• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAMPAK AKTIVITAS HOME INDUSTRI MEUBEL TERHADAP KESEHATAN BALITA DI SEKITAR INDUSTRI MEUBEL SEKTOR INFORMAL KEL. KAHURIPAN KEC. TAWANG KOTA TASIKMALAYA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DAMPAK AKTIVITAS HOME INDUSTRI MEUBEL TERHADAP KESEHATAN BALITA DI SEKITAR INDUSTRI MEUBEL SEKTOR INFORMAL KEL. KAHURIPAN KEC. TAWANG KOTA TASIKMALAYA"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

DAMPAK AKTIVITAS HOME INDUSTRI MEUBEL TERHADAP KESEHATAN BALITA DI SEKITAR INDUSTRI MEUBEL

SEKTOR INFORMAL KEL. KAHURIPAN KEC. TAWANG KOTA TASIKMALAYA

Sri Maywati1, Siti Novianti

ABSTRAK

Aktifitas pekerjaan sektor meubel banyak menghasilkan debu kayu sebagai efek samping dari proses pekerjaan. Kegiatan meubel di sektor informal kel Kahuripan sebagian besar dilaksanakan di pemukiman dan tempat kerja yang tidak terpisah dari rumah tinggal. Hal ini bisa menimbulkan gangguan kesehatan terutama pada kelompok balita. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis kadar debu di lingkungan pemukiman dengan gangguan kesehatan pada balita. Metode penelitian menggunakan pendekatan cross sctional. Sampel sebanyak 51 orang diambil dari populasi sebanyak 126 orang balita. Hasil pengukuran kadar debu di lingkungan pemukiman menunjukan 74,5% tempat tinggal balita mempunyai kadar debu melebih standar, kadar debu berkisar antara 52 µg/Nm3 sampai 1508 µg/Nm3. Sebanyak 30 balita (58,8%) mengalami gangguan kesehatan berupa kejadia infeksi saluran pernapasan. Hasil analisis Chi-square (p< 0,05) menunjukan ada hubungan antara kualitas udara permukiman dengan kejadian ISPA pada balita di sekitar industri mebeul kelurahan Kahuripan kota Tasikmalaya. Disarankan agar masyarakat membuat sekat pemisah antara rumah tinggal dengan ruangan tempat pengerjaan meubel.

Kata kunci : debu kayu, ISPA

ABSTRACT

Furniture sector work activities generate a lot of wood dust as a side effect of the process of the work. Activities in the informal sector res furniture Kahuripan largely implemented in residential and workplace are not separated from the residence. This can cause health problems especially at the toddler group . The purpose of this study was to analyze the levels of dust in a residential neighborhood with health problems in toddlers . The research method using a cross sctional . Sample of 51 people drawn from a population of 126 toddler . The results of measurements of dust levels in the residential neighborhood showed 74.5 % residence toddlers have dust levels exceed the standard , dust levels ranged from 52 to 1508 μg/Nm3. Many of 30 toodler ( 58.8 % ) suffered health problems such as respiratory tract infections. The results of Chi-square analysis shown there is significantly association between air quality with acute respiration infection incidence in toddler around mebeul industry in Kahuripan village Tasikmalaya city . It is recommended that people make separater between the living room and work area .

Keywords : wood dust, accute respiratory track infection

1

(2)

PENDAHULUAN

Pekerjaan sektor meubel menggunakan berbagai jenis kayu sebagai bahan baku/utama. Salah satu faktor bahaya dari pekerjaan meubel adalah debu kayu yang dihasilkan melalui proses mekanik seperti penggergajian, penyerutan dan penghalusan (pengampelasan). Debu kayu di udara dapat terhirup ke dalam saluran pernapasan dan mengendap di berbagai tempat dalam organ pernapasan.

