• Tidak ada hasil yang ditemukan

LP PTSD

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LP PTSD"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

A. Definisi A. Definisi

PTSD atau

PTSD atau Post  Post Traumatic Traumatic Stress Stress Disorder Disorder   adalah  adalah Gangguan kejiwaan pada seseorangGangguan kejiwaan pada seseorang yang dialami dan berkembang setelah pengalaman traumatik, atau menyaksikan suatu kejadian yang dialami dan berkembang setelah pengalaman traumatik, atau menyaksikan suatu kejadian yang mengancam jiwa, mencederai luka, atau ancaman terhadap integritas dari tubuh, biasanya yang mengancam jiwa, mencederai luka, atau ancaman terhadap integritas dari tubuh, biasanya diiringi dengan ketidakmampuan seseorang untuk beradaptasi. Pengertian lain dari PTSD ( diiringi dengan ketidakmampuan seseorang untuk beradaptasi. Pengertian lain dari PTSD ( Post Post Traumatic Stress Disorder 

Traumatic Stress Disorder ) adalah kecemasan patologis yang umumnya terjadi setelah seseorang) adalah kecemasan patologis yang umumnya terjadi setelah seseorang mengalami atau menyaksikan trauma berat yang mengan

mengalami atau menyaksikan trauma berat yang mengancam secara fisik dan jiwa orang tersebut.cam secara fisik dan jiwa orang tersebut. Pengalaman traumatik ini dapat berupa:

Pengalaman traumatik ini dapat berupa: 1.

1. Trauma yang disebabkan oleh bencana seperti bencana alam (gempa bumi, banjir, topan),Trauma yang disebabkan oleh bencana seperti bencana alam (gempa bumi, banjir, topan), kecelakan, kebakaran, menyaksikan kecelakaan atau bunuh diri, kematian anggota kecelakan, kebakaran, menyaksikan kecelakaan atau bunuh diri, kematian anggota keluarga atau sahabat secara mendadak.

keluarga atau sahabat secara mendadak. 2.

2. Trauma yang disebabkan individu menjadi korban dari interperpersonal attack seperti:Trauma yang disebabkan individu menjadi korban dari interperpersonal attack seperti: korban dari penyimpangan atau pelecehan seksual, penyerangan atau penyiksaan fisik, korban dari penyimpangan atau pelecehan seksual, penyerangan atau penyiksaan fisik,  peristiwa

 peristiwa kriminal kriminal (perampokan (perampokan dengan dengan kekerasan), kekerasan), penculikan, penculikan, menyaksikan menyaksikan perisiwaperisiwa  penembakan atau tertembak oleh orang lain.

 penembakan atau tertembak oleh orang lain. 3.

3. Trauma yang terjadi akibat perang atau konflik bersenjata seperti: tentara yang mengalamiTrauma yang terjadi akibat perang atau konflik bersenjata seperti: tentara yang mengalami kondisi perang, warga sipil yang menjadi korban perang atau yang diserang, korban kondisi perang, warga sipil yang menjadi korban perang atau yang diserang, korban terorisme atau pengeboman, korban penyiksaan (tawanan perang), sandera, orang yang terorisme atau pengeboman, korban penyiksaan (tawanan perang), sandera, orang yang menyaksikan atau mengalami kekerasan.

menyaksikan atau mengalami kekerasan. 4.

4. Trauma yang disebabkan oleh penyakit berat yang diderita individu seperti kanker,Trauma yang disebabkan oleh penyakit berat yang diderita individu seperti kanker, rheumatoid arthritis, jantung, diabetes, renal failure, multiple s

rheumatoid arthritis, jantung, diabetes, renal failure, multiple s clerosis, AIDS dan penyakitclerosis, AIDS dan penyakit lain yang mengancam jiwa penderitanya.

lain yang mengancam jiwa penderitanya.

