• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi Metode Artificial Bee Colony Kmeans (ABCKM) Untuk Pengelompokan Biji Wijen Berdasarkan Sifat Warna Cangkang Biji

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Implementasi Metode Artificial Bee Colony Kmeans (ABCKM) Untuk Pengelompokan Biji Wijen Berdasarkan Sifat Warna Cangkang Biji"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Fakultas Ilmu Komputer

Universitas Brawijaya

1337

Implementasi Metode Artificial Bee Colony – Kmeans (ABCKM) Untuk

Pengelompokan Biji Wijen Berdasarkan Sifat Warna Cangkang Biji

Enny Trisnawati1, Rekyan Regasari Mardi Putri 2,Sutrisno3

Program Studi Teknik Informatika, Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya Email: 1ennytrisna2207@gmail.com, 2rekyan.mrp@ub.ac.id, 3trisno@ub.ac.id

Abstrak

Wijen merupakan salah satu penghasil minyak nabati yang tingkat konsumsi di dunia diperkirakan akan terus meningkat seiring dengan banyaknya manfaat dan kegunaannya. Harga jual wijen ditentukan oleh kualitas wijen. Indikator yang dapat digunakan sebagai petunjuk kualitas wijen adalah warna pada cangkang biji. Usaha untuk menghasilkan wijen kualitas terbaik salah satunya dengan cara persilangan antar kultivar yang menghasilkan beragam warna biji wijen sehingga perlu dikelompokan berdasarkan kedekatan warnanya. Beberapa cara yang sudah dilakukan peneliti terdahulu untuk mengelompokan biji wijen seperti metode kualitatif dan kuantitatif. Saat ini, ada 3 model metode kuantitatif untuk pengelompokan biji wijen yaitu metode IWOKM, PSO-K-Means dan GA-KMeans yang hasil pengelompokan datanya cukup baik. Pada penelitian ini digunakan metode ABCKM yang merupakan gabungan dari metode KMeans (KM) dan Artificial Bee Colony (ABC). Performa dari ABCKM selanjutnya akan dibandingkan dengan metode KM, IWOKM, PSO-K-Means dan GA-KMeans. Berdasarkan hasil pengujian perbandingan metode, metode ABCKM terbukti lebih baik daripada metode KM dan metode sebelumnya: IWOKM, GA-KMEANS dan PSO-K-Means dalam mengelompokan data wijen. Hal ini terbukti dengan nilai rata-rata fitness dan nilai rata-rata silhoutte

coeficient dari ABCKM lebih baik dari KM, IWOKM, GA-KMEANS dan PSO-K-Means. Hasil

pengelompokan metode ABCKM sama dengan metode sebelumnya yaitu C1: C2 = 233 : 58, sehingga dapat menjadi metode alternatif untuk mengelompokan biji wijen berdasarkan sifat warna cangkang biji.

Kata kunci: wijen, warna cangkang biji, pengelompokan, artificial bee colony-kmeans

Abstract

sSesame is one of the vegetable oil producers which consumption level in the world is expected to continue to increase, along with the many benefits and uses. The selling price of sesame is determined by the quality of the sesame. The indicator that can be used as a hint of the quality of sesame is the color on the seed shell. One of the efforts to produce the best quality sesame is by crossbreeding between cultivars that produce the color of the sesame seeds that vary, so it needs to be grouped by the closeness in color. Several ways that previous researchers have done to classify sesame seeds such as qualitative and quantitative methods. Currently, there are 3 models of quantitative methods for the sesame seeds grouping which are IWOKM method, PSO-K-Means and GA-KMeans which the result of data grouping is quite good. ABCKM method that were used in this research which is the combination of KMeans method (KM) and Artificial Bee Colony (ABC. The performance of ABCKM will then be compared with KM, IWOKM, PSO-K-Means and GA-KMeans methods.Based on the result of comparison test of method, ABCKM method proved better than KM method and the previous method: IWOKM, GA-KMEANS and PSO-K-Means in grouping the sesame data. This result proved by the average value of fitness and silhoutte coefficent when using ABCKM method better than KM, IWOKM, GA-KMEANS and PSO-K-Means. The result of the ABCKM method grouping is the same as the previous method C1: C2 = 233: 58, so method in this study can be used as an alternative method for sesame seed grouping based on color of seed shell.

(2)

1. PENDAHULUAN

Wijen (Sesamum indicum L.) sudah lama terkenal di dunia, karena banyak manfaat yang terkandung didalamnya seperti asam lemak tidak jenuh hingga 86,5%, asam omega 9 sebanyak 7,56%, C18:3 sebanyak 0,67% sedangkan asam

lemak jenuhnya 11,07%. Biji wijen dapat dijadikan bahan baku industri, industri rumah tangga, konsumsi keluarga dan obat-obatan. Hasil samping dari minyak wijen berupa bungkil yang banyak mengandung protein dapat dijadikan kecap wijen (Sugiyarti, 2002).

Pertumbuhan akan konsumsi wijen di dunia meningkat sekitar 22,4% dari tahun 1990 dan meningkat pada tahun 2003 sekitar 1,6% tiap tahun (Bennet, 2006). Berdasarkan proyeksi FAO, jumlah konsumsi dunia akan meningkat terus sekitar 500 ton tiap tahun hingga tahun 2012. Tingginya permintaan akan wijen, muncullah usaha untuk menghasilkan wijen kualitas terbaik seperti melakukan persilangan antar kultivar yang satu dengan kultivar yang lain. Hal ini dikarenakan, kualitas wijen menentukan banyaknya kandungan minyak dan harga jual wijen tersebut.

