• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penghindaran Pajak Penghasilan Melalui Transfer Pricing Dalam Perspektif Hukum Perpajakan Di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penghindaran Pajak Penghasilan Melalui Transfer Pricing Dalam Perspektif Hukum Perpajakan Di Indonesia"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

A. Asas-Asas Hukum dalam Perpajakan

MenurutRochmat Soemitro, pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa

timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan

untuk membayar pengeluaran umum.24 Definisi tersebut kemudian dikoreksinya

yang berbunyi sebagai berikut : Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat

kepada kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan

untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public

investment.25

Mengenai tujuan hukum pada umumnya, Aristoteles yang telah terkenal

dalam bukunya, Rhetorica, menganggap bahwa hukum bertugas membuat adanya

keadilan. Sesuai dengan hukum itu, kebanyakan sarjana menganggap pula bahwa

tujuan hukum pajak pun adalah membuat adanya keadilan dalam soal pemungutan Undang-Undang KUP memberikan pengertian pajak, yaitu kontribusi

wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat

memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara

langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya

kemakmuran rakyat.

24

Thomas Sumarsan, Perpajakan Indonesia (Bogor: Esia Media, 2009), hlm.3.

25

(2)

pajak. Asas keadilan ini harus senantiasa dipegang teguh, baik dalam prinsip

mengenai perundang-undangannya maupun dalam praktiknya sehari-hari.26

Pada abad ke-18, Adam Smith (1723-1790) dalam bukunya An Inquiry

into the Nature and causes of the Wealth of Nations (terkenal dengan nama

Wealth of Nations) melancarkan ajarannya sebagai asas pemungutan pajak yang

dinamainya The Four Maxims dengan uraiannya sebagai berikut :27

1. Pembagian tekanan pajak di antara subjek pajak masing-masing hendaknya

dilakukan seimbang dengan kemampuannya, yaitu seimbang dengan

penghasilan yang dinikmatinya masing-masing, di bawah perlindungan

pemerintah (asas pembagian/asas kepentingan). Asas “equality” ini tidak

memperbolehkan suatu negara untuk mengadakan diskriminasi di antara

sesama wajib pajak. Para wajib pajak harus dikenakan pajak yang sama, dalam

keadaan yang sama.

2. Pajak yang harus dibayar oleh seseorang harus terang (certain) dan tidak

mengenal kompromis (not arbitrary). Pada asas certainly ini, kepastian

hukum yang dipentingkan adalah yang mengenai subjek objek, besarnya

pajak, dan juga ketentuan mengenai waktu pembayarannya.

3. “Every tax ought to be levied at the time, or in the manner, in which it is most likely to be convenient for the contributor to pay it”. Teknik pemungutan

pajak yang dianjurkan ini (yang juga disebut “convenience of payment”)

menetapkan bahwa pajak hendaknya dipungut pada saat yang paling baik bagi

26

R. Santoso Brotodihardjo, Op.Cit., hlm.26.

27

(3)

para wajib pajak, yaitu saat sedekat-dekatnya dengan etik diterimanya

penghasilan yang bersangkutan.

4. “Every tax ought to be so contrived as both to take out and to keep out of the pockets of the people as little as possible over and above what it brings into to public treasury of the State”. Asas efisiensi ini menetapkan bahwa

pemungutan pajak hendaknya dilakukan sehemat-hematnya; jangan sekali-kali

biaya pemungutan melebihi pemasukan pajaknya.

Untuk memberi dasar menyatakan keadilannya, di bawah ini dibentangkan

teori-teori pajak yang dilancarkan dari zaman ke zaman :28

1. Teori asuransi

Adalah termasuk dalam tugas negara untuk melindungi orang dan segala

kepentingannya, keselamatan dan keamanan jiwa, juga harta bendanya.

Sebagaimana juga halnya dengan setiap perjanjian asuransi (pertanggungan),

maka untuk perlindungan tersebut di atas diperlukan pembayaran premi, dan di

dalam hal ini, pajak inilah yang dianggap sebagai preminya, yang pada

waktu-waktu yang tertentu harus dibayar oleh masing-masing. Walaupun perbandingan

dengan perusahaan asuransi tidak tepat, karena :

a. Dalam hal timbul kerugian, tidak ada suatu penggantian dari negara,

b. Antara pembayaran jumlah-jumlah pajak dengan jasa-jasa yang diberikan

oleh negara, tidaklah terdapat hubungan yang langsung, namun teori ini

oleh para penganutnya dipertahankan, sekadar untuk memberikan dasar

hukum kepada pemungutan pajak saja. Pembayaran pajak tidak dapat

28

(4)

disamakan dengan pembayaran premi oleh seseorang kepada perusahaan

pertanggungan.

