BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Perkembangan dunia bisnis saat ini semakin memudahkan para pelaku
usaha untuk mengembangkan usahanya terlebih bagi perusahaan yang telah go public. Dalam upaya menjaga eksistensi dan mengembangkan perusahaan, perusahaan-perusahaan berupaya memperoleh pendanaan baik dari internal
maupun eksternal. Dengan kemajuan bisnis saat ini, perusahaan-perusahaan dari
berbagai sektor dapat memperoleh pendanaan melalui penjualan sahamnya di
pasar modal.
Pasar modal (capital market) merupakan pasar untuk berbagai instrumen keuangan jangka panjang yang bisa diperjualbelikan, baik surat hutang (obligasi),
ekuiti (saham), reksadana, instrument derivative, maupun instrumen lainnya. Pasar modal merupakan sarana pendanaan bagi perusahaan dan sebagai sarana
bagi kegiatan berinvestasi, dengan demikian pasar modal memfasilitasi berbagai
sarana dan prasarana kegiatan jual beli dan kegiatan terkait lainnya. Menurut
Shook (dalam Fahmi, 2012: 55), pasar modal merupakan sebuah pasar tempat
dana-dana modal seperti ekuitas dan hutang di perdagangkan.
Undang-Undang Pasar Modal No. 8 tahun 1995 mendifinisikan pasar
modal sebagai “Kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan
diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek yang
diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek”.
Melihat tingginya animo masyarakat untuk berinvestasi melalui pasar
modal, PT. Bursa Efek Indonesia terus berupaya memberi berbagai kemudahan
serta menyajikan informasi yang akurat bagi masyarakat dalam melakukan
transaksi di pasar modal. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan
meluncurkan pasar modal syariah yang tergabung dalam Jakarta Islamic Index
(JII). Hal ini mengingat masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim. Sehingga
keinginan masyarakat untuk berinvestasi pada saham-saham yang tidak
bertentangan dengan syariat Islam dapat diakomodir.
Salah satu indikator perkembangan saham syariah dapat dilihat dari
perkembangan kapitalisasi pasar saham syariah di pasar modal seperti ditunjukkan
pada Tabel 1.1 dan Gambar 1.1 berikut:
Tabel 1.1
Perkembangan Kapitalisasi pada Jakarta Islamic Index (JII) Periode 2011-2014
Tahun Jumlah Kapitalisasi
Sumber: ojk.go.id (2016)
Gambar 1.1
Perkembangan Saham Syariah per Januari 2015
Pada Tabel 1.1 dan Gambar 1.1 terlihat bahwa kapitalisasi pasar saham
syariah mengalami peningkatan disetiap tahunnya selama periode 2010-2014.
Demikian halnya perkembangan saham syariah selama periode 2007-2014
menunjukkan trend positif disetiap tahunnya. Hal ini menunjukkan bahwa
prospek saham-saham syariah yang terdaftar di Jakarta Islamic Index semakin
diminati oleh investor karena dinilai mampu memberikan return dari investasi
yang ditanamkan.
Pasar modal syariah secara resmi diluncurkan pada tanggal 14 Maret 2003
bersamaan dengan penandatanganan MOU antara BAPEPAM-LK dengan Dewan
Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia (DSN–MUI). Di Indonesia, prinsip-prinsip penyertaan modal secara syariah tidak diwujudkan dalam bentuk saham
syariah maupun non-syariah, melainkan berupa pembentukan indeks saham yang
memenuhi prinsip-prinisp syariah. Dalam hal ini, di Bursa Efek Indonesia terdapat
syariah yang ditetapkan Dewan Syariah Nasional (DSN). Indeks JII dipersiapkan
oleh PT Bursa Efek Indonesia (BEI) bersama dengan PT Danareksa Invesment
Management (DIM).
Jakarta Islamic Index dimaksudkan untuk digunakan sebagai tolok ukur (benchmark) untuk mengukur kinerja suatu investasi pada saham dengan basis syariah. Melalui Indeks ini diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan investor
untuk mengembangkan investasi dalam ekuitas secara syariah
(http://www.idx.co.id/MainMenu/TentangBEI).