Indikator warna pada cangkang biji dalam proses persilangan tanaman wijen merupakan sifat morfologis yang penting pada wijen dan berkaitan dengan nilai ekonomis dari wijen tersebut sekaligus menjadi petunjuk kualitas wijen. Warna cangkang biji wijen yang sehat adalah dari hitam ke putih seperti coklat tua,coklat, coklat muda, krem kecoklatan, dan putih kekuningan (Pandey, et al., 2013). Warna cangkang biji wijen yang berbeda-beda menunjukkan perbedaan komposisi yang dimiliki biji wijen tersebut seperti komposisi asam amino, antioksidan, kandungan minyak, biokimia, dan tingkat ketahanan terhadap penyakit. Selain berhubungan dengan perbedaan komposisi, warna cangkang biji juga berhubungan dengan selera konsumen (Adikadarsih, 2015 dalam Robbani, 2017).

Penelitian mengenai pewarisan sifat berdasarkan pada warna cangkang biji wijen sudah dilakukan oleh beberapa peneliti. Salah satu penelitian yang menjadi acuan dalam penelitian yang dilakukan oleh Robbani (2017) adalah penelitian yang dilakukan oleh Adikadarsih (2015) tentang hasil persilangan kultivar wijen ‘SBR2’ x ‘SBR3’ dan ‘SBR3’ x Turki ‘Det 36’. Adikadarsih melakukan pengukuran warna secara kuantitatif terhadap

warna cangkang biji wijen dengan alat

Chromameter dengan model L*, a*, b*. Selain

metode kuantatif, Adikadarsih juga mengkombinasikan dengan metode kualitatif untuk perbandingan hasil persilangan. Metode kualitatif dilakukan dengan pengamatan secara langsung dengan memisahkan biji wijen berdasarkan warnanya dan menghitung satu per satu biji wijen yang telah dikelompokkan. Pengelompokan warna cangkang biji dengan metode kualitatif sangat sederhana, dapat dilakukan dimana saja namun bersifat subyektifitas karena bergantung pada sudut pandang pengamat dan tempat pengamatan serta stamina pengamat yang akan mempengaruhi terhadap ketelitian hasil pengelompokan. Selain itu juga akan memakan waktu yang sangat lama sehingga dinilai kurang efektif dan efisien (Adikadarsih, 2015 dalam Robbani, 2017). Perhitungan dengan menggunakan metode kuantitatif terbukti hasilnya tidak jauh berbeda dengan metode kualitatif walaupun menggunakan alat yang berbeda. Menurut Adikadarsih (2015), meskipun telah dilakukan penelitian yang mengkombinasikan metode kuantitatif dan kualitatif diperlukan juga adanya penelitian berkaitan dengan model atau metode khusus yang dapat mengelompokkan berdasarkan pendekatan nilai warna untuk validasi (Adikadarsih dalam Robbani ,2017).

Pada kemajuan teknologi saat ini, memungkinkan masalah pengelompokan seperti pengelompokan biji wijen berdasarkan pendekatan nilai warna dapat diselesaikan dengan menggunakan metode tertentu secara lebih efektif, efisien dan hasil yang lebih baik. Pengelompokan semacam ini dapat dilakukan dengan clustering. Clustering merupakan proses pengelompokan data atau informasi ke dalam suatu kelas atau cluster tertentu, dimana data yang memiliki kesamaan akan dikelompokkan ke dalam satu cluster dan data yang berbeda akan dikelompokkan ke dalam cluster lainnya (Armano & Farmani, 2014). Salah satu metode

clustering yang populer dan sederhana yaitu

algoritme KMeans (KM). Banyak penelitian yang menggabungkan metode KM dengan metode lain untuk mendapatkan hasil pengelompokan yang lebih baik (optimal). Beberapa penelitan yang menggabungkan metode KM dengan metode lain adalah An

efficient hybrid algorithm based on modified imperialist competitive algorithm and K-Means for data clustering (Niktam, et al., 2011), Document Clustering Analysis Based on Hybrid

(3)

Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya

PSO+K-Means Algorithm (Cui & Potok, 2005), Hybrid Genetic Algorithm with K-Means for Clustering Problems (Malki, et al., 2016), An optimized clustering algorithm based on K-Means using Honey Bee Mating algorithm

(Teimoury, et al., 2011) dan Clustering Analysis

with Combination of Artificial Bee Colony Algorithm and K-Means Technique (Armano &

Farmani, 2014).

Saat ini, sudah ada tiga penelitian yang memodelkan pengelompokan data hasil kuantitatif hasil pengukuran warna cangkang biji wijen berdasarkan pendekatan nilai warna CIELAB yaitu penelitian oleh Robbani (2017) yang menggunakan metode IWOKM, penelitian Maulida (2017) yang menggunakan metode KMeans-GA dan penelitian Devi (2017) dengan menggunakan metode PSO-K-MEANS. Ketiga penelitian tersebut menunjukkan bahwa kombinasi algoritme KM dengan algoritme optimasi hasilnya jauh lebih baik daripada hanya menggunakan algoritme KM karena kekurangan dari KM yang sering terjebak dalam local optima sehingga KM belum dapat menghasilkan kelompok terbaik. Menurut Devi (2017) dan Maulida (2017), bahwa proses pengelompokan biji wijen berdasarkan sifat warna cangkang biji dapat dilakukan dengan menggunakan metode lain sehingga harapannya dapat ditemukan hasil pengelompokan biji wijen dengan nilai yang lebih baik jika dibandingkan dengan metode pada penelitian sebelumnya.

