Keterkaitan parameter nilai pH, C-organik, N-Total, C/N dan alofan pada
beberapa Andisols di Jawa Barat
Rina Devnita, Mahfud Arifin, Ridha Hudaya, Ade Setiawan, dan Apong Sandrawati
Staff Pengajar Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran
Jl. Raya Bandung Sumedang Km 21 Jatinangor
Korespondensi: [email protected], [email protected]
ABSTRACT
The correlation of chemical parameters and soil mineralogy one to another in Andisols were interesting to be studied, to increase the understanding of soil reactions, nutrient availability and soil mineral content. Andisols from three locations and derived from three different volcanic eruption namely G. Tangkuban Parahu, G. Patuha and G. Tilu, with andesite, andesite-basalt and basalt parent materials respectively, were examined the correlation of several soil parameters. The values of pH, organic carbon, total nitrogen, C/N and allophane content were obtained from the soil analysis of every horizon of the soil profiles at each site. Correlation analyses were used to see the relationship of the parameters. The results showed a negative correlation between pH and organic carbon (r = -590 *). The soil pH values were positively correlated with the amount of allophane (r = 0.687 *). The pH values were correlated positively with imogolite content (r = 0.356 *). The pH values were negatively correlated with organic carbon (r = -0.590 *). The organic carbon content was negatively correlated with depth (r = - 0.582 *). The organic carbon content was negatively correlated with allophane (r = 0.707 *). Total nitrogen values were negatively correlated with increasing depth (r = -0.531 *).
Keywords: Mt. Tangkuban Parahu, Mt. Patuha, Mt. Tilu, andesit, andesit-basalan, alophane
1. PENDAHULUAN
Tanah yang berkembang dari bahan hasil erupsi gunungapi mempunyai karakteristik kimia dan fisika tanah yang khas dan berbeda dengan ordo tanah lainnya. Bahan klastika yang berasal dari letusan gunungapi mem-punyai berbagai kandungan mineral serta mudah lapuk untuk menyumbangkan berbagai hara untuk tanaman.
Pelapukan selanjutnya menghasilkan mi-neral ordo kisaran pendek yang menyebabkan tanah ini mempunyai sifat fisika tanah yang baik seperti bobot isi rendah (Broquen et al., 2005), kapasitas menahan air dan bahan organik tinggi (Yuan et al., 2000), porous, serta struktur agregat stabil (Hoyos and Comerford, 2005). Karakteristik khas tersebut disebabkan oleh mineral liat yang khas hasil lapukan dari bahan erupsi berupa mineral ordo kisaran pendek seperti alofan, imogolit dan ferihidirit (Childs et al., 1991).
Tanah berbahan induk hasil erupsi gunungapi dapat diklasifikasikan sebagai Andisols jika memenuhi sifat-sifat tanah andik seperti yang disyaratkan oleh Soil Survey Staff (2014). Selain sifat-sifat tanah andik, tanah ini mempunyai karakteristik yang mendukung kekhasannya sebagai ordo Andisols. Karak-teristik tersebut terkait satu dan lainnya dan menunjukkan keeratan yang spesifik.
Tanah yang berkembang dari abu gunungapi dari formasi geologi dan umur bahan induk yang berbeda, akan dilihat keterkaitan keterse-diaan unsur hara, reaksi tanah dan kandungan mineral tanahnya. Hal tersebut diharapkan dapat menambah pemahaman mengenai karakteristik tanah ini, terutama dalam hubungan ketersediaan unsur hara satu dan lainnya, serta kertersediaannya berdasarkan kedalaman tanah.
2. METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan terhadap tiga lokasi Andisols yaitu di Desa Cikole, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung (hasil erupsi G. Tangkuban Parahu); Desa Patengan, Kecamatan Rancabali, Kabupaten Bandung (hasil erupsi G. Patuha); dan Desa Pulosari, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung (hasil erupsi G. Tilu).