Jakarta Islamic Index terdiri dari 30 jenis saham yang dipilih dari saham-saham yang sesuai dengan Syariah Islam. Penentuan kriteria pemilihan saham-saham
dalam Jakarta Islamic Index melibatkan pihak Dewan Pengawas Syariah PT Danareksa Invesment Management.
Setiap perdagangan saham baik pada pasar modal konvensional maupun
pada pasar modal syariah selalu mempertimbangkan return dan risiko. Semakin tinggi return yang diinginkan maka akan semakin tinggi pula risiko yang terkandung dari suatu saham. Risiko merupakan kemungkinan perbedaan antara
return aktual yang diterima dengan return yang diharapkan. Semakin besar kemungkian perbedaannya, berarti semakin besar risiko investasi tersebut. Agar
investasi memberikan hasil yang efektif maka investor harus mampu menilai
expected return dan risiko yang terdapat dalam investasi tersebut.
Dalam investasi khususnya saham terdapat dua risiko yaitu risiko
suatu perusahaan, yaitu hal buruk terjadi di suatu perusahaan dapat diimbangi
dengan hal baik terjadi di perusahaan lain (Jogiyanto, 2010: 278).
Risiko sistematis dapat dihitung melalui konsep beta. Beta merupakan alat
ukur sistematik dari suatu sekuritas atau portofolio relatif terhadap risiko pasar.
Menurut Eduardus (2001: 98), beta merupakan ukuran risiko sistematis suatu
sekuritas yang tidak dapat dihilangkan dengan melakukan diversifikasi, misalnya
dengan melakukan portofolio saham atau penggabungan beberapa saham-saham
perusahaan manufaktur. Meskipun saham tersebut digabungkan risiko sistematis
tetap akan muncul, karena risiko sistematis tersebut sangat di pengaruhi oleh
kondisi pasar.
Beta dalam dunia keuangan fundamental merupakan suatu pengukur
volatilitas return suatu sekuritas atau return portofolio terhadap return pasar (Jogiyanto dalam Tarsisius, 2011). Volatilitas tersebut merupakan fluktuasi dari
return suatu sekuritas dalam suatu periode tertentu. Nilai dari beta dapat dinilai sama dengan satu, kurang dari satu, atau bahkan lebih besar daripada satu. Jika
nilai beta suatu sekuritas atau portofolio sama dengan satu, maka berarti
perubahan return pasar sebesar x% akan menyebabkan return sekuritas atau portofolio itu berubah pula sebesar x%. Jika nilai beta sama dengan nol, itu berarti
perubahan return pasar sebesar x% tidak akan menyebabkan return sekuritas atau portofolio itu berubah. Jenis investasi yang dianggap memiliki beta nol adalah
investasi yang bebas risiko seperti Sertifikat Bank Indonesia dan obligasi
pemerintah.
Beta suatu sekuritas dapat dihitung dengan teknik estimasi yang
akuntansi), dan data fundamental (beta fundamental). Beberapa variabel
fundamental yang berhubungan dengan tingkat risiko (beta) diantaranya seperti
dikemukakan beberapa peneliti (Beaver, Kettler, dan Scholes dalam (Jogiyanto,
2010: 390) menggunakan 7 variabel yang merupakan variabel-variabel
fundamental yaitu Dividend Payout, Asset Growth, Leverage, likuiditas, Asset Size, Variabilitas Keuntungan, dan Accounting Beta.
Para investor dalam berinvestasi tentunya menginginkan tingkat return
yang stabil sehingga kemungkinan risiko dari investasi yang dilakukan dapat
dihindari. Para investor akan menghindari saham-saham yang dinilai berisiko
sehingga saham-saham perusahaan dengan tingkat fluktuasi yang tinggi
mencerminkan tingginya tingkat risiko dari saham tersebut.
Dalam upaya meminimalisir tingkat risiko saham (beta) perusahaan
senantiasa berupaya menjaga harga sahamnya pada level tertentu dengan bebagai
kebijakan yang dapat mendorong meningkatnya permintaan pasar terhadap saham
perusahaan sehingga harga saham perusahaan lebih stabil atau mengalami
peningkatan. Berbagai upaya yang dapat dilakukan diantaranya adalah dengan
kebijakan dividen dan kebijakan struktur modal perusahaan.
Dividen merupakan laba bersih yang dibagikan perusahaan kepada
pemegang saham dalam jumlah tertentu sesuai dengan kebijakan perusahaan.