2. Teori kepentingan

Pembagian beban pajak kepada rakyat didasarkan pada kepentingan

(misalnya perlindundan) masing-masing orang. Semakin besar kepentingan

seseorang terhadap negara, makin tinggi pajak yang harus dibayar.29

3. Teori gaya pikul

Terhadap teori ini pun banyak yang memajukan sanggahannya, sebab

dalam ajarannya pun pajak dikacaukan pula dengan retribusi (untuk kepentingan

yang lebih besar, yaitu perlindungan terhadap harta benda yang lebih banyak

harganya daripada harta si miskin, diharuskan pembayaran pajak yang lebih besar

pula). Padahal mungkin sekali si miskin mempunyai kepentingan yang lebih besar

dalam hal yang tertentu, misalnya dalam perlindungan yang termasuk dalam

lapangan jaminan sosial, sehingga sebagai konsekuensi sebetulnya ia harus

membayar pajak lebih banyak, dan ini adalah suatu hal yang bertentangan dengan

kenyataan. Lagipula untuk mengambil kepentingan seseorang dalam usaha

pemerintah sebagai ukuran, semenjak dahulu kala belumlah ada alat-alat

pengukurnya, sehingga sukar sekali akan dapat ditentukan dengan tegas.

Juga teori ini pada hakikatnya mengandung kesimpulan, bahwa dasar

keadilan pemungutan pajak terletak dalam jasa-jasa yang diberikan oleh negara

kepada warganya, yaitu perlindungan atas jiwa dan harta bendanya. Untuk

keperluan ini diperlukan biaya-biaya yang dipikul oleh segenap orang yang

29

(5)

menikmati perlindungan itu, yaitu dalam bentuk pajak. Yang menjadi pokok

pangkal teori ini pun adalah asas keadilan, yaitu tekanan pajak itu haruslah sama

beratnya untuk setiap orang.

Beban pajak untuk semua orang harus sama beratnya, artinya pajak harus

dibayar sesuai dengan daya pikul masing-masing orang. Untuk mengukur daya

pikul dapat digunakan dua pendekatan yaitu :30

a. Unsur objektif, dengan melihat besarnya penghasilan atau kekayaan

yang dimiliki oleh seseorang.

b. Unsur subjektif, dengan memperhatikan besarnya kebutuhan materiil

yang harus dipenuhi.

Walaupun tidak pernah disebutkan dengan nyata-nyata, namun

gejala-gejala pada zaman modern ini menunjukkan kepada kecenderungan para ahli

pajak untuk menggantungkan jumlah pajak dari besarnya penghasilan ini, semakin

naiklah presentasenya dengan pertama-tama memperhatikan besarnyatanggungan

keluarganya. Hal semacam ini dianggaplah oleh mereka sudah dapat memadai

rasa keadilan pada waktu ini.

4. Teori kewajiban pajak mutlak atau teori bakti

Berlawanan dengan ketiga teori di atas, yang tidak mengutamakan

kepentingan-kepentingan negara di atas kepentingan warganya, maka teori ini

berdasarkan atas paham Organische Staatsleer, sehingga diajarkanlah olehnya

bahwa justru karena sifat negara inilah maka timbullah hak mutlak untuk

memungut pajak.

30

(6)

Negara harus mengambil tindakan atau keputusan yang diperlukan

termasuk keputusan di bidang pajak. Dengan sifat seperti itu, maka negara

mempunyai hak mutlak untuk memungut pajak dan rakyat harus membayar pajak

sebagai tanda baktinya. Kelemahan dari teori ini adalah negara bisa menjadi

otoriter sehingga mengabaikan aspek keadilan dalam pemungutan pajak.31

5. Teori asas gaya beli

Teori ini adalah teori modern, yang tidak mempersoalkan asal mulanya

negara memungut pajak, melainkan banyak melihat kepada“efeknya”, dan

memandang efek yang baik itu sebagai dasar keadilannya. Menurut teori ini,

fungsi pemungutan pajak jika dipandang sebagai gejala dalam masyarakat, dapat

disamakan dengan pompa yaitu mengambil daya beli dari rumah tangga

masyarakat untuk rumah tangga negara dan kemudian memelihara hidup

masyarakat untuk membawanya ke arah tertentu.Menurut para penganutnya,

termasuk Adriani, teori ini berlaku sepanjang masa baik dalam ekonomi bebas

maupun ekonomi perencanaan yang terpimpin. 32

6. Asas yuridis

Hukum pajak harus dapat memberi jaminan hukum yang perlu untuk

menyatakan keadilan yang tegas, baik untuk negara maupun untuk warganya.

Maka mengenai pajak di negara hukum segala sesuatu harus ditetapkan dalam

undang-undang. Juga dalam Undang-Undang Dasar 1945 Negara Republik

Indonesia dicantumkan (dalam Pasal 23 ayat 2), bahwa pengenaan dan

31

Erly Suandy, Op.Cit.,hlm.30.

32

(7)

pemungutan pajak (termasuk bea dan cukai) untuk keperluan negara hanya boleh

terjadi berdasarkan undang-undang.

Di Indonesia, Pasal 23 ayat (2) UUD 1945 (selanjutnya disebut sebagai

UUD 1945) mempunyai arti yang sangat dalam, yaitu sangat menentukan nasib

rakyat. Memori penjelasannya mengatakan : “Betapa caranya rakyat, sebagai

bangsa akan hidup dan darimana didapatknya belanja untuk hidup, harus

ditetapkan oleh rakyat itu sendiri, dengan perantaraan Dewan Perwakilan Rakyat.