Dalam penelitian ini metode dasar yang akan digunakan yaitu KM dan Artificial Bee

Colony. Metode ABCKM merupakan gabungan

metode clustering K-Means (KM) dan metode optimasi Artificial Bee Colony (ABC). Dengan digabungnya metode ABC pada metode KM terbukti dapat meningkatkan kemampuan KM dalam menemukan cluster pada area global optimum. Sehingga lebih efisien dan lebih baik dari pada KM karena mengalami konvergen lebih cepat, standar deviasi yang kecil dan nilai

F-measure yang besar (Armano & Farmani,

2014). Metode ABCKM dipilih karena menurut penelitian oleh Karaboga & Akay (2009) yang membandingkan algoritme Artificial Bee Colony (ABC) dengan Algoritme Genetik, Algoritme

Particle Swarm Optimization, Differential Evolution Algorithm dan Evolution Strategies

untuk mengoptimalkan fungsi tes numerik dalam jumlah yang besar. Hasilnya menunjukkan bahwa kinerja ABC lebih baik atau sama dengan algoritme yang berbasis populasi lainnya dengan kelebihan yaitu kontrol yang lebih sedikit

parameter.

Metode dalam penelitian ini merujuk kepada metode yang digunakan dalam penelitian Armano & Farmani (2014) dengan judul

Clustering Analysis with Combination of Artificial Bee Colony Algorithm and K-Means Technique. Untuk membuktikan bahwa hasil

dari pengelompokan menggunakan metode ABCKM lebih baik jika dibandingkan dengan pengelompokan yang hanya menggunakan metode KM, nantinya setiap kelompok data akan diuji nilai fitness dan nilai silhoutte. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui apakah metode ABCKM lebih baik dalam pengelompokan biji wijen dibandingkan dengan metode KM, IWOKM, KMeans-GA, dan PSO-K-MEANS yang digunakan pada penelitian sebelumnya. Selain itu, penelitian ini digunakan untuk mengetahui apakah metode ABCKM dapat digunakan atau tidak untuk digunakan sebagai metode alternatif dalam pengelompokan biji wijen berdasarkan sifat warna cangkang biji. 2. PERSILANGAN WIJEN

Salah satu sifat biji wijen yaitu warna merupakan sifat yang memiliki nilai ekonomi tinggi pada wijen. Semakin bersih biji wijen dan warnanya maka harganya semakin tinggi. Dari hasil beberapa hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa warna cangkang biji mempengaruhi kualitas hasil, kadar minyak dan kandungan biokimia (Adikadarsih, 2015 dalam Robbani, 2017).

Salah satu persilangan wijen pada penelitian Adikadarsih (2015) yaitu persilangan jenis wijen SBR3 dengan SBR2. Individu SBR3 dengan warna coklat genotipe TT sebagai induk betina disilangkan dengan induk jantan SBR2 genotipe tt warna putih menghasilkan populasi biji dengan genotipe Tt yang berwarna coklat seluruhnya, sedangkan resiproknya, SBR2 genotipe tt warna putih sebagai induk betina dan

SBR3 sebagai induk jantan pada generasi biji F0

menghasilkan populasi dengan genotipe Tt berwarna putih seluruhnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa genotipe induk betina mempengaruhi penampilan warna cangkang biji keturunan (Adikadarsih, 2015 dalam Robbani, 2017).

Pada hasil generasi biji F1 disilangkan tetua

Tt warna coklat, dengan tetua Tt warna putih,

menghasilkan biji dengan warna coklat seluruhnya (TT Tt tt), dengan perbandingan genotipe 1 : 2 : 1. Kemudian hasil persilangan

(4)

dari Tt kembali disilangkan dan populasi biji yang dihasilkan yaitu berwarna coklat dan putih dengan perbandingan 3 : 1 (Adikadarsih, 2015 dalam Robbani, 2017).

Gambar 1. Model alur pewarisan gen warna cangkang biji hasil persilangan SBR3 x SBR2 dan

resikproknya

Sumber: (Adikadarsih, 2015 dalam Robbani, 2017) Hal yang sama juga terjadi pada persilangan

SBR3 dengan Dt36. SBR3 genotipe TT warna

coklat (induk betina) disilangkan dengan Dt36 genotipe tt warna putih (induk jantan) dan dihasilkan populasi biji dengan genotipe Tt berwarna coklat seluruhnya, sedangkan resiproknya, SBR2 genotipe tt warna putih (induk betina) dan SBR3 (induk jantan) pada generasi biji F0 dihasilkan populasi dengan

genotipe Tt warna putih seluruhnya. Hasilnya menunjukkan bahwa genotipe induk betina mempengaruhi penampilan warna cangkang biji keturunan (Adikadarsih, 2015 dalam Robbani, 2017).

Pada hasil generasi biji F1 disilangkan tetua

Tt warna coklat dengan tetua Tt warna putih,

menghasilkan biji dengan warna coklat seluruhnya (TT Tt tt), dengan perbandingan genotipe 1 : 2 : 1. Kemudian ketika hasil persilangan dari Tt kembali disilangkan dan populasi biji yang dihasilkan berwarna coklat dan putih dengan perbandingan 3 : 1 (Adikadarsih, 2015 dalam Robbani, 2017).

Gambar 2. Model alur pewarisan gen warna cangkang biji hasil persilangan SBR3 x Dt36 dan

resikproknya

Sumber: (Adikadarsih, 2015 dalam Robbani, 2017) Tabel 1 merupakan tabel hasil pengelompokan warna biji wijen secara kualitatif dan kuantitatif berdasarkan penelitian sebelumnya. Tabel tersebut menunjukkan adanya perbedaan pada generasi F2 dibuktikan

dengan jumlah individu coklat dan coklat muda pada generasi F2 berbeda pada kedua metode

pengamatan (Adikadarsih dalam Robbani, 2017).

