BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sampah
2.1.1 Pengertian Sampah
Sampah merupakan material sisa dalam bentuk padat dari hasil akhir suatu
proses. Sampah selalu menjadi pusat perhatian untuk lingkungan yang lebih baik,
sedangkan di sisi lain sampah selalu ada dimana-mana. Lalu bagaimana kita bisa
mengatasi sampah yang selalu ada dan terus menerus tidak pernah berkurang.
Sesuai dengan Undang-Undang No.18 Tahun 2008 tentang Pengolahan
Sampah, dengan jelas pada pasal 4 dikatakan “Pengolahan sampah bertujuan
untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan serta
menjadikan sebagai sumber daya”[2]. Menjadikan sumber daya disini berarti
sampah bisa digunakan menjadi sumber daya listrik terbarukan untuk Indonesia.
Adapun sampah yang bisa diolah menjadi sumber daya listrik yaitu
sampah-sampah yang bisa dijadikan biomassa. Ada 2 jenis sampah, yaitu sampah
organik dan sampah anorganik
2.1.2 Sampah Organik
Sampah Organik, terdiri dari bahan-bahan penyusun tumbuhan dan hewan
yang diambil dari alam atau dihasilkan dari kegiatan pertanian,perikanan atau
yang lain. Sampah ini dengan mudah diuraikan dalam proses alami. Sampah
rumah tangga sebagian besar merupakan bahan organik. Termasuk sampah
organik, misalnya sampah dari dapur, sisa tepung, sayuran, kulit buah, dan daun
[3].
2.1.3 Sampah Anorganik
Sampah Anorganik, berasal dari sumber daya alam tak terbarui seperti
mineral dan minyak bumi, atau dari proses industri. Beberapa dari bahan ini tidak
terdapat di alam seperti plastik dan aluminium. Sebagian zat anorganik secara
keseluruhan tidak dapat diuraikan oleh alam, sedang sebagian lainnya hanya dapat
diuraikan dalam waktu yang sangat lama. Sampah jenis ini pada tingkat rumah
tangga, misalnya berupa botol, botol plastik, tas plastik, dan kaleng.
Dilihat dari komposisi sampah di kota-kota besar Indonesia, sampah organik
mencapai 70% dari total seluruh sampah yang ada, sedangkan anorganik 28% dan
2.2 Data Geografis
Letak Geografis TPA (Tempat Pembuangan Akhir) Namo Bintang,
kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang yang memiliki luas lahan 16 Ha.
2.4 Pembangkit Listrik Tenaga Sampah
Kebutuhan energi primer Indonesia meningkat seiring dengan
pertumbuhan jumlah penduduk dan ekonomi. Hal ini menyebabkan peningkatan
pada kebutuhan energi primer dan listrik. Kebutuhan energi primer tersebut
sebagian besar disuplai oleh energi fosil dan sisanya adalah energi baru dan
terbarukan.
Listrik merupakan suatu energi yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat
untuk menjalani kehidupan sehari-hari. Saat ini, sampah kota yang ada di TPA
Terjun bisa menjadi sumber energi apabila bisa dikelola dan dibangun
Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa).
Energi listrik yang dihasilkan dari sampah kota merupakan energi
terbarukan karena dinilai bisa menghasilkan energi secara terus menerus dan
berulang-ulang. Suatu artikel yang dimuat di indoenergi.com pernah menjelaskan
bahwa energi terbarukan merupakan energi yang bisa dihasilkan dan didapat
secara berulang-ulang (terbarukan). Sedangkan sumber energi terbarukan
merupakan sumber energi yang tidak menyebabkan berbagai masalah lingkungan
2.4.1 Pengolahan Sampah
Tabel 2.1 Aspek-aspek pengolahan sampah
*Keterangan = o : organik; k : kertas; l : logam; g : gelas; p : plastik
(Sumber : Dimas Ramadhan Abdillah Fikri, Laboratorium Teknik Reaksi Kimia,
Departemen Teknik Kimia, Institut Teknologi Bandung)
ASPEK INSENERASI GASIFIKASI PIROLISIS KOMPOS LANDFILL
JENIS SAMPAH p o k p o o o o k l g
KAPASITAS 250 ton/day-1355 ton/day
200 ton/day-500
ton/day 200 ton/day Skala kecil Sangat besar
KELEBIHAN
Dengan melihat lebih efisiennya menggunakan metode Insenerasi tanpa
menggunakan lahan yang luas untuk penimbunan seperti landfill serta
menghilangkan kerugian yang sebabkan oleh incenerator melalui pembuangan gas
buang seperti SOx, HCl, NOx, logam berat, dioksin dll ke dalam wet srubber
yang dikombinasi dengan tambahan batu kapur, dan partikel karbon aktif.