B. Patofisiologi B. Patofisiologi

1. Biologis 1. Biologis

Beberapa penelitian menunjukan bahwa bagian otak amigdala adalah kunci dari Beberapa penelitian menunjukan bahwa bagian otak amigdala adalah kunci dari PTSD, ditunjukan bahwa pengalaman yang traumatik dapat merangsang bagian tersebut PTSD, ditunjukan bahwa pengalaman yang traumatik dapat merangsang bagian tersebut untuk menimbulkan rasa takut yang dalam terhadap kondisi-kondisi yang mungkin untuk menimbulkan rasa takut yang dalam terhadap kondisi-kondisi yang mungkin menyebabkan kembalinya pengalaman traumatic tersebut. Amigdala dan berbagai menyebabkan kembalinya pengalaman traumatic tersebut. Amigdala dan berbagai struktur lainnya seperti hipotalamus, bagian abu-abu otak dan nucleus,mengaktifkan struktur lainnya seperti hipotalamus, bagian abu-abu otak dan nucleus,mengaktifkan neurotransmitter dan endokrin untuk menghasilkan hormone-hormon yang berperan neurotransmitter dan endokrin untuk menghasilkan hormone-hormon yang berperan

(2)

dari berbagai gejala PTSD. Bagian otak depan (frontal) sebenarnya berfungsi untuk menghambat aktivasi rangkaian ini, walaupun begitu pada penelitian terhadap orang-orang yang mengalami PTSD, bagian ini mengalami kesulitan untuk menghambat aktivasi system amigdala.

2. Psikososial

Aspek psikososial yang menyebabkan terjadinya PTSD adalah pengalaman hidup yang terkait dengan trauma, sifat bawaan atau kepribadian individu tersebut, dan kurangnya support sosial. Faktor-faktor tersebut merupakan penyebab timbulnya PTSD  jika dilihat dari faktor psikososial dari in dividu yang mengalami trauma.

C. Gejala Utama PTSD

Gejala utama PTSD terbagi menjadi tiga, yaitu:

a. Re-experience phenomena

1. Munculnya kembali perasaan tertekan atau terancam baik dalam imajinasi, pikiran ataupun persepsi.

2. Munculnya mimpi-mimpi yang menakutkan.

3. Adanya reaksi psikologis yang merupakan simbol/ terkait dengan peristiwa trauma. 4. Adanya reaksi fisik yang merupakan simbol/ terkait deng an peristiwa trauma.

 b. Avoidance or numbing reaction

1. Menghindari pikiran, perasaan atau pembicaraan yang berkaitan dengan peristiwa traumatic.

2. Menghindari kegiatan, tempat atau orang-orang yang terkait dengan trauma. 3. Ketidakmampuan untuk mengingat aspek penting dari trauma.

4. Berkurangnya minat atau partisipasi dalam kegiatan yang terkait.

5. Kekakuan perasaan atau ketidakmampuan mengekspresikan perasaan seperti kasih sayang.

6. Kehilangan harapan seperti tidak memiliki minat terhadap karir, perkawinan, keluarga atau kehidupan jangka panjang.

c. Symptoms of increased arousal : peningkatan gejala distress Adapun kriterianya adalah :

(3)

1. Seseorang biasanya mengalami atau dihadapkan pada ancaman yang serius termasuk  bencana, kematian, kecelakan luar biasa, ancaman fisik terhadap diri maupun orang lain. 2. Individu mengalami kondisi ketakutan, tidak berdaya dan selalui dihantui oleh peristiwa tersebut. Pada kasus anak sering terjadi perilaku yang disorganized  atau agitasi. Jika kedua kriteria tersebut muncul maka dapat dilakukan pengelompokan gejala kedalam tiga gejala utama tadi.

D. Fase-fase PTSD

Fase-fase keadaan mental pasca bencana: a. Fase Kritis

Fase dimana terjadi gangguan stres pasca akut (dini/cepat) yangmana terjadi selama kira-kira kurang dari sebulan setelah menghadap bencana. Pada fase ini kebanyakan orang akan mengalami gejala-gejala depresi seperti keinginan bunuh diri, perasaan sedih mendalam, susah tidur,dan dapat juga menimbulkan berbagai gejala psikotik.

