• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VIII PENGURAIAN DETERJEN SECARA BIOLOGIS UNTUK PENGOLAHAN AIR MINUM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB VIII PENGURAIAN DETERJEN SECARA BIOLOGIS UNTUK PENGOLAHAN AIR MINUM"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB VIII

PENGURAIAN DETERJEN

SECARA BIOLOGIS UNTUK

(2)

VIII.1 PENDAHULUAN

Studi tentang penguraian deterjen atau surfaktant secara biologis telah dimulai sejak memasuki dekade 1950, sebagai akibat dari revolusi senyawa kimia di dalam industri deterjen di Amerika. Pada saat itu, penggantian sabun dengan deterjen sintetis sebagai bahan pembersih maupun sebagai bahan pencuci sebagai akibat pengembangan alkyl benzene sulfonate (ABS) yang telah layak secara teknis dan ekonomis untuk diproduksi secara komersial. Selang beberapa tahun kemudian, ABS telah menjadi deterjen utama yang digunakan mula-mula di USA, kemudian segera menyebar ke seluruh duina.

Sampai saat ini, telah banyak penelitian tentang penguraian deterjen secara biologis termasuk aspek biologi maupum biokimia, yang telah dilakukan oleh para peneliti diseluruh dunia. Beberapa faktor atau variabel yang sangat berpengaruh terhadap proses penguraian deterjen secara biologis antara lain : jenis mikroorganisme, waktu penyesuaian mikroorganisme terhadap lingkungannya (adaptation atau aclimation time), jenis deterjen atau surfactant, oksigen, konsentarsi awal deterjen, zat racun yang dapat mengganggu mikroorganisme. Berdasarkan faktor atau variabel tersebut diatas dan faktor lain yang kadang-kadang belum diketahui, hasil penguraian deterjen secara biologis mungkin sangat beragam atau bervariasi. Hal ini tidak hanya terjadi pada peruraian biologis deterjen tetapi juga terjadi pada senyawa organik yang lain.

Salah satu hasil peneltian tentang penguraian deterjen secara biologis dengan menggunakan senyawa deterjen jenis homolog LAS (linier alkyl benzene sulfonate) di dalam air sungai telah dilaporkan oleh Swisher (1963). Swisher menyatakan bahwa penguraian LAS secara biologis akan lebih cepat pada homolog LAS dari C6 sampai dengan C12, dan lebih lambat pada homolog LAS C12 sampai C15, dan naik lagi sampai homolog C18. Berdasarkan beberapa hasil penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti, Swisher (1970) merangkum beberapa kesimpulan yakni:

• Struktur gugus hidrophobic adalah faktor yang sangat penting

yang menentukan kemampuan dapat urai (biodegradaility) dari suatu senyawa deterjen. Penuraian deterjen secara biologis 215

(3)

akan bertambah cepat sejalan dengan tingkat kelinieran (linearity) dari gugus hidropobicnya, dan lebih sulit terurai apabila gugus hidrophobicnya mempunyai rantai cabang, khususnya rantai cabang kuaternair.

• Struktur gugus hidrophilic sangat kurang berpengaruh terhadap kemampuan dapat urai dari suatu senyawa deterjen.

• Semakin panjang jarak antara gugus sulfonate dengan ujung

terjauh dari gugus hidrophobicnya, kecepatan penguraian biologis primairnya makin besar dan hal ini kemungkinan dapat terjadai pada tipe deterjen lain.

Said (1995) telah melakukan peeneltian penguraian deterjen anionic (ABS) dengan menggunakan lumpur biologis yang disaring dari air danau di dalam reaktor batch. Dari penelitian Said tersebut dapat disimpulkan bahwa laju penguraian deterjen secara biologis dipengaruhi beberapa faktor antara lain konsentarsi awal deterjen, jumlah mikroorganismenya (dalam hal ini ditunjukkan dengan konsentarsi padatan tersuspensi, SS), dan juga kondisi pHnya. Makin kecil konsentrasi deterjen atau makin besar jumlah mikroorganisme ( makin besar konsentrasi lumpur biologisnya), kecepatan penguraiannya makin besar, sedangkan pada kondisi pH netral atau mendekati netral kecepatan penguraiannya lebih besar dibandingkan apabila pada kondisi asam atau basa. Penguraian ABS di dalam lumpur biologis di dalam reaktor “batch” dengan berbagai konsentrasi awal ABS , dan pada berbagai kondisi pH, serta berbagai konsentrasi padatan tersuspensi (suspended solids, SS) ditunjukkan seperti pada Gambar VIII.1, Gambar VIII.2 dan Gambar VIII.3.