Resiko terhadap kesehatan dari paparan debu antara lain jangka pendek berupa peradangan pada saluran pernapasan dengan gejala batuk berdahak, pilek, demam, dan iritasi pada mata. Debu yang dihasilkan dari berbagai proses pekerjaan dapat mencemari daerah industri dan lingkungan disekitarnya sehingga pekerja maupun masyarakat di sekitar industri dapat terpapar oleh debu baik karena bahan baku, bahan antara ataupun produk akhir, kasus bahan tercemar tersebut dapat berpengaruh terhadap lingkungan dan manusia (Solech, 2001).

Kadar debu yang melebihi NAB akan menimbulkan gangguan kesehatan seperti gangguan pernapasan salah satunya menjadi faktor resiko dari penyakit ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut). Pajanan debu jangka pendek, walaupun dengan konsentrasi rendah, dapat merugikan kesehatan pernapasan salah-satunya ISPA (Yusnabeti, 2010). Konsentrasi polutan yang tinggi dapat merusak mekanisme pertahan paru sehingga akan memudahkan timbulnya ISPA (Mansyur, 2010). Selain ISPA debu kayu juga bisa memicu timbulnya gangguan kesehatan lain seperti iritasi mata dan kulit.

Kota Tasikmalaya merupakan salah satu kota yang banyak memiliki pengrajin mebeul rumahan. Industri mebeul rumahan ini terutama banyak dijumpai di daerah Tawang yaitu di kelurahan Kahuripan yang merupakan salah satu wilayah kerja Puskesmas Kahuripan. Karena lokasi industri yang bersatu dengan rumah maka tidak hanya pekerja yang terpajan debu yang dihasilkan dari proses produksi mebeul tetapi juga masyarakat atau orang yang berada di sekitarnya terutama balita.

Penyakit ISPA atau penyakit infeksi saluran pernafasan atas dan bawah dapat menyerang semua umur, baik orang dewasa, remaja, atau balita. Namun yang paling rentan terserang ISPA adalah balita dan bayi. Penyakit ISPA adalah suatu penyakit yang terbanyak dan tersering diderita oleh anak- anak karena system pertahanan tubuh masih rendah, terjadi baik di negara berkembang

(3)

maupun di negara maju dan sudah mampu dan banyak dari mereka perlu masuk rumah sakit karena penyakitnya cukup gawat (Klinikita, 2007). Gejala dan tanda ISPA antara lain demam dan disertai satu atau lebih reaksi sistemik, seperti menggigil/ kedinginan sakit kepala, malaise, dan anoreksia; kadang pada anak- anak ada gangguan gastrointestinal. Tanda-tanda lokal juga terjadi diberbagai lokasi saluran pernafasan bila hanya satu gejala atau kombinasi, seperti rhinitis, faringitis, atau tonsillitis, laryngitis, laringotrakelitis, bronchitis, pneumonitis atau pneumonia (DepKes RI, 2005).

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya pada tahun 2011, jumlah kasus ISPA bukan Pnemonia pada Balita di Puskesmas Kahuripan sebesar 1.155 kasus. Kasus ini mengalami kenaikan sebesar 142 kasus dibandingkan dengan tahun 2010. Khusus untuk wilayah sekitar industri mebeul RW 11 dan RW 12 terdapat 71 kasus ISPA pada balita pada tahun 2011 dan hingga bulan Juli 2012 terdapat 56 kasus. Berdasarkan data tersebut maka pada kesempatan ini penulis ingin meneliti apakah terdapat dampak dari kegiatan industri meubel sektor informal terhadap kesehatan balita di sekitar industri mebeul Kelurahan Kahuripan Kota Tasikmalaya.

METODE

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kadar debu pemukiman denga kesehatan (kejadian ISPA) yang dilakukan pada bulan Maret sampai Juni 2013, menggunakan metode survei dengan pendekatan Cross Sectional. Obyek dalam penelitian ini adalah kelompok balita (usia 1-5 tahun) yang tinggal disekitar industri meubel sektor informal kelurahan Kahuripan Kec. Tawang Kota Tasikmalaya dengan populasi berjumlah 126 balita. Sampel diambil berdasarkan perhitungan sebanyak 40 % dari populasi yaitu 51 orang.

