• Tidak ada hasil yang ditemukan

Waspada Beberapa Pathogen Tanaman Budidaya Mempunyai Kaitan Erat dengan Bakteri Pembuluh Kayu Cengkih (BPKC)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Waspada Beberapa Pathogen Tanaman Budidaya Mempunyai Kaitan Erat dengan Bakteri Pembuluh Kayu Cengkih (BPKC)"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Waspada Beberapa Pathogen Tanaman Budidaya Mempunyai Kaitan Erat dengan Bakteri Pembuluh Kayu Cengkih (BPKC)

a. Latar Belakang

Jumlah dan produksi tanaman cengkih di Indonesia sampai saat ini mengalami penurunan, hal tersebut dikarenakan adanya penyempitan luas areal tanaman cengkih yang diakibatkan karena ditebang, mati karena Organisme Penganggu Tanaman, maupun karena dampak Fenomena Iklim (kekeringan, kebakaran dan longsor). Pada dasarnya produksi cengkih sangat fluktuatif, karena karakter alami cengkih memang demikian. Selain hal tersebut fluktuasi terjadi karena pengaruh iklim, baik La Nina (bulan basah dominan) maupun El Nino (bulan kering dominan).

Perkembangan perkebunan cengkih hingga saat ini masih belum mengalami pemulihan seperti kondisi masa kejayaan. Hal ini terlihat dari areal yang baru mencapai sekitar 500.000 ha dari terbesar 700.000 ha pada awal 1990an, dengan produksi masih berfluktuasi sekitar 60.000 hingga 100.000 ton tiap tahun. Harga juga bergerak antara Rp 38.000 hingga Rp 120.000 per kg. Kondisi ini mencerminkan ketidakstabilan pasar yang sangat tinggi, sehingga risiko produksi cengkih sangat tinggi.

Produksi cengkih nasional pada tahun 2007-2011 masih kurang dari 100 ribu ton. Fluktuasi dengan pola tahun-tahun sebelumnya terjadi tetapi dengan kecenderungan yang semakin meningkat akibat adanya perluasan yang terjadi dalam sepuluh tahun terakhir serta intensifikasi yang dilaksanakan oleh petani akibat membaiknya harga. Diperkirakan produksi dapat menembus 100.000 ton pada tahun 2015. Namun kenyataan tahun 2011-2015 terjadi beberapa kejadian mulai munculnya penyakit Bakteri Pembuluh Kayu Cengkih (BPKC) dan penyimpangan iklim dimana musim kering dominan (Robert SJ 1990).

Jika dianalisis data produktivitas cengkih yang berada sekitar 250 kg/ha, kemungkinan terlalu rendah. Memang diperlukan data lapangan yang lebih teliti dengan memantau produksi 100-120 pohon cengkih selama lima tahun dan mengambil rata-rata produktivitasnya. Berdasarkan data konsumsi cengkih seharusnya produktivitas rata-rata nasional 15-20% lebih dari perkiraan yang ada, atau antara 287-300 kg/ha.

b. Permasalahan.

Sejak munculnya penyakit dari golongan bakteri, menyebabkan efek kematian dan penurunan produksi cengkih juga menjadi tinggi. Awal muncul penyakit ini sekitar tahun 1984-1985. Dalam beberapa penelitian ternyata penyebab penyakit

(2)

Bakteri Pembuluh Kayu Cengkih (BPKC), mempunyai hubungan yang sangat erat dengan beberapa pathogen pada beberapa tanaman yang sering dibudidayakan oleh petani. Tentu ini akan menjadi masalah besar karena pathogen yang menyebabkan BPKC, mempunyai hubungan erat yang menjadi penyebab penyakit pada tanaman Hortikultura yang sering di budidayakan secara tumpang sari.