Profil tanah dibuat pada setiap lokasi untuk pengamatan makro-morfologi tanah, deskripsi profil dan pengambilan sampel tanah. Pengambilan sampel tanah dilakukan pada setiap horison berupa sampel tanah terganggu untuk analisis sifat kimia tanah seperti retensi P, C-organik, N-total, pH H2O, pH KCl, mineral primer. Selain itu, dilakukan juga pengambilan contoh tanah utuh menggunakan ring sampler. Contoh tanah ini digunakan untuk analisis sifat fisika tanah seperti bobot isi.
Alat yang digunakan di lapangan antara lain peta geologi lembar Bandung skala 1 : 100.000 (Silitonga, 2003) dan peta geologi lembar Sindang Barang skala 1 : 250.000 (Koesmono, 1976). Peralatan lapangan lainnya adalah Global Position System (GPS),
Munsell Soil Color Chart, clinometer, bor tanah (auger), ring sampler, kertas deskripsi, kantong plastik, pisau, meteran, dan kertas label.
Pengamatan di lapangan berpedoman pada National Soil Survey Center (2002). Analisis tanah berpedoman pada Blakemore (1987) untuk analisis retensi P, Van Reeuwijk (1992) untuk analisis C-organik, N total, Al dan Fe dengan amonium oksalat. Alofan, imogolit dan dihitung secara kuantitatif menggunakan rumus yang dikemukakan Shoji
et al. (1988) serta Parfit dan Wilson (1985). Contoh tanah diambil pada setiap hori-son yang ada pada profil. Setiap contoh tanah dianalisis di laboratorium. Inventaris dan interpretasi dilakukan terhadap hasil analisis pada setiapa parameter. Analisis hubungan (keterkaitan) antar parameter dilakukan melalui analisis korelasi sederhana.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Lokasi ketiga profil tanah berada pada kelas kemiringan lereng yang sama yaitu 8-15% (landai). Lokasi penelitian pertama adalah profil TPR (X = 1070 38’ 57; Y = 060 47’07”) berada pada lereng selatan G. Tangkuban Parahu, berkembang dari bahan induk andesit dari zaman Holosen berupa tuf pasir kristal hornblende, lahar lapuk keme-rahan, lapisan lapili dan breksi dari G. Dano dan G. Tangkuban Parahu dan disimbolkan dengan Qyd (Silitonga, 2003).
Profil PTH (X = 1070 23’ 35” Y = 070 08’40”) terletak pada lereng utara G. Patuha, berkembang dari bahan induk andesit-basalan zaman Holosen berupa lahar G. Patuha, yang mengandung tuf pasiran abu-abu dan plagioklas yang disimbolkan dengan Qv (p,l) (Koesmono dkk, 1996).
Profil TLU terletak pada koordinat X = 1070 32’ 31” dan Y = 070 10’49”. Lokasi profil terletak pada lereng selatan G. Tilu. Berdasar-kan analisis geologi, tanah di lokasi ini berkembang dari bahan induk basal berumur Pleistose. Komposisi batuan gunung api tua Tilu diidentifikasi mengandung tuf, breksi lahar dengan sedikit batu apung dan lava yang disimbolkan dengan Qtl (Alzwar dkk, 1992). 3.2 Identifikasi Sifat Andik
Sifat-sifat tanah andik yang mencakup nilai C-organik, Al + ½ Fe, bobot isi dan retensi P (Tabel 1) menunjukkan bahwa ketiga profil memenuhi sifat-sifat tanah andik sampai kedalaman 60 cm. Sifat tersebut berupa nilai C-organik lebih kecil dari 25%, nilai Alo + ½ Feo lebih besar dari 2%, nilai bobot isi lebih kecil dari 0,9 g cm-3 dan retensi P lebih besar dari 85%. Hal tersebut menunjukkan tanah ini dapat diklasifikasikan ke dalam ordo Andisols berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan oleh Soil Survey Staff (2014). Pemaparan karakteristik tanah yang akan didiskusikan pada paper ini dengan demikian dapat mewakili karakteristik Andisols pada lokasi yang terpilih.