Tabel 1. Hasil Pengelompokan biji wijen secara kuantitatif dan kualitatif

Sumber: (Adikadarsih, 2015 dalam Robbani, 2017) 3. KMEANSs

KMeans merupakan teknik pengelompokan

yang menggunakan pendekatan partitional

clustering (Hermawati, 2013). Metode ini

mempartisi data yang ada ke dalam kelompok sehingga data berkarakteristik sama dimasukkan ke dalam satu kelompok yang sama dan data yang berkarakteristik berbeda dikelompokkan ke dalam kelompok yang lain (Prasetyo, 2012).

Secara umum tahapan-tahapan proses pada

KMeans adalah dibagi menjadi 5 tahap yaitu

(Prasetyo, 2012): 1. Inisialisasi data

(5)

Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya

2. Menentuan jumlah kelompok

Umumnya, jumlah kelompok selalu lebih kecil dari jumlah data yang akan dikelompokkan.

3. Menentukan nilai pusat kelompok 4. Menentukan anggota kelompok

Penentuan anggota kelompok terdiri dari dua tahap yaitu:

1) Mencari jarak masing-masing data dengan seluruh titik pusat yang ada dengan menggunakan persamaan

Euclidean Distance. Untuk dua buah

data dalam ruang berdimensi p, misalkan x = (x1, x2, . . ., xp) dan y = (y1,

y2, . . ., yp). Euclidean Distance antara x

dan y didefinisikan sebagai Persamaan (1). 𝑑euc(x, y) = [∑𝑝 (𝑥j − 𝑦j )2 𝑗=1 ] 1 2 (1) dimana, p = dimensi data xj = x pada dimensi ke-j yj = y pada dimensi ke-j

2) Data dengan jarak terpendek terhadap titik pusat akan menjadi anggota kelompok titik pusat tersebut.

5. Menghitung pusat kelompok baru

Memperbaharui titik pusat KMeans

dilakukan dengan menghitung rata-rata dari keanggotaan pengelompokan sebelumnya dengan Persamaan (2) (Maimon & Rokach, 2005): 𝜇k = 1 𝑁k ∑ 𝑥q 𝑁k 𝑞=1 (2) Dimana,

μk = titik pusat dari kelompok ke-k Nk = banyaknya data pada kelompok ke-k xq = data ke-q pada kelompok ke-k

Setelah nilai pusat baru didapatkan maka terjadi penentuan apakah akan dilakukan iterasi atau tidak. Iterasi dilakukan apabila masih ada perpindahan data pada iterasi terakhir atau sampai dengan terpenuhinya jumlah maksimal iterasi.

Optimasi dilakukan dengan meminimalkan (mengoptimalkan) jarak

Euclidean pada semua data training dalam

dimensi N antara xj dan titik pusat cluster zj. Fungsi minimun untuk pola i dapat dilihat pada Persamaan (3). 𝑓𝑖 =𝐷 1 𝑇𝑟𝑎𝑖𝑛∑ 𝑑(𝑥𝑗, 𝑝𝑖 𝐶𝐿 𝑘𝑛𝑜𝑤𝑛(𝑥𝑗)) 𝐷𝑇𝑟𝑎𝑖𝑛 𝑗=1

(3) dimana,

DTrain = jumlah data training. Jarak

dinormalisasi dalam [0, 1]

(𝑝𝑖𝐶𝐿 𝑘𝑛𝑜𝑤𝑛(𝑥𝑗)) = kelas pada database

4. ARTICIAL BEE COLONY (ABC)

Artificial Bee Colony algoritme pertama

kali diajukan oleh Dervis Karaboga pada tahun 2015 untuk mengoptimasi permasalahan numerik yang terinspirasi oleh perilaku cerdas dari kawanan lebah madu dalam mencari makan (Karaboga, D. ,2005). Pada algoritme ABC, ada tiga macam lebah: employee bee, onlooker bee dan scout bee.

Kelebihan algoritme ABC sangat sederhana, handal dan termasuk dalam algoritme optimasi stochastic berbasis populasi. Kinerja Algoritme ABC lebih baik dibandingkan algoritme heuristik lainnya seperti Algoritme Genetika, Differential Evolution dan Particle

Swarm Optimasi pada permasalahan constrain

maupun unconstrain (Karaboga & Akay, 2009). Kelebihan lainnya yaitu konsep dan implementasi yang mudah, sedikit parameter serta sangat sederhana dan fleksibel jika dibandingkan dengan algoritme lain.

Secara umum ada 5 tahapan proses dari algoritme Artificial Bee Colony (ABC) (Karaboga & Ozturk, 2009):

1. Fase Inisialisasi 2. Fase Employee bee 3. Fase Onlooker bee 4. Fase Scout bee

5. Pemilihan sumber makanan terbaik 4.1 Fase Inisialisasi

Pada tahap ini dilakukan inisialisasi sumber makananan awal. Masing-masing sumber makanan zi,j diinisialisasi sejumlah populasi dimana i = 1, 2, ..., SN dan j= 1, 2, ..., D. SN adalah jumlah sumber makanan dan D adalah dimensi masalah yang merepresentasikan jumlah parameter yang dioptimasi. Fungsi untuk inisialisasi sumber makanan yaitu:

𝑧𝑖𝑗= 𝑧𝑚𝑖𝑛𝑗 + 𝑟𝑎𝑛𝑑(0,1)(𝑧𝑚𝑎𝑥𝑗 − 𝑧𝑚𝑖𝑛𝑗 ) (4)

Posisi sumber makanan merepresentasikan kemungkinan solusi untuk permasalahan yang dioptimasi dan jumlah nectar setiap sumber makanan dievaluasi dengan nilai fitness dengan menggunakan Persamaan (5).

𝑓𝑖𝑡𝑖= 1

(6)

4.2 Fase Employee bee

Employee bee mencari sumber makanan

baru yang memiliki lebih banyak nectar (nilai

fitness lebih baik) dengan sumber makanan

disekitar sumber makanan zi,j. Fungsi untuk mencari sumber makanan disekitar sumber makanan zi,j digunakan Persamaan (6).

