunakan untuk

mengukur transmitan atau adsorban pada berbagai panjang gelombang warna

dengan menggunakan molibdat dan asam ascorbat. Ion orthofosfat dan molibdat

berkondensasi dalam larutan asam heteropoli untuk menghasilkan asam

molibdofosfat heteropoli (asam fosfat molibdat). Asam molidofosfat yang

dihasilkan direduksi dengan hidrazinium sulfat sehingga menghasilkan kompleks

warna biru yang dapat larut. Intensitas warna biru sebanding dengan banyaknya P

yang mula- mula dimasukkan dalam asam heteropoli selektif menghasilkan warna

biru. Intensitas warna biru sebanding dengan banyaknya P yang mula – mula

dimasukkan dalam asam heteropoli. Keuntungan spektrofotometer adalah

memberikan cara sederhana untuk menetapkan kuntitas zat yang sangat kecil dan

merupakan metode yang paling tepat untuk konsentrasi zat – zat terlarut

(21)

METODOLOGI PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca dan Laboratorium Kimia dan

Kesuburan Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Penelitian ini dimulai dari bulan Mei sampai Oktober 2007.

Bahan dan Alat Penelitian

Bahan

- Tanah entisol sebagai media tanam yang diambil secara komposit dari

Desa Air Mancur, Kecamatan Pulau Tiga, Kabupaten Aceh Tamiang

- Pupuk SP – 36 ( 36% P2O5) sebagai sumber pupuk P, Urea (45% N) dan

MOP (60% K2O) sebagai pupuk dasar.

- Benih jagung sebagai tanaman indikator

- Air untuk memenuhi kebutuhan tanah dan tanaman

- Bahan – bahan kimia untuk keperluan analisis di Laboratorium.

Alat

- Cangkul, sekop, dan goni untuk pengambilan contoh tanah entisol

- Polibag sebagai wadah tanah

- Meteran untuk mengukur tinggi tanaman

- Timbangan untuk menimbang tanah, pupuk dan berat kering tanaman

- Alat – alat laboratorium untuk keperluan analisis.

(22)

Metode Penelitian

Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) non faktorial

dengan perlakuan pemberian pupuk P yang terdiri dari 9 taraf (Tabel 1) dan 3

ulangan sehingga didapat 27 satuan percobaan.

Tabel 1. Perlakuan Pemberian Pupuk P

No Perlakuan Dosis Pupuk P

Ket: Dosis pemberian pupuk di dasarkan penelitian rumah kaca yang dilakukan oleh

Al – Jabri et, al (1984) dan perhitungan kebutuhan pupuk dapat dilihat pada lampiran 3.

Pelaksanaan Penelitian

Pengambilan contoh tanah

Contoh tanah histosol diambil di lokasi yang telah ditentukan secara

komposit. Tanah dimasukkan kedalam polibag 4 kg setara tanah kering oven,

kemudian di beri perlakuan pupuk P sesuai dengan taraf perlakuan (0, 50, 100,

150, 200, 250, 300, 350, dan 400) ppm P dan di inkubasi selama 10 hari, setelah

itu contoh tanah diambil untuk dianalisis kadar P tersedia tanah dengan berbagai

(23)

Analisis Awal

Dilakukan analisis awal sifat kimia tanah meliputi % kadar air dan %

kapasitas lapang, pH tanah dengan metode elektrometri, % C organik metode

Walkley & Black, P Tersedia metode Bray II dan KTK metode ekstrak NH4 Oac

(lampiran 1)

Tabel 2. Metode Analisis P tersedia tanah

Penanaman

Setelah diinkubasi selama 10 hari dilakukan penanaman benih sebanyak 3

benih per polibag. Pupuk dasar di berikan pada saat penanaman yang terdiri dari

200 ppm Urea dan 200 ppm MOP. Penjarangan dilakukan setelah tanaman

berumur 2 minggu dengan meninggalkan satu tanaman yang pertumbuhannya

dianggap baik.

Pemeliharaan

Pemeliharaan dilakukan dengan menyiram tanaman setiap hari sampai

tanah dalam keadaan kapasitas lapang melalui pipa yang telah di lobangi sisinya.

Penyiangan gulma dilakukan secara terus menerus dan pemberantasan hama dan

penyakit di lakukan secara preventif dengan menyemprotkan insektisida.

(24)

Pemanenan

Pada akhir masa vegetatif (munculnya bunga) diambil contoh daun untuk

dianalisis kadar hara P daun serta berat kering tanaman dimana bagian tajuk dan

akar tanaman dipotong dan diovenkan pada suhu 70 °C selama 24 jam kemudian

ditimbang berat kering tajuk dan akar tanaman.

Pengamatan Parameter

1. Kadar P tersedia (ppm) diukur 10 hari setelah perlakuan

2. Tinggi tanaman (cm) diukur pada akhir masa vegetatif

3. Berat kering tajuk (g) diukur pada akhir masa vegetatif

4. Berat kering akar (g) duikur pada akhir masa vegetatif

5. Serapan P tanaman (mg/ tan) dihitung dari kadar P tanaman dan berat

kering tajuk.

Uji Statistik

Data yang diperoleh melalui analisis pengukuran dengan beberapa metode

pengekstrak, diuji menggunakan uji korelasi. Nilai kadar P tersedia tanah dari

setiap metode ditetapkan sebagai variabel x, sedangkan hasil pengukuran

parameter tanaman ( serapan P tanaman dan berat kering tajuk) sebagai variabel y

sehingga diperoleh nilai koefesien korelasinya yaitu nilai r.