Sumber : Sumatera Utara An illustrated guide to the state of health of trees .

c. Waspada Terhadap pathogen BPKC

1. Kemiripan gejala dari patogen penyebab penyakit

Hasil penelitian bakteri R. solanacearum spesies kompleks, R. syzygii, dan Penyakit Bakteri Darah mempunyai hubungan kemiripan bagian yang diserang. Semua menyerang pembuluh xilem tanaman dan menyebabkan penyakit layu, tapi dengan perbedaan biologis yang signifikan. R. solanacearum merupakan bakteri soilborne yang menginfeksi akar berbagai tanaman. R. syzygii menyebabkan penyakit Sumatera pohon cengkih dan secara aktif ditularkan oleh serangga cercopoidea. Penyakit Bakteri Darah juga patogen ke host tunggal, pisang, dan ditularkan oleh serangga penyerbuk. Penelitian hibridisasi menunjukkan bahwa meskipun perbedaan fenotipik, ketiga patogen tanaman ini sebenarnya terkait sangat erat, dan termasuk ke dalam sub kelompok Phylotype IV dari R. solanacearum spesies kompleks. Untuk lebih memahami hubungan antara bakteri ini, berdasarkan hasil sequencing dan dijelaskan genom R. syzygii dan Penyakit Bakteri Darah, genom ini dibandingkan Phylotype IV isolat tomat terkait erat R. solanacearum, dan untuk lima R. solanacearum genom tambahan. Setelah diteliti menunjukkan bahwa R. syzygii dan Penyakit Bakteri Darah, membentuk satu spesies genom strain R. Solanacearum dari phylotype IV (Remenant B 2010). Gen spesifik untuk patogen R. syzygii dan Penyakit Bakteri Darah ini, memiliki gaya hidup lebih mungkin karena adaptasi ekologi dan konvergensi genom selama evolusi vertikal.

(3)

2. Inang dari pathogen R. Solanacearum spesies komplek sering dibudidayakan dalam kebun Cengkih.

Kentang (Solanum tuberosum); Tomat (Lycopersicum esculentum); Terung (Solanum melongena); Pisang, (Musa spp); Geranium (common name) (Pelargonium); Jahe (Zingiber officinale); Tembakau (Nicotiana tabacum); Lada (Capsicum spp); Zaitun(Olea europea); Rose (Rosa); Kedelai (Glycine max).

3. Berdasar analisa genom pathogen BPKC dengan R. Solanacearum spesies komplek ada kedekatan.

Perlu diwaspadai bahwa pathogen R. syzygii yang menyerang tanaman cengkih mempunyai hubungan erat dengan R. solanacearum spesies kompleks dimana patogen tersebut terdiri dari empat garis keturunan utama filogenetis yang berbeda, bernama phylotypes. Setiap phylotype mengandung strain terutama diisolasi dari daerah geografis tertentu, phylotype strain dari Asia; phylotype II berasal dari Amerika; phylotype III adalah dari Afrika; dan phylotype IV berasal dari Indonesia, Jepang, Australia, dan Filipina (Hayward 1986). Perbandingan Genomic Hibridisasi (CGH) microarray dan seluruh genom urutan perbandingan telah mengkonfirmasi kekokohan skema klasifikasi ini. Sistem phylotype mensintesis tingkat yang luar biasa dari heterogenitas ditemukan dalam kelompok patogen penyebab layu tanaman, Menurut Hayward 1991 dan Taghavi et al.1996, bahwa asal usul evolusi dari R. solanacearum mendahului pemisahan geologi benua menggunakan urutan gen. Hal ini menunjukkan bahwa bakteri penyakit darah pisang dan Ralstonia syzygii (sebelumnya dikenal sebagai Pseudomonas syzygii) sangat erat kaitannya dengan R. solanacearum. Dalam kelompok R. solanacearum, bakteri penyakit darah pisang dan R. syzygii yang paling mirip dengan R. solanacearum strain dari Indonesia, dan dengan demikian milik phylotype IV. Keempat phylotypes mencakup tiga spesies yang berbeda, sehingga membenarkan penggunaan istilah "spesies kompleks", yang didefinisikan sebagai sekelompok isolat terkait erat yang anggotanya individu mungkin mewakili lebih dari satu spesies.

Selain itu sebagai contoh agen penyebab penyakit darah pada pisang, awalnya bernama Pseudomonas celebensis yang telah di tetapkan dan telah divalidkan sebagai P. celebensis. Namun gejala-gejala penyakit darah mirip dengan yang disebabkan oleh strain R. solanacearum yang menyebabkan penyakit Moko pisang, yang berasal dari Amerika Tengah.