Contoh lain hasil pengujian kemampuan dapat urai (biodegradability) dari senyawa deterjen anionic (deterjen ion negatip) telah dilaporkan oleh Okpokwasili dan Olisa (1990).Kedua peneliti tersebut telah melakukan pengkajian tentang penguraian biologis terhadap beberapa deterjen komersial dan sampo dengan metoda “die away” dengan menggunakan air sungai, dan berhasil mengidentifikasikan jenis mikroorganisme yang berpengaruh terhadap penguraian deterjen secara biologis yakni antara lain : genera vibrio, flavobacterium, klebsiella, pseudomonas, enterobacter, bacillus, escherichia, shigella, citobacter, proteus dan anabaena.

(4)

Meskipun banyak peneliti yang telah melakukan penelitian tentang penguraian deterjen secara biologis termasuk mekanisme metabolismenya, masih diperlukan lebih banyak lagi data tentang penguraian deterjen secara biologis, khususnya data yang berhubungan dengan keperluan praktis atau operasional yang dapat digunakan untuk keperluan pengolahan air minum.

VIII.2 PENGURAIAN DETERJEN SECARA

BIOLOGIS

Penguraian senyawa kimia secara biologis (biological degradation atau disingkat biodegradation) didefinisikan sebagai perombakan atau penguraian senyawa kimia oleh aktifitas biologis dari mahluk hidup, khususnya oleh aktifitas mikroorganisme. Mikroorganisme memainkan peranan yang sangat di dalam siklus biokimia, terutama siklus karbon. Mikroorganisme tersebut memecah senyawa kimia, kususnya senyawa organik yang komplek menjadi bentuk senyawa yang lebih sederhana dengan berat molekul yang lebih kecil. Proses penguraian secara biologis telah banyak digunakan antara lain untuk pengolahan air limbah baik air limbah domistik maupun air limbah industri. Hal ini karena mikroorganisme mempunyai kemampuan untuk menguraikan atau merombak senyawa organik yang komplek, yang bahkan beberapa senyawa tersebut sangat tahan terhadap perombakan (degradation) misalnya senyawa pestisida dan lain-lain.

Proses penguraiannya secara keseluruhan adalah proses oksidasi, dan melalui mekanisme seemikian rupa sehingga zat organik yang komplek dipecah menjadi senyawa yang lebih sederhana Di dalam kaitannya dengan penguraian secara biologis ini, mikroorganisme yang sangat penting yakni bakteria. Bakteria tersebut menggunakan senyawa organik sebagai makanan, kemudian merombaknya menjadi senyawa yang lebih kecil dan menggunakan energi yang ditimbulkan untuk berkebang biak.

Deterjen atau surfactant adalah senyawa yang molekulnya mempunyai struktur gugus tertentu yang menyebabkan senyawa tersebut mempunyai sifat-sifat deterjen misalnya sifat dapat

(5)

0 10 20 30 40 50 60 0 3 6 9 12 15 18 21

CONTACT TIME [DAYS]

Initial pH = 5.5 Initial SS Conc. = 1878 mg/l Initial pH = 7.0 Initial Sludge SS = 1600 mg/l Initial pH = 10.65 Initial SS = 1878 mg/l

Microorganisms : Mishima Honeycomb Sludge

AT ROOM TEMPERATURE CONDITION (WITHOUT AERATION)

REMOVAL EFFICIENCY OF ABS [%}

Initial ABS Consentration = 10 mg/l

Gambar VIII.1 Penguraian deterjen (ABS) oleh lumpur biologis

di dalam reaktor batch pada konsisi pH asam, netral dan basa.