Tabel 1 Hasil analisis untuk investigasi sifat-sifat tanah andik pada profil TPR, PTH dan TLU Profil Horison Kedalaman (cm) C-organik (%) AlO + ½ FeO (%) Bobot isi (g.cm-3) Retensi P (%)
TPR Ap 1 0-14 8,42 5,3 0,58 99,20 Ap 2 14 -22 4,71 3,4 0,61 99,70 Ap 3 22 - 48 4,25 3,5 0,71 99,80 BC 48 - 58 4,84 3,4 0,69 99,10 2 Ab 1 58 - 87 9,28 3,5 0,63 99,60 2 Ab 2 87 -110 9,45 3,9 0,69 99,50 2 BA 110 -119 5,65 5,4 0,68 99,20 2 Bw 1 119 -144 3,58 6,7 0,88 99,90 2 Bw 2 144 - 162 2,62 5,8 0,71 99,80 2 BC 162 - 200 1,62 5,7 0,76 99,50 PTH Ap 1 0 - 11 11,20 2,3 0,82 96,39 Bw 1 11 - 19 9,95 2,6 0,74 96,06 Bw 2 19 - 39 9,05 4,5 0,72 95,90 2 AB 39 - 67 9,09 3,9 0,77 96,12 2 BCr 67 - 95 9,63 4,0 0,74 96,24 2 CBR1 95 - 102 8,27 4,7 0,80 96,30 2 CBR2 102 - 125 6,01 5,3 1,08 96,49 2 CR 125 - 141 8,00 4,5 0,73 96,33 Ap 1 141 - 157 11,20 4,2 0,82 96,39 Bw 1 157 - 200 9,95 4,3 0,74 96,06 TLU Ap 1 0 - 7 7,34 4,5 0,67 98,80 Ap 2 7 - 12 6,53 3,9 0,75 97,40 AB 12 - 27 3,62 4,0 0,62 99,30 Bw 1 27 - 37 3,18 4,7 0,71 99,40 Bw 2 37 - 46 2,83 5,3 0,65 99,30 Bw 3 46 - 58 2,10 4,5 0,64 98,90 Bt 1 58 - 80 1,71 4,2 0,66 99,10 Bt 2 80 - 99 1,47 4,3 0,72 99,20 BC 99 - 114 1,06 4,7 0,65 99,90 CB 114 - 130 1,00 3,9 0,72 99,40 2 Ab 130 - 156 3,84 4,8 0,71 99,70 2 Bw 156 - 200 3,61 5,2 0,67 98,90
3.3 Sifat Kimia Tanah 3.3.1 Kemasaman (pH) tanah
Kemasaman tanah tercermin dari nilai pH H2O, pH KCl dan Δ pH yang ditampilkan pada Tabel 2. Kemasaman tanah ini berkisar mulai dari masam (5,18) pada profil TPR hingga agak masam (6,71) pada profil TLU. Berdasarkan Tabel 2, nilai pH tanah menunjukkan kecenderungan peningkatan pH dengan bertambahnya kedalaman. Nilai pH yang lebih rendah terdapat pada lapisan/horizon atas dimana pada lapisan ini kandungan bahan organik tanah tanah lebih tinggi.
3.3.2 C-organik, N-total, dan C/N
Kandungan C-organik pada horison-ho-rison teratas termasuk kategori tinggi hingga sangat tinggi namun tidak melebihi 25 % (Tabel ), sehingga memenuhi kriteria Andisol. Nilai C-organik yang tinggi disebab-kan oleh stabilitas bahan organik yang membentuk kompleks Al-humus, sehingga penguraian bahan organik berkurang. Bahan organik yang tinggi berkombinasi dengan aerasi dan oksidasi yang baik pada Andisol memicu aktivitas makro dan mikrorganisme tanah yang pada gilirannya menambah kandungan C-organik tanah.