𝑣𝑖𝑗= 𝑧𝑖𝑗+ ∅𝑖𝑗 (𝑧𝑖𝑗− 𝑧𝑘𝑗 ) (6) dimana k adalah random selection sumber makanan yang berbeda dengan i. Nilai k = {1, 2, ..., N} (k≠i) dan j = {1, 2, ..., D} merupakan index yang dipilih secara acak dan ∅𝑖𝑗 nilainya random antara [-1, 1].

Setelah menemukan sumber makanan baru, akan di evaluasi nilai fitness sumber makanan baru dengan menggunakan Persamaan (5). Kemudian nilai fitness sumber makanan baru akan dibandingkan dengan nilai fitness sumber makanan sebelumnya dengan menggunakan

greedy selection. Sumber makanan dengan nilai fitness yang terbaik akan disimpan kedalam

memori dan melupakan sumber makanan sebelumnya, selanjutnya masuk ke fase

Onlooker bee.

4.3 Fase Onlooker Bee

Onlooker bee menunggu dan menerima

informasi sumber makanan dari Employee bee kemudian menghitung probabilitas sumber makanan terpilih berdasarkan informasi yang didapatkan. Dengan menggunakan nilai fitness dari Employee bee, probabilitas sumber makanan akan dihitung. Onlooker bee memilih sumber makanan berdasarkan nilai probabilitasnya. Artinya bisa lebih dari satu

Onlooker bee memilih sumber makanan yang

sama apabila sumber makanan memiliki nilai

fitness yang tinggi. Fungsi untuk menghitung

nilai probabilitas menggunakan Persamaan (7). 𝑃𝑖= 𝑓𝑖𝑡𝑖

∑𝑆𝑁𝑛=1𝑓𝑖𝑡𝑛 (7)

Setelah dilakukan perhitungan probabilitas sumber makanan, akan dilakukan perhitungan nilai probabilitas kumulatif. Semakin tinggi nilai

fitness sumber makanan, semakin besar sumber

makanan tersebut terpilih untuk dijadikan anggota populasi yang baru.

Onlooker bee kemudian melakukan pencarian sumber makanan baru disekitar sumber makanan dengan menggunakan Persamaan (6). Pada tahap pencarian sumber makanan ini juga akan dilakukan roulette wheel

selection untuk mendapatkan sumber makanan

baru berdasarkan nilai probabilitas relatif dan probabilitas kumulatifnya. Sama halnya dengan fase Employee bee, setelah menemukan sumber makanan baru, akan di evaluasi nilai fitnessnya dengan menggunakan Persamaan (5). Kemudian nilai fitness sumber makanan baru akan dibandingkan dengan nilai fitness sumber makanan sebelumnya dengan menggunakan

greedy selection. Sumber makanan dengan nilai fitness yang terbaik akan disimpan kedalam

memori sumber makanan terbaik dan melupakan sumber makanan sebelumnya.

4.4 Fase Scout Bee

Sumber makanan yang dilupakan oleh bees akan di gantikan dengan sumber makanan baru oleh scout bee. Dalam ABC, posisi tidak dapat diperbaiki lebih jauh melalui jumlah siklus yang telah ditentukan sehingga sumber makanan tersebut diasumsikan telah terlewati atau dilupakan. Jumlah siklus yang ditentukan merupakan parameter control yang terpenting dari algoritme ABC, yang disebut dengan “limit” untuk dilupakan. Misalnya sumber yang dilupakan adalah 𝑧𝑖𝑗 dan j∊{1, 2, ..., D}, kemudian scout bee menginisialisasi sumber makanan baru untuk menggantikan zi. Fungsi

untuk mencari sumber makanan baru sama dengan fungsi untuk inisialisasi sumber makanan yaitu Persamaan (4).

Sama halnya dengan fase-fase bee

sebelumnya, setelah menemukan sumber makanan baru, akan di evaluasi nilai fitnessnya dengan menggunakan Persamaan (5). Kemudian nilai fitness sumber makanan baru akan dibandingkan dengan nilai fitness sumber makanan sebelumnya dengan menggunakan

greedy selection. Sumber makanan dengan nilai fitness yang terbaik akan disimpan kedalam

memori sumber makanan terbaik dan melupakan sumber makanan sebelumnya.

4.5 Pemilihan Sumber Makanan Terbaik Ketiga fase (Employee bee, Onlooker bee dan Scout bee) akan terus diulang hingga batas iterasi dan sumber makanan terbaik dari setiap

bee akan dibandingkan hasilnya. Sumber

makanan terbaik dari semuanya akan dipilih sebagai solusi akhir.

(7)

Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya

5. METODE 5.1 Data

Data didapatkan dengan cara kontak langsung dengan peneliti terdahulu yaitu Ihwanudien Hasan Robbani. Data yang digunakan merupakan data dari skripsi terdahulu yang berupa data sekunder hasil observasi sifat warna cangkang biji yang diambil melalui alat yang bernama Chromameter yang merupakan hasil persilangan Wijen (Sesamum indicum L.) Kultivar ‘SBR2’ x ‘SBR3’. Data terdiri dari 291 data dan tiga warna L*, a*, b*.

Data warna biji wijen yang digunakan dalam penelitian ditunjukkan pada Tabel 2. Proses pengambilan data dengan alat

chromameter ditunjukkan pada Gambar 3.