Nilai r diperoleh dari rumus :

(25)

Dimana : r = Nilai koefesien relasi

ΧΥ

∑ = jumlah variabel x dikalikan dengan variabel y

n = jumlah perlakuan

SDx = standar deviasi variabel x

SDy = standar deviasi variabel y

Nilai koefesien korelasi r dari masing – masing metode yang tertinggi

(26)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Hasil analisis kadar P tersedia tanah entisol yang diberikan perlakuan

0 – 400 ppm pupuk P yang dianalisis dengan beberapa metode analisis P tersedia,

cenderung menunjukkan peningkatan nyata terhadap semua metode P yang

diujikan (lampiran 4 – 14)

Rataan kadar P tersedia yang teranalisis dari masing – masing metode

memperlihatkan hasil yang beragam (Tabel 3)

Tabel 3. Kadar P tersedia tanah entisol 10 hari setelah pemupukan

Perlakuan Metode Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf p 0,05

menurut uji DMRT

Dari tabel 3 dapat dilihat bahwa semakin tinggi dosis yang diberikan

(27)

masing – masing metode, metode Truog menghasilkan kadar P tersedia yang

relatif lebih tinggi dibanding dengan metode lainnya.

Peningkatan kadar P tersedia akibat pemberian pupuk juga diikuti oleh

tinggi tanaman, berat kering tajuk dan akar serta serapan P tanaman

(lampiran 15 – 23). Rataan tinggi tanaman, berat kering tajuk dan akar serta

serapan P tanaman dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4. Tinggi tanaman, berat kering tajuk, berat kering akar dan serapan P

Perlakuan Tinggi Tanaman Berat Kering Serapan P

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf p 0,05 menurut uji DMRT

Dari tabel 4 dapat dilihat bahwa semakin tinggi dosis pupuk P yang

diberikan akan meningkatkan tinggi tanaman, berat kering akar dan tajuk dan

serapan P tanaman. Peningkatan pemberian dosis pupuk P memberikan pengaruh

yang tidak bebeda nyata terhadap tinggi tanaman. Peningkatan berat kering tajuk

terlihat pada dosis P1 = 50 ppm berat kering akar pada P3 = 150 ppm dan serapan

(28)

Pemilihan metode analisis P tersedia tanah Entisol yang tepat adalah

metode yang ekstraktannya mampu mengekstrak bentuk P yang sama dengan

bentuk P yang diserap oleh tanaman. Sehingga untuk menentukan metode analisis

P tersedia yang tepat dilakukan uji korelasi antara kadar P yang terekstrak dari

masing – masing metode dengan berat kering tajuk dan serapan P tanaman.

Hasil uji korelasi antara kadar P tersedia tanah dengan berat kering tajuk

dan serapan P tertera pada tabel 5.

Tabel 5. Persamaan regresi dan koefisien korelasi antara kadar P tersedia tanah dengan berat kering tajuk dan serapam P tanaman.

Metode Analisis

Berat kering tajuk Serapan P tanaman

Persaman regresi r Persamaan regresi r

Bray I Y= - 5.40 + 0,91 x 0,60** Y= -9,18 + 0,95 x 0,69**

Dari tabel 5 dapat dilihat bahwa metode analisis yang tepat adalah

pengabuan kering karena memberikan koefisien korelasi yang tertinggi yakni

r = 0,92 pada serapan P. Pada berat kering tajuk metode analisis Bray II dan

pengabuan kering memiliki koefisien korelasi yang relatif lebih tinggi dari metode

(29)

Pembahasan

Kemampuan setiap ekstraktan dari masing – masing metode dalam

mengekstrak P yang terdapat dalam tanah Entisol berbeda – beda, hal ini dapat

dilihat dari nilai kadar P tersedia tanah yang terekstrak dari masing – masing

metode sangat beragam.

Menurut Poerwowidodo (1991) metode Bray I dan Bray II digunakan

untuk menetapkan kandungan P terjerap dan P larut dalam asam dengan

menggunakan larutan pengekstarak NH4F dan HCl yang akan membebaskan ion

– ion F untuk mengikat Al – Fe dan senyawa P dalam larutan asam sehingga ion P

nya dibebaskan.

Metode North Carolina berprinsip bahwa P yang terlarut dalam

asam merupakan ukuran P tersedia didalam tanah – tanah asam dan netral. Pada

metode ini ekstraktan yang digunakan adalah HCl dan SO4, reaksinya menurut

Poerwowidodo (1991) sebagai berikut:

AlPO4 + HCl + H2SO4 PO3-2 + H2O + Al Cl3 + Al2 (SO4)3

FePO4 + HCl + H2SO4 PO3-2 + H2O + Fe Cl3 + Fe2 (SO4)3

selanjutnya,

PO4-3 + 12 MoO4-2 + 27 H+ H7[P (Mo2O7)6] + 10 H2O

H7[P (Mo2O7)6 + vit C Biru molibden

Dari masing – masing metode, metode Truog menggunakan ekstraktan

NH4SO4 menghasilkan kadar P tersedia yang relatif lebih tinggi dibandingkan

dengan ekstraktan lainnya. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan volume

(30)

dengan ektraktan 0,5 : 100. Volume ekstraktan yang lebih besar mengakibatkan

factor pengencerannya lebih besar sehingga kadar P menjadi tinggi.