Tabel 2 Nilai pH H2O, pH KCl dan ΔpH pada profil pewakil
Profil Horison Kedalaman pH H
2O pH KCl ΔpH (cm) TPR 1 Ap 0-14 5,33 4,72 0,61 Ap 2 14 -22 5,23 5,05 0,18 Ap 3 22 - 48 5,18 4,95 0,23 BC 48 - 58 5,43 5,15 0,27 2 AB 1 58 - 87 5,35 4,61 0,74 2 AB 2 87 -110 5,29 4,68 0,61 2 BA 110 -119 5,56 4,88 0,68 2 Bw 1 119 -144 5,73 5,00 0,73 2 Bw 2 144 - 162 5,54 5,44 0,10 2 BC 162 - 200 5,64 5,33 0,31 PTH1 Ap 1 0 - 11 5,63 4,82 0,81 Ap 2 11 - 19 5,45 4,61 0,84 Ap 3 19 - 39 5,36 4,77 0,59 Bw 39 - 67 5,83 5,19 0,64 BC 67 - 95 5,77 5,44 0,33 2 AB 1 95 - 102 5,67 5,26 0,35 2 AB 2 102 - 125 5,43 5,21 0,22 2 CB 125 - 141 5,06 5,43 0,37 2 C 141 - 157 5,92 5,39 0,53 R 157 - 200 5,84 5,43 0,41 TLU 2 Ap 1 0 - 7 5,74 4,96 0,78 Ap 2 7 - 12 5,95 5,00 0,95 AB 27 - 12 6,18 5,32 0,86 Bw 1 27 - 37 6,40 5,45 0,95 Bw 2 37 - 46 6,46 5,56 0,90 Bw 3 46 - 58 6,71 5,71 1,00 Bt 1 58 - 80 6,50 5,71 0,79 Bt 2 80 - 99 6,52 5,77 0,75 BC 99 - 114 6,52 5,83 0,69 2 AB 1 114 - 130 6,63 5,86 0,77 2 AB 2 130 - 156 6,48 5,81 0,67 2 Bw 1 156 - 200 6,19 5,34 0,85
Suhu yang cukup rendah (21.3 0C – 16.2 0C) pada daerah dengan elevasi 1300-1700 m mendukung C-organik yang tinggi ini terkonservasi sehingga tetap tinggi. C-organik selanjutnya berkurang dengan bertambahnya kedalaman.
Hasil analisis N-total tanah ditampilkan pada Tabel . Kandungan N pada horison permukaan relatif tinggi, dan semakin berkurang dengan bertambahnya kedalaman. Kecenderungan ini terlihat sejalan dengan kandungan C-organik tanah.
Nisbah C/N dapat dilihat pada Tabel , yang berkisar antara 5.40 – 10.09 pada profil TPR; 6.3 – 10.42 pada profil PTH dan 6.1 – 11.26 pada profil TLU. Tanah pada horison teratas mempunyai nisbah C/N yang relatif lebih besar dibandingkan horison di bawahnya. Pola ini mengikuti pola kandungan C-organik dan N-total tanah.
Kandungan C-organik dan N-total yang lebih besar pada horison teratas disebabkan oleh bahan organik pada horison tersebut lebih tinggi. Bahan organik ini berasal dari dekomposisi tumbuhan dan hewan. Pada horison yang lebih dalam, C-organik dapat berasal dari akar yang melapuk serta mikrorganisme tanah namun jumlahnya jauh lebih sedikit dibandingkan bahan organik di lapisan atas yang menyebabkan kandungan C-organiknya rendah sehingga nilai juga C/N rendah.