Rakyat menentukan nasibnya sendiri, karena itu juga cara hidupnya. Oleh karena

penetapan belanja mengenai hak rakyat menentukan nasibnya sendiri, maka

segala tindakan yang menempatkan beban kepada rakyat, seperti pajak dan

lain-lain, harus ditetapkan dengan undang-undang, yaitu dengan persetujuan Dewan

Perwakilan Rakyat”.

7. Rahasia pajak

Maksud dari diciptakannya “kerahasiakan merahasiakan”

bermacam-macam, pertama-tama untuk melindungi kepentingan wajib pajak. Dia telah

membuka/memperlihatkan buku-bukunya dan juga catatan-catatan lainnya kepada

Fiskus, pokoknya segala sesuatu mengenai dirinya maupun perusahaannya. Jadi

kepercayaan yang telah dicurahkan kepada fiskus itu tidak boleh dikhianati, tidak

boleh disalahgunakan oleh fiskus dengan cara, misalnya,

meneruskan/memberitahukan kepada pihak lain, sebab karena itu dapat

ditimbulkan kerugian bagi wajib pajak.

Adanya keharusan tersebut menyebabkan fiskus selalu dapat menolak

(8)

instansi-instansi pemerintah negara, yang berarti ia tidak perlu melayaninya, sehingga

pelaksanaan tugasnya tidak terhambat karenanya.

8. Asas ekonomi

Tidak mungkin suatu negara menghendaki merosotnya kehidupan

ekonomi masyarakat; karenanya maka politik pemungutan pajaknya :

a. Harus diusahakan supaya jangan sampai menghambat lancarnya produksi

dan perdagangan.

b. Harus diusahakan supaya jangan menghalang-halangi rakyat dalam

usahanya menuju ke kebahagiaan dan jangan sampai merugikan

kepentingan umum.

Kesimpulan kita adalah, bahwa keseimbangan dalam kehidupan ekonomi

tidak boleh terganggu karenanya, bahkan harus tetap dipupuk olehnya, sesuai

dengan fungsi kedua dari pemungutan pajak, yaitu fungsi mengatur.

9. Asas finansial

Sesuai dengan budgeternya, maka sudah barang tentu bahwa biaya-biaya

untuk mengenakan dan untuk memungutnya harus sekecil-kecilnya, apalagi dalam

bandingan dengan pendapatannya. Sebab inilah hasil yang dicapainya, yang harus

dapat menyumbang banyak dalam menutup pengeluaran-pengeluaran yang

dilakukan oleh negara, termasuk juga biaya-biaya untuk aparatur fiskus sendiri.

Di dalam praktiknya di Indonesia pernah dikeluarkan suatu perintah intern

untuk Jawatan Pajak, bahwa tunggakan-tunggakan pajak sebesar tidak lebih dari

(9)

pikiran, tenaga, waktu, dan alat-alat untuk mengejar uang lima rupiah itu mungkin

sekali nilainya lebih besar daripada jumlah yang dikejar-kejarnya.

B. Subjek Pajak Penghasilan dan Objek Pajak Penghasilan

Pengertian penghasilan dalam UU PPh tidak memperhatikan adanya

penghasilan dari sumber tertentu, tetapi pada adanya tambahan kemampuan

ekonomis. Tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib

pajak merupakan ukuran terbaik mengenai kemampuan wajib pajak tersebut untuk

ikut bersama-sama memikul biaya yang diperlukan pemerintah untuk kegiatan

rutin dan pembangunan.33

Wajib pajak dikenai pajak atas penghasilan yang diterima atau

diperolehnya selama satu tahun pajak atau dapat pula dikenai pajak untuk

penghasilan dalam bagian tahun pajak apabila kewajiban pajak subjektifnya

dimulai atau berakhir dalam tahun pajak.

Menurut Pasal 1 angka (2) UU KUP,wajib pajak adalah orang pribadi atau

badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang

mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan perpajakan.

34

Secara garis besar subjek pajak adalah pihak-pihak (orang maupun badan)

yang akand ikenakan pajak, sedangkan objek pajak adalah segala sesuatu yang Tahun Pajak menurut Pasal 1 angka

(8) UU KUP adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender kecuali bila wajib pajak

menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender.

33

Thomas Sumarsan, Op.Cit., hlm.125.

34

(10)

akan dikenakan pajak. PPh termasuk dalam kategori sebagai pajak subjektif,

artinya pajak dikenakan karena ada subjeknya yakni telah memenuhi kriteria yang

telah ditetapkan dalam peraturan perpajakan. Sehingga terdapat ketegasan bahwa

apabila tidak ada subjek pajaknya, maka jelas tidak dapat dikenakan PPh.35

Secara umum pengertian subjek pajak adalah siapa yang dikenakan pajak.

Secara praktik yang termasuk dalam pengertian subjek pajak meliputi orang

pribadi, warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, badan, dan bentuk

usaha tetap.36

Yang menjadi subjek pajak adalah :37

1. a. Orang pribadi

b. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang

berhak;

2. Badan;

3. Bentuk usaha tetap.

Pada penjelasan UU PPh Pasal 2 ayat (1) huruf a, orang pribadi sebagai

subjek pajak dapat bertempat tinggal atau berada di Indonesia ataupun di luar

Indonesia.Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan merupakan subjek

pajak pengganti, menggantikan mereka yang berhak yaitu ahli waris. Penunjukan

warisan yang belum terbagi sebagai subjek pajak pengganti dimaksudkan agar

pengenaan pajak atas penghasilan yang berasal dari warisan tersebut tetap dapat

dilaksanakan.