Reaksinya menurut Mukhlis (2007) sebagai berikut

3 NH4SO4 + AlPO4 PO4-3 + NH4 + SO4

3 NH4SO4 + FePO4 PO4-3 + NH4 + SO4

selanjutnya,

PO3- + 12 MoO4-2 + 27 H+ H7[P (Mo2O7)6] + 10 H2O

H7[P (Mo2O7)6 + vit C Biru molibden

Hal ini juga diikuti oleh metode pengabuan kering yang memilki kadar P

tersedia yang relatif tinggi karena perbandingan yang digunakan adalah 1 : 100

dengan ekstraktan HCl. Sebaliknya ekstraktan HCl 25 % mengekstrak P hanya

dalam jumlah yang kecil, karena ekstraktannya kurang mampu mengekstrak P

dari tanah.

Peningkatan kadar P tersedia tanah akibat pemberian pupuk P, diikuti

oleh tinggi tanaman, berat kering tajuk dan akar serta serapan P tanaman. Sebagai

salah satu unsur penting yang diperlukan oleh tanaman, unsur P berfungsi

sebagai penyusun setiap sel hidup, terutama dalam pembelahan sel.

Menurut Hakim dkk (1986) P sangat berperan aktif dalam mentransfer energi di

dalam sel dan meningkatkan efisiensi kerja kloroplas.

Dalam pertumbuhannya tanaman mengalami gejala kekurangan unsur hara

P hal ini dapat dilihat dari tanaman yang kerdil dan munculnya warna ungu yang

dimulai dari pangkal hingga ujung daun. Keadaan ini diduga tidak adanya

(31)

mana pertumbuhan dan produksi tanaman ditentukan oleh faktor yang berada

dalam takaran minimum dan akan menjadi faktor pembatas. Menurut

Poerwowidodo ( 1992) jika pasokan P tidak cukup, pembelahan sel menyusut dan

seluruh bagian tanaman akan menjadi kerdil sehingga perkembangan bagian tajuk

dan akar akan terganggu. Perkembangan tajuk dan akar tanaman bergantung pada

ketersedian dan masukkan berbagai hara dalam sistem tanah. Pupuk dasar N dan

K yang diberikan diduga mampu merangsang pertumbuhan akar dan

meningkatkan berat akar tanaman dan pemberian pupuk dasar ini juga mampu

mendorong keseimbangan unsur hara dalan tanah, sehingga unsur P mampu

diserap secara maksimal oleh tanaman. Menurut Poerwowidodo (1992) tidak

adanya keseimbangan hara dalam tanah dapat mempengaruhi penyerapan P oleh

tanaman.

Efisiensi serapan P oleh tanaman dari tanah berkaitan erat dengan tipe

perakaran tanaman. Serapan P menggambarkan jumlah hara yang terdapat dalam

tanaman dan mempunyai hubungan yang erat keadaan hara tanaman yang terdapat

dalam tanah. Menurut Poerwowidodo (1992) tanaman yang berakar serabut

seperti tanaman jagung mempunyai takaran yang luas dalam menyerap hara dan

makanan dari tanah sehingga sangat efisien menyerap P. Dengan bertambahnya

percabangan akar dan perkembangan akar lateral akan meningkatkan penggunaan

dan penyerapan P oleh tanaman

Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa metode pengabuan kering

merupakan metode yang tepat untuk tanah entisol, karena memiliki koefisien

korelasi tertinggi dibandingkan dengan metode lainnya yakni r = 0,92. dan secara

(32)

dikatakan sebagai metode yang tepat disebabkan ekstraktannya mampu

mengekstrak P pada tanah entisol sesuai dengan jumlah P yang diserap oleh

tanaman. Pemilihan metode ini sebagai metode analisis P tanah entisol didug a

bahan penyusun tanah ini berasal dari jaringan tanaman yang terendapkan dalam

waktu yang lama. Menurut Mukhlis (2007) dalam analisis jaringan tanaman

dapat digunakan metode pengabuan kering yang relatif lebih sederhana, tidak

berbahaya dan lebih murah dibandingkan dekstruksi basah dan hal ini senada

dengan pendapat Fixen dan Grove (1990) yang menetapkan bahwa ekstraktan

yang baik harus mampu mengekstrak P tersedia tanah, prosedurnya cepat dan

tepat dan nilai uji yang ditentukan harus berkorelasi dengan pertumbuhan

(33)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Metode analisis P tersedia yang tepat untuk tanah entisol adalah

metode pengabuan kering dengan nilai korelasi tertinggi yakni

r = 0,92

2. Kemampuan setiap metode dalam mengekstrak kadar P tersedia tanah

berbeda – beda tergantung pada jenis ektraktan yang digunakan.

Saran

Metode yang telah ada dalam analisis kadar P tersedia tanah entisol

(34)

DAFTAR PUSTAKA

Al- Jabri, M., I.M Widjik, S., A. Hamid., Suharto dan M. Supartini. 1984. Pemilihan metode uji P tanah – tanah masam dari Lampung dan Sitiung untuk padi gogo. Jurnal Pemberitaan Penelitian Tanah dan Pupuk.

3: 47 – 52.

Bassett, J., R.C. Denny., G.H. Jeffrey dan J. Mendham. 1994. Buku Ajar Vogel: Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Edisi ke – 4. Terjemahan A.H.

Pudjaatmaka dan L. Setiono. Penerbit Buku Kedokteran EGC,

Jakarta.