Tabel 4 Nilai C-organik, N-total dan C/N profil pewakil
Profil Horison Kedalaman C-organik N-tototal C/N
(cm) % % TPR 1 Ap 1 0-14 8,42 0,86 9,79 Ap 2 14 -22 4,71 0,55 8,56 Ap 3 22 - 48 4,25 0,45 9,44 BC 48 - 58 3,84 0,41 9,37 2 AB 1 58 - 87 9,28 0,99 9,37 2 AB 2 87 -110 9,45 0,97 9,74 2 BA 110 -119 5,65 0,56 10,09 2 Bw 1 119 -144 3,58 0,38 9,42 2 Bw 2 144 - 162 2,62 0,36 7,28 2 BC 162 - 200 1,62 0,3 5,4 PTH1 Ap 1 0 - 11 9,48 0,91 10,42 Ap 2 40501 7,27 0,73 9,96 Ap 3 19 - 39 7,5 0,72 10,42 Aw 39 - 67 3,3 0,33 10
Profil Horison Kedalaman C-organik N-tototal C/N (cm) % % AC 67 - 95 2,62 0,24 10,92 2 AB 1 95 - 102 3,51 0,41 8,56 2 AB 2 102 - 125 4,25 0,49 8,67 2 CB 125 - 141 2,09 0,33 6,33 2 C 141 - 157 4,17 0,44 9,48 R 157 - 200 1,26 0,20 6,30 TLU 2 Ap 1 0 - 7 7,34 0,58 11,26 Ap 2 40371 6,53 0,35 10,34 AB 27 - 12 3,62 0,30 10,60 Aw 1 27 - 37 3,18 0,31 9,13 Bw 2 37 - 46 2,83 0,27 7,78 Bw 3 46 - 58 2,1 0,27 6,33 Bt 1 58 - 80 1,71 0,26 5,65 Bt 2 80 - 99 1,47 0,20 5,30 BC 99 - 114 1,06 0,13 7,69 2 AB 1 114 - 130 1,00 0,12 7,00 2 AB 2 130 - 156 0,84 0,10 6,10 2 Bw 1 156 - 200 0,61 0,93 7,90
3.4 Hubungan Antar Sifat Kimia 3.3.1 Kemasaman Tanah
Analisis statistik Tabel 3 menunjukkan korelasi yang negatif antara pH dan bahan organik (r = -0,590*). Nilai pH tanah dipengaruhi oleh bahan induknya. Nilai pH meningkat menurut urutan andesit < andesit-basalan < basal, seperti diperlihatkan profil TPR (pH 5.18, andesit), PTH (pH 5.43,
andesit-basalan) dan TLU (pH 6,71, basal). Bahan induk yang lebih masam menghasilkan tanah yang juga lebih masam dan sebaliknya.
Nilai pH selain menunjukkan tingkat kemasaman, juga merupakan indikasi berbagai sifat kimia, fisika dan biologi tanah. Analisis statistik (Tabel 3) menunjukkan bahwa nilai pH tanah-tanah ini berkorelasi positif dengan dengan alofan (r = 0.687*). Tabel 3 Matriks korelasi sifat-sifat kimia tanah
Kedalaman pH H2O Δ pH Retensi P C-organik N-total C/N ratio Alofan Al + ½Fe
Kedalaman 1,000 0,111 0,347 0,062 -0,582 * -0,531 * -0,627 * 0,448 * 0,372 * pH H2O 0,111 1,000 -0,638 * 0,058 -0,590 * -0,620 * -0,331 0,687 * 0,353 * Δ pH 0,347 -0,638 * 1,000 0,094 -0,153 -0,080 -0,233 -0,117 0,027 Retensi P 0,062 0,058 0,094 1,000 -0,198 -0,164 -0,076 0,268 0,440 * C-Organik -0,582 * -0,590 * -0,153 -0,198 1,000 0,981 * 0,659 * -0,707 * -0,425 * N-Total -0,531 * -0,620 * -0,080 -0,164 0,981 * 1,000 0,528 * -0,671 * -0,377 * C/N ratio -0,627 * -0,331 -0,233 -0,076 0,659 * 0,528 * 1,000 -0,578 * -0,370 * Alofan 0,448 * 0,687 * -0,117 0,268 -0,707 * -0,671 * -0,578 * 1,000 0,835 * Al + ½ Fe 0,372 * 0,353 * 0,027 0,440 * -0,425 * -0,377 * -0,370 * 0,835 * 1,000
Hubungan nilai pH dengan alofan dapat dilihat pada Gambar 1a. Nilai pH dan alofan menunjukkan korelasi yang positif pada semua profil pengamatan (TPR, PTH dan TLU). Shoji et al. (1993) menyatakan bahwa pH 4.9 merupakan nilai kritikal untuk
pembentukan alofan. Jika pH > 4.9, akan terbentuk alofan dan pembentukannya akan meningkat sejalan dengan meningkatnya pH. Meskipun demikian Parfit dan Kimble (1989) membatasi bahwa pembentukan alofan yang optimum terjadi pada rentang pH 5 – 7.