 b. Fase setelah kritis

Fase dimana telah terjadi penerimaan akan keadaan yang dialami dan penstabilan kejiwaan, umumnya terjadi setelah 1 bulan hingga tahunan setelah bencana, pada fase ini telah tertanam suatu mindset   yang menjadi suatu phobia/trauma akan suatu bencana tersebut (PTSD) sehingga bila bencana tersebut terulang lagi, orang akan memasuki fase ini dengan cepat dibandingkan pengalaman terdahulunya.

c. Fase stressor

Fase dimana terjadi perubahan kepribadian yang berkepanjangan (dapat berlangsung seumur hidup) akibat dari suatu bencana dimana terdapat dogma “semua telah berubah”. Periode bencana menurut Rice (1999):

a. Periode Impak.

Hanya berlangsung selama kejadian bencana. Pada periode ini, korban selalu diliputi  perasaan tidak percaya dengan apa yang dialami. Periode ini selalu berlangsung singkat.  b. Periode penyejukan suasana (Recoil period)

(4)

Berlangsung beberapa hari selepas kejadian. Pada periode ini, tampak bahwa para korban mulai merasakan diri mereka lapar dan mencari bekal makanan untuk dimakan. Mereka tidak memahami bagaimana mereka harus memulihkan keadaan dan mengganti harta benda mereka yang hilang.

c. Periode post traumatic (Recovery period)

Berlangsung lama, bahkan sepanjang hayat. Periode ini berlangsung tatkala korban  bencana berjuan untuk melupakan pengalaman yang terjadi berupa tekanan, gangguan

fisiologi, dan psikologi akibat bencana yang mereka alami.

E. Dampak PTSD

Gangguan stress pasca traumatik ternyata dapat mengakibatkan sejumlah gangguan fisik, kognitif, emosi, behavior (perilaku), dan sosial.

a. Gejala gangguan fisik : 1. Pusing.

2. Gangguan pencernaan. 3. Sesak napas.

4. Tidak bisa tidur.

5. Kehilangan selera makan. 6. Impotensi, dan sejenisnya.

 b. Gangguan kognitif :

1. Gangguan pikiran seperti disorientasi. 2. Mengingkari kenyataan.

3. Linglung.

4. Melamun berkepanjangan. 5. Lupa.

6. Terus menerus dibayangi ingatan yang tak diinginkan. 7. Tidak fokus dan tidak konsentrasi.

8. Tidak mampu menganalisa dan merencanakan hal-hal yang sederhana. 9. Tidak mampu mengambil keputusan.

(5)

c. Gangguan emosi :

1. Halusinasi dan depresi (suatu keadaan yang menekan, berbahaya, dan memerlukan  perawatan aktif yang dini).

2. Mimpi buruk. 3. Marah.

4. Merasa bersalah. 5. Malu.

6. Kesedihan yang berlarut-larut. 7. Kecemasan dan ketakutan.

d. Gangguan perilaku :

Menurunnya aktivitas fisik, seperti gerakan tubuh yang minimal. Contoh, duduk berjam- jam dan perilaku repetitif (berulang-ulang).

e. Gangguan sosial:

1. Memisahkan diri dari lingkungan 2. Menyepi

3. Agresif 4. Prasangka

5. Konflik dengan lingkungan

6. Merasa ditolak atau sebaliknya sangat dominan.

F. Penatalaksanaan Medis a. Farmakologi

1. Terapi anti depresan: Obat yang biasa digunakan adalah b enzodiazepin, litium, camcolit dan zat pemblok beta –  seperti propranolol, klonidin, dan karbamazepin. Dosis contoh, estazolam 0,5-1 mg per os, Oksanazepam10-30 mg per os, Diazepam (valium) 5-10 mg  per os, Klonaz-epam 0,25-0,5 mg per os, atau Lorazepam 1-2 mg per os atau IM.

2. Antiansietas: alprazolam digunakan untuk mengatasi depresi dan panik pada pasien PTSD, buspirone dapat meningkatkan serotonin.