Fixen, P. E dan J. H Grove. 1990. Testing Soil for Phosforous in R. L Westerman (ed) Soil Testing and Plant Analysis, 3rd edition. Soil. Sci. of America Inc. Madison, Wisconsin.

Hakim, N. M. Y Nyakpa, A. M Lubis, M.A Dhiha, S.G Nugroho, M. R Saul, G. B Hong dan H. H Bailey. 1986. Dasar- Dasar Ilmu Tanah. Lampung Pres, Lampung. Hlm

Hardjowigeno, S. 1993. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Akapres, Jakarta

. 2003. Ilmu Tanah. Akapres, Jakarta

Hartatik K., K. Idrus., S. Sabiham., S. Djuniwati dan J. Sri- Adiningsih. 2003. Komposisi fraksi – fraksi P pada tanah gambut yang diberi bahan amelioran tanah mineral dan pemupukan P. Jurnal Penelitian Tanah dan Iklim. Puslitbangtanak, Bogor. 21: 15 -27.

Iboy, I.R. 2006. Kajian korelasi beberapa metode analisis fosfat tersedia pada tanah sawah (Skripsi). Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Hlm 42.

Masganti, T., Notohadikusumo., A. Maas dan B. Radjagukguk. 2003. Pengaruh macam senyawa penjerap fosfat dan sumber pupuk P terhadap daya penyedian fosfat bahan gambut. Jurnal Penelitian Tanah dan Iklim. Puslitbangtanak, Bogor. 21: 7 -14.

Mukhlis. 2007. Analisis Tanah dan Tanaman. USU Press, Medan.

Munir, M. 1996. Tanah - Tanah Utama Indonesia karakteristik: klasifikasi dan pemanfaatannya. Pustaka Jaya, Jakarta.

(35)

Nordin. 2006. Save our Borneo. http://www. Blogger.com/profile [15 Desember 2007]

Nursyamsi, D. dan M. T. Sutriadi. 2002. Pemilihan metode fosfor pada inseptisol, ultisol dan vertisol untuk kedelai (Glycine max L). Pros. Seminar Nasional Sumber Daya Lahan. Puslitbangtanak, Bogor.

Hlm 283 –292.

Poerwowidodo, M. 1992. Telaah kesuburan tanah. UGM Pres, Jogyakarta

. 1991. Metode selidik tanah, UGM Pres, Jogyakarta

Rosmarkam, A dan N. W. Yuwono. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Kanisius, Jogyakarta.

Ritiung, S dan Wahyunto. 2003. Kandungan tanah gambut di pulau Sumatera http://www.peat- portal.net/newsmaster [15 desember 2007]

Subagyo, H, N. Suharta dan A.B. Siswanto. 2000. Tanah – tanah pertanian Indonesia dalam Tim Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat (ed) Sumber daya lahan Indonesia dan pengelolaannya. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Badan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian.

Hlm 36 - 37, 52

Suhardjo, H, Suratman, T. Prihatini dan S. Ritiung. 2003. Lahan pantai dan pengembangannya dalam Tim Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat (ed) Sumber daya lahan Indonesia dan pengelolaannya. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Badan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian. Hlm 113

Widjaja- Adhi dan M. Widjik, S. 1984. Pemilihan dan kalibrasi uji tanah hara P untuk tanaman kentang pada tanah hidric dystranepts. Jurnal Pemberitaan Penelitian Tanah dan Pupuk. 3: 42- 47.

(36)

Lampiran 1. Data hasil analisis awal tanah entisol

No Parameter Satuan Hasil Kriteria*

1 pH H2 O - 3,69 sangat masam

2 pH KCl - 3,59 masam

3 P tersedia ppm 6,7 sangat rendah

4 Kl % 92,30 -

5 KA % 53,84 -

6 C- organik % 13,63 sangat tinggi

7

8

B. Organik

KTK

%

me/ 100g

23,49

8,53

-

rendah

(37)

Lampiran 2. Bagan penelitian di Rumah kaca FP USU

II I III U

P23p3 P3 P7 P1

P0

P7 P1

P0 P3 P2

P4 P8 P6

P2 P5

P5 P6

P1

P6

P8

P0

P2

P7 P4

(38)
(39)
(40)

Lampiran 4. Rataan kadar P tersedia (ppm) tanah hasil analisis metode Bray I

Perlakuan Blok Total Rataan

I II III

Lampiran 5. Daftar sidik ragam kadar P tersedia tanah hasil analisis metode Bray I

(41)

Lampiran 6. Rataan kadar P tersedia (ppm) tanah hasil analisis metode Bray II

Perlakuan Blok Total Rataan

I II III

P0 8,55 8,55 11,27 28,37 9,45

P1 14,76 14,07 15,49 44,32 14,77

P2 15,49 14,76 16,18 46,43 15,47

P3 16,90 15,49 14,07 46,46 15,48

P4 20,55 15,49 18,35 54,39 18,13

P5 14,07 19,83 19,38 53,37 17,91

P6 18,35 27,39 25,07 70,81 23,60

P7 19,83 29,74 31,34 80,91 26,97

P8 27,39 32,15 42,22 101,76 33,92

Total 155,89 177,47 193,82 527,18 19,25

Lampiran 7. Daftar sidik ragam kadar P tersedia tanah hasil analisis metode Bray II