TPR: r2 = 0.7368; r = 0.8584, p = 0.0015; y = 5.1063 + 0.0335 x PTH: r2 = 0.0098; r = 0.0991, p = 0.7854; y = 5.5194 + 0.0087 x TLU: r2 = 0.4613; r = 0.6792, p = 0.0151; y = 5.6226 + 0.0514 x Alofan (%) p H H2 O 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 4.8 5.0 5.2 5.4 5.6 5.8 6.0 6.2 6.4 6.6 6.8 TPR PTH TLU a TPR: r2 = 0.2650; r = -0.5148, p = 0.1278; y = 5.6083 - 0.0338x PTH: r2 = 0.0341; r = -0.1847, p = 0.6094; y = 5.6806 - 0.0186x TLU: r2 = 0.6734; r = -0.8206, p = 0.0011; y = 6.6439 - 0.1067x C-0rganik p H H 2 O 0 2 4 6 8 10 4.8 5.0 5.2 5.4 5.6 5.8 6.0 6.2 6.4 6.6 6.8 TPR PTH TLU b
Gambar 1 Kurva hubungan pH H2O dengan alofan(a), pH H2O dengan C-organik (b) pada profil TPR, PTH dan TLU
Nilai pH berkorelasi negatif dengan C-organik dengan nilai r = -0.590* (Gambar 1b). Korelasi negatif tersebut pada semua profil. Dekomposisi bahan organik menghasilkan asam-asam organik yang dapat menurunkan pH tanah. Penurunan nilai pH tanah tersebut tidak sama pada setiap profil. Profil TLU berbahan induk basal memperlihatkan penurunan pH yang paling besar dengan bertambahnya C-organik tanah. Sedangkan pada profil PTH, nilai pH relatif stabil.
Delta pH (Δ pH) adalah selisih nilai pH KCl – pH H2O. Nilai Δ pH pada profil TPR, PTH dan TLU bernilai negatif (0.1 hingga -1.0), yang menunjukkan bahwa tanah ini bermuatan netto negatif. Nilai Δ pH dapat digunakan untuk menunjukkan keberadaan mineral bermuatan variabel (Qafoku et al., 2004). Delta pH berkorelasi dengan muatan listrik netto tanah. Analisis statistik (Tabel 3) menunjukkan terdapat korelasi positif antara Δ pH dengan kandungan imogolit (r = 0.356*) (Gambar 2).
Imogolit (%):Δ pH: r2 = 0.2069; r = 0.4548, p = 0.0089; y = -1.2233 + 0.1675*x 2.0 2.5 3.0 3.5 4.0 4.5 5.0 5.5 6.0 6.5 Imogolit (%) -1.2 -1.0 -0.8 -0.6 -0.4 -0.2 0.0 0.2 0.4 0.6 Δ pH
Gambar 2 Kurva hubungan Δ pH dengan imogolit pada profil TPR, PTH dan TLU 3.3.3 Kandungan C-organik
Berdasarkan matriks analisis statistik pada Tabel 3, kandungan C-organik berkorelasi negatif dengan kedalaman dengan nilai r = - 0.582* (Gambar 3). Hal ini
menunjukkan penurunan kandungan C-organik pada profil TPR, PTH dan TLU dengan bertambahnya kedalaman. Penurunan kandungan C-organik ini merupakan salah satu penyebab meningkatnya pH tanah.