35

Erly Suandi, Op.Cit., hlm.45.

36

Ibid.

37

(11)

Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan yang ditinggalkan oleh

orang pribadi subjek pajak dalam negeri dianggap sebagai subjek pajak dalam

negeri yang berarti dalam hal ini adalah status pewaris. Adapun untuk

pelaksanaan pemenuhan kewajiban perpajakannya, warisan tersebut

menggantikan kewajiban ahli waris yang berhak. Apabila warisan tersebut telah

dibagi, maka kewajiban perpajakannya beralih kepada ahli waris.38

Warisan yang belum terbagi yang ditinggalkan oleh orang pribadi sebagai

Subjek Pajak luar negeri yang tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan

melalui suatu bentuk usaha tetap di Indonesia, tidak dianggap sebagai subjek

pajak pengganti karena pengenaan pajak atas penghasilan yang diterima atau

diperoleh orang pribadi dimaksud melekat pada objeknya. Warisan yang belum

terbagi dalam kedudukannya sebagai subjek pajak menggunakan nomor pokok

wajib pajak dari wajib pajak orang pribadi yang meninggalkan warisan tersebut.39

38

Thomas Sumarsan, Op.Cit., hlm.126.

39

Ibid.

Sebagaimana diatur dalam UU KUP Pasal 1 angka (3), badan adalah

sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang

melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan

terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau

badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi,

koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa,

organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan

(12)

Badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah merupakan subjek

pajak tanpa memperhatikan nama dan bentuknya, sehingga setiap unit tertentu dan

badan pemerintah, misalnya lembaga, badan, dan sebagainya yang dimiliki oleh

pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang menjalankan usaha atau melakukan

kegiatan untuk memperoleh penghasilan merupakan subjek pajak.40

Badan sebagai subjek pajak adalah suatu bentuk usaha atau bentuk

non-usaha yang meliputi :41

1. Perseroan terbatas;

2. Perseroan komanditer;

3. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik Daerah

(BUMD) dengan nama dan bentuk apapun;

4. Persekutuan;

5. Perseroan atau perkumpulan lainnya;

6. Firma;

7. Kongsi;

8. Perkumpulan koperasi;

9. Yayasan;

10.Lembaga;

11.Dana pensiun;

12.Bentuk usaha tetap;

13.Bentuk usaha lainnya.

40

Muhammad Rusjdi, Op.Cit., hlm.10.

41

(13)

Dari uraian di atas, terlihat bahwa yang dimaksud dengan badan sebagai

subjek pajak tidaklah semata-mata yang bergerak dalam bidang usaha (komersial),

namun juga yang bergerak di bidang sosial, kemasyarakatan, dan sebagainya,

sepanjang pendiriannya dikukuhkan dengan akta pendirian oleh yang berwenang,

sehingga tidak ada alasan bagi badan (khususnya organisasi) selain yang bergerak

di bidang usaha untuk menyatakan bahwa mereka tidak termasuk sebagai subjek

pajak.42

Yang dimaksud dengan bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang

dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau

berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam

jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau badan yang tidak didirikan dan tidak

bertempat kedudukan di Indonesia, untuk menjalankan usaha atau melakukan

kegiatan di Indonesia.43

Bentuk usaha tetap dapat berupa :

Menurut UU PPh Pasal 2 ayat (1a), bentuk usaha tetap

merupakan subjek pajak yang perlakuan pajaknya dipersamakan dengan subjek

(14)

7. Gudang;

8. Ruang untuk promosi dan penjualan;

9. Pertambangan dan penggalian sumber alam;

10.Wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi;

11.Perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan;

12.Proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan;

13.Pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau orang lain, sepanjang

dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas)

bulan;

14.Orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas;

15.Agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak

bertempat kedudukan di indonesia yang menerima premi asuransi atau

menanggung resiko di indonesia; dan

16.Komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau

digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan

kegiatan usaha melalui internet.

Sebagaimana telah ditetapkan dalam UU PPh, subjek pajak dapat

dibedakan menjadi 2 (dua) jenis, yaitu :45

1. Subjek pajak dalam negeri yang terdiri dari :

a. Subjek pajak orang pribadi, yaitu :

45

(15)

1) orang pribadi yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia lebih

dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari (tidak harus berturut-turut)

dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau

2) orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan

mempunyai niat bertempat tinggal di Indonesia.

b. Subjek pajak badan, yaitu :

Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali

unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria :

1) pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan

perundang-undangan;

2) pembiayaannya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja

negara atau anggaran pendapatan dan belanja daerah;

3) penerimaannya dimasukkan dalam anggaran pemerintah pusat atau

pemerintah daerah; dan

4) pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara;

c. Subjek Pajak warisan, yaitu :

Warisan yang belum dibagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang

berhak.Warisan yang belum terbagi yang ditinggalkan oleh orang pribadi

sebagai Subjek Pajak Luar Negeri yang tidak menjalankan usaha atau

melakukan kegiatan melalui suatu bentuk usaha tetap di Indonesia, tidak

(16)

penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi dimaksud melekat

pada objeknya.46

2. Subjek pajak luar negeri yang terdiri dari :

a. orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi

yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh

tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang

tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang

menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap

di Indonesia; dan

b. orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi

yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh

tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang

tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat

menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari

menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap

di Indonesia.