(6)

 b.  Non- farmakologi

Psikoterapi yang dapat digunakan dan efektif untuk penanganan PTSD yaitu dengan Anxiety Management diamana terapis akan mengajarkan beberapa keterampilan untuk membantu mengatasi gejala PTSD dengan lebih baik melalui:

1. Relaxation training , yaitu belajar mengontrol ketakutan dan kecemasan secara sistematis dan merelaksasikan nyaman, bahkan reaksi fisik yang tidak baik seperti  jantung berdebar dan sakit kepala.

2. Breathing retraining , belajar bernafas dengan perut secara perlahan, santai. Menghindari bernafas tergesa-gesa yang merasakan tidak nyaman.

3. Positive thinking  dan self-talk , yaitu belajar untuk menghilangkan pikiran negatif dan mengganti dengan pikiran positif ketika menghadapi hal –   hal yang membuat stress (stresor).

4. Assertiveness training , yaitu belajar bagaimana mengekspresikan harapan, opini dan emosi tanpa menyalahkan atau menyakiti orang lain.

5. Thought stopping , yaitu belajar bagaimana mengalihkan pikiran ketika kita sedang memikirkan hal-hal yang membuat kita stress.

6. Cognitive therapy, terapis membantu untuk merubah kepercayaan yang tidak rasional yang mengganggu emosi dan mengganggu kegiatan. Tujuan kognitif terapi adalah mengidentifikasi pikiran- pikiran yang tidak rasional, mengumpulkan bukti bahwa  pikiran tersebut tidak rasional untuk melawan pikiran tersebut yang kemudian mengadopsi pikiran yang lebih realistik untuk membantu mencapai emosi yang lebih seimbang.

7. Exposure therapy: para terapis membantu menghadapi situasi yang khusus, orang lain, obyek, memori atau emosi yang mengingatkan pada trauma dan menimbulkan ketakutan yang tidak realistik dalam kehidupannya. Terapi dapat berjalan dengan cara: exposure in the imagination, yaitu bertanya pada penderita untuk mengulang cerita secara detail sampai tidak mengalami hambatan menceritakan; atau exposure in reality, yaitu membantu menghadapi situasi yang sekarang aman tetapi ingin dihindari karena menyebabkan ketakutan yang sangat kuat.

8. Terapi bermain ( play therapy) mungkin berguna pada penyembuhan anak dengan PTSD. Terapi bermain dipakai untuk menerapi anak dengan PTSD. Terapis memakai

(7)

 permainan untuk memulai topik yang tidak dapat dimulai secara langsung. Hal ini dapat membantu anak lebih merasa nyaman.

G. Peran Perawat Dalam Tanggap Bencana

Pelayanan keperawatan tidak hanya terbatas diberikan pada instansi pelayanan kesehatan seperti rumah sakit saja. Tetapi, pelayanan keperawatan tersebut juga sangat dibutuhkan dalam situasi tanggap bencana.

Perawat tidak hanya dituntut memiliki pengetahuan dan kemampuan dasar praktek keperawatan saja, Lebih dari itu, kemampuan tanggap bencana juga sangat di butuhkan saaat keadaan darurat. Hal ini diharapkan menjadi bekal bagi perawat untuk bisa terjun memberikan  pertolongan dalam situasi bencana.

 Namun, kenyataan yang terjadi di lapangan sangat berbeda, kita lebih banyak melihat tenaga relawan dan LSM lain yang memberikan pertolongan lebih dahulu dibandingkan dengan perawat, walaupun ada itu sudah terkesan lambat.

PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION

A. Pengertian

 Progressive muscle relaxation (PMR) adalah terapi relaksasi dengan gerakan mengencangkan dan melemaskan otot –   otot pada satu bagian tubuh pada satu waktu untuk memberikan perasaan relaksasi secara fisik. Gerakan mengencangkan dan melemaskan secara  progresif kelompok otot ini dilakukan secara berturut-turut (Synder & Lindquist, 2012). Pada saat tubuh dan pikiran rileks, secara otomatis ketegangan yang seringkali membuat otot-otot mengencang akan diabaikan (Zalaquet & mcCraw, 2000; Conrad & Roth, 2007). \

B. Tujuan

Relaksasi merupakan salah satu bentukmind-body therapy dalam terapi komplementer dan alternatif (Complementary and Alternative Therapy (CAM) (Moyad & Hawks, 2009). Terapi komplementer adalah pengobatan tradisional yang sudah diakui dan dapat dipakai

(8)

sebagai pendamping terapi konvensional/medis. Pelaksanaannya dapat dilakukan bersamaan dengan terapi medis (Moyad & Hawks, 2009).