Gambar 3. Proses pengambilan data dengan alat

chromameter

Sumber: (Adikadarsih, 2015 dalam Robbani, 2017) Nilai L* berkisar antara 0-100, nilai 0 menunjukkan bahwa obyek sama sekali tidak memantulkan cahaya (hitam) dan 100 adalah sebaliknya (putih). Nilai a* berkisar antara -100 hingga 100 menunjukkan derajat pigmentasi merah dan hijau, nilai a* positif dan tinggi menunjukkan tingginya tingkat derajat pigmen merah dan sebaliknya. Nilai b* berkisar antara -100 hingga -100 menunjukkan derajat pigmentasi biru dan kuning, nilai b* positif dan tinggi menunjukkan tingginya tingkat derajat pigmen kuning dan sebaliknya.

Tabel 2. Data warna biji wijen

Data ke- L* a* b* 1 31,7800 10,5700 13,3200 2 28,3900 11,0200 11,6700 3 51,8600 9,1850 18,2650 4 27,7900 5,2100 4,0350 5 28,2800 10,2900 10,3350 ... ... ... ... 291 56,0750 11,9650 23,6350 5.2 Tahapan Metode

Tahapan yang digunakan dalam

menyelesaikan permasalahan pengelompokan biji wijen berdasarkan warna cangkang biji menggunakan metode ABCKM sebagai berikut: 1. Inisialisasi Parameter Awal

Inisialisasi parameter awal dibagi menjadi dua yaitu data warna cangkang biji wijen dan parameter algoritme ABCKM.

a. Data warna cangkang biji wijen meliputi 3 variabel yaitu L*, a*, b*. b. Parameter ABCKM. Parameter

ABCKM meliputi jumlah kelompok, jumlah iterasi/MCN.

2. Proses tahapan ABCKM a. Fase Inisialisasi

Pada tahap ini dilakukan inisialisasi sumber makanan awal dengan menggunakan Persamaan (4). Sumber makananan diinisialisasi secara acak dan masing-masing sumber makanan merepresentasikan satu centroid. Setiap sumber makanan nantinya akan diberi satu

Employee bee. Menggunakan algotritma KMeans untuk clustering dan kemudian

menghitung rerata nilai rerata fitness dengan menggunakan Persamaan berikut:

(8)

dimana,

x = nilai x indeks ke-j y = nilai y indeks ke-j M = jumlah sumber makanan N = jumlah data

b. Fase Employee bee

Setiap Employee bee akan mencari sumber makanan baru untuk mendapatkan sumber makanan dengan jumlah nectar yang lebih banyak disekitar sumber makanan sekarang. Menggunakan algoritme KMeans untuk clustering dan menghitung nilai fitness dengan menggunakan Persamaan (8). Kemudian melakukan seleksi greedy untuk evaluasi nilai fitnes sumber makanan baru dan membandingkannya dengan sebelumnya. Sumber makanan yang lebih baik akan diterima oleh onlooker bee.

c. Fase Onlooker bee

Onlooker bee menunggu informasi

sumber makanan dari Employee bee.

Onlooker bee akan mengerjakan langkah

kedua dengan tujuan menggabungkannya menjadi sumber makanan dengan nilai probabilitas tertinggi untuk setiap

(8)

Persamaan (7) dan dilakukan perhitungan nilai probabilitas kumulatifnya menggunakan seleksi roulette wheel. Sumber makanan kemudian akan diulang langkah Employee bee, tetapi sumber makanan terbaik akan disimpan di memori sebagai sumber makanan terbaik di iterasi tersebut.

d. Fase Scout bee

Pada fase ini, membangkitkan sumber makanan baru dengan kondisi kumpulan sumber makanan belum mencapai batas limit parameter atau MCN dengan menggunakan Persamaan (4). Fase ini akan menjembatani iterasi pertama ke iterasi kedua dan seterusnya.

e. Pemilihan Sumber Makanan Terbaik Ketiga fase (Employee bee, Onlooker

bee dan Scout bee) akan terus diulang

hingga batas iterasi. Sumber makanan terbaik dari semua iterasi akan dipilih sebagai solusi akhir kemudian dihitung nilai

fitnessnya menggunakan Persamaan (8) dan

nilai fitness terbaik akan menjadi solusi sumber makanan terbaik oleh bee.

3. Hasil Pengelompokan

Hasil pengelompokan biji wijen berupa jumlah anggota pada setiap cluster (C1 dan C2) dan nilai fitness beserta nilai silhoutte untuk mengetahui kualitas pengelompokan. Diagram alir tahapan algoritme ABCKM dalam penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 4.

Gambar 4. Diagram alir tahapan algoritme ABCKM dalam menyelesaikan masalah pengelompokan biji

wijen

6. HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil pengelompokan dengan metode ABCKM sama dengan hasil penelitian sebelumnya yang menggunakan metode IWOKM, PSO-K-Means dan GA-KMeans, yaitu 233 berbanding 58 dengan nilai parameter iterasi optimum ABCKM sebanyak 64 dan nilai parameter sumber makanan ABCKM sebanyak 20.

6.1 Perbandingan Metode KM dan ABCKM

Dari hasil perbandingan yang dilakukan pada perhitungan nilai fitness setiap hasil pengelompokan yang ditunjukan pada grafik Gambar 5 dapat ditarik kesimpulan bahwa metode ABCKM lebih baik performanya jika dibandingkan dengan hanya metode KM. Nilai

fitness metode KM berhenti dan tidak dapat lebih

baik nilainya dari 10,4262 sedangkan metode ABCKM dapat mencapai nilai fitness sampai dengan 10,1303. Bahkan nilai fitness metode ABCKM masih lebih rendah jika dibandingkan

Fase Employee bee

Fase Onlooker bee Mulai

Data warna cangkang biji wijen dan parameter ABCKM

Hasil Pengelompokan

Selesai Fase Scout bee

Pemilihan sumber makanan terbaik i

for i=0 to iterasi Fase Inisialisasi

(9)

Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya

dengan nilai fitness tertinggi KM yaitu 10,1331. Rata-rata nilai fitness yang hanya mencapai 10,4262 pada metode KM juga tidak lebih baik dibanding dengan metode ABCKM dengan nilai rata-rata fitness yang mencapai 10,1310.