Infeksi penyakit ini mungkin berasal dari tanah atau air yang terkontaminasi, tetapi epidemi biasanya karena transmisi mekanik nonspesifik oleh serangga yang mengunjungi bunga pisang. Gejala penyakit darah termasuk menguning dan menua

(4)

cepat, perubahan warna pembuluh darah, cairan bakteri cokelat kemerahan dan karakteristik busuk khas. ( Subandiyah S 2005)

R. syzygii menyebabkan cengkih penyakit Sumatera dan telah menyebabkan kematian luas pohon cengkih di Sumatera dan Jawa Barat. Gejala eksternal penyakit Sumatera berkembang setelah masa inkubasi yang panjang (>200 hari), dan termasuk menguning, diikuti dengan kerontokan daun dari pucuk, cabang lateral pada ujung tajuk pohon, kemudian beberapa bulan, cabang yang lebih rendah terkena, yang akhirnya menyebabkan kematian pohon.

R. syzygii mengalir dalam pembuluh xilem tanaman cengkih dan jika ada vektor, yang menyerang xylem seperti Hindola spittlebugs yaitu serangga cercopoidea secara aktif akan menularkan R. syzygii ke pohon cengkih yang sehat. Meskipun hubungan filogenetik dekat antara strain R. solanacearum, penyakit bakteri darah dan R. syzygii di phylotype IV, gaya hidup mereka sangat berbeda.

R. solanacearum adalah spesies yang sangat heterogen dengan kisaran inang yang luas yang mencakup monokotil seperti pisang dan jahe, dan dikotil seperti kedelai, terung termasuk banyak tanaman solanaceous. Patogen biasanya soilborne, dengan pengecualian dari subset dari phylotype II strain pisang yang dapat nonspesifik ditularkan oleh serangga penyerbuk.

Tahap infeksius R. solanacearum memasuki akar host melalui luka atau lubang alami, dan agresif menyerang pembuluh xilem, menyebar melalui pembuluh dan mencapai kepadatan tinggi. Gejala penyakit bakteri layu termasuk kerdil dan klorosis; cepat layu sering mati pada unilateral dari daun atau batang; vaskular kecoklatan.

Sumber : http://istana-indonesia.blogspot.co.id

Pada bagian batang dan akar jika dilakukan pemeriksaan awal dengan metode visual terlihat kumpulan masa bakteri yang keluar dari bagian tanaman sakit. Dengan pendekatan genom dari ketiga pathogen tersebut maka perlu diwaspadai jika dalam kebun kita terserang salah satu penyakit yang muncul yaitu penyakit layu. Hal ini kemungkinan besar disebabkan oleh bakteri sehingga jika bakteri tersebut merupakan bakteri kompleks maka dapat berpotensi sebagai penyebab penyakit

(5)

tanaman yang kita budidayakan. Selain itu tanaman hias pucuk merah juga dapat disinyalir menjadi inang alternative dari BPKC.

Kebiasaan petani yang menanam tanaman tumpang sari dengan tanaman hortikultura yang menjadi inang pathogen R. solanacearum pada kebun cengkih perlu diwaspadai jika tanaman salah satu tanaman budidaya kita terserang penyakit layu. Karena penyebab penyakit layu bakteri mempunyai sasaran inang yang luas selain itu penularan melalui serangga penghisap pucuk maupun serangga penyerbuk mempunyai tingkat resiko yang tinggi karena penyebaran ini terbilang sangat cepat jika dibandingkan dengan kontaminasi melalui soilborne.

d. Kesimpulan

Bakteri R. syzygii dan Bakteri Penyakit Darah berhubungan erat dengan R. solanacearum strain dari Indonesia, meskipun secara khusus mempunyai strain dari inang dan serangga vektor ini mempunyai fenotip berbeda. Menurut Rothman, 1995, menyatakan bahwa besarnya populasi tanaman yang terkena serangan penyakit pada waktu tertentu menentukan prevalensi penyakitnya. Prevalensi secara garis besar, adalah jumlah keseluruhan kasus suatu penyakit yang terjadi pada suatu waktu tertentu di suatu wilayah. Kaitannya dengan prevalensi tersebut, menyatakan bahwa perkembangan penyakit pada tanaman yang dibudidayakan sangat dipengaruhi faktor epidemi, yaitu inang (ketahanan, jenis, jarak tanam, kepadatan, gejala, dan umur), patogen (virulensi/frekuensi serangan, kepadatan inokulum, ekologi, cara menyebar, dan tipe reproduksi), lingkungan (kelembapan dan suhu), waktu, dan tindakan manusia.