Variabel bebas adalah Kadar debu udara pemukiman sekitar tempat kerja yang merupakan banyaknya debu yang terukur pada udara pemukiman di sekitar industri meubel. Data dikategorikan dibawah atau diatas NAB. Alat ukur menggunakan Hazdust EPAM oleh Laboratorium Lingkungan Hidup kota Tasikmalaya. Variabel terikat adalah kondisi kesehatan balita yaitu kondisi balita dalam keadaan sehat tidak mengalami gangguan secara fisik, yang dimaksud dalam penelitian ini adalah gangguan pada pernapasan (ISPA) dengan kategori ya atau tidak. Variabel lain yang turut mempengaruhi kejadian ISPA yang juga di ukur dalam penelitian ini adalah jarak tempat tinggal balita sampai ke industri

(4)

meubel terdekat dan status gizi balita dengan skor BB/TB. Data yang terkumpul dianalisis secara univariat dan bivariat dengan uji kai-kuadrat pada taraf signifikansi 0,05.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kadar Debu Pemukiman Sekitar Industri Meubel

Kadar debu yang diukur merupakan kadar debu total udara ambien di pemukiman sekitar industri meubel. Nilai ambang batas kadar debu total atau Total Suspended Particulate (TSP) yang diperbolehkan yaitu sebesar 230 µg/Nm3. Kadar debu minimal sebesar 52 µg/Nm3 dan kadar maksimal sebesar 1508 µg/Nm3.

Tabel 1. Distribusi Kadar debu di Pemukiman Sekitar Industri Mebeul Kelurahan Kahuripan Kec. Tawang Kota Tasikmalaya, 2013

Kualitas Udara

Pemukiman Jumlah Persentase

Melebihi NAB 38 74,5

Tidak Melebihi NAB 13 25,5

Total 51 100

Sebanyak 38 responden atau 74,5% memiliki kualitas udara pemukiman yang melebihi NAB (>230µg/Nm3) dan sisanya sebanyak 13 responden atau 25,5% memiliki kualitas udara yang tidak melebihi NAB.

Debu merupakan salah satu parameter pengujian yang digunakan dalam penentuan kualitas udara suatu tempat karena demu merupakan salah satu zat pencemar yang diemisikan dari sebuah kegiatan termasuk kegaitan usaha industri mebeul. Pajanan debu jangka pendek, walaupun dengan konsentrasi rendah, dapat merugikan kesehatan pernapasan salah satunya ISPA (Yusnabeti, dkk. 2010).

Debu adalah zat padat yang berukuran 0,1 – 25 mikron yang kompleks, mencakup semua ukuran virus (0,1 μm–1 μm) dan bakteri (0,5 μm–5μm). Patogen tersebut melayang bebas dan dapat berpindah tempat di udara. Penemuan terbaru menyatakan pajanan debu jangka pendek berhubungan dengan dampak kesehatan walaupun dalam konsentrasi yang rendah ≤100 μg/m3 (Yusnabeti, dkk. 2010).

Debu yang dihasilkan dari berbagai proses pekerjaan dapat mencemari daerah industri dan lingkungan sehingga pekerja maupun masyarakat di sekitar industri dapat terpapar oleh debu baik karena bahan baku, bahan antara ataupun

(5)

produk akhir, kasus bahan tercemar tersebut dapat berpengaruh terhadap lingkungan dan manusia (Solech, 2001).

Gambaran Jarak Rumah Balita ke Industri Mebeul Terdekat

Berdasarkan hasil observasi didapatkan jarak rumah balita terhadap tempat kerja minimal adalah 1 m dan jarak paling jauh 37 m.