Gambar 5. Perbandingan rerata fitness hasil pengelompokan menggunakan metode KM dan

ABCKM

Dari hasil perbandingan yang dilakukan pada perhitungan nilai kekompakan kelompok dengan menggunakan silhoutte untuk setiap hasil pengelompokan yang ditunjukan pada grafik Gambar 6 dapat ditarik kesimpulan bahwa metode ABCKM lebih baik performanya jika dibandingkan dengan hanya metode KM. Nilai

silhoutte metode KM berhenti dan tidak dapat

lebih baik nilainya dari 0,7660 sedangkan metode ABCKM dapat mencapai nilai silhoutte sampai dengan 0,7723. Bahkan nilai silhoutte terendah metode ABCKM masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan nilai silhoutte terendah KM yaitu 0,7711. Rata-rata nilai

silhoutte yang hanya mencapai 0,7660 pada

metode KM juga tidak lebih baik dibanding dengan metode ABCKM dengan nilai rata-rata

silhoutte yang mencapai 0,7717.

Gambar 6. Perbandingan nilai silhoutte coeficient hasil pengelompokan menggunakan metode KM dan

ABCKM

6.2 Perbandingan Metode KM, ABCKM, IWOKM, PSO-K-Means, dan GA-KMeans

Ada tiga penelitian sebelumnya yang telah memodelkan penelitian dari Adikadarsih (2015) tersebut yaitu penelitian oleh Robbani (2017) dengan menggunakan metode IWOKM, penelitian oleh Devi (2017) dengan menggunakan metode PSO-K-Means dan penelitian oleh Hanum (2017) dengan menggunakan metode GA-Kmeans. Dalam penelitian ini dilakukan pengelompokan biji wijen berdasarkan sifat warna cangkang biji dengan metode ABCKM yang juga hasilnya dibandingkan dengan hasil pengelompokkan dengan metode KM. Selain itu nilai rata-rata pengujian yang didapatkan dari algoritme ABCKM akan dibandingkan juga dengan nilai rata-rata pengujian metode IWOKM,

PSO-K-Means dan GA-Kmeans.

Perbandingan nilai rata-rata fitness metode ABCKM dengan metode KM, IWOKM,

PSO-K-Means dan GA-Kmeans dapat dilihat pada grafik

Gambar 7. Sedangkan perbandingan nilai rata-rata silhoutte metode ABCKM dengan metode KM, IWOKM, PSO-K-Means dan GA-Kmeans dapat dilihat pada grafik Gambar 8.

10 10,1 10,2 10,3 10,4 10,5 1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37 40 43 46 Ni la i f itn es s Penguiian

ke-Nilai Fitness KM vs ABCKM

KM ABCKM 0,762 0,764 0,766 0,768 0,77 0,772 0,774 1 4 7 10131619222528313437404346 Ni la i S ilho ut te c oe fi ci ent Pengujian

ke-Nilai Silhoutte Coefisien

KM vs ABCKM

(10)

Gambar 7. Nilai rerata fitness ABCKM vs KM vs IWOKM vs PSO-K-Means vs GA-Kmeans

Gambar 8. Nilai rerata Silhoutte coeficient KM vs ABCKM vs IWOKM vs PSO-K-Means vs

GA-Kmeans

Perbandingan hasil pengelompokkan biji wijen berdasarkan sifat warna cangkang biji antara penelitian sebelumnya dengan hasil pengelompokkan dengan metode ABCKM dapat dilihat pada Tabel 3

.

Tabel 3. Perbandingan hasil pengelompokan dengan penelitian terdahulu Metode C1 C2 Kualitatif 54 237 Kuantitatif 60 231 KMeans 60 231 IWOKM 58 233 PSO-K-Means 58 233 GA-KMeans 58 233 ABCKM 58 233 7. KESIMPULAN

Penelitian ini berhasil memberikan alternatif model metode kuantitatif lain untuk mengelompokan data biji wijen berdasarkan sifat warna cangkang biji selain metode IWOKM, PSO-K-Means dan GA-Kmeans dengan parameter terbaik dari ABCKM yaitu pada iterasi 64 dan jumlah sumber makanan 20. Hasil pengelompokan dengan metode ABCKM sama dengan hasil penelitian sebelumnya yang menggunakan metode IWOKM, PSO-K-Means dan GA-KMeans. Sedangkan hasil pengelompokan jika dibandingkan dengan metode kualitatif dan kuantitatif hasilnya tidak jauh berbeda. Berdasarkan hasil pengujian perbandingan metode, peningkatan kualitas pengelompokan metode ABCKM lebih tinggi dibandingkan metode KM. Hasil perbandingan dengan metode sebelumnya, metode ABCKM terbukti lebih baik daripada metode sebelumnya: IWOKM, GA-KMEANS dan PSO-K-Means dalam mengelompokan data wijen.

8. DAFTAR PUSTAKA

Adikadarsih, S., 2015. Pewarisan Sifat Warna

Cangkang Biji pada Persilangan Wijen (Sesamun indicum L0 Kultivar 'SBR2'x'SBR3' dan 'SBR3'xTurki 'Det36', Yogyakarta: Universitas Gadjah

Mada.

Armano, G. & Farmani, M. R., 2014. Clustering Analysis with Combination of Artificial Bee Colony Algorithm and K-Means Technique. International Journal of

Computer Theory and Engineering,

Issue 6(2), pp. 141-145.

Bennet, M., 2006. Handbook of farmer and

investor (Sesame seed). s.l.:Departement

of Primary Industry and Fishery. Darwin.