SK dB JK KT F hit F 5 % F 1 %

Perlakuan 8 1321,44 165,18 13,08** 2,59 3,89

Blok 2 80,44 40,22 3,18tn 3,63 6,23

Galat 16 202,00 12,62

Total 26 1603,88

KK= 17,93 %

(42)

Lampiran 8. Rataan kadar P tersedia (ppm) tanah hasil analisis metode North Carolina

Perlakuan Blok Total Rataan

I II III

(43)

Lampiran 10. Rataan kadar P tersedia (ppm) tanah hasil analisis metode HCl 25 %

Perlakuan Blok Total Rataan

I II III

P0 10,10 11,91 8,33 30,34 10,11

P1 21,29 23,22 11,91 56,42 18,80

P2 23,22 14,47 17,47 58,16 19,38

P3 19,36 19,36 15,61 54,33 18,11

P4 15,61 19,36 19,36 54,33 18,11

P5 17,47 17,47 19,36 54,30 18,10

P6 21,29 25,15 21,29 67,79 22,57

P7 25,15 27,16 23,22 75,53 25,17

P8 30,90 30,90 29,13 90,93 30,31

Total 184,39 192,00 165,68 542,07 20,07

Lampiran 11. Daftar sidik ragam kadar P tersedia tanah hasil analisis metode HCl 25 %

SK dB JK KT F hit F 5 % F 1 %

Perlakuan 8 749,95 93,74 14,73** 2,59 3,89

Blok 2 40,77 20,385 3,20tn 3,63 6,23

Galat 16 101,80 6,36

Total 26 892,52

KK= 12,56 %

Keterangan : * = nyata pada taraf 5 %

(44)

Lampiran 12. Rataan kadar P tersedia (ppm) tanah hasil analisis metode Pengabuan Kering

Perlakuan Blok Total Rataan

I II III

(45)

Lampiran 14. Rataan kadar P tersedia (ppm) tanah hasil analisis metode Truog

Perlakuan Blok Total Rataan

I II III

(46)

Lampiran 16. Rataan serapan P (mg/tnm) tanaman jagung pada akhir masa vegetatif

Perlakuan Blok Total Rataan

I II III

(47)

Lampiran 18. Rataan tinggi tanaman (cm) tanaman jagung pada akhir masa vegetatif

Perlakuan Blok Total Rataan

I II III

P0 58,0 76,0 42,0 176,0 58,66

P1 101,3 105,0 104,0 310,3 103,43

P2 42,5 34,0 52,5 129,0 43,00

P3 120,0 50,3 123,4 293,7 97,90

P4 128,0 54,2 134,4 316,6 105,53

P5 76,5 120,0 124,0 320,5 106,83

P6 108,0 90,0 131,0 329,0 109,66

P7 132,6 109,0 138,1 379,7 126,56

P8 101,0 135,0 110,5 346,5 115,50

Total 867,9 773,5 959,9 2601,3 96,34

Lampiran 19. Daftar sidik ragam tinggi tanaman jagung pada akhir masa vegetatif

SK dB JK KT F hit F 5 % F 1 %

Perlakuan 8 17.910,5067 2.238,813 3,76* 2,59 3,89

Blok 2 1.930,3822 965,191 1,62tn 3,63 6,23

Galat 16 9.531,0177 595,688

Total 26 29.371,906

KK= 25,33 %

(48)

Lampiran 20. Rataan berat kering tajuk (g) tanaman jagung pada akhir masa vegetatif

Perlakuan Blok Total Rataan

I II III

(49)

Lampiran 22. Rataan berat kering akar (g) tanaman jagung pada akhir masa vegetatif

Perlakuan Blok Total Rataan

I II III

(50)
(51)

Lampiran 25. Metode analisis kadar P tersedia tanah metode Bray I

1. Pereaksi

1. Larutan Amonium Flourida 1N

Larutkan 3,7 g NH4F dengan H2O menjadi 100 ml

2. Larutan HCl 5 N

Larutkan 20,2 ml HCl pekat dengan H2O menjadi 500 ml

3. Larutan Bray I

Larutkan 30 ml larutan NH4F 1N dengan 5 ml HCl 2 N dan jadikan larutan

dengan menambahkan H2O

Campurkan Asam sulfat 5 N, Amonium Molibdat dan Kalium Antimonit

Tartarat, jadikan 2 L dengan menambahkan H2O

9. Pereaksi Fosfat B

Campurkan 1 g sam Ascorbat kedalam 200 ml pereaksi fosfat A

10.Larutan Standard 50 ppm P

(52)

11.Larutan standard 0- 0,5- 1,0- 2,0-3,0-4,0-5,0 ppm P

Pipet larutan Standard 50 ppm P masing – masing sebanyak 0 1 2 4

-6- 8 - 10 ml ke dalam labu ukur 100 ml dan penuhkan dengan H2O

2. Cara Kerja

1. Timbang 2 g contoh tanah dan tempatkan pada gelas erlemeyer 250 cc

2. Tambahkan larutan Bray I sebanyak 20 ml, dan goncang pada shaker

selama 30 menit

3. Saring dengan kertas saring Whatman No. 42

4. Pipet filtrat sebanyak 5 ml dan tempatkan pada tabung reaksi

5. Tambahkan pereaksi Fosfat B sebanyak 10 ml. Biarkan selama 5 menit

6. Ukur transmitan pada spectronik dengan panjang gelombang 660 nm

7. Pada saat yang sama pipet juga masing – masing 5 ml larutan standar P 0-

0,5- 1,0 – 2,0- 3,0 – 4,0 – 5,0 ppm P ke tabung reaksi, kemudian

tambahkan 10 ml pereaksi fosfat B

8. Ukur juga transmitan standar pada spectronik dengan panjang gelombang

yang sama yaitu 660 nm.