Kebijakan perusahaan dalam membagi besar laba bersih tersebut dinamakan
kebijakan dividen. Kebijakan dividen (Dividend Payout Ratio) merupakan salah satu keputusan yang penting bagi perusahaan, dimana kebijakan dividen
merupakan keputusan yang diterapkan oleh perusahaan dalam menentukan
ditahan untuk investasi yang akan datang. Semakin besar laba ditahan, maka
semakin kecil pula laba yang akan dibagikan pada para pemegang saham dalam
bentuk dividen. Jika dividen yang dibagikan tinggi, maka akan menarik minat
investor untuk membeli saham perusahaan sehingga permintaan terhadap saham
perusahaan akan mengalami peningkatan yang menyebabkan meningkatnya harga
saham.
Selanjutnya, struktur permodalan perusahaan akan membandingkan antara
permodalan dari kreditor dan pemegang saham. Struktur permodalan yang lebih
tinggi dimiliki oleh hutang menyebabkan perusahaan memiliki risiko
ketidakmampuan melunasi kewajibannya.
Rasio pendanaan yang diukur dengan indikator Debt to Equity Ratio
(DER) mencerminkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi seluruh
kewajibannya yang ditunjukkan oleh beberapa bagian modal sendiri yang
digunakan untuk membayar hutang. Oleh karena itu, semakin rendah DER akan
semakin tinggi kemampuan perusahaan untuk membayar seluruh kewajibannya,
sebaliknya semakin tinggi DER, maka semakin rendah kemampuan perusahaan
untuk membayar seluruh kewajibannya dengan modal yang dimiliki. Dengan
demikian, tinggi rendahnya kemampuan perusahaan dalam membayar
kewajibannya, akan berdampak pada permintaan pasar terhadap saham
perusahaan.
Peningkatan hutang akan mempengaruhi besar kecilnya tingkat return
keuntungan akan digunakan untuk melunasi hutang. Perusahaan dengan jumlah
hutang yang lebih tinggi dibanding ekuitasnya dinilai lebih berisiko dibanding
perusahaan dengan jumlah hutang yang lebih rendah dibanding ekuitasnya
sehingga semakin tinggi Debt to Equity Ratio akan berdampak pada menurunnya harga saham demikian sebaliknya.
Untuk menggambarkan hubungan variabel dividend payout ratio dan debt to equity ratio terhadap harga saham dan beta saham syariah pada beberapa perusahaan yang tergabung dalam Jakarta Islamic Index (JII) pada Tabel 1.1 berikut:
Tabel 1.2
Data Dividen, Earning Per Share, Hutang, Ekuitas, Return Saham, dan Return Pasar di Jakarta Islamic Index (JII) periode 2011-2014.
Emiten Tahun Dividen Sumber: www.idx.co.id dan www.bi.co.id (2016)
Berdasarkan Tabel 1.1 terlihat bahwa pada PT. Astra International
Indonesia, Tbk (ASII) jumlah dividen tahun 2011 merupakan yang tertinggi.
Namun, dari tahun 2012-2014 jumlah dividen tetap sebesar Rp. 216 demikian
tahun 2011 namun dari tahun 2012-2014 relatif stabil tidak ada peningkatan yang
signifikan.
Sedangkan total hutang dan ekuitas mengalami peningkatan selama
periode 2011-2014. Harga saham berfluktuasi sedangkan return saham individu cenderung mengalami penurunan meskipun di tahun 2014 mengalami peningkatan
dari tahun 2013 dan rata-rata return pasar cenderung mengalami fluktuasi selama periode 2011-2014 searah dengan fluktuasi yang terjadi pada harga saham.
Dengan demikian, pada PT. Astra International Indonesia, Tbk (ASII)
menunjukkan bahwa jumlah dividen dan EPS yang cenderung stabil tidak
menyebabkan harga saham stabil atau terus meningkat justru mengalami
fluktuasi. Sama halnya dengan peningkatan pada total hutang dan total ekuitas
tidak menyebabkan penurunan harga saham yang signifikan. Selanjutya, return
individu mengalami fluktuasi namun fluktuasi yang terjadi pada return saham tidak searah dengan fluktuasi pada harga saham.