TPR : r2 = 0.2258; r = -0.4752, p = 0.1651; y = 7.2863 - 0.0225 x PTH : r2 = 0.6824; r = -0.8261, p = 0.0032; y = 7.728 - 0.0372 x TLU : r2 = 0.6903; r = -0.8308, p = 0.0008; y = 5.0508 - 0.0327 x Kedalaman (cm) C-0 rgan ik (% ) -20 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 0 2 4 6 8 10 TPR PTH TLU
Kandungan C-organik berkorelasi negatif dengan alofan (r = 0,707). Alofan menurun dengan bertambahnya C-organik pada profil TPR, PTH dan TLU (Gambar 4). Hal ini
menunjukkan bahwa bahan organik berperan dalam proses anti alofanik dengan membentuk kompleks Al-humus yang menghambat pembentukan alofan.
TPR: r2 = 0.4992; r = -0.7065, p = 0.0224; y = 15.931 - 1.1859 x PTH : r2 = 0.5917; r = -0.7692, p = 0.0093; y = 12.8012 - 0.8811 x TLU: r2 = 0.2677; r = -0.5174, p = 0.0849; y = 16.6655 - 0.8887 x C-0rganik (%) A lo fan ( % ) 0 2 4 6 8 10 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 TPR PTH TLU
Gambar 4 Kurva hubungan C-organik dengan alofan pada profil TPR, PTH dan TLU 3.4.3 Nitrogen Total
Berdasarkan matriks hubungan pada Tabel 3, nilai N-total berkurang dengan bertambahnya kedalaman dengan nilai r =
-0,531*. Nilai korelasi yang kuat diperlihatkan antara nilai N-total dan C-organik, dengan nilai r = 0,981. Hal ini menunjukkan korelasi yang sangat kuat (Gambar 5).
TPR : r2 = 0.9778; r = 0.9888, p = 0.00000007; y = 0.0895 + 0.092 x PTH : r2 = 0.9731; r = 0.9865, p = 0.0000001; y = 0.0863 + 0.0866 x TLU : r2 = 0.9224; r = 0.9604, p = 0.0000007; y = 0.0571 + 0.0955 x C-0rganik N -T o ta l 0 2 4 6 8 10 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 TPR PTH TLU
Hubungan C-organik menunjukkan korelasi negatif dengan keberadaan alofan,
N-total juga berkorelasi negatif dengan alofan seperti ditampilkan pada Gambar 6.
TPR : r2 = 0.4432; r = -0.6657, p = 0.0356; y = 0.9386 - 0.0371 x PTH : r2 = 0.5455; r = -0.7386, p = 0.0147; y = 0.9781 - 0.0566 x TLU : r2 = 0.2140; r = -0.4626, p = 0.1300; y = 0.6965 - 0.0268 x Alofan (%) N -T o ta l ( % ) 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 TPR PTH TLU
Gambar 6 Kurva hubungan kandungan N-total dengan alofan pada profil TPR, PTH dan TLU 3.4.4 Nisbah C/N
Berdasarkan matriks hubungan parameter (Tabel 3), nilai nisbah C/N berkorelasi negatif dengan kedalaman.
Keberadaan alofan ternyata berkorelasi negatif dengan nisbah C/N, dengan nilai r = -0,578. Gambar 7 memperlihatkan hubungan antara nisbah C/N dan alofan.
TPR : r2 = 0.5279; r = -0.7266, p = 0.0173; y = 11.0025 - 0.2246 x PTH : r2 = 0.4072; r = -0.6382, p = 0.0471; y = 12.1359 - 0.3445 x TLU : r2 = 0.1256; r = -0.3544, p = 0.2583; y = 10.6476 - 0.1882 x Alofan (%) C /N r a tio 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 5 6 7 8 9 10 11 12 TPR PTH TLU
Gambar 7 Kurva hubungan Nisbah C/N dengan Alofan profil TPR, PTH dan TLU 4. KESIMPULAN
Berdasarkan matriks korelasi antar parameter, pH tanah berkorelasi negatif dengan bahan organik (r = -0,590), berkorelasi positif dengan dengan jumlah
alofan (r = 0,687), dan berkorelasi negatif dengan C-organik (r = -0.590). Nilai Δ pH berkorelasi positif dengan kandungan imogolit (r = 0,356). Kandungan C-organik berkorelasi negatif dengan kedalaman (r = - 0,
582), dan berkorelasi negatif dengan alofan (r = 0,07*). Nilai N-total berkorelasi negatif dengan bertambahnya kedalaman (r = -0,531). Nisbah C/N berkorelasi negatif dengan kedalaman dan alofan.