3. Perhitungan

Nilai adsorben = - log T/ 100

Buat kurva standar P ( 0 – 5 ppm P) sebagai sumbu x dan nilai Adsorben

sebagai sumbu y. Konsentrasi P – larutan ditetapkan dengan menginterpolasikan

nilai adsorben dari sample ke kurva standar ( Kurva standard interpolasi dapat

dilakukan secara mudah dengan menggunakan kalkulator pakai program LR)

(53)

Lampiran 26. Metode analisis kadar P tersedia tanah metode Bray II

1. Pereaksi

1. Larutan Amonium Flourida 1N

Larutkan 3,7 g NH4F dengan H2O menjadi 100 ml

2. Larutan HCl 5 N

Larutkan 20,2 ml HCl pekat dengan H2O menjadi 500 ml

3. Larutan Bray II

Larutkan 30 ml larutan NH4F 1N dengan 20 ml HCl 2 N dan jadikan 1 L

larutan dengan menambahkan H2O

4. Asam Sulfat 5 N

Larutkan 140 ml H2SO4 pekat BD 1,84kg/L dengan H2O hingga volume

larutan menjadi 1000 ml

5. Amonium Molibdat

Larutkan 12 g (NH4)6Mo7O24. 4 H2O dengan H2O hingga volume larutan

menjadi 250 ml

6. Kalium Antimonit Tartarat

Larutkan 1,298 g KSbOC4H4O6 dalam 100 ml H2O

7. Asam Ascorbat

8. Pereaksi Fosfat A

Campurkan Asam sulfat 5 N, Amonium Molibdat dan Kalium Antimonit

Tartarat, jadikan 2 L dengan menambahkan H2O

9. Pereaksi Fosfat B

Campurkan 1 g sam Ascorbat kedalam 200 ml pereaksi fosfat A

(54)

11.Larutan standard 0- 0,5- 1,0- 2,0-3,0-4,0-5,0 ppm P

Pipet larutan Standard 50 ppm P masing – masing sebanyak 0 1 2 4

-6- 8 - 10 ml ke dalam labu ukur 100 ml dan penuhkan dengan H2O

2. Cara Kerja

1. Timbang 2 g contoh tanah dan tempatkan pada gelas erlemeyer 250 cc

2. Tambahkan larutan Bray II sebanyak 20 ml, dan goncang pada shaker

selama 30 menit

3. Saring dengan kertas saring Whatman No. 42

4. Pipet filtrat sebanyak 5 ml dan tempatkan pada tabung reaksi

5. Tambahkan pereaksi Fosfat B sebanyak 10 ml. Biarkan selama 5 menit

6. Ukur transmitan pada spectronik dengan panjang gelombang 660 nm

7. Pada saat yang sama pipet juga masing – masing 5 ml larutan standar P 0-

0,5- 1,0 – 2,0- 3,0 – 4,0 – 5,0 ppm P ke tabung reaksi, kemudian

tambahkan 10 ml pereaksi fosfat B

8. Ukur juga transmitan standar pada spectronik dengan panjang gelombang

yang sama yaitu 660 nm.

3. Perhitungan

Nilai adsorben = - log T/ 100

Buat kurva standar P ( 0 – 5 ppm P) sebagai sumbu x dan nilai Adsorben

sebagai sumbu y. Konsentrasi P – larutan ditetapkan dengan menginterpolasikan

nilai adsorben dari sample ke kurva standar ( Kurva standard interpolasi dapat

dilakukan secara mudah dengan menggunakan kalkulator pakai program LR)

(55)

Lampiran 27. Metode analisis kadar P tersedia tanah metode North Carolina

1. Pereaksi

1. Larutan HCl 5 N

Larutkan 20,2 ml HCl pekat dengan H2O menjadi 500 ml

2. Asam Sulfat 5 N

Larutkan 140 ml H2SO4 pekat BD 1,84kg/L dengan H2O hingga volume

larutan menjadi 1000 ml

3. Larutan North Carolina

Larutkan 10 ml HCl dan 5 ml H2SO4 dan ditambahkan H2O menjadi 1 L

4. Amonium Molibdat

Larutkan 12 g (NH4)6Mo7O24. 4 H2O dengan H2O hingga volume larutan

menjadi 250 ml

5. Kalium Antimonit Tartarat

Larutkan 1,298 g KSbOC4H4O6 dalam 100 ml H2O

7. Asam Ascorbat

8. Pereaksi Fosfat A

Campurkan Asam sulfat 5 N, Amonium Molibdat dan Kalium Antimonit

Tartarat, jadikan 2 L dengan menambahkan H2O

12.Pereaksi Fosfat B

Campurkan 1 g sam Ascorbat kedalam 200 ml pereaksi fosfat A

13.Larutan Standard 50 ppm P

14.Larutan standard 0- 0,5- 1,0- 2,0-3,0-4,0-5,0 ppm P

Pipet larutan Standard 50 ppm P masing – masing sebanyak 0 1 2 4

(56)

2. Cara Kerja

1. Timbang 2 g contoh tanah dan tempatkan pada gelas erlemeyer 250 cc

2. Tambahkan larutan North Carolina sebanyak 20 ml, dan goncang pada

shaker selama 30 menit

3. Saring dengan kertas saring Whatman No. 42

4. Pipet filtrat sebanyak 5 ml dan tempatkan pada tabung reaksi

5. Tambahkan pereaksi Fosfat B sebanyak 10 ml. Biarkan selama 5 menit

6. Ukur transmitan pada spectronik dengan panjang gelombang 660 nm

7. Pada saat yang sama pipet juga masing – masing 5 ml larutan standar P 0-

0,5- 1,0 – 2,0- 3,0 – 4,0 – 5,0 ppm P ke tabung reaksi, kemudian

tambahkan 10 ml pereaksi fosfat B

8. Ukur juga transmitan standar pada spectronik dengan panjang gelombang

yang sama yaitu 660 nm.