Gambar 2.3 Skema urutan proses PLTSa yang dirancang
2.3.2 Prinsip Dasar Pengoperasian PLTSa
Terdapat lima prinsip dasar dalam pengoperasian PLTSa dengan
Incinerator, diantaranya adalah :
1) Sampah dari TPS diangkut oleh truk-truk pengangkut sampah ke PLTSa. Truk
yang tiba akan ditimbang terlebih dahulu sebelum membuang sampah ke dalam
bungker sampah. Truk kosong yang keluar dari PLTSa juga ditimbang agar
diketahui berat bersih sampah yang dibuang ke dalam bungker berdinding
beton.Ruang bongkar sampah ini merupakan ruangan tertutup, dan udara dalam
ruangan diisap oleh kipas udara sehingga bau sampah tidak menyebar keluar
ruangan tetapi terisap kipas udara dan selanjutnya disalurkan ke tungku
pembakaran. Hal ini akan membuat udara disekitar lokasi pemusnah sampah
tidak berbau. Dimensi bungker harus dapat menampung kebutuhan sampah
lima sampai 10 hari. Sampah di dalam bungker yang masih basah, dibiarkan
(ditiriskan) selama tiga sampai lima hari untuk mengurangi kadar air
permukaan, air lindi di salurkan ke IPAL supaya tidak mencemari lingkungan
sekitar. Selama didiamkan sampah secara rutin di pindah-pindahkan untuk
mengurangi kadar airnya. Sampah yang sudah didiamkan beberapa hari ini
mempunyai nilai kalor antara 1000 sampai dengan 1400kkal/kg dan kadar air
50–60 persen.
2) Sampah yang sudah mengering ini kemudian diangkut ke tungku pembakaran
dengan grabber yang terpasang pada overhead traveling crane, dan
dikendalikan dari jarak jauh dari ruang kendali. Sampah dari grabber
dijatuhkan sedikit demi sedikit ke dalam hopper tungku, sampah kemudian
memasuki tungku pembakaran sedikit demi sedikit melalui mekanisme
sampah dapat terbakar pada temperatur tinggi (antara 850oC –900 oC) dalam waktu yang cukup lama sehingga seluruh sampah dapat terbakar sesempurna
mungkin dan dapat menghilangkan gas-gas beracun yang terbentuk seperti
dioksin dan furan. Untuk mencapai suhu pembakaran yang tinggi tersebut,
pada saat awal (start) diperlukan bahan bakar pembantu seperti minyak bakar,
gas atau batu bara. Setelah dicapai suhu yang diinginkan, sampah diharapkan
dapat terbakar dengan sendirinya. Sisa pembakaran berupa abu bawah (Bottom
Ash) dikeluarkan secara otomatik dan dikumpulkan sebelum diangkut untuk
dimanfaatkan lebih lanjut, Debu yang dihasilkan lima persen dari volume atau
20 persen dari berat sampah awal.
3) Gas panas hasil pembakaran kemudian dimanfaatkan untuk menguapkan air
yang berada dalam pipa-pipa ketel (boiler). Saluran gas panas dari tungku
diatur sedemikian rupa sehingga temperatur gas panas ketika mengenai boiler
tidak terlalu tinggi.Demikian juga tekanan dan temperatur uap di dalam pipa
diatur sedemikian rupa sehingga perbedaan temperatur antara gas panas dan
uap air tidak menyebabkan pengembunan gas di pipa-pipa boiler yang dapat
menyebabkan korosi.Untuk menghilangkan kerak biasanya pipa-pipa boiler ini
dilengkapi dengan penyemprot gas asitilen.