Gambaran Kejadian ISPA Pada Balita

Setelah melaksanakan penelitian dan observasi lapangan, didapatkan bahwa sebesar 58,8% balita atau sebanyak 30 balita menderita ISPA, sementara sisanya sebanyak 21 balita atau 41,2% tidak menderita ISPA.

Tabel 2. Distribusi Balita menurut Kejadian ISPA di Sekitar Industri Mebeul Kelurahan Kahuripan Kec. Tawang Kota Tasikmalaya Tahun 2013

ISPA Jumlah Persentase

Ya 30 58,8

Tidak 21 41,2

Total 51 100

Kondisi kesehatan yang di maksud dalam penelitian ini adalah kejadian penyakit saluran pernapasan (ISPA) pada balita. Penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan penyakit yang paling sering terjadi pada anak-anak. Salah satu penyebab ISPA adalah pencemaran kuaitas udara di dalam dan luar ruangan. Sumber pencemaran dalam ruangan adalah pembakaran bahan bakar yang digunakan untuk memasak dan asap rokok. Sedangkan pencemaran luar ruangan adalah pembakaran, transportasi dan asap pabrik (kusnoputranto, 1986).

Menurut Yusnabeti 2010, penetapan adanya ISPA didasarkan pada adanya satu atau lebih tanda gangguan pernapasan dan pemeriksaan fisik oleh tenaga medis. Diagnosis ISPA dilakukan dengan menghitung napas balita selama 1 menit (nilai normal adalah lebih dari 16 kali/menit), pemeriksaan keberadaan sekret atau udema dalam lubang hidung, pemeriksaan tenggorokan dan tonsil, pemantauan faring untuk melihat ada atau tidak adanya flika merah, granul, dan sekret. Selain itu, penampakan luar paru-paru juga diperiksa, untuk melihat eksistensi tulang-tulang pernapasan saat bernapas. Auskulkasi juga dilakukan dengan menggunakan stetoskop untuk memantau kondisi saat proses bernapas. Pada proses pengambilan napas diperhatikan ada atau tidak adanya

(6)

bunyi. Jika ada, dinamakan ronki basah yang disebabkan oleh lendir di saluran napas. Proses mengeluarkan napas juga diperhatikan untuk memastikan ada atau tidak adanya wheezing, yaitu hembusan yang memanjang disertai bunyi

“ngik” yang menunjukkan adanya sumbatan di organ pernapasan, ronki kering,

dan slem (dahak).

Banyak faktor yang dapat memicu kejadian ISPA pada balita. Selain faktor lingkungan, faktor individu juga berperan penting seperti status gizi. Gizi sangat penting untuk pertumbuhan, perkembangan dan pemeliharaan aktivitas tubuh. Tanpa asupan gizi yang cukup, maka tubuh akan mudah terkena penyakit-penyakit infeksi (Almatsier, 2003).

Hubungan Antara Kadar Debu Pemukiman dengan Kejadian ISPA pada Balita Tabel 4. Tabulasi silang kadar debu Pemukiman dengan Kejadian ISPA di Sekitar Industri Mebeul Kel. Kahuripan Kec. Tawang Kota Tasikmalaya Tahun

2013 Kadar Debu Pemukiman ISPA Total p-value Ya Tidak n % n % n % Melebihi NAB 26 68,4 12 31,6 30 100 0,040 Tidak Melebihi NAB 4 30,8 9 69,2 21 100 30 58,8 12 41,2 51 100

Hasil uji statistika dengan metode uji Chi-square diperoleh nilai P-value =0,040 (p < α) berarti H1 diterima atau ada hubungan atara kualitas udara permukiman dengan kejadian ISPA pada balita di sekitar industri mebeul. Hal ini menunjukan bahwa kejadian ISPA pada balita dipengaruhi oleh kualitas udara pemukimannya.