3. Perhitungan

Nilai adsorben = - log T/ 100

Buat kurva standar P ( 0 – 5 ppm P) sebagai sumbu x dan nilai Adsorben

sebagai sumbu y. Konsentrasi P – larutan ditetapkan dengan menginterpolasikan

nilai adsorben dari sample ke kurva standar ( Kurva standard interpolasi dapat

dilakukan secara mudah dengan menggunakan kalkulator pakai program LR)

(57)

Lampiran 28. Metode analisis kadar P tersedia tanah metode HCl 25 %

1. Pereaksi

1. Larutan HCL 25 %

Larutkan 700 ml HCl 37 % menjadi 1L

2. Asam Sulfat 5 N

Larutkan 140 ml H2SO4 pekat BD 1,84kg/L dengan H2O hingga volume

larutan menjadi 1000 ml

3. Amonium Molibda

Larutkan 12 g (NH4)6Mo7O24. 4 H2O dengan H2O hingga volume larutan

menjadi 250 ml

4. Kalium Antimonit Tartarat

Larutkan 1,298 g KSbOC4H4O6 dalam 100 ml H2O

5. Asam Ascorbat

6. Pereaksi Fosfat A

Campurkan Asam sulfat 5 N, Amonium Molibdat dan Kalium Antimonit

Tartarat, jadikan 2 L dengan menambahkan H2O

7. Pereaksi Fosfat B

Campurkan 1 g sam Ascorbat kedalam 200 ml pereaksi fosfat A

8. Larutan Standard 50 ppm P

9. Larutan standard 0- 0,5- 1,0- 2,0-3,0-4,0-5,0 ppm P

Pipet larutan Standard 50 ppm P masing – masing sebanyak 0 1 2 4

(58)

2. Cara Kerja

1. Timbang 2 g contoh tanah dan tempatkan pada gelas erlemeyer 250 cc

2. Tambahkan larutan HCl 25 % sebanyak 20 ml, dan goncang pada

shaker selama 30 menit

3. Saring dengan kertas saring Whatman No. 42

4. Pipet filtrat sebanyak 5 ml dan tempatkan pada tabung reaksi

5. Tambahkan pereaksi Fosfat B sebanyak 10 ml. Biarkan selama 5 menit

6. Ukur transmitan pada spectronik dengan panjang gelombang 660 nm

7. Pada saat yang sama pipet juga masing – masing 5 ml larutan standar P

0- 0,5- 1,0 – 2,0- 3,0 – 4,0 – 5,0 ppm P ke tabung reaksi, kemudian

tambahkan 10 ml pereaksi fosfat B

8. Ukur juga transmitan standar pada spectronik dengan panjang

gelombang yang sama yaitu 660 nm.

3. Perhitungan

Nilai adsorben = - log T/ 100

Buat kurva standar P ( 0 – 5 ppm P) sebagai sumbu x dan nilai Adsorben

sebagai sumbu y. Konsentrasi P – larutan ditetapkan dengan menginterpolasikan

nilai adsorben dari sample ke kurva standar ( Kurva standard interpolasi dapat

dilakukan secara mudah dengan menggunakan kalkulator pakai program LR)

(59)

Lampiran 29. Metode analisis P tersedia tanah metode Troug

1. Pereaksi

1. Larutan Asam Sulfat 0,002 N

Larutkan 0,055 ml H2SO4 dengan H2O menjadi 100 ml

2. Larutan Troug

Larutkan 3 g larutan (NH4 )2 SO4 1N dengan H2O dan tambahkan H2SO4

0,002 N set pH menjadi 3,0.

3. Asam Sulfat 5 N

Larutkan 140 ml H2SO4 pekat BD 1,84kg/L dengan H2O hingga volume

larutan menjadi 1000 ml

4. Amonium Molibdat

Larutkan 12 g (NH4)6Mo7O24. 4 H2O dengan H2O hingga volume larutan

menjadi 250 ml

5. Kalium Antimonit Tartarat

Larutkan 1,298 g KSbOC4H4O6 dalam 100 ml H2O

7. Asam Ascorbat

8. Pereaksi Fosfat A

Campurkan Asam sulfat 5 N, Amonium Molibdat dan Kalium Antimonit

Tartarat, jadikan 2 L dengan menambahkan H2O

9. Pereaksi Fosfat B

Campurkan 1 g sam Ascorbat kedalam 200 ml pereaksi fosfat A

10.Larutan Standard 50 ppm P

(60)