Ucapan Terimakasih
Penulis mengucapkan terima kasih kepada mahasiswa yang terlibat dalam pengambilan sampel di lapangan dan analisis laboratorium.
DAFTAR PUSTAKA
Blakemore, L. C., P. L. Searle and B. K. Daly. 1987. Methods for Chemical Analysis of Soils. N. Z. Soil Bureau Sci. Rep. 80. Soil Bureau. Lower Hutt, New Zealand.
Broquen, P., J. C. Lobartini, F. Candan and G. Falbo. 2005. Allophane, Aluminum, and Organic Matter Accumulation Across a Bioclimatic Sequence of Volcanic Ash Soils of Argentina. Geoderma. 129 : 167-177. E-Journal
on-line. Melalui
http://www.elsevier.com/locate/geo
derma (20/09/06)
Childs, C.W., N. Matsue and N. Yoshinaga. 1991. Ferrihydrite in Volcanic Ash Soils of Japan. Soil Sci. Plant. Nutr. 37:299-311.
Childs, C.W., K. Inoue, H. Seyama, M. Soma, B. K. G. Theng and G. Yuan. 1997. X-Ray Photoelectron Spectroscopic Characterization of Silica Spring Allophane. Clay Minerals. 32:565-572.
Hoyos, N. and N. B. Comerford. 2005. Land Use and Landscape Effects on Aggregate Stability and Total Carbon of Andisols From Colombian Andes. Geoderma 129 : 268-278. E-Journal
on-line. Melalui
http://www.elsevier.com/locate/geo
derma (10/10/06).
Koesmono. 1976. peta Geologi Lembar Sindangbarang, Jawa. Dir. Geologi. Dep. Pertambangan. R. I. Bandung.
National Soil Survey Center (NSSC). 2002.
Field Book for Describing and Sampling Soils Version 2.0. Natural resources Conservation Service . United State Departement of Agriculture. 219 p.
Parfitt, R. L. and J. M. Kimble. 1989. Condition for Formation of Allophane In Soils. Soil Sci. Soc. of Am. J. 53:971-977. Qafoku, N. P., E, Van Ranst, A. Noble and G.
Baert. 2004. Variable Charge Soils, Their Mineralogy, Chemistry and Management. Advances in Agronomy. 84:157-213.
Shoji, S. M. Nanzyo and R. Dahlgren. 1993. Genesis of Volcanic Ash Soils. Dalam Shoji, S., M. Nanzyo and R. Dahlgren (Penyunting). Volcanic Ash Soil – Genesis, Properties and Utilization. Hal. 37-71 Developments in Soil Science 21. Elsevier, Amsterdam.
Silitonga, P. H. 2003. Peta Geologi Lembar Bandung. Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral
Soil Survey Staff. 2014. Keys to Soil Taxonomy. 10th ed. Natural Resources Conservation Service. 332 p.
Tate, K. R. and B. K. G. Theng. 1980. Organic matter and its interaction with inorganic soil constituent. In Theng, B. K. G. (ed). Soils with Variable Charge. NZ Soil Sci. Soc. Lower Hutt, New Zealand. P. 225-252
Utami, S. R. 1998. Properties and Rational Management Aspects of Volcanic Ash Soils from Java, Indonesia. Ph.D. Thesis. University of Ghent. Belgium. 388 p.
Van Reeuwijk, L. P. 1992. Procedure for Soil Analysis. Fourth Edition. ISRIC. Wageningen. The Netherland. 56 p. Yuan, G., B. K. G. Theng, R. L. Parfit and H.
Percival. 2000. Interaction of Allophane with Humic Acid and Cations. Europ. J. of Soil Sci. 51:35-41.