Cui, X. & Potok, T. E., 2005. Document Clustering Analysis Based on Hybrid PSO+K-Means Algorithm. Journal of

Computer Sciences.

Devi, A. P., 2017. Pengelompokan Biji Wijen

Berdasarkan Sifat Warna Cangkang Biji dengan Menggunakan Metode PSO-K-Means, Malang: Universitas Brawijaya.

FAO, 2006. Online database FAO-STAT. [Online] Available at: http://www.fao.org/es/ESS/menu 1.asp [Diakses 18 Ferbuari 2017]. 10,1 10,2 10,3 10,4 10,5 1 2 3 4 5 6 PENGUJIAN KE-N I L A I F I T KE-N E S S K M V S A B C K M V S I W O K M V S P S O - K - M E A N S V S G A - K M E A N S KM ABCKM IWOKM PSO-K-Means GA-KMeans 0,76 0,765 0,77 0,775 1 2 3 4 5 6 PENGUJIAN KE-N I L A I S I L H O U T T E C O E F I C I E KE-N T K M V S A B C K M V S I W O K M V S P S O - K - M E A N S V S G A - K M E A N S KM ABCKM IWOKM PSO-K-Means GA-KMeans

(11)

Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya

Hermawati, F., 2013. Data Mining. Yogyakarta: ANDI.

Karaboga, D., 2005. An idea based on honey bee

swarm for numerical optimization,

Turkey: Erciyes Univversity, Engineering Faculty, Computer Engineering Departement.

Karaboga, D. & Akay, B., 2009. A comparative study of ARtificial Bee Colony Algorithm. Elsevier.

Karaboga, D. & Ozturk, C., 2009. A novel clustering approach: artificial bee colony (ABC) algorithm. Elsevier, Volume 11, pp. 652-657.

Maiomon, O. & Rokach, L., 2005. Data Mining

and Knowledge Discovery Handbook.

2nd penyunt. New York: Springer. Malki, A., Rizk, M., El-Shorbagy, M. & Mousa,

A., 2016. Hybrid Genetic Algorithm with K-Means for Clustering Problems.

Open Journal of Optimization, Volume

5, pp. 71-83.

Maulida, H., 2017. Pengelompokan Biji Wijen

Berdasarkan Sifat Warna Cangkang Biji Dengan Menggunakan Metode “KMEANS-GA”., Malang: Universitas

Brawijaya.

Niktam, T., Fard, E. T., Pourjafarian, N. & Rousta, A., 2011. An efficient hybrid algorithm based on modified imperialist competitive algorithm and K-means for data clustering. Engineering Applications of Artificial Intelligent,

24(2), pp. 306-317.

Pandey, S., Das, A. & Dasgupta, T., 2013. Genetics of Seed Coat Color in Sesame (Sesamum indicum L.). African Journal

of Biotechnology, 12(42), pp.

6061-6067.

Prasetyo, E., 2012. Data Mining: Konsep dan

Aplikasi Menggunakan MATLAB.

Yogyakarta: ANDI.

Robbani, I. H., 2017. Pengelompokan Biji Wijen

Berdasarkan Sifat Warna Cangkang Biji Dengan Menggunakan Metode IWOKM,

Malang: Universitas Brawijaya.

Sugiyarti, T., 2002. Industri berbahan baku

wijen dan permasalahannya. [Online]

Available at:

balittas.litbang.pertanian.go.id/images/p rosiding/pengembangan-wijen/1957.pdf [Diakses 1 Februari 2017].

Teimoury, E., Gholamian, M., Masoum, B. & Ghanavati, M., 2011. An optimized

clustering algorithm based on K-means

using Honey Bee Mating algorithm,

Iran: Khavaran Higher-Education Institute.

Gambar

Gambar 1. Model alur pewarisan gen warna  cangkang biji hasil persilangan SBR3 x SBR2 dan
Gambar 3. Proses pengambilan data dengan alat  chromameter
Diagram  alir  tahapan  algoritme  ABCKM  dalam penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 4
Gambar 5. Perbandingan rerata fitness hasil  pengelompokan menggunakan metode KM dan
+2

Referensi

Dokumen terkait

Tidak berhenti disana, sanksi dan tuduhan yang dilayangkan AS terhadap Iran hanyalah satu dari sekian banyak rangkaian peristiwa yang terjadi dalam konflik kedua negara tersebut,

1 tahun 1974 tentang perkawinan dapat dipahami bahwa keduanya sama-sama berbicara mengenai kewajiban-kewajiban wali atau tugas wali seperti tugas seorang orang tua yang

1) Seni bangunan adalah suatu bidang kesenian yang dapat mempertinggi rasa kebanggaan dan identitas suatu bangsa. Wujudnya sangat fisik, sifat khasnya bisa

2 002/OLB/14 AHMAD JAUHARI Lulus OLB PRIBADI Dalam Proses.. 3 003/OLB/14 AHMAD SIDIG GOZALI Lulus OLB PRIBADI

Media pembelajaran bahasa Arab berbasis web offline yang dikembangkan ini memuat seluruh aspek kemahiran berbahasa mulai dari menyimak, berbicara, membaca, dan menulis dimaksudkan

Website yang mementingkan peraturan, prosedur dan logik, tetapi lebih menekankan pada perkembangan mutahir ilmu pengetahuan (the pronter changing of science), yang

Pengajaran muatan lokal yang mana salah satu mata pelajarannya adalah Budaya Alam Minangkabau (BAM). Mata pelajaran ini bertujuan untuk pelestarian kebudayaan

Metode morfologi (morphology method), metode ini menemukan masalah penelitian dengan cara menganalisis berbagai kemungkinan kombinasi bidang masalah penelitian yang saling