(6)

0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1 0 3 6 9 12 15 18 21

REACTION TIME [DAYS]

Initial ABS = 10 mg/l Initial pH = 7.0 Sludge SS = 1600 mg/l

Initial ABS Cons. = 5 mg/l Initial pH = 6.95 Initial Sludge SS = 1878 mg/l Initial ABS = 2 mg/l Initial pH = 6.85 Sludge SS = 1878 mg/l Initial ABS = 1 mg/l Initial pH = 7.0 Sludge SS = 2190 mg/l

Microorganisms : Mishima Honeycomb Sludge At Room Temperature Condition

(WITHOUT AERATION)

FRACTION OF RESIDUAL ABS [-]

Gambar VIII.2 Penguraian deterjen (ABS) oleh lumpur biologis

di dalam reaktor batch dengan berbagai konsentrasi awal ABS

(7)

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 0 10 20 30 40 50 SS = 2514 mg/l SS = 877 mg/l

REMAINING ABS CONCENTRATION

[mg/l]

CONTACT TIME [HOURS] Microorganisms : Lake Biwa Sludge Initial ABS concentration = 1 mg/l

Initial pH =7.2 - 7.3 Temperature = 28 - 31 oC

Gambar VIII.3 Penguraian deterjen (ABS) oleh lumpur biologis

di dalam reaktor batch dengan konsentrasi padatan tersuspensi (SS) yang berbeda.

menimbulkan busa dan sebagainya. Di dalam studi tentang penguraian deterjen secara biologis ada tiga jenis definisi yang

(8)

perlu dipertimbangkan (Karigome, 1987), yakni penguraian biologis primair (primary biodegradation), penguraian biologis sampai tahap dapat diterima lingkungan (environmentally

acceptable biodegradation), dan penguraian biologis sempurna

atau final (ultimate biodegradation).

Penguraian biologis primair didefinisikan sebagai penguraian senyawa kimia yang komplek oleh aktifitas mikroorganisme menjadi bentuk senyawa lain sedemikian rupa sehingga senyawa hasil penguraian tersebut tidak lagi memiliki karakteristik atau sifat senyawa asalnya. Untuk penguraian biologis primair dari senyawa deterjen, biasanya sampai tahap dimana sifat-sifat deterjennya menjadi hilang.

Penguraian biologis sampai tahap dapat diterima lingkungan didefinisikan sebagai penguraian oleh aktifitas mikrooragnisme dimana senyawa kimia telah dipecah secara biologis sampai tahap diterima oleh lingkungan atau sampai tahap tidak menunjukkan sifat-sifat yang tidak diinginkan misalnya sifat menimbulkan busa, sifat racun, perusakkn terhadap keindahan dan sebagainya. Di dalam beberapa hal, ke dua definisi tersebut diatas adalah sama.

Penguraian biologis akhir atau sempurna didefinisikan penguraian senyawa kimia, dalam hal ini deterjen oleh aktifitas mikroorganisme secara lengkap atau sempurna menjadi karbon dioksida, air dan garam anorganik dan produk lain yang berhubungan dengan proses proses metabolisme normal dari mikroorganisme (bakteria).

Di dalam studi penguraian deterjen secara biologis ini, dibatasi hanya sampai tahap penguraian biologis primair yang mana hanya sampai tahap tidak bereaksi terhadap methylene blue (MB) atau metoda analisa MBAS (methylene blue active substance).

VIII.3 TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji efisiensi penguraian senyawa deterjen komersial secara biologis di dalam reaktor bench scale secara kontinyu dengan menggunakan lumpur biologis yang dikumpulkan dari air danau.

(9)

VIII.4 MATERIAL DAN METODA PENELITIAN

A. MATERIAL

Bahan Deterjen

Bahan deterjen yang digunakan yakni deterjen komersial yang dibeli di pasaran, yang mengandung bahan kimia antara lain : n-sodium alkyl benzene sulfonate linier (LAS), polyoxyethylene alkyl ether (POE), asam lemak, karbonate, alumina silikat, enzyme dan fluorescent agent. Total surfactant sekitar 32 %.

Lumpur Biologis

Lumpur biologis (biological sludge) yang dipakai, dikumpulkan dengan cara mengalirkan air danau (Danau Biwa, di Propinsi Shiga, Jepang) ke suatu kolom filter yang diisi dengan kerikil (diameter 3 - 7 mm), secara terus menerus. Setelah beroperasi sekitar 2 minggu, mikroorganisme akan tumbuh pada permukaan media kerikil membentuk film biologis, yang semakin lama semakin tebal. Lumpur biologis aktif tersebut diambil dengan cara mencuci kerikil yang telah ditumbuhi mikroorganisme tersebut dengan air danau sehingga lapisan film biologisnya terlepas. Lumpur yang telah dikumpulkan selanjutnya disebut lumpur danau Biwa (Lake Biwa Sludge).