PMR merupakan salah satu intervensi keperawatan yang dapat diberikan kepada pasien DM untuk meningkatkan relaksasi dan kemampuan pengelolaan diri. Latihan ini dapat membantu mengurangi ketegangan otot, stres, menurunkan tekanan darah, meningkatkan toleransi terhadap aktivitas sehari-hari, meningkatkan imunitas, sehingga status fungsional dan kualitas hidup meningkat (Smeltzer & Bare, 2010).

C. Langkah Kegiatan

a. Minta klien untuk melepaskan kacamata dan jam tangan serta melonggarkan ikat  pinggang (jika klien menggunakan ikat pinggang)

 b. Atur posisi klien pada tempat duduk atau ditempat tidur yang nyaman

c. Anjurkan klien menarik nafas dalam hembuskan secara perlahan (3

5 kali) dan katakan rileks (saat menginstruksikan pertahankan nada suara lembut)

d. Terapis mendemonstrasikan gerakan 1 sampai dengan 7 yaitu mulai proses kontraksi dan relaksasi otot diiringi tarik nafas dan hembuskan secara perlahan meliputi :

1) Gerakan pertama ditujukan untuk melatih otot tangan yang dilakukan dengan cara menggenggam tangan kiri sambil membuat suatu kepalan. Pasien diminta membuat kepalan ini semakin kuat sambil merasakan sensasi ketegangan yang terjadi. Lepaskan kepalan perlahan-lahan, sambil merasakan rileks selama ± 8 detik. Lakukan gerakan 2 kali sehingga klien dapat membedakan perbedaan antara ketegangan otot dan keadaan rileks yang dialami. Prosedur serupa juga dilatihkan pada tangan kanan.

2) Gerakan kedua adalah gerakan untuk melatih otot tangan bagian belakang. Gerakan ini dilakukan dengan cara menekuk kedua lengan ke belakang pada pergelangan tangan sehingga otot-otot di tangan bagian belakang dan lengan b awah menegang, jari- jari menghadap ke langit-langit. Lakukan penegangan ± 8 detik, kemudian relaksasikan secara perlahan-lahan dan rasakan perbedaan antara ketegangan otot dan keadaan rileks yang dialami. Lakukan gerakan ini 2 kali.

3) Gerakan ketiga adalah untuk melatih otot-otot bisep. Gerakan ini diawali dengan menggenggam kedua tangan sehingga menjadi kepalan kemudian membawa kedua kepalan ke pundak sehingga otot-otot bisep akan menjadi tegang. Lakukan

(9)

 penegangan otot ± 8 detik, kemudian relaksasikan secara perlahan-lahan dan rasakan  perbedaan antara ketegangan otot dan keadaan rileks. Lakukan ge rakan ini 2 kali. 4) Gerakan keempat ditujukan untuk melatih otot-otot bahu. Dilakukan dengan cara

mengangkat kedua bahu setinggi-tingginya seakan-akan menyentuh kedua telinga. Fokus perhatian gerakan ini adalah kontras ketegangan yang terjadi di bahu, punggung atas, dan leher. Rasakan ketegangan otot-otot tersebut ± 8 detik, kemudian relaksasikan secara perlahan-lahan dan rasakan perbedaan antara ketegangan otot dan keadaan rileks. Lakukan gerakan ini 2 kali.

5) Gerakan kelima sampai ke delapan adalah gerakan-gerakan yang ditujukan untuk melemaskan otot-otot di wajah. Otot-otot wajah yang dilatih adalah otot-otot dahi, mata, rahang, dan mulut. Gerakan untuk dahi dapat dilakukan dengan cara mengerutkan dahi dan alis sampai ototototnya terasa dan ku litnya keriput, mata dalam keadaan tertutup. Rasakan ketegangan otot-otot dahi selama ± 8 detik, kemudian relaksasikan secara perlahan-lahan dan rasakan perbedaan antara ketegangan otot dan keadaan rileks. Lakukan gerakan ini 2 kali.