Salah satu penyebab terjadinya ISPA adalah rendahnya kualitas udara baik di dalam maupun di luar rumah, baik secara biologis, fisik, maupun kimia

(Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional,

http://udarakota.bappenas.go.id). ISPA mendominasi kesakitan ada anak di bawah 5 tahun (balita) dan menyebabkan kematian sekitar empat juta balita pertahunnya (Kartasasmita, 2004; Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2001).

Kualitas udara di dalam ruang rumah dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain, bahan bangunan (misal; asbes), struktur bangunan (misal; ventilasi), bahan pelapis untuk furniture serta interior (pada pelarut organiknya), kepadatan hunian, kualitas udara luar rumah (ambient air quality), radiasi dari Radon (Rd),

(7)

formaldehid, debu, dan kelembaban yang berlebihan. Selain itu, kualitas udara juga dipengaruhi oleh kegiatan dalam rumah seperti dalam hal penggunaan energi tidak ramah lingkungan, penggunaan sumber energi yang relative murah seperti batubara dan biomasa (kayu, kotoran kering dari hewan ternak, residu pertanian), perilaku merokok dalam rumah, penggunaan pestisida, penggunaan bahan kimia pembersih, dan kosmetika. Bahan-bahan kimia tersebut dapat mengeluarkan polutan yang dapat bertahan dalam rumah untuk jangka waktu yang cukup lama.

Hasil pengamatan dan waancara sebagian besar (80%-90%) waktu balita setiap harinya berada dalam rumah. Namun lokasi industri mebeul yang banyak tersebar di wilayah Kelurahan Kahuripan dan sebagian besar menyatu dengan rumah tinggal membuat kualitas udara pemukiman menurun sehingga udara luar sebagai suplay pengganti udara dalam rumah membawa polusi yang lebih besar. Sehingga balita yang bermukim di sekitar lingkungan dengan kadar debu total di udara ambiennya melebihi NAB (230µg/Nm3) akan berpeluang untuk mengalami kejadian ISPA dibandingkan dengan balita lain dengan kualitas udara pemukiman yang kadar debu totalnya tidak melebihi NAB-nya.

Faktor meteorologis memberikan peranan penting dalam menentukan kualitas udara di suatu daerah. Kemampuan atmosfer ditentukan oleh kecepatan arah angin, kelembaban, temperatur, tekanan, aspek permukaan (Soedomo, 2001). Kecepatan angin dapat menentukan lamanya waktu perjalanan partikel ke reseptor dan juga laju dispersi bahan polutan. Semakin besar kecepaan angin semakin jauh dampak polutan debu yang bisa dijangkau .Selain hal tersebut besaran atau kapasitas produksi dari masing-masing industri mebeul sebagai sumber pencemar debu yang berbeda-beda memberikan kontribusi yang berbeda pula terhadap kualitas udara di area sekitarnya.

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

1. Kejadian Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) pada balita sebanyak 58,8 %. Sebanyak 68,4 % dari jumlah tersebut berada dalam lingkungan pemukiman dengan kadar debu yang melebihi standar.

2. Kadar debu minimum di sekitar industri mebeul adalah 193 µg/Nm3, kadar debu maksimum sebesar 1.508 µg/Nm3, dan rata-rata kadar debunta sebesar 580 µg/Nm3.

(8)

3. Ada hubungan antara kadar debu permukiman dengan kejadian ISPA pada balita di sekitar Industri Mebeul Kelurahan Kahuripan Kecamatan Tawang Kota Tasikmalaya (p-value = 0,040).

Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka disarankan kepada pengusaha mebeul hendaknya area kerja industri mebeul yang masih bersatu dengan rumah tinggal agar dibuat sekat yang terpisah untuk meminimalisir debu yang mencemari pada rumah tinggal.

DAFTAR PUSTAKA

Fardiaz, Polusi Air dan Udara, Kanisius Yogyakarta, Bogor, 1992.