11.Larutan standard 0- 0,5- 1,0- 2,0-3,0-4,0-5,0 ppm P

Pipet larutan Standard 50 ppm P masing – masing sebanyak 0 1 2 4

-6- 8 - 10 ml ke dalam labu ukur 100 ml dan penuhkan dengan H2O

2. Cara Kerja

1. Timbang 0,5 g contoh tanah dan tempatkan pada gelas erlemeyer 250 cc

2. Tambahkan larutan Troug sebanyak 100 ml, dan goncang pada shaker

selama 30 menit

3. Saring dengan kertas saring Whatman No. 42

4. Pipet filtrat sebanyak 5 ml dan tempatkan pada tabung reaksi

5. Tambahkan pereaksi Fosfat B sebanyak 10 ml. Biarkan selama 5 menit

6. Ukur transmitan pada spectronik dengan panjang gelombang 660 nm

7. Pada saat yang sama pipet juga masing – masing 5 ml larutan standar P 0 -

0,5 - 1,0 – 2,0 - 3,0 – 4,0 – 5,0 ppm P ke tabung reaksi, kemudian

tambahkan 10 ml pereaksi fosfat B

8. Ukur juga transmitan standar pada spectronik dengan panjang gelombang

yang sama yaitu 660 nm.

3. Perhitungan

Nilai adsorben = - log T/ 100

Buat kurva standar P ( 0 – 5 ppm P) sebagai sumbu x dan nilai Adsorben

sebagai sumbu y. Konsentrasi P – larutan ditetapkan dengan menginterpolasikan

nilai adsorben dari sample ke kurva standar ( Kurva standard interpolasi dapat

dilakukan secara mudah dengan menggunakan kalkulator pakai program LR)

(61)

Lampiran 30. Metode analisis P tersedia tanah metode Pengabuan kering

1. Pereaksi

1. Asam Chlorida 1 N

Larutkan 4,4 ml HCl pekat dengan H2O menjadi 500 ml.

2. Cara Kerja

1. Timbang 1 g contoh tanah, tempatkan pada crucible dan tutup ( beri tanda

crucible dengan menuliskan di bagian bawah dengan pensil)

2. Tempatkan di Muffle furnance, panaskan pada temperatur 100 o C selama

1 jam, kemudian naikkan pada temperature 200oC selama 2 jam

selanjutnya naikkan pada temperatur 500oC selama 4 jam.

3. Didinginkan, lalu dikeluarkan dari Muffle furnance

4. Tetesi contoh tanah yang telah jadi abu dengan 10 tetes H2O, kemudian

tambahkan 10 ml HCl 1 N

5. Panaskan di hot plate hingga menjelang mendidih

6. saring dengan kertas saring biasa, filtrat di tampung pada labu ukur 100 ml

7. Bilas crucible dengan 10 ml HCl 1N dan tuangkan ke labu ukur.

8. Bilas kertas saring dengan H2O dan penuhkan labu ukur hingga tanda 100

ml

9. Pipet 5 ml cairan dari ekstraksi pengabuan kering tempatkan pada tabung

reaksi

10.Tambahkan 10 ml Reagen Fosfat B biarkan ± 10 menit, kemudian ukur

(62)

11.Pada saat yang sama dilakukan pula pada larutan standar 0 – 2 – 4 – 6 – 8

dan 10 ppm dengan cara memipet masing – masing 5 ml dan ditambahkan

10 ml Reagen fosfat B dan ukur pada spectronik.

3. Perhitungan

(63)

Lampiran 31. Foto - foto tanaman dan kunjungan suvervisi

Gambar 1. Penulis dan tanaman jagung saat berumur 2 minggu

(64)

Gambar

Tabel 1. Perlakuan Pemberian Pupuk P
Tabel 2. Metode Analisis P tersedia tanah
Tabel 3. Kadar P tersedia tanah entisol 10 hari setelah pemupukan  Perlakuan   Metode
Tabel 4. Tinggi tanaman, berat kering tajuk, berat kering akar dan serapan P
+3

Referensi

Dokumen terkait

Interaksi aplikasi pupuk SP-36 dan pupuk kandang ayam tidak berpengaruh nyata meningkatkan pH tanah, C-Organik tanah, P-tersedia tanah, serapan P tanaman, tinggi tanaman, berat

Pada akhir vegetatif pemberian terak baja berpengaruh sangat nyata terhadap pH tanah, P-tersedia, bobot kering tajuk tanaman dan serapan P tanaman serta berpengaruh nyata

Pupuk organik cair limbah pasar, kotoran sapi, limbah pasar + kotoran sapi dan waktu aplikasi setiap 3 hari mampu meningkatkan tinggi tanaman, berat kering tajuk, berat kering

Inokulan bakteri pelarut fosfat dapat meningkatkan serapan N tanaman, serapan P tanaman, tinggi tanaman, berat kering tajuk, berat kering akar, berat basah umbi dan diameter umbi

efisiensi pemupukan, semakin kecil dosis pupuk yang diberikan semakin tinggi penyerapannya oleh tanaman. Hasil uji statistik pada perlakuan ini menunjukkan respons serapan P

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian Mikoriza meningkatkan bobot kering tajuk, derajat infeksi akar, serapan P tanaman serta Kadar P- tersedia tanah.. Pupuk fosfat

Hasil analisis sidik ragam bahwa pH tanah, Al-dd, P-tersedia, berat kering akar, berat kering tajuk, serapan P, dan P-daun yang berpengaruh nyata akibat pemberian

Terlihat varietas lokal (Payo Besar) cenderung lebih tinggi terhadap serapan N, P, K tajuk, tinggi tanaman dan berat kering tajuk dibandingkan padi varietas