B. PROSEDUR ANALISIS

Seluruh prosedur analisis pH, padatan tersuspensi (suspended solids, SS) dan konsentrasi deterjen anionic (LAS) didasarkan pada “Japan Standard Method for Drinking Water (JOUSUI SHIKENHOU, 1985). Konsentrasi deterjen anionic diukur dengan metoda Methylene Blue Method sebagai methylene blue active substances (MBAS). Diagram analisis dengan metoda methylene blue tersebut ditunjukkan pada Gambar VIII.4. Penelitian dilakukan di laboratorium Jurusan Teknik Penyehatan dan Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Kyoto, Jepang.

(10)

Satu unit reaktor “bench scale” terdiri dari tangki aerasi volume lima liter dan tangki pengendap (clarifier) volume 2 liter telah dioperasikan. Mula-mula tangki aerasi diisi dengan lumpur biologis yang telah disiapkan, kemiudian larutan deterjen dialirkan ke tangki aerasi dengan pompa pembubuh (feeding pump). Tangki aerasi diaduk dan diaerasi secara kontinya dengan pompa udara (air pump). Limpasan dari tangki aerasi dialirkan ke tangki pengendap, dan lumpur yang telah mengedap disirkulasi kembali ke tangki aerasi dengan menggunakan pompa sirkulasi (recycle pump). Larutan deterjen dibuat dengan cara melarutkan bubuk deterjen komersial ke dalam air kran, dan konsentrasi deterjen (MBAS) diatur kira-kira 1,5 - 2 mg per liter. Percobaan dilakukan secara kontinyu dan tidak dilakukan pengontrolan pH. Waktu tinggal (hydraulic retention time, HRT) di dalam tangki aerasi 4 jam, dan waktu tinggal di dalam tangki pengendap 95 menit, sedangkan ratio sirkulasi hidrolis (hydraulic recycle ratio, HRT) diatur sekitar 2,3. Setelah operasi berjalan beberapa waktu tertentu, konsentrasi deterjen anionic (sebagai MBAS) dan pH di dalam aliran masuk dan aliran keluar, serta konsentrasi padatan tersuspensi (SS) dari lumpur di dalam tangki aerasi dan aliran keluar diukur secara periodik. Pengukuran konsentrasi deterjen dilakukan berdasarkam metoda Methylene Blue atau metoda Methylene Blue Active Substances (MBAS). Skema proses percobaan di tunjukkan seperti pada Gambar VIII.5.

VIII.5 HASIL PERCOBAAN DAN DISKUSI

Hasil percobaan yang telah dilakukan ditunjukkan pada gambar (6) sampai dengan gambar (8). Percobaan ini dilakukan secara kontinyu selama kira-kira 260 jam pada suhu kamar. Konsentrasi awal SS dari lumpur biologis yang dimasukkan yakni sekitar 2100 mg/l, konsentarsi deterjen (MBAS) pada aliran masuk

(11)

Wave Length 654 nm Measurement of Absorbance

Total Vol = 50 ml Add CHCl 3 Glass Fiber Filter

Throw away Water Layer CHCl3 Layer Shake Vigorously 5 ml Acidic MB Solution Distilled Water 100 ml CHCl3 10 ml CHCl3 Layer Throw away Water Layer CHCl3 Layer Water Layer CHCl310 ml Extraction Separatory Funnel B Layer CHCl3 Water Layer EXTRACTION 1 minute Chloroform [CHCl 3] 15 ml Solution 5 ml Neutral Methylene Blue

Alkaline 10 ml di-Sodium hydrogen Phosphate Separatory Funnel A

WATER SAMPLE 100 ml

Gambar VIII.4 Diagram alir prosedur analisis deterjen ion

negatip (MBAS) dengan menggunakan metoda methylene blue (MB)

(12)

Gambar VIII.5 Skema proses penguraian atau penghilangan deterjen secara biologis di dalam reactor bench scale kontinyu.