Meskipun genom dari Penyakit Bakteri Darah dan R. syzygii, keduanya mewakili genom terpendek dalam R. solanacearum kompleks spesies, perilaku patogen dari organisme ini, sangat berbeda, dimungkinkan karena adaptasi ekologi dan konvergensi genom selama evolusi vertikal. Atau secara horizontal merupakan ciri-ciri patogen dan gaya hidup tersebut diperoleh dari mikroba uncharacterized. Hal ini menunjukkan bahwa baik Penyakit Bakteri Darah dan R. syzygii telah mengakuisisi sejumlah besar DNA dari transfer gen horizontal bakteri lain dengan gaya hidup yang sama untuk yang urutan genom tersedia yang dapat dilihat dari analisis komparatif menggunakan urutan genom.

Perlu diwaspadai adalah karena adanya kedekatan dengan R. solanacearum spesies kompleks, maka jika ada tanaman budidaya yang terserang oleh pathogen R. solanacearum spesies kompleks pada lokasi tanaman cengkih, perlu dilakukan tindakan agar tidak menyerang ke tanaman cengkih yang kita budidayakan.

(6)

Sumber Pustaka

Hayward AC. Biology and epidemiology of bacterial wilt caused by Pseudomonas solanacearum. Annual Review of Phytopathology. 1991;29:67–87.

Knneth J. Rothman. Epidemiologi Modern, Yayasan Pustaka Nusatama, 1995. Remenant B, Coupat-Goutaland B, Guidot A, Cellier G, Wicker E, et al. Genomes of

three tomato pathogens within the Ralstonia solanacearum species complex reveal significant evolutionary divergence. BMC Genomics. 2010;11:379. Roberts SJ, Eden-Green SJ, Jones P, Ambler DJ. Pseudomonas syzygii, sp. nov.,

the cause of Sumatra disease of cloves. Systematic and Applied Microbiology. 1990;13:34–43.

Subandiyah S, Indarti S, Harjaka T, Utami SNH, Sumardiyono C, et al. Bacterial wilt disease complex of banana in Indonesia. In: Allen C, Prior P, Hayward AC, editors. Bacterial Wilt disease and the Ralstonia solanacearum species complex. St Paul, Minnesota: 2005. pp. 415–422.

Taghavi M, Hayward C, Sly LI, Fegan M. Analysis of the phylogenetic relationships of strains of Burkholderia solanacearum, Pseudomonas syzygii, and the blood disease bacterium of banana based on 16S rRNA gene sequences. Int J Syst Bacteriol. 1996;46:10–15.

Oleh

Sugiyanto, SP

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa komponen utama minyak atsiri daun ruku-ruku yang didistilasi menggunakan

Juga, ketika Anda menaruh bahan sarang dalam sangkar, baik ayam dan ayam akan rusak materi, tetapi ayam akan menyelipkan materi di bawah sayap mereka untuk membawa mereka ke kotak

merupakan jenis pohon yang paling dominan pada vegetasi tingkat pohon, tiang, dan semai, masing-masing dengan Indeks Nilai Penting (INP) 262,7%, 113,6%, dan 60,3%; sedangkan

210 Kepah Baru Bojonegoro... Miftahul

Penggunaan yang paling utama adalah untuk infeksi yang disebabkan oleh kuman aerob gram negatif pada pasien yang memiliki riwayat alergi terhadap penicillin maupun β lactam

Medical Surgical and Critical Care Nursing Community Health and Primary Care Nursing Geriatric Nursing. Room 2

Pengukuran kualitas layanan dengan SERVQUAL seharusnya diikuti dengan pengaplikasian QFD untuk memperjelas action plan yang harus dilakukan untuk menutup gap

Muhammad Fery Prayoga, Desi Safitri, Fauzi Fahmi, Muhammad Hayyanul Damanik Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD … Dengan melihat nilai kemampuan pemecahan masalah matematis