6) Gerakan keenam ditujukan untuk mengendurkan otot-otot mata diawali dengan menutup keras-keras mata sehingga dapat dirasakan ketegangan di sekitar mata dan otot-otot yang mengendalikan gerakan mata. Lakukan penegangan otot ± 8 detik, kemudian relaksasikan secara perlahan-lahan dan rasakan perbedaan antara ketegangan otot dan keadaan rileks. Lakukan gerakan ini 2 kali.

7) Gerakan ketujuh bertujuan untuk mengendurkan ketegangan yang dialami oleh otot-otot rahang dengan cara mengatupkan rahang, diikuti dengan menggigit gigi-gigi sehingga ketegangan di sekitar otot-otot rahang. Rasakan ketegangan otot-otot tersebut ± 8 detik, kemudian relaksasikan secara perlahan-lahan dan rasakan perbedaan antara ketegangan otot dan keadaan rileks. Lakukan gerakan ini 2 kali

e. Minta klien meredemonstrasikan kembali gerakan 1 sampai dengan 6

f. Terapis memberikan umpan balik dan pujian terhadap kemampuan yang telah dilakukan klien

(10)

h. Terapis mendemonstrasikan gerakan 8 sampai dengan 15 yaitu mulai proses kontraksi dan relaksasi otot diiringi tarik nafas dan hembuskan secara perlahan meliputi :

8) Gerakan kedelapan dilakukan untuk mengendurkan otot-otot sekitar mulut. Bibir dimoncongkan sekuat-kuatnya sehingga akan dirasakan ketegangan di sekitar mulut. Rasakan ketegangan otot-otot sekitar mulut selama ± 8 detik, kemudian relaksasikan secara perlahan-lahan dan rasakan perbedaan antara ketegangan otot dan keadaan rileks. Lakukan gerakan ini 2 kali.

9) Gerakan kesembilan ditujukan untuk merilekskan otot-otot leher bagian belakang. Pasien dipandu meletakkan kepala sehingga dapat beristirahat, kemudian diminta untuk menekankan kepala pada permukaan bantalan kursi sedemikian rupa sehingga  pasien dapat merasakan ketegangan di bagian belakang leher dan punggung atas.

Lakukan penegangan otot ± 8 detik, kemudian relaksasikan secara perlahan-lahan dan rasakan perbedaan antara ketegangan otot dan keadaan rileks. Lakukan gerakan ini 2 kali.

10) Gerakan kesepuluh bertujuan untuk melatih otot leher bagian depan. Gerakan ini dilakukan dengan cara membawa kepala ke muka, kemudian pasien diminta untuk membenamkan dagu ke dadanya. Sehingga dapat merasakan ketegangan di daerah leher bagian muka. Rasakan ketegangan otot-otot tersebut ± 8 detik, kemudian relaksasikan secara perlahan-lahan dan rasakan perbedaan antara ketegangan otot dan keadaan rileks. Lakukan gerakan ini 2 kali.

11) Gerakan kesebelas bertujuan untuk melatih otot-otot punggung. Gerakan ini dapat dilakukan dengan cara mengangkat tubuh dari sandaran kursi, kemudian punggung dilengkungkan, lalu busungkan dada. Kondisi tegang dipertahankan selama ± 8 detik, kemudian rileks. Pada saat rileks, letakkan tubuh kembali ke kursi, sambil membiarkan otot-otot menjadi lemas. Rasakan ketegangan otot -otot punggung selama ± 8 detik, kemudian relaksasikan secara perlahan-lahan dan rasakan perbedaan antara ketegangan otot dan keadaan rileks. Lakukan gerakan ini 2 kali.