(13)

influent) diatur antara selang 1,5 - 2, 0 mg/l, sedangkan pH berkisar antara 6,8 - 7,1. Pada saat operasi sekitar 79 jam, konsentrasi SS di dalam tangki aerasi turun menjadi sekitar 1800 mg/l dan turun secara tajam sampai kira-kira 1000 mg/l pada operasi 123 jam. Penurunan yang drastis tersebut disebabkan karena kurang sempurnanya konstruksi dasar tangki pengendap sehingga lumpur yang telah mengendap di dasar tangki pengendap tidak dapat disirkulasi secara sempurna ke tangki aerasi. Hal ini secara visual tampak dengan jelas. Setelah terjadi hal tersebut, tangki pengendap diganti dengan tangki yang baru yang bagian dasarnya dibuat berbentuk kerucut dengan menggunakan semen portland. Dengan penggantian tangki pengendap yang baru tersebut sirkulasi lumpur menjadi lebih baik sehingga konsentarsi SS di dalam tangki aerasi naik lagi menjadi sekitar 2000 mg/l. Meskipun demikian konsentrasi SS tetap turun lagi secara perlahan dan menjadi hampir konstant setelah operasi sekitar 200 jam. Hal ini kemungkinan disebabkan karena keseimbangan nutrient didalam air yang diolah. Konsentarsi SS di dalam tangki aerasi dan konsentrasi SS di dalam aliran keluar (effluent) dapat dilihat pada Gambar VIII.6.

Gambar VIII.7 menunjukkan konsentrasi deterjen MBAS di dalam aliran masuk (influent) dan aliran keluar atau air olahan, dan menunjukkan prosentase penghilangan deterjen (MBAS). Dari gambar tersebut dapat diketahui bahwa pada awal reaksi efisiensi penguraian deterjen atau efisiensi penghilangan deterjen hanya sekitar 60 %, kemudian naik dan setelah operasi berjalan kira-kira 140 jam efisiensi penghilangan deterjen mencapai sekitar 78 %. Setelah itu turun lagi secara perlahan dan mencapai kira-kira 60 % setelah opersi 260 jam. Fenomena tersebut kemungkinan disebabkan karena mikroorganisme memerlukan waktu adaptasi untuk menguraikan deterjen pada awal operasi, tetapi penurunan efisiensi pada akhir operasi kemungkinan disebabkan karena turunnya konsentrasi SS dari lumpur yang ada di dalam tangki aerasi secara drastis, atau kemungkinan disebabkan karena adanya kenaikan pH air yang sangat tajam yakni sampai mencapai pH 9,7 setelah waktu operasi sekitar 160 jam, yakni setelah penggantian tangki pengendap. Hal ini dapat dilihat pada Gambar VIII.8. Kenaikan pH tersebut disebabkan karena pengaruh penyemenan dasar tangki dengan semen portland. Setelah operasi berjalan beberapa lama pH air di dalam tangki aerasi turun lagi dan mencapai 7,8 yakni setelah operasi kira-kira 260 jam.

(14)

Secara keseluruhan, efisiensi penghilangan deterjen (MBAS) di dalam “bench scale” reaktor biologis secara kontinya berkisar antara 60 sampai 78 %, dan pH air olahan lebih besar dibandingkan dengan pH air pada aliran masuk (influent). Dari Gambar VIII.7 tersebut, juga terlihat bahwa pada saat pH air di dalam tangki aerasi naik melebihi 8, konsentarsi deterjen dalam air olahan juga bertambah besar.

0 500 1000 1500 2000 2500 0 20 40 60 80 100 50 100 150 200 250 300 MLSS (mg/l) PERCENT REMOVAL EFFLUENT SS (mg/l) MLSS CONCENTRATION (mg/l) PERCENT REMOVAL [%] E FFLUE N T S S [m g/l]

ELAPSED TIME [HOURS] Microorganisms : Lake Biwa Sludge

HRT in Aeration Tank = 4 hours HRT in Clarifier = 95 min. Hydraulic Recycle Ratio = 2.3

Gambar VIII.6 Konsentrasi padatan tersuspensi lumpur

biologis (SS) di dalam tangki aerasi dan kosentarsi SS di dalam aliran keluar (effluent), pada proses penghilangan atau penguraian deterjen anionic di dalam reaktor "bench scale" kontinyu.

(15)

0 0.4 0.8 1.2 1.6 2 0 20 40 60 80 100 50 100 150 200 250 300 MBAS CONCENTRATION [ mg/l} MBAS REMOVAL [ % }

ELAPSED TIME [HOURS]

Microorganism : Lake Biwa Sludge HRT in Aeration TAnk = 4 hours

HRT in Clarifier = 95 min. Hydraulic Recycle Ratio = 2.5

Influent MBAS

Effluent MBAS MBAS Removal

Gambar VIII.7 Penghilangan deterjen anionic secara biologis di

dalam reaktor "bench scale" dengan proses kontinyu.