HSP, 2012. Mengenal Debu (Dust) dan Pengendaliannya (Dust Control),

http://healthsafetyprotection.com. (diakses 1 oktober 2012)

Kumaidah. 2009. Analisis Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Gangguan Fungsi Paru Pada Pekerja Mebel PT Kota Jati Furnindo Desa Suwawal

Kecamatan Milonggo Kabupaten Jepara. Tesis magister kesehatan

lingkungan, Program Pascasarjana, Universitas Diponegoro. Semarang (akses 8 Agustus 2012).

Pudjiastuti, Wiwiek, Debu Sebagai Bahan Pencemar Yang Membahayakan Kesehatan Kerja, Pusat Kesehatan Kerja Depkes RI, 2002.

Suma’mur, Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja, PT. Gunung Agung, Jakarta, 1996.

Yunus, Faisal. Dampak Debu Industri Pada Paru Pekerja dan Pengendaliaannya, Cermin Dunia Kedokteran No. 115, Jakarta, 1997.

Klinikita, Kesehatan Anak Di daerah Tropis. Bumi Aksara. Jakarta. 2007

Kusnoputranto, Haryoto. Kesehatan Lingkungan, Departemen Pendidikan Indonesia, Universitas Indonesia, Jakarta, 1986

Muaris, Hindah. Resep : Lauk Bergizi untuk anak Balita. Gramedia Pustaka Utama (GPU). Jakarta, 2006

Purnomo, Pajanan debu Kayu dan Gejala Penyakit Saluran Pernapasan pada pekerja meubel Sektor Informal di kota Pontianak, Kalimantan Barat. Tesis S2 IKM, UI, Jakarta, 2007

Solech, Muhammad. Hubungan Lama Pemaparan Debu Kapur Tulis dengan Kapasistas paru (FVC, FEV1 guru SLTP Negeri I Grobogan Jawa Tengah), undergraduate thesis, universitas Diponegoro. 2001

Supartini, Yupi. Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. EGC, Jakarta, 2004

Yusnabeti, dkk, PM10 dan Infeksi Saluran Pernapasan Akut pad Pekerja industri Meubel, Departemen Kesehatan RI. Jakarta, 2010

Gambar

Tabel 1.   Distribusi Kadar debu di Pemukiman Sekitar Industri Mebeul Kelurahan  Kahuripan Kec
Tabel 2.   Distribusi Balita menurut Kejadian ISPA di Sekitar Industri Mebeul                    Kelurahan Kahuripan Kec

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan gambar kerangka berpikir di atas, maka faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku pemilih dalam Pemilihan Kepala Daerah Walikota dan Wakil Walikota

Ganoderma sp.2 memiliki tipe himenofor pori yang tidak dapat dilepas, berbentuk bulat dengan panjang pori 0.2 cm (Gambar 11d).. Jamur ini menempel pada substrat dengan

Sinar Sosro Palembang dokumen standar yang dibutuhkan yaitu, bagian pertama berisi dokumen kebijakan keamanan, ruang lingkup, penilaian resiko, statement of

Maka dapat dinyatakan bahwa model regresi cocok dengan data yang ada, atau dapat diartikan variabel pemahaman produk bank syariah guru pondok pesantren tersebut

Pendekatan kuantitatif adalah metode penelitian yang berdasarkan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu,

Pengumpulan data penelitian dilakukan dengan cara mendapatkan data melalui kuesioner adalah dengan menyebarkan kuesioner tersebut kepada sampel dan hasilnya kemudian

(g) Pernyataan yang diberikan ekivalen dengan “Mengontrak pemain asing kenamaan adalah syarat perlu untuk Indonesia agar ikut Piala Dunia” atau “Jika Indonesia ikut Piala Dunia

Puji Syukur kepada Tuhan yang Maha Esa karena berkat rahmatNya, saya Zefanya Fredericus Arsel sebagai penulis diberikan kesempatan untuk menyelesaikan skripsi yang