12) Gerakan kedua belas dilakukan untuk melemaskan otot-otot dada. Tarik nafas  panjang untuk mengisi paru-paru dengan udara sebanyak-banyaknya. Tahan selama  beberapa saat, sambil merasakan ketegangan di bagian dada kemudian turun ke perut. Pada saat ketegangan dilepas, pasien dapat bernafas normal dengan lega. Lakukan

(11)

 penegangan otot ± 8 detik, kemudian relaksasikan secara perlahanlahan dan rasakan  perbedaan antara ketegangan otot dan keadaan rileks. Lakukan gerakan ini 2 kali.

13) Gerakan ketiga belas bertujuan untuk melatih otot-otot perut. Tarik kuat-kuat  perut ke dalam, kemudian tahan sampai perut menjadi kencang dan keras.

Rasakan ketegangan otot-otot tersebut ± 8 detik, kemudian relaksasikan secara  perlahan-lahan dan rasakan perbedaan antara ketegangan otot dan keadaan rileks.

Lakukan gerakan ini 2 kali.

14) Gerakan keempat belas bertujuan untuk melatih otot-otot paha, dilakukan dengan cara meluruskan kedua belah telapak kaki sehingga otot paha terasa tegang. Rasakan ketegangan otot-otot paha tersebut selama ± 8 detik, kemudian relaksasikan secara perlahan-lahan dan rasakan perbedaan antara ketegangan otot dan keadaan rileks. Lakukan gerakan ini 2 kali.

15) Gerakan kelima belas bertujuan untuk melatih otot-otot betis, luruskan kedua  belah telapak kaki sehingga otot paha terasa tegang. Gerakan ini dilanjutkan dengan mengunci lutut, lakukan penegangan otot ± 8 detik, kemudian relaksasikan secara perlahan-lahan dan rasakan perbedaan antara ketegangan otot dan keadaan rileks. Lakukan gerakan ini 2 kali.

i. Minta klien meredemonstrasikan kembali gerakan 8 sampai dengan 15

 j. Terapis memberikan umpan balik dan memberikan pujianterhadap kemampuan yang telah dilakukan klien

k. Minta klien untuk mengingat gerakan 1 sampai dengan 15 dalam terapi PMR ini.

SUMBER :

Lubis M. (2012). Perlindungan Anak dalam Situasi Bencana. Maret 2012. www.ccde.or.id.

Efendi,Ferry. Keperawatan Kesehatan Komunitas Teori dan praktik dalam

keperawatan.Jakarta.Penerbit Salemba Medika,2009.

Pratiwi, Anggi. 2010.  PTSD (Post Traumatic Stress Disolder). Diakses di www. Scribd. Com/doc/41221173/askep-PTSD. Pada tanggal 17 April 2016

Referensi

Dokumen terkait

a) Belum adanya struktur organisasi yang memisahan tugas dan tanggung jawabnya. Hal ini dapat dilihat pada penggabungan tiga fungsi yaitu fungsi penjualan, fungsi

(CAR), Non Performing Loan (NPL), Biaya Operasional pada Pendapatan Operasional (BOPO) dan Loan To Deposit Ratio (LDR) terhadap Profitabilitas Bank Umum di

Tujuan dari analisa korelasi adalah untuk melihat hubungan bivariat, antara variabel independent, yang meliputi jumlah keluarga, kepemilikan kendaraan pribadi,

Usia pertama kali mengalami anemia dan transfusi PRC adalah usia d 7 hari Variabel dengan perbedaan proporsi karakteristik yang sama menunjukkan hasil bermakna secara

Bapak Mustafa Edwin Nasution, Ph.D, selaku Ketua Program Studi Timur Tengah dan Islam Universitas Indonesia, dan sebagai dosen Methodology Research telah

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh risk aversion, brand trust dan brand affect terhadap brand loyalty.. Secara spesifik penelitian

Berdasarkan hasil penelitian, pembahasan dan simpulan, dapat disusun saran kepada 1) Bagi mahasiswa khususnya mahasiswa DIII Kebidanan di STIKES ‘Aisyiyah

Bangan a<iasya flaktuaai tarasbat dapat at jabarkaa- aabagal bartkat « Apabila pada belaa ?abruarl tabua 1 97 6 * aalslul alalia paajualaa dl bawab taagaa talab tarjaal ka