(16)

0 0.4 0.8 1.2 1.6 2 7.5 8 8.5 9 9.5 10 50 100 150 200 250 300 INFLUENT (mg/l) EFFLUENT (mg/l) pH MBAS CONCENTRATION [mf/l] pH [-]

ELAPSED TIME [HOURS]

Gambar VIII.8 : Konsentrasi deterjen (MBAS) dalam aliran masuk (influent) dan aliran

VIII.6 KESIMPULAN

(17)

Dari hasil penelitian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa :

• Dengan menggunakan “ bench scale” reaktor biologis secara

kontinyu dapatmenguraikan atau menghilangkan deterjen (MBAS) sekitar 60 sampai 78 %.

• Di dalam proses penguraian deterjen secara biologis, mikroorganisme memerlukan waktu penyesuaian (adaptation time).

• pH air dan konsentrasi padadatan tersuspensi (SS) di dalam

tangki aerasi sangat berpengaruh terhadap proses penguraian atau penghilangan deterjen.

• Proses ini sangat memungkinkan untuk digunakan sebagai pengolahan pendahuluan di dalam sistem pengolahan air minum untuk menghilangkan deterjen atau polutan organik lainnya.

==00==

(18)

231

• Jousui Shikenhou (Standard Method for Drinking Water Analyisis, 1985 edition. Nihon Suidou Kyoukai, 1985. (Japanese edition).

• Karigome T. (1987) Kaimen Kasseizai Bunsekihou (the Methods of Surfactant Analysis), New Edition. Saiwai Shobou, 1987. Japanese edition.

Okpokwasili and Olisa (1991) River-water Biodegradation Of

Surfactant in Liquid Detergents and Shampoos. Water Research, Vol.25, No.11, pp.1425 to 1429, 1991.

• Said N.I. Study On Biological Degradation Of Anionic Detergent For Drinking Water Treatment Process (Master Degree), 1995. Department of Environmental And Sanitary Engineering of Kyoto University, JAPAN.

• Swisher R.D. Surfactant Biodegradation. Dekker, New York,

1970.

Swisher R.D. (1963) Biodegradatioan of ABS in Relation to

Chemical Structure. Journal Water Purification Control Federation (WPCF), Vol.35, No.7, July 1963.

Gambar

Gambar VIII.1  Penguraian deterjen (ABS) oleh lumpur biologis  di dalam reaktor batch pada konsisi pH asam,  netral dan basa
Gambar VIII.2  Penguraian deterjen (ABS) oleh lumpur biologis  di dalam reaktor batch dengan berbagai  konsentrasi awal ABS
Gambar VIII.3  Penguraian deterjen (ABS) oleh lumpur biologis  di dalam reaktor batch dengan konsentrasi  padatan tersuspensi (SS) yang berbeda
Gambar VIII.4  Diagram  alir  prosedur analisis deterjen ion  negatip (MBAS) dengan menggunakan  metoda methylene blue (MB)
+5

Referensi

Dokumen terkait

Data pada masa sekarang telah memiliki ukuran file yang cukup besar dan dari sana dapat dimanfaatkan kelebihan ini untuk membangkitkan sebuah kunci yang tidak

Hal ini menunjukkan bahwa adanya indikasi terhadap mudahnya suatu inovasi teknologi yang akan masuk ke daerah tersebut, tentunya hal ini mungkin saja dapat

Medan Gapura Deli Tua.. 22.a TANAH ABANG

Sebuah kisah tentang siapa Allah yang menebus manusia untuk menjadi milikNya dan yang membawa mereka keluar dari keputusasaan kepada sukacita, dari luka kepada pengharapan, dan

Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan mengenai hubungan pola asuh, asih, asah dengan tumbuh kembang pada balita usia 1–3 tahun, dapat diketahui bahwa terdapat hubungan

Pemeriksaan laboratorium dengan melakukan kultur dari flora kornea dilakukan selama terjadi inflamasi aktif dapat membantu dalam penelitian selanjutnya akan tetapi

Ketika dilarutkan dalam atau dicampur dengan bahan lain dan dalam kondisi yang menyimpang dari yang disebutkan dalam EN374 silahkan hubungi suplier sarung tangan CE-resmi

Layout Input data absensi berisikan form pilih kelas dan mata pelajaran guru yang melakukan login serta tanggal melakukan penginputan data absensi dapat di lihat pada gambar