4) Uap bertemperatur dan bertekanan tinggi yang dihasilkan digunakan untuk
memutar turbin yang terhubung dengan generator pembangkit listrik. Jumlah
air yang diperlukan untuk memutar turbin dan menghasilkan listrik ini
bergantung kepada karakteristik turbin yang digunakan.Namun demikian, uap
yang dihasilkan tidak langsung di buang tetapi diembunkan di kondensor, dan
diperlukan penambahan air ketel sebesar 10–15 persen untuk mengkompensasi
kebocoran uap yang terjadi
5) Setelah panasnya dimanfaatkan untuk membangkitkan uap gas hasil
pembakaran dialirkan ke pengolah gas buang untuk menghilangkan gas-gas
asam seperti SOx, HCl, NOx, logam berat, dioksin dll. Untuk keperluan
tersebut pabrik pemusnah sampah yang dibangun di Singapura dan Cina
menggunakan wet srubber yang dikombinasi dengan tambahan batu kapur, dan
partikel karbon aktif. Gas bertemperatur rendah yang keluar dari alat
penghilang gas asam kemudian dilewatkan penyaring debu.Penyaring debu
dapat berupa penyaring biasa (fabric filter atau airbag) saja atau dikombinasi
dengan electrostatic precipitator (EP).Pabrik pemusnah sampah di Eropa
biasanya menggunakan EP, sedangkan yang di China dan Singapura hanya
menggunakan penyaring biasa.Abu yang tertangkap oleh alat-alat ini biasa
disebut sebagai abu terbang (fly ash). Abu terbang ini dapat dimanfaatkan
untuk keperluan yang sama seperti abu bawah (bottom ash). Di samping
peralatan yang disebutkan sebelumnya system pengolahan gas buangnya
dilengkapi dengan katalis penghilang NOx dan penghilang dioxin. Abu bawah
(bottom ash), merupakan abu sisa pembakaran sampah di tungku sedangkan
Abu terbang dapat dimanfaatkan untuk keperluan yang sama seperti bottom
ash. Abu terbang dari hasil pembakaran sampah baik untuk digunakan sebagai
penstabil tanah lunak, kekuatan lempung yang diberi abu terbang ini naik 75
kali lipat.Disamping itu tanah juga mempunyai sifat-sifat drainase yang lebih
baik, indeks plastisitas dan kompresibilitas menurun masing-masing 69 dan 23
Tabel 2.2 Potensi 10 TPA terbesar di Indonesia untuk menghasilkan listrik
Bandar Gebang, Sumur
Batu 8.733 157,194
5 Kota Tangerang Rawakucing 1.352 24,336
6 Kota Semarang Jatibarang 1.345 24,21
7 Kota Depok Cipayung 1.217 21,906
8 Kota Palembang Sukawinata, Karya Jaya 1.171 21,078
9 Kota Malang Supit Urang 761 13,698
10 Kota Padang Air Dingin 682 12,276
*Data TPA dari EBTKE (Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi) dan
potensi dihitung dengan ketentuan 1 ton sampah/hari setara untuk pembangkit 18
kW
(Menurut Dr. Ir. Ari Dharmawan Pasek. KetuaTim FS PLTSa Gedebage) [1]
2.4.3 Manfaat Pembangkit Listrik Tenaga Sampah
Manfaat Pembangkit Listrik Tenaga Sampah Pembangunan Pembangkit
Listrik Tenaga Sampah mempunyai dua manfaat yaitu :
1) PLTSa menghasilkan energi listrik yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat.
Hal ini berarti mambantu menutupi defisit energi listrik PLN. Jadi, sudah
waktunya sampah diolah jadi energi listrik. Dengan begitu, krisis listrik yang
dihadapi dapat teratasi dan tarif pun bisa murah.
2) Keberadaan TPA tidak hanya menguntungkan pengelola tetapi juga masyarakat
listrik dengan gratis. Solusi ini dapat mencegah penolakan masyarakat sekitar
terhadap keberadaan TPA.
2.5 Perhitungan Ekonomis
Untuk mendapatkan hasil yang lebih effisien dalam menganalisa
perencanaan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) di kota Medan,
sehingga perlu dilakukan evaluasi pada investasi proyek dengan melakukan
perhitungan menggunakan NPV, IRR, BCR, dan PP. [4]
2.4.1 NPV (Net Present Value)
NPV adalah nilai sekarang dari keseluruhan Dicounted Cash Flow atau
gambaran biaya total atau pendapatan total proyek dilihat dengan nilai sekarang
(nilai pada awal proyek). Secara matematik nilai NPV dapat dinyatakan seperti
persamaan (1) :
dimana :
k = Discount rate yang digunakan
COF = Cash outflow /Investasi
CIFt = Cash in flow pada periode t
2.4.2 IRR (Internal Rate of Return)
IRR adalah besarnya tingkat keuntungan yang digunakan untuk melunasi
jumlah uang yang dipinjam agar tercapai keseimbangan ke arah nol dengan
pertimbangan keuntungan. IRR ditunjukan dalam bentuk % / periode dan
biasanya bernilai positif (I>0). Untuk Menghitung IRR dapat menggunakan
persamaan (2) :
dimana :
IRR = Internal Rate of Return (%)
NPV1 = Net Present Value dengan tingkat bunga rendah (Rp) NPV2 = Net Present Value dengan tingkat bunga tinggi (Rp)
i1 = Tingkat Bunga Pertama (%)
i2 = Tingkat Bunga Kedua (%)
2.4.3 BCR (Benefit Cost Ratio)
Benefit-Cost Ratio adalah rasio perbandingan antara pemasukan total
sepanjang waktu operasi pembangkit dengan biaya investasi awal. Dirumuskan
2.4.4 PP (Payback Period)
Payback Period adalah lama waktu yang diperlukan untuk mengembalikan
dana investasi. Dirumuskan dalam persamaan (4) :