Pada penjelasan UU PPh Pasal 2 ayat (1), Perbedaan yang penting antara

wajib pajak dalam negeri dan wajib pajak luar negeri terletak dalam pemenuhan

kewajiban pajaknya, antara lain:

a. wajib pajak dalam negeri dikenai pajak atas penghasilan baik yang

diterima atau diperoleh dari Indonesia maupun dari luar Indonesia,

46

(17)

sedangkan wajib pajak luar negeri dikenai pajak hanya atas penghasilan

yang berasal dari sumber penghasilan di Indonesia;

b. wajib pajak dalam negeri dikenai pajak berdasarkan penghasilan neto

dengan tarif umum, sedangkan wajib pajak luar negeri dikenai pajak

berdasarkan penghasilan bruto dengan tarif pajak sepadan; dan

c. wajib pajak dalam negeri wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan

Tahunan Pajak Penghasilan sebagai sarana untuk menetapkan pajak yang

terutang dalam suatu tahun pajak, sedangkan wajib pajak luar negeri tidak

wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan

karena kewajiban pajaknya dipenuhi melalui pemotongan pajak yang

bersifat final.

Dalam perpajakan, yang dimaksud dengan objek pajak yaitu sesuatu yang

dikenakan pajak. Pasal 4 ayat (1) UU PPh telah memberikan penegasan mengenai

objek PPh, yaitu penghasilan.47Dari mekanisme aliran pertambahan kemampuan

ekonomis, penghasilan yang diterima oleh wajib pajak dapat dikategorikan atas

empat sumber yakni:48

a. penghasilan yang diterima atau diperoleh dari pekerjaan berdasarkan

hubungan kerja dan pekerjaan bebas;

b. penghasilan dari usaha dan kegiatan;

c. penghasilan dari modal;

d. penghasilan lain-lain, seperti hadiah, pembebasan utang, dan

sebagainya.

47

Erly Suandy, Op.Cit., hlm.54.

48

(18)

Sesuai dengan pengertian tentang penghasilan yang luas, yang dianut oleh

UU PPh, penghasilan di bawah ini dapat dikenai pajak bersifat final :49

a. penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga

obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan

oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi;

b. penghasilan berupa hadian undian;

c. penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi

derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham

atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang

diterima oleh perusahaan modal ventura;

d. penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau

bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah

dan bangunan; dan

e. penghasilan tertentu lainnya yang diatur dengan atau berdasarkan

peraturan pemerintah.

C. Bukan Subjek Pajak Penghasilan dan Bukan Objek Pajak Penghasilan

Sebagaimana lazimnya dalam perpajakan, maka dalam UU PPh ditetapkan

juga yang tidak termasuk sebagai subjek pajak (dikecualikan). Yang dikecualikan

sebagai subjek pajak adalah:50

1. Kantor perwakilan negara asing;

49

Thomas Sumarsan, Op.Cit., hlm.152.

50

(19)

2. Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik, dan konsulat atau pejabat-pejabat lain

dari negara asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang

bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka, dengan syarat

bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau

memperoleh penghasilan di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut serta

negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik.

Sesuai dengan kelaziman internasional, badan perwakilan negara asing

beserta pejabat-pejabat perwakilan diplomatic, konsulat dan pejabat-pejabat

lainnya, dikecualikan sebagai Subjek Pajak di tempat mereka mewakili

negaranya.51

Pengecualian sebagai Subjek Pajak bagi pejabat-pejabat tersebut tidak

berlaku apabila mereka memperoleh penghasilan lain di luar jabatannya atau

mereka adalah warga negara Indonesia. Dengan demikian apabila pejabat

perwakilan suatu negara asing memperoleh penghasilan lain di Indonesia di

luar jabatan atau pekerjaannya tersebut, maka ia termasuk subjek pajak yang

dapat dikenakan pajak atas penghasilan lain tersebut.52

3. Organisasi-organisasi internasional yang ditetapkan dengan keputusan menteri

keuangan, dengan syarat :

a. Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut;

b. tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh

penghasilan dari Indonesia selain memberikan pinjaman kepada

pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota.

51

Muhammad Rusjdi, Op.Cit., hlm.19.

52

(20)

Organisasi internasional adalah organisasi / badan / lembaga / asosiasi /

perhimpunan / forum antar pemerintah atau non-pemerintah yang bertujuan

untuk meningkatkan kerja sama internasional dan dibentuk dengan aturan

tertentu atau kesepakatan bersama.53

4. Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan

keputusan menteri keuangan dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan

tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh

penghasilan dari Indonesia.