Pada PT. Kalbe Farma, Tbk (KLBF) terlihat bahwa jumlah dividen, EPS
dan total hutang cenderung mengalami fluktuasi dan jumlah ekuitas mengalami
peningkatan selama periode 2011-2014 namun harga saham justru terus
mengalami peningkatan selama periode 2010-2014. Return saham individu dan return pasar mengalami fluktuasi selama periode 2011-2014.
Pada PT. Kalbe Farma, Tbk (KLBF) menunjukkan bahwa saat jumlah
dividen dan EPS berfluktuasi tidak menyebabkan fluktuasi pada harga saham.
Total hutang yang berfluktuasi dan lebih rendah dibanding jumlah ekuitasnya
searah dengan meningkatnya harga saham. Peningkatan yang terjadi pada harga
saham individu meskipun ada penurunan di tahun 2012 namun pada tahun
2011,2013 dan 2014 return saham searah dengan meningkatnya harga saham.
Pada PT. Tambang Batubara Bukit Asam, (Persero), Tbk (PTBA) terlihat
bahwa jumlah dividen dan EPS cenderung menurun, namun harga saham justru
berfluktuasi sedangkan peningkatan yang terjadi pada hutang menyebabkan harga
saham cenderung menurun namun perubahan pada ekuitas tidak searah dengan
pergerakan harga saham. Selanjutnya meskipun harga saham berfluktuasi namun
return saham individu justru bernilai negatif dari tahun 2011-2013 dan bernilai positif ditahun 2014.
Dengan demikian, pada PT. Tambang Batubara Bukit Asam, (Persero),
Tbk (PTBA) meningkat atau menurunnya Dividen dan EPS tidak selalu searah
dengan pergerakan harga saham, sedangkan total hutang yang tinggi
menyebabkan menurunnya harga saham dan peningkatan pada ekuitas tidak
mendorong meningkatnya harga saham. Selanjutnya, fluktuasi yang tinggi pada
harga saham menyebabkan rata-rata return individu bernilai negatif serta rata-rata
return pasar lebih tinggi dibanding rata-rata return indvidu selama periode 2011-2014 sehingga hal ini mengindikasikan tingginya tingkat risiko saham (beta
saham) pada perusahaan tersebut.
Dari uraian pada beberapa perusahaan tersebut menunjukkan adanya
perbedaan serta ketidaksesuaian antara kebijakan dividen dan struktur modal
dengan harga saham dan beta saham.
Berdasarkan uraian tersebut, Penulis tertarik untuk meneliti lebih jauh
Modal Terhadap Harga Saham dan Beta Saham di Perusahaan Yang Terdaftar Pada Jakarta Islamic Index Periode 2011-2014”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah kebijakan dividen berpengaruh signifikan terhadap harga saham pada
perusahaan yang terdaftar di Jakarta Islamic Index (JII) periode 2011-2014? 2. Apakah struktur modal (Debt to Equity Ratio) berpengaruh signifikan
terhadap harga saham pada perusahaan yang terdaftar di Jakarta Islamic Index
(JII) periode 2011-2014?
3. Apakah harga saham berpengaruh signifikan terhadap beta saham pada
perusahaan yang terdaftar di Jakarta Islamic Index (JII) periode 2011-2014?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk:
1. Mengetahui dan menganalisis pengaruh kebijakan dividen (Dividend Payout Ratio) terhadap harga saham pada perusahaan yang terdaftar di Jakarta
Islamic Index (JII) periode 2011-2014.
2. Mengetahui dan menganalisis pengaruh struktur modal (Debt to Equity Ratio) terhadap harga saham pada perusahaan yang terdaftar di Jakarta Islamic Index
(JII) periode 2011-2014.
3. Mengetahui dan menganalisis pengaruh harga saham terhadap beta saham
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun beberapa manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain:
1. Bagi Perusahaan di Jakarta Islamic Index (JII)
Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan terutama mengenai
kebijakan dividen, struktur modal, harga saham dan beta saham.
2. Bagi Investor
Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi dalam mengambil
keputusan investasi khususnya investasi pada saham perusahaan yang
terdaftar di Jakarta Islamic Index (JII) agar kemungkinan risiko investasi dapat diminimalisir.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi untuk
penelitian-penelitian selanjutnya.
4. Bagi Penulis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan penulis
terkait dengan kebijakan dividen, struktur modal, harga saham dan beta