Pejabat perwakilan organisasi internasional adalah pejabat yang diangkat

atau ditunjuk langsung oleh induk organisasi internasional yang bersangkutan

untuk menjalankan tugas atau jabatan pada kantor perwakilan organisasi

internasional tersebut di Indonesia.54

Antara perpajakan dengan akuntansi (bisnis) kadang terdapat pebedaan

pengakuan dari kegiatan yang dilakukan, dan perbedaan ini tentu akan membawa

dampak kepada perlakuan perpajakannya. Untuk itu, dalam peraturan PPh

terdapat penghasilan yang tidak termasuk sebagai objek PPh, sehingga atas

penghasilan tersebut tidak dikenakan PPh.55Yang dikecualikan dari objek pajak

adalah :56

1. a. bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil

zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh

pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau

53

Ibid.

54

Ibid., hlm.25.

55

Erly Suandy, Op.Cit., hlm.58.

56

(21)

sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang

diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang

dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh

penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan

atau berdasarkan Peraturan Pemerintah; dan

b. harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis

keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan,

badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang

menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur dengan

atau berdasarkan peraturan menteri keuangan, sepanjang tidak ada

hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di

antara pihak-pihak yang bersangkutan;

2. Warisan

Yang dimaksud warisan di sini adalah peninggalan harta dari keluarga

yang sedarah satu garis lurus di atas ahli waris.57

3. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti

saham atau sebagai pengganti penyertaan modal;

4. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang

diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari wajib

pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan wajib pajak, wajib

pajak yang dikenakan pajak secara final atau wajib pajak yang menggunakan

norma penghitungan khusus (deemed profit)

57

(22)

Penggantian atau imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan berkenaan

dengan pekerjaan atau jasa merupakan tambahan kemampuan ekonomis yang

diterima bukan dalam bentuk uang. Penggantian atau imbalan dalam bentuk

natura seperti beras, gula, dan sebagainya, dan imbalan dalam bentuk

kenikmatan, seperti penggunaan mobil, rumah, dan fasilitas pengobatan bukan

merupakan objek pajak.58

Apabila yang memberi imbalan berupa natura atau kenikmatan tersebut

bukan wajib pajak atau wajib pajak yang dikenai pajak penghasilan yang

bersifat final dan wajib pajak yang dikenai pajak penghasilan berdasarkan

norma penghitungan khusus (deemed profit), imbalan dalam bentuk natura

atau kenikmatan tersebut merupakan penghasilan bagi yang menerima atau

memperolehnya.59

5. pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan

dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi

dwiguna, dan asuransi bea siswa;

6. dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas

sebagai wajib pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau

badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang

didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:

a. dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan

b. bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha milik

daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang

58

Ibid., hlm.157.

59

(23)

memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari

jumlah modal yang disetor;

Yang dimaksud dengan “badan usaha milik negara” dan “badan usaha

milik daerah” pada ayat ini, antara lain, adalah perusahaan perseroan

(Persero), bank pemerintah, dan bank pembangunan daerah. Apabila penerima

dividen atau bagian laba adalah wajib pajak selain badan-badan tersebut di

atas, seperti orang pribadi baik dalam negeri maupun luar negeri, firma,

perseroan komanditer, yayasan dan organisasi sejenis dan sebagainya,

penghasilan berupa dividen atau bagian laba tersebut tetap merupakan objek

pajak.60

7. iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah

disahkan menteri keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun

pegawai;

8. penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana

dimaksud pada angka 7, dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan

keputusan menteri keuangan;

9. bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer

yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan,

firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi

kolektif;

60

(24)

10.penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa

bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha

atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut:

a. merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang menjalankan

kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang diatur dengan atau berdasarkan

peraturan menteri keuangan; dan

b. sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia;

11.beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih

lanjut dengan atau berdasarkan peraturan menteri keuangan;

12.sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang

bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan

pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang

ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan

dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4

(empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur

lebih lanjut dengan atau berdasarkan peraturan menteri keuangan; dan

13.bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh badan penyelenggara jaminan

sosial kepada wajib pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut

dengan atau berdasarkan peraturan menteri keuangan.

D. Perhitungan Pajak Penghasilan

Besarnya penghasilan kena pajak untuk wajib pajak badan dihitung

(25)

sebesar penghasilan neto dikurangi dengan Penghasilan Tidak kena Pajak (PTKP).

Secara singkat dapat dirumuskan sebagai berikut :61

Penghasilan kena pajak (wajib pajak badan) = penghasilan neto

Penghasilan kena pajak (wajib pajakorang pribadi) = penghasilan neto - PTKP

Perhitungan besarnya penghasilan neto bagi wajib pajak dalam negeri dan

bentuk usaha tetap dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu :62

Apabila dalam menghitung penghasilan kena pajak-nya wajib pajak

menggunakan norma penghitungan penghasilan neto, besarnya penghasilan neto

adalah sama besarnya dengan besarnya (persentase) norma penghitungan

penghasilan neto dikalikan dengan jumlah peredaran usaha atau penerimaan bruto

pekerjaan bebas setahun. Pedoman untuk menentukan penhasilan neto, dibuat dan 1. Menggunakan pembukuan.

Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur

untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta,

kewajiban, modal, penghasilan, dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan

penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan

berupa neraca atau laporan laba rugi pada setiap tahun pajak berakhir. wajib pajak

badan dan wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau

pekerjaan bebas diwajibkan menyelenggarakan pembukuan.

2. Menggunakan norma penghitungan penghasilan neto.

61

Mardiasmo, Op.Cit., hlm.137.

62

(26)

ddisempurnakan terus-menerus serta diterbitkan oleh direktur jenderal pajak

berdasarkan pegangan yang ditetapkan oleh menteri keuangan.63

Berdasarkan UU PPh yang mulai berlaku tanggal 1 Januari 2009, besarnya

penghasilan kena pajak dari sebagai wajib pajak orang pribadi dalam negeri

diberikan pengurangan berupa PTKP Rp.15.840.000,00 (lima belas juta delapan

ratus empat puluh ribu rupiah). Bagi wajib pajak yang isterinya menerima atau

memperoleh penghasilan yang digabung dengan penghasilannya, maka wajib

pajak tersebut mendapat tambahan PTKP untuk seorang isteri sebesar

Rp.15.840.000,00 (lima belas juta delapan ratus empat puluh ribu rupiah).64

Bagi wajib pajak yang kawin mendapat tambahan Rp.1.320.000,00 (satu

juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah) dan tambahan untuk setiap anggota keluarga

sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat,

yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang utnuk setiap

keluarga.65

Yang dimaksud dengan hubungan keluarga sedarah dan semenda adalah:66

a. sedarah lurus satu derajat : Ayah, ibu, anak kandung

b. sedarah lurus ke samping satu derajat : Saudara kandung

c. semenda lurus satu derajat : Mertua, anak tiri

d. semenda lurus ke samping satu derajat : Saudara ipar

Pajak penghasilan (bagi wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap)

setahun dihitung dengan cara mengalikan penghasilan kena pajak dengan

63

Ibid., hlm.142.

64

Thomas Sumarsan, Op.Cit., hlm.179.

65

Ibid.

66

(27)

tarifpajak sebagaimana diatur dalam UU PPh Pasal 17. Untuk menghitung PPh

dapat digunakan rumus sebagai berikut :67

Pajak penghasilan (wajib pajak badan)

= Penghasilan kena pajak x tarif Pasal 17

= Penghasilan neto x tarif Pasal 17

= (Penghasilan bruto – biaya yang diperkenankan UU PPh) x tarif Pasal 17

Pajak penghasilan (wajib pajak orang pribadi)

= Penghasilan kena pajak x tarif Pasal 17

= (Penghasilan neto – PTKP) x tarif Pasal 17

= [(Penghasilan bruto – biaya yang diperkenankan UU PPh)-PTKP] x tarif Pasal

17

UU PPh Pasal 17 menyebutkan bahwa tarif pajak yang diterapkan atas

penghasilan kena pajak bagi:

a. Wajib pajak orang pribadi dalam negeri adalah sebagai berikut:

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak

sampai dengan Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) 5% (lima persen)

di atas Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai

dengan Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah)

15% (lima belas

persen)

di atas Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah)

sampai dengan Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)

25% (dua puluh

lima persen)

67

(28)

di atas Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) 30% (tiga puluh

persen)

Tarif tertinggi bagi wajib pajak orang pribadi dalam negeri dapat

diturunkan menjadi paling rendah 25% yang diatur dengan peraturan

pemerintah.68

b. Wajib pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap adalah sebesar

28% (dua puluh delapan persen).

Tarif pajak bagi wajib pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap,

mulai berlaku sejak tahun pajak 2010, diturunkan menjadi 25%. Wajib pajak

badan dalam negeri yang berbentuk perseroan terbuka yang paling sedikit

40% (empat puluh persen) dari jumlah keseluruhan saham yang disetor

diperdagangkan di bursa efek di Indonesia dan memenuhi persyaratan tertentu

lainnya dapat memperoleh tarif sebesar 5% (lima persen) lebih rendah

daripada tarif sebesar 5% (lima persen) lebih rendah daripada tarif yang

berlaku.69

Dalam hukum pajak kita kenal dua macam hukuman, yaitu : D. Sanksi

70

1. Hukuman administrasi (tata usaha)

Penegakan hukum administrasi meliputi himbauan sebagai peringatan

awal, kemudian ada panggilan, pembinaan, pengawasan dan pemberitahuan

68

Ibid., hlm.144.

69

Ibid.

70

(29)

pembayaran uang pajak, hingga tindakan lebih tegas dengan pengawasan dan

penerapan sanksi administrasi. Pembinaan dan pengawasan merupakan langkah

preventif untuk memaksakan kepatuhan, sedangkan penerapan sanksi pidana

meruapakan langkah represif untuk memaksakan kepatuhan.71

Sanksi administrasi yang dapat diterapkan terhadap pelanggaran di bidang

perpajakan, antara lain :72

a. sanksi bagi wajib pajak atau penanggung pajak, meliputi :

1) bunga

2) kenaikan 50% atau 100%

3) denda administrasi

b. sanksi bagi pihak ketiga berupa denda

c. sanksi bagi pihak aparatur pemerintah

Sanksi administrasi berupa bunga dikenakan atas pelanggaran yang

menyebabkan utang pajak menjadi lebih besar. Jumlah bunga dihitung

berdasarkan presentase tertentu dari suatu jumlah, mulai dari saat bunga itu

menjadi hak/kewajiban sampai dengan saat diterima dibayarkan. Bila wajib pajak

hanya membayar sebagian atau tidak membayar sanksi bunga yang terdapat dalam

surat ketetapan pajak (SKP) yang telah diterbitkan, maka sanksi bunga tersebut

dapat ditagih kembali dengan disertai bunga lagi. Berarti dalam pengenaan sanksi

bunga, tidak akan dihitung bunga sebelumnya jika bunga yang telah ditagih dalam

SKP dilunasi seluruhnya.73

71

Simon Nahak, Hukum Pidana Perpajakan (Malang: Setara Press, 2014), hlm.117.

72

Ibid.

73

(30)

Sanksi berupa kenaikan pada dasarnya dihitung dengan angka presentase

tertentu dari jumlah pajak yang tidak/kurang dibayar.74 Sanksi denda adalah jenis

sanksi yang paling banyak ditemukan dalam UU Perpajakan. Terkait besarannya,

denda dapat diterapkan sebesar jumlah tertentu, presentase dari jumlah tertentu,

atau suatu angka perkalian dari jumlah tertentu.75

Sanksi administrasi yang dulu diselesaikan melalui Badan Penyelesaian

Sengketa Pajak (selanjutnya disebut sebagai BPSP), kini diselesaikan melalui

lembaga peradilan pajak berdasarkan UU Pengadilan Pajak yang menjadi diskresi

dan dirjen pajak. Pengadilan pajak hanya terbatas menangani sengketa di bidang

pajak, baik berkaitan dengan banding maupun gugatan yang diajukan oleh wajib

pajak atau penanggung pajak terhadap fiskus (aparat perpajakan).76

2. Hukuman pidana

Y. Sri Pudyatmoko berpendapat, berdasarkan ketentuan di dalam UU

KUP, maka dapat dipahami unsur-unsur dari tindak pidana perpajakan itu,

yakni:77

a. tidak dilaksanakannya perbuatan yang diwajibkan, seperti tidak

menyampaikan SPT, atau adanya perbuatan yang dilarang seperti

memperlihatkan pembukuan yang palsu;

b. berada dalam kaitannya dengan masalah pajak;

c. dilakukan secara sengaja maupun tidak sengaja;

74

Ibid.

75

Ibid., hlm.81.

76

Simon Nahak, Loc.Cit.

77

(31)

d. secara melawan hukum : tidak memenuhi kewajiban hukum, ataupun

melakukan sesuatu yang dilarang oleh hukum;

e. dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.

Menurut ketentuan dalam undang-undang perpajakan ada 3 macam sanksi

pidana, yaitu :78

a. denda pidana

Berbeda dengan sanksi berupa denda administrasi yang hanya diancam/

dikenakan kepada wajib pajak yang melanggar ketentuan peraturan

perpajakan, sanksi berupa denda pidana selain dikenakan kepada wajib

pajak ada juga yang diancamkan kepada pejabat pajak atau kepada

pihak ketiga yang melanggar norma. Denda pidana dikenakan kepada

tindak pidana yang bersifat pelanggaran maupun bersifat kejahatan.

b. pidana kurungan

Pidana kurungan hanya diancamkan kepada tindak pidana yang bersifat

pelanggaran. Dapat ditujukan kepada wajib pajak, dan pihak ketiga.

Karena pidana kurungan diancamkan kepada si pelanggar norma itu

ketentuannya sama dengan yang diancamkan dengan denda pidana,

maka masalahnya hanya ketentuan mengenai denda pidana sekian itu

diganti dengan pidana kurungan selama-lamanya sekian.

c. pidana penjara

Pidana penjara seperti halnya pidana kurungan, merupakan hukuman

perampasan kemerdekaan. Pidana penjara diancamkan terhadap

78

(32)

kejahatan. Ancaman pidana penjara tidak ada yang ditujukan kepada

Referensi

Dokumen terkait

Successful Cambridge O Level Geography candidates develop lifelong skills, including: • an understanding of the processes which affect physical and human environments • an

Tujuan dari penelitian ini adalah melakukan rekonfigurasi jaringan tegangan menengah 20 kV untuk peningkatan kualitas penyaluran daya sistem kelistrikan kampus

Rancangan jaringan rantai pasok dalam makalah ini menggunakan informasi pada kajian yang dilakukan oleh Ji (2002), dimana terdapat tiga pemasok, lima pabrik yang

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada proses pengelasan merupakan pekerjaan dengan potensi bahaya terbanyak dengan 13 tahapan kerja yang memiliki 43 potensi

Temuan penelitian ini yaitu meliputi: 1) Kompetensi pedagogik guru merupakan kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman

Ada hubungan pola asuh orang tua yang tergolong otoriter dengan perkembangan motorik kasar pada balita usia 3-5 tahun. di Wilayah Kerja Puskesmas Simpati Kecamatan Simpati

Tundaan lalu lintas bundaran (DTR) tudaan rata-rata per kendaraan yang masuk ke dalam bundaran dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :..

Penelitian ini dilakukan untuk untukmengetahui dan mengukur efektivitas model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match terhadap hasil belajar subtema